Analisis Kebijakan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Pengertian Analisis Kebijakan Publik William N. Dunn mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Salah satu esensi kehadiran kebijakan publik (public policy) adalah memecahkan masalah yang berkembang di masyarakat secara benar. Meskipun demikian, kegagalan sering terjadi karena kita memecahkan masalah secara tidak benar. Analisis kebijakan publik (public policy analysis) merupakan upaya untuk mencegah kegagalan dalam pemecahan masalah melalui kebijakan publik. Oleh karena itu, kehadiran analisis kebijakan berada pada setiap tahapan dalam proses kebijakan publik (public policy process). Analisis kebijakan publik adalah ilmu yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Produk analisis kebijakan publik adalah nasehat. Kebijakan yang diambil akan mempunyai biaya dan manfaat sosial tertentu. Kebijakan tersebut dapat relatif menguntungkan suatu kelompok dan relatif merugikan kelompok lainnya. Analisis Kebijakan Publik dan Analisnya Analisis kebijakan publik mempunyai tujuan yang bersifat penandaan (designative) dengan pendekatan empiris (berdasarkan fakta), bersifat penilaian dengan pendekatan evaluatif dan bersifat anjuran dengan pendekatan normatif. Prosedur analisis berdasarkan letak waktu dalam hubungannya dengan tindakan dibagi dua yaitu 1. ex ante ialah prediksi dan rekomendasi digunakan sebelum tindakan diambil atau untuk masa datang , analisis ex ante berhubungan dengan analisis kebijakan prospektif yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli ekonomi, sistem analisis dan operations research. 2. ex post deskripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi atau dari masa lalu Analisis ex post berhubungan dengan analisis kebijakan retrospektif yang biasa dilakukan oleh ahli ahli ilmu sosial dan politik. 2. Bentuk-bentuk Analisi Kebijakan 1.Analisis kebijakan prospektif Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif



sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.analisis retrospektif, yang dijelaskan sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan , mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangan oleh tiga kelompok analisi: 1. Analis yang berorientasi pada disiplin (Discipline-oriented analysts). Kelompok orang/ para ilmuan pollitik dan sosiologi yang berusaha mengembangkan dan menguji teori yang didasarkan pada teori dan konsekwensi-konsekwensi kebijakan serta jarang mengidentifikasi tujuan-tujuan dan sasaran spesifik dari para pembuat kebijakan dan tidak melakukan usaha apapun untuk membedakan variable-variable kebijakan yang merupakan hal yang dapat diubah melalui manipulasi kebijakan dan variable situasional yag tidak dapat dimanipulasi. 2. Analis yang berorietasi pada masalah (Problem-oriented analysts). Kelompok orang/ para ilmuan yang berusaha menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi dari kebijakan, serta tidak memperhatikan pengembangan dan pengujian teori-teori yang dianggap penting didalam disiplin lmu sosial, tetapi lebih memperhatikan variable yang dapat dimanipulasi oleh pembuat kebijakan. Orientasi masalahnya jarang menyajikan informasi mengenai tujuan dan sasaran kebijkan yang spesifik karena masalah yang dianalisis bersifat umum.



3. Analis yang berorietasi pada aplikasi (Applications-oriented analysts). Kelompok orang/ para ilmuan pollitik, sosiologi, adm public, dan profesional pekerja sosial yang berusaha menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi dan program publik, tetapi tidak memperhatikan pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. Lebih jauh kelompok ini idak hanya memperhatikan variable-variable kebijakan, tapi juga melakukan identifikasi tujuan dan sasaran kebijakan dari para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan. Informasi megenai tujuan-tujuan dan sasaran kebijakan memberi landasan bagi pemantauan, dan evaluasi hasil kebijakan yang spesifik, yang dapat digunakan oleh praktisi untuk merumuskan masalah-masalah kebijakan, mengembangkan alternatifalternatif kebijakan baru dan merekomendasikan arah tindakan untuk memecahkan masalah.



2.Analisis kebijakan retrospektif Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan. 3.Analisis kebijakan yang terintegrasi



Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat. analisis kebijakan retrospektif sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan, mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembaangkan oleh tiga kelompok analisi: 1. analisi yang berorientasi Proses Pembuatan Kebijakan Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Proses analisis kebijakan biasanya terdiri dari ; 1. Penyusunan Agenda Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder. Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan public diantaranya:  



Telah mencapai titik kritis tertentu yang jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius; Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang berdampak dramatis;



   



Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa; Menjangkau dampak yang amat luas ; Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ; Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)



2. Formulasi kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. 3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi – cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah. 4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. Fungsi-fungsi Argumen Kebijakan Peran argumentasi dan debat kebijakan dalam mengubah informasi yang relevan dengan kebijakan, menjadi pengetahuan yang siap dipakai. Pengetahuan adalah informasi yang telah dikonsumsikan kepada beberapa pembuat kebijakan yang mentransformasikannya menjadi keyakinan yang benar.



Struktur argumen kebijakan, dalam proses komunikasi, argumentasi dan debat kebijakan dapat dipahami lebih baik dengan menerapkan model struktural argumen yang dikembangkan oleh Stehen Toulhi. Model ini merupakan saran kuat untuk melukiskan proses berfikir praktis yang kesimpulannya tidak terlalu deduktif, mulai sejak aristoteles hingga sekarang argumen praktis semacam ini telah dipandang sebagai silogisme retorikal yang berisi premis-premis yang tidak diungkapkan secra jelas, meskipun diungkapkan tidak lengkap dan konklusif. Model argumen struktural sangat memadai bila digunakan sebagi alat untuk menampilkan pola argumentasi dan debat kebijakan yang kompleks. Dasar berfikir ini dengan cara berfikir kritis, cara ini manifestasi dari metodologi multiplisme kritis. (yang telah dibahas diawal). Model struktural argument yang merupakan instrument ampuh bila diterpkan dalam wilayah kebijakan publik dan debat kebijakan. Setiap argumen kebijakan memunyai enam elemen informasi yang relevan dengan kebijakan, klaim kebijakan, pembenaran, dukungan, bantahan, dan penguat. Analisis kebijakan umunya bersifat kognitif, sedangkan pembuat kebijakan bersifat politis. Sistem kebijakan bersifat dialektis, merupakan kreasi subyektif dari pelaku kebijakan, merupakan realitas objektif, dan para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan. Argumen yang substantive berperan untuk membangun atau mengkritik validitas pernyataan, baik pernyataan tentang kebenaran yang implisit di dalam pernyataan itu sendiri atau pernyataan yang terkait dengan norma (dari tindakan ataupun evaluasi) atau pernyataan yang tersirat di dalam rekomendasi dan peringatan. Pernyataan-pernyataan tersebut mempunyai kekuatan untuk meyakinkan para partisipan wacana untuk menyediakan pijakan rasional terhadap adanya pernyataan tentang validitas. Maksud dari argumen kebijakan dalam hal ini adalah mengkaji struktur argumen kebijakan dan perannya dalam mengubah informasi kebijakan menjadi pengetahuan yang siap pakai. Tujuan utamanya adalah menjelaskan bagaimana informasi yang sama dapat menuntun ke pernyataan pengetahuan yang berbeda, tergantung pada asumsi yang dipakai untuk melakukan argumen dan debat kebijakan. Prinsip-prinsip dan generalisasi yang harus diketahui adalah sebagai berikut: 



Ada dua pendekatan yang berlawanan untuk mendefinisikan pengetahuan: esensialis dan plausibilis. Untuk dapat dipandang sebagai pengetahuan, keyakinan tidak harus pasti, keyakinan dapat bersifat plausible secara optimal dalam konteks tertentu dan masih berkualitas sebagai pengetahuan.







Ketika dipertentangkan dengan analisis kebijakan yang standar, kelebihan utama dari cara argumen struktural adalah bahwa cara ini bersifat interpretative, multirasional, kritis, transaktif, etis, dan multi cara.







Kriteria untuk mengkaji plausibilitas argumen kebijakan meliputi kelengkapan, konsonansi, kohesivitas, regularitas fungsional, dan kesederhanaan, kehematan dan



ketepatan fungsional. Sistem kriteria ini dapat diterapkan pada banyak cara argumen kebijakan dan relevan terhadap standar, aturan dan prosedur yang dipakai para pakar maupun orang awam. Bentuk-bentuk argumen merupakan suatu alat untuk mengubah informasi yang relevan dengan kebijakan menjadi pernyataan kebijakan, ada delapan cara untuk mengubah informasi menjadi pernyataan kebijakan, yaitu : 1. Argumen otoritatif, argument kebijakan yang menggunakan satu atau lebih pembenaran atau dukungan yang mengacu pada status dari orang yang memberikan argumen atau menjadi sumber pengetahuan, dan setatus itulah yang dijadikan dasar untuk percaya, bahwa apa yang dinyatakan adalah benar. 2.



Argumen statistik, argumen kebijakan yang menggunakan satu atau lebih pembenaran atau dukungan yang mengacu pada sampel dari populasi untuk membenarkan suatu pernyataan.



3. Argumen klasifikasional, argumen kebijakan yang menggunakan satu atau lebih pembenaran atau dukungan yang mengacu pada keanggotaan dalam suatu kelas untuk membenarkan bahwa suatu pernyataan tentang anggota tersebut. 4. Argumen intuitif, argumen kebijakan yang menggunakan satu atau lebih pembenaran atau dukungan yang mengacu pada kekuasaan penilaian khusus dari sumber pengetahuan untuk membenarkan suatu pernyataan yang didasarkan pada kekuasaan tertentu memang memiliki kebenaran yang valid. 5. Argumen analisentrik, argumen kebijakan yang menggunakan satu atau lebih pembenaran atau dukungan yang mengacu pada aturan-aturan dan prinsip-prinsip metodologis untuk memberikan alasan bahwa suatu pernyataan didasarakan atas metode tersebut. 6. Argumen eksplanatori, argumen kebijakan yang menggunakan satu atau lebih pembenaran atau dukungan yang mengacu pada validitas suatu teori dengan menyatakan bahwa suatu pernyataan didasarakan atas suatu teori yang benar. 7. Argumen praktis, suatu argumen yang menghasilkan pernyataan yang kepastiaannya lebih rendah dari dedukasi (argumen yang berisi pembenaran). 8. Argumen kritik-nilai, argumen kebijakan yang menggunakan satu atau lebih pembenaran atau dukungan yang dirumuskan dari suatu teori etik atau meta-etik untuk menguji suatu pernyataan bahwa sebuah tindakan itu benar secara nalar. C. METODE-METODE UNTUK ANALISIS KEBIJAKAN SIFAT MASALAH-MASALAH KEBIJAKAN Masalah-masalah kebijakan adalah kebutuhan, nilai-nilai, atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui tindakan publik. Sebagaimana yang kita lihat



dalam . Perumusan masalah merupakan sistem petunjuk pokok atau mekanisme pendorong yang mempengaruhi keberhasilan semua fase analisis kebijakan dewasa ini. Memahami masalah kebijakan adalah sangat penting, karena para analis kebijakan kelihatannya lebih sering gagal karena mereka memecahkan masalah yang salah daripada karena memperoleh solusi yang salah terhadap masalah yang tepat. Ciri-ciri Masalah Contoh-contoh berikut ini akan membuat kita berhati-hati untuk tidak menerima begatu saja masalah kebijakan, karena pemahaman atau akal sehat sehari-hari acapkali menyesatkan ketika kita berurusan dengan hal-hal rumit seperti masalah-masalah kebijakan. Uraian berikut ini menjelaskan beberapa ciri penting dari masalah kebijakan: 1. Saling ketergantungan dari masalah kebijakan. Masalah-masalah kebijakan di dalam satu bidang (misalnya, energi) kadang-kadang mempengaruhi masalah-masalah kebijakan di dalam bidang lain (misalnypa, pelayanan kesehatan dan pengangguran). Dalam kenyataan masalah-masalah kebijalan bukan merupakan kesatuan yang berdiri sendiri; mereka merupakan bagian dari seluruh sistem masalah yang paling baik diterangkan sebagai messes, yaitu, suatu sistem kondisi ekstenal yang menghasilkan ketidakpuasan di antara segmen-segmen masyarakat yang berbeda. Sistem masalah atau messes sulit atau bahkan tidak mungkin dipecahkan dengan menggunakan pendekatan analitis—yaitu, pendekatan yang memecahkan masalah ke dalam elemen-elemen atau bagian-bagian yang menyusunnya—karena jarang masalah-masalah dapat didefinisikan dan dipecahkan secara sendiri-sendiri. Kadang-kadang merupakan hal yang mudah "untuk memecahkan sepuluh masalah yang saling terkait, daripada memecahkan satu masalah secara sendiri. Sistem masalah yang saling tergantung mengharuskan suatu pendekatan holistik, suatu pendekatan yang memandang bagian-bagian sebagai tak terpisahkan dari keseluruhan sistem yang mengikatnya. 2. Subyektivitas dari Masalah Kebijakan. Kondisi eksternal yang menimbulkan suatu permasalahan didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif. Meskipun terdapatr suatu anggapan bahwa masalah bersifat obyektif—misalnya, polusi udara dapat didefinisikan sebagai tingkat gas dan partikel-partikel di dalam atmosfer— data yang sama mangenai polusi dapat diinterpretasikan secara berbeda. Masalah kebijakan “adalah suatu hasil pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan tertentu; Masalah tersebut merupakan elemen dari suatu situasi masalah yang diabstrakskan dari situasi tersebut oleh analis. Dengan begitu, apa yang kita alami sesungguhnya adalah merupakan adalah suatu situasi masalah, bukan masalah itu sendiri, seperti halnya atom atau sel, merupakan suatu konstruksi konseptual. Dalam analisis kebijakan merupakan hal yang sangat penting untuk tidak mengacaukan antara situasi masalah dengan masalah kebijakan, karena masalah adalah barang abstrak yang timbul dengan mentransformasikan pengalaman ke dalam penilaian manusia.



3. Sifat buatan dari masalah. Masalah-masalah kebijakan hanya mungkin ketika manusia membuat penilaian mengenai keinginan untuk mengubah beberapa situasi masalah. Masalah kebijakan merupakan hasil/produk penilaian subyektif manusia; masalah kebijakan itu juga bisa diterima sebagai definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial yang obyektif; dan karenanya, masalah kebijakan dipahami, dipertahankan, dan diubah secara sosial. Masalah tidak berada di luar individu dan kelompok-kelompok yang mendefinisikan, yang berarti bahwa tidak ada keadaan masyarakat yang "alamiah" di mana apa yang ada dalam masyarakat tersebut dengan sendirinya merupakan masalah kebijakan. 4. Dinamika masalah kebijakan. Terdapat banyak solusi untuk suatu masalah sebagaimana terdapat banyak definisi terhadap masalah tersebut. “Masalah dan solusi berada dalam perubahan-perubahan yang konstan; dan karenanya masalah tidak secara konstan terpecahkan.... Solusi terhadap masalah dapat menjadi usang meskipun barangkali masalah itu sendiri belum usang. Sistem masalah (messes) bukan merupakan kesatuan mekanis: melainkan sistem yang bertujuan (teleologis), di mana 1. tidak ada dua anggotanya yang sama persis di dalam semua atau bahkan setiap sifatsifat atau perilaku mereka; 2. sifat-sifat dan perilaku setiap anggota mempunyai pengaruh pada sifat-sifat dan perilaku sistem secara keseluruhan; 3. sifat-sifat dan perilaku setiap anggota, dan cara setiap anggota mempengaruhi sistem secara keseluruhan, tergantung pada sifat-sifat dan perilaku paling tidak dari salah satu anggota system; dan 4. dimungkinkan sub kelompok anggota mempunyai suatu pengaruh yang tidak bebas atau tidak independen pada sistem secara keseluruhan. Kunci karakteristik dari sistem permasalahan adalah bahwa seluruh sistem lebih besar— yaitu, berbeda secara kualitatif—daripada sekedar jumlah dari bagian-bagiannya. Suatu tumpukan batu dapat didefinisikan sebagai jumlah masing-masing batu tetapi tidak sebagai suatu piramida. Demikian juga, TIPE-TIPE MODEL KEBIJAKAN Model Kebijakan (Policy models) adalah representasi sederhana mengenai aspekaspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Persis sepeti masalah-masalah kebijakan yang merupakan bangunan mental yang berdasarkan pada konseptualisasi dan spesifikasi elemen-elemen kondisi masalah, model-model kebijakan merupakan rekonstruksi artifisial dari realitas dalam wilayah yang merentang dari energi dan lingkungan sampai ke kemiskinan, kesejahteraan, dan



kejahatan. Model kebijakan dapat dinyatakan sebagai konsep, diagram, grafik, atau persamaan matematika. Mereka dapat digunakan tidak hanya untuk menerangkan, menjelaskan, dan memprediksikan elemen-elemen suatu kondisi masalah melainkan juga untuk memperbaikinya dengan merekomendasikan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah-masalah tertentu. Model kebijakan tidak pernah merupakan deskripsi literal tentang situasi masalah. Seperti halnya masalah kebijakan, model kebijakan merupakan alat artifisial untuk menyusun secara imajinatif dan menginterpretasikan pengalaman kita tentang situasi masalah. Model kebijakan bermanfaat dan bahkan harus ada. Model kebijakan merupakan penyederhanaan sistem masalah (messes) dengan membantu mengurangi kompleksitas dan menjadikannya dapat dikelola oleh para analis kebijakan. Model-model kebijakan dapat membantu membedakan hal-hal yang esensial dan yang tidak esensial dari situasi masalah, mempertegas hubungan di antara faktor-faktor atau variabel-variabel penting, dan membantu menjelaskan dan memprediksikan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijakan. Model-model kebijakan juga dapat memainkan peran kreatif dan kritis di dalam analisis kebijakan dengan mendorong para analis untuk membuat asumsi-asumsi eksplisit mereka sendiri dan untuk menantang ide-ide konvensional maupun metode-metode analisis. Terakhir, penggunaan modelmodel kebijakan bukanlah masalah pilihan, karena setiap orang menggunakan beberapa model. Dikatakan oleh pembuat model kebijakan Jay Forrester: Setiap orang menggunakan model secara konstan. Setiap orang dalamb kehidupan pribadinya dan bisnisnya secara naluriah menggunakan model-model untuk membuat keputusan. Citra mental tentang dunia di sekeliling anda yang anda bawa ke dalam pikiran adalah model. Seseorang tidak mempunyai kota atau pemerintah atau negara di dalam kepalanya. Dia hanya mempunyai konsep yang terseleksi dan hubungan yang dia gunakan untuk menampilkan sistem nyata. Citra mental merupakan suatu model. Semua keputusan kita diambil atas dasar model. Persoalannya bukanlah menggunakan atau mengabaikan model. Persoalannya hanyalah memilih di antara banyak alternatif. Dengan menyederhanakan situasi masalah, model tak terelakkan menyumbang distorsi selektif atas realitas. Model sendiri tidak dapat memberi tahu kita bagaimana membedakan pertanyaan-pertanyaan yang esensial dari yang tidak esensial; juga tidak dapat menjelaskan, memprediksi, mengevaluasi, atau merekomendasikan, karena penilaianpenilaian ini berada di luar model dan bukan merupakan bagian dari model itu. Sementara itu model dapat membantu kita untuk melakukan tugas-tugas analitis, kata kuncinya ada pada "kita," untuk itu kita dan bukan model yang menyediakan asumsiasumsi yang diperlukan untuk menginterpretasikan gambaran realitas yang diterapkan oleh suatu model. Akhirnya, model-model kebijakan -khususnya yang diekspresikan dalam bentuk matematika- kadang-kadang sulit dikomunikasikan kepada para pembuat



dan pelaku kebijakan, yang untuk merekalah model diciptakan guna membantu membuat keputusan yang lebih baik. Model Deskriptif Model-model kebijakan dapat dibandingkan dan dikontraskan dari berbagai dimensi, yang paling penting diantaranya adalah membantu membedakan tujuan, bentuk ekspresi dan fungsi metodologis dari model. Dua bentuk utama model kebijakan adalah deskriptif dan normatif. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan/atau memprediksikan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijakan. Model deskriptif digunakan untuk memantau hasil-hasil dari aksi-aksi kebijakan-sebagai contoh, daftar tahunan dari indikator sosial yang dipublikasikan oleh Kantor Managemen dan Anggaran-maupun untuk meramalkan kinerja ekonomi. Sebagai contoh, Dewan Penasehat Ekonomi mempersiapkan ramalan ekonomi tahunan untuk dimasukkan dalam Laporan Ekonomi Presiden. Model Normatif Sebaliknya, tujuan model normatif bukan hanya untuk menjelaskan dan/atau memprediksi tetapi juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai). Di antara beberapa jenis model normatif yang digunakan oleh para analis kebijakan adalah model normatif yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum (model antri), waktu pelayanan dan perbaikan yang optimum (model penggantian), pengaturan volume dan waktu yang optimum (model inventaris) dan keuntungan yang optimum pada investasi publik (model biaya-manfaat). Masalah-masalah keputusan normatif biasanya dalam bentuk: mencari nilai-nilai variabel yang terkontrol (kebijakan) yang akan menghasilkan manfaat yang terbesar (nilai), sebagaimana terukur dalam variabel keluaran yang hendak diubah oleh para pembuat kebijakan. Salah satu model normatif yang paling sederhana dan paling biasa adalah melipatgandakan bunga. Seringkali dalam kehidupannya orang menggunakan beberapa variabel dari model ini untuk mencari manfaat dari variabel-variabel kebijakan (misalnya, bank berhadapan dengan asosiasi penabung dan peminjam) yang akan menghasilkan bunga pendapatan yang paling besar (kegunaan) pada tabungan seperti yang diukur dengan jumlah uang yang dapat diharapkan setelah beberapa tahun (nilai dari variabel hasil yang diharapkan seseorang untuk berubah). Model analitis untuk melipatkagandakan adalah Sn = (l+r)n So di mana Sn adalah jumlah di mana tabungan bertambah dalam tahun tertentu (n), So adalah permulaan tabungan, dan (l+r)n adalah pengembalian konstan atas investasi (1) ditambah suku bunga (r) dalam periode waktu tertentu (n). Jika seseorang (pembuat kebijakan) mengetahui suku bunga dari institusi-institusi tabungan yang berbeda dan



berharap untuk mengoptimalkan pengembalian pada tabungannya, model normatif sederhana ini memungkinkan pilihan yang jelas dari institusi yang menawarkan suku bunga yang tertinggi, dengan asumsi bahwa tidak ada pertimbangan lain yang penting (sebagai contoh, keamanan deposito atau hak-hak istimewa yang khusus bagi para pemuka) yang harus dipertimbangkan. Namun demikian, perlu dicatat bahwa model normatif ini juga memprediksi akumulasi tabungan di bawah alternatif-alternatif yang berbeda, sedemikian rupa sehingga menunjuk pada karakteristik semua model normatif: Model normatif itu tidak hanya memungkinkan kita memperkirakan nilai-nilai masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang dari variabel-variabel hasil melainkan juga memungkinkan kita mengoptimalkan, pencapaian suatu nilai. Model Verbal Model kebijakan, baik deskriptif maupun normatif, dapat juga dibedakan menurut bentuk ekspresinya. Model-model normatif dan deskriptif dapat diekspresikan di dalam tiga bentuk utama, yaitu: verbal, simbol, dan prosedura Model Verbal (Verbal models) diekspresikan dalam bahasa sehari-hari, bukannya bahasa logika simbolis dan matematika, dan mirip dengan yang kita terangkan sebelumnya sebagai masalah-masalah substantif. Dalam menggunakan model verbal, analis bersandar pada penilaian nalar untuk membuat prediksi dan menawarkan rekomendasi. Penilaian nalar menghasilkan argumen kebijakan, bukannya dalam bentuk nilai-nilai angka pasti. Model verbal secara relatif mudah dikomunikasikan di antara para ahli dan orang awanI, dan biayanya murah. Keterbatasan model verbal adalah bahwa masalahmasalah yang dipakai untuk memberikan prediksi dan rekomendasi bersifat implisit atau tersembunyi, sehingga sulit untuk memahami dan memeriksa secara kritis argumen-argumen tersebut sebagai keseluruhan. Model Simbolis Model simbolis menggunakan simbol-simbol matematis untuk tnenerangkan hubungan di antara variabel-variabel kunci yang dipercaya mencirii suatu masalah. Prediksi atau solusi yang optimal diperoleh dari model-model simbolis dangan meminjam metodemetode matematika, statistika, dan logika. Model-model simbolis sulit untuk dikomunikasikan di antara orang awam, termasuk para pembuat kebijakan, dan bahkan di antara para ahli pembuat model sering terjadi kesalahpahaman tentang elemen-elemen dasar dari model . Biaya model simbolis mungkin tidak lebih besar daripada model verbal, memungkinkan seseorang memperhitungkan waktu dan usaha sangat besar yang dicurahkan pada debat publik, sarana utama untuk mengekspresikan model-model verbal. Kelemahan praktis model simbolis adalah hasilnya mungkin tidak mudah diinterpretasikan, bahkan di antara para spesialis, karena asumsi-asumsinya mungkin tidak dinyatakan secara memadai.



Model-model simbolis dapat memperbaiki keputusankeputusan kebijakan, tetapi hanya jika premis-premis sebagai pijakan menyusun model dibuat eksplisit ... Terlalu sering yang pokok isinya menjadi model yang berdasarkan pada teori dan bukti tidak lebih dari prekonsepsi dan prasangka ilmuwan yang terselubung dalam kekuatan ilmiah dan dihiasi dengan simulasi komputer yang ekstensif. Tanpa verihkasi empiris hanya ada sedikit jaminan bahwa hasil dari praktik semacan itu dapat diandalkan, atau bahwa hasil itu dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan kebijakan normatif. Meskipun kita telah membahas model simbolis yang sederhana yang diciptakan untuk tujuan-tujuan normatif (melipatgandakan bunga), ada banyak model simbolis yang tujuan utamanya adalah deskriptif. Model simbolis yang paling sering digunakan adalah persamaan linear yang sederhana Y = a + bX adalah variabel kebijakan yang dapat dimanipulasi oleh para pembuat kebijakan. Hubungan antara X dan Y dikenal sebagai fungsi linear, yang berarti bahwa hubungan antara X dan Y akan membentuk garis lurus jika digambar pada sebuah grafik. Dalam model ini simbol b menunjukkan jumlah perubahan dalam Y sehingga akibat dari perubahan di dalam X, yang tergambarkan oleh kemiringan garis lurus dalam gambar (semakin curam kemiringannya, semakin besar pengaruh X pada Y). Simbol a (yang disebut intercept constant) menunjukkan titik di mana garis lurus memotong sumbu vertikal atau Y atau X adalah nol. Dalam Gambar 5-4 semua nilai Y adalah setengah nilai X di sepanjang garis putus-putus (yaitu, y = 0 + 0,5X), sementara di sepanjang garis penuh semua sama (yaitu, y = 1,OX). Model linear ini memungkinkan analis menentukan berapa besar perubahan dalam variabel kebijakan (X) yang diperlukan untuk menghasilkan nilai tertentu dari variabel hasil(Y). Model Prosedural Model prosedural (Prosedural models) menampilkan hubungan yang dinamis di antara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan. Prediksiprediksi dan solusi-solusi optimal diperoleh dengan mensimulasikan dan meneliti seperangkat hubungan yang mungkin ¾sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi, konsumsi energi, dan suplai makanan dalam tahun-tahun mendatang¾ yang tidak dapat diterangkan secara baik karena data-data yang diperlukan tidak tersedia. Prosedur simulasi dan penelitian pada umumnya (meskipun tidak harus) diperoleh dengan bantuan sebuah komputer, yang diprogram untuk menghasilkan prediksi-prediksi alternatif di bawah serangkaian asumsi yang berbeda-beda.



Model prosedural, harus dicatat, juga memanfaatkan model ekspresi yang simbolis. Perbedaan utama antara model simbolis dan prosedural adalah bahwa model simbolis menggunakan data aktual untuk memperkirakan hubungan di antara variabelvariabel kebijakan dan hasil, sedangkan model prosedural mengasumsikan (mensimulasikan) hubungan diantara variabel-variabel tersebut. Biaya model prosedural relatif tinggi jika dibanding dengan model-model verbal dan simbolis, sebagian besar karena waktu yang diperlukan untuk mengembangkan dan menjalankan programprogram komputer. Bersamaan dengan itu, model prosedural dapat ditulis dalam bahasa nonteknis yang terpahami, sehingga memperlancar komunikasi di antara orang-orang awam. Sementara kelebihan model prosedural adalah bahwa model ini memungkinkan simulasi dan penelitian yang kreatif, kelemahannya adalah bahwa model ini sering mengalami kesulitan untuk mencari data atau argumen yang memperkuat asumsiasumsinya.



METODE-METODE PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah adalah proses menghasilkan dan menguji konseptualitas-konseptualisasi alternative atas suatu kondisi masalah. Perumusan masalah meliputi 4 fase yang saling berhubungan, yaitu : mengenali masalah, meneliti masalah, mendefinisikan masalah, dan menspesifikasi masalah. Sejumlah metode dan teknik yang saling berhubungan bermanfaat dalam mengantarkan kegiatan perumusan masalah di dalam di setiap fase. 



Analisis Batasan, yaitu suatu metode untuk meyakinkan tingkat kelengkapan dari serangkaian refresentasi masalah (meta problem) melalui proses tiga langkah dari pencarian bola salju, pencarian refresentasi masalah dan estimasi batasan.







Analisis Klasifikasi, yaitu teknik atau metode guna memperjelas konsep-konsep yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengklarifikasikan kondisi permasalahan.







Analisis Hierarkis, yaitu suatu metode untuk mengidentifikasi sebab-sebab yang mungkin dari suatu situasi masalah. Analisis ini dapat membantu para analis kebijakan dalam mengidentifikasi tiga macam sebab, yakni sebab yang mungkin (possible causes), sebab yang masuk akal (plausible causes) dan sebab yang dapat ditindaklanjuti (actionable causes). Sinektika, yaitu metode yang diciptakan untuk mengenali masalah-masalah yang bersifat analog. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa pemahaman terhadap hubungan yang identik atau mirip diantara berbagai masalah akan mengakibatkan kemampuan analis kebijakan untuk memecahkan masalah.











Brainstorming adalah metode untuk menghasilkan ide-ide, tujuan-tujuan jangka pendek dan strategi-strategi yang membantu untuk mengidentifikasi dan mengkonseptualisasikan



kondisi-kondisi permasalahan. Metode ini juga dapat digunakan untuk menghasilkan sejumlah perkiraan-perkiraan mengenai solusi yang potensial bagi masalah-masalah. 



Analisis Perspektif Berganda, yaitu metode untuk memperoleh pandangan yang lebih banyak mengenai masalah dan peluang pemecahannya dengan secara sistematis menerapkan perspektif personal, organisasional dan teknikal terhadap situasi masalah.







Analisis Asumsi, yaitu metode yang bertujuan mensintesiskan secara kreatif asumsi-asumsi yang saling bertentangan mengenai masalah kebijakan.







Pemetaan Argumentasi, yaitu teknik yang memetakan beberapa argumen kebijakan seperti otoritatif, statistikal, klasifikasional, analisentris, kausal, instuitif, pragmatis dan kritik nilai yang didasarkan pada asumsi yang benar-benar berbeda.



REKOMENDASI AKSI-AKSI KEBIJAKAN REKOMENDASI DALAM ANALISIS KEBIJAKAN Prosedur analisis kebijakan dari rekomendasi memungkinkan analismenghasilkan informasi tentang kemungkinan serangkaian aksi di masamendatang untuk menghasilkan konsekuensi yang berharga bagi individu,kelompok, atau masyarakat seluruhnya. Prosedur rekomendasi meliputitransformasi informasi mengenai kebijakan di masa depan ke dalam informasimengenai aksi-aksi kebijakan yang akan menghasilkan keluaran yang bernilai.Untuk merekomendasikan suatu tindakan kebijakan khusus diperlukan adanyainformasi tentang konsekuensi-konsekuensi di masa depan setelah dilakukannyaberbagai alternatif tindakan. Sementara itu, membuat rekomendasi kebijakan jugamengharuskan kita menentukan alternatif mana yang paling baik dan mengapa.Oleh karenanya prosedur rekomendasi dari analisis kebijakan terkait erat denganpersoalan etika dan moral Rekomendasi dan Advokasi Ganda Pernyataan advokatif mempunyai sejumlah karakteristik khusus.Pertanyaan advokatif haruslah: 1. Dapat ditindaklanjuti (actionable )Pertanyaan advokatif memusatkan pada tindakan yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah kebijakan. Meskipun pernyataan advokatif mensyaratkan informasi sebelumnya mengenai apa yang akan terjadi danapa yang bernilai. Pernyataan seperti ini berada di luar pertanyaan- pertanyaan “fakta” dan “nilai” dan mengandung argumen mengenai tindakan tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan, nilai-nilai, dankesempatan untuk perbaikan. 2. Prospektif. Pernyataan advokatif bersifat prospektif, karena pernyataantersebut dibuat sebelum dilakukannya tindakan (ex ante). Jika proseduranalisis kebijakan pemantauan dan evaluasi bersifat retrospektif karena pernyataan ini dibuat setelah tindakan diambil (



ex post), maka peramalandan rekomendasi keduanya diterapkan secara prospektif ( ex ante) 3. Muatan nilai Pernyataan advokatif tergantung pada “fakta” dan juga pada“nilai”. Untuk menyatakan bahwa alternatif kebijakan tertentu harus diadopsi memerlukan tidak hanya bahwa tindakan yang direkomendasikanakan mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang terprediksi; tetapi jugabahwa konsekuensi-konsekuensi yang terprediksi tersebut dinilai olehindividu-individu, kelompok-kelompok, atau masyarakat secarakeseluruhan.4. 4. Secara etika kompleks. Nilai-nilai yang mendasari pernyataan advokatif secara etika kompleks. Nilai tertentu (sebagai contoh kesehatan) dapatdipahami sebagai nilai intrinsik maupun ekstrinsik. Nilai intrinsik adalahnilai yang dilihat sebagai tujuan di dalam dirinya sendiri, sedangkan nilaiekstrinsik adalah nilai yang bernilai karena akan menghasilkan nilai-nilailain. Kesehatan dapat dilihat sebagai tujuan akhir di dalam dirinya dansebagai kondisi yang diperlukan bagi penciptaan nilai-nilai lain, termasuk keamanan, kebebasan, dan aktualisasi diri. Gagasan mengenai advokasi ganda (multiple advocacy) harusdipertentangkan secara tajam dengan pandangan bahwa fungsi analisis kebijakanadalah untuk mendukung posisi politik yang ditentukan oleh pengumpulansebanyak mungkin informasi sesuai dengan kepentingan klien. Advokasi gandamerupakan pendekatan untuk melakukan perbandingan secara sistematis danpenilaian secara kritis terhadap sejumlah peluang pemecahan, bukan sebagai carauntuk mempertahankan suatu posisi atau pendapat secara membabi buta Untuk jelasnya, para analis kadang datang sampai pada sutau satuan rekomendasi tertentu, tetapi hanya sesudah secara kritis menilai pros dan cons berbagai peluangpemecahan masalah.Jika para analis kebijakan mengikuti petunjuk advokasi ganda, kecilkemungkinan mereka untuk gagal dalam apa yang biasanya disebut sebagaiperangkap advokasi berlebihan ( over-advocacy trap), suatu jebakan yang sering menimbulkan pembuatan rekomendasi solusi yang salah karena kita telahmemformulasi masalah yang salah. Dengan demikian, proses untuk membuatkebijakan yang masuk akal biasanya membutuhkan upaya ke belakangmerumuskan kembali masalah sebelum kita dapat bergerak ke depan untuk memecahkan masalah tersebut. Teori Rasional Komprehensif Karakteristik utama dari berbagai bentuk rasionalitas tersebut adalahbahwa semuanya melakukan pemilihan secara bernalar tentang perlunyamengambil arah tindakan tertentu untuk memecahkan masalah kebijakan. Namunbentuk-bentuk rasionalitas tersebut sulit untuk terealisir secara penuh dalam kebanyakan situasi pembuatan kebijakan. Dalam kenyataan, agar menjadi rasionaldan pada saat yang sama komprehensif, suatu pilihan harus memenuhi kondisiseperti berikut ini, yang disebut sebagai teori rasional-komprehensif dalampembuatan keputusan:



1. Pembuat keputusan individual atau kolektif harus mengidentifikasimasalah kebijakan yang diterima sebagai konsensus oleh semua pelakukebijakan yang relevan 2. Pembuat kebijakan individual atau kolektif harus mendefinisikan danmengurutkan secara konsisten tujuan dan sasaran yang pencapaiannyamencerminkan pemecahan masalah. 3. Pembuat keputusan individual atau kolektif harus mengidentifikasi semuapilhan kebijakan yang dapat memeberi kontribusi terhadap pencapaianmasing-masing tujuan dan sasaran. 4. Pembuat keputusan individual atau kolektif harus meramalkan semuakonsekuensi yang akan dihasilkan oleh seleksi setiap alternatif. 5. Pembuat keputusan individual atau kolektif harus membandingkan setiappilihan dalam hal akibatnya terhadap pencapaian setiap tujuan dan sasaran. 6. Pembuat keputusan individual atau kolektif harus memilih alternatif yangmemaksimalkan pencapaian tujuan. Terdapat beberapa kritik pentinf terhadap teori pembuatan keputusanrasional komprehensif, diantaranya adalah teori inkremental terputus-putus dandalil kemustahilan arrow. Teori Inkremental Terputus-putus Teori ini berpendapat bahwa pilihan-pilihan kebijakan yang aktual jarangmemenuhi persyaratan teori rasional-komprehensif. Menurut teori inkremental,para pembuat keputusan individu atau kolektif/kelompok: 1. Mempertimbangkan hanya tujuan yang secara inkremental berbeda (yaitusedikit berbeda) dengan keadaan yang ada (status quo) 2. Membatasi jumlah konsekuensi yang diramal dari setiap alternatif. 3. Membuat penyesuaian secara timbal balik dalam hal tujuan dan sasaran disatu pihak, dan alternatif pada pihak lainnya. Secara terus-menerus memformulasikan kembali masalah dan karena itutujuan, sasaran, dan alternatif sesuai dengan perolehan informasi-informasi baru. 4. Menganalisis dan mengevaluasi alternatif-alternatif dan langkah-langkahyang berurutan, sedemikian rupa sehingga pilihan-pilihan diubah 5. secaraterus menerus sepanjang waktu, daripada dibuat pada satu titik waktusebelum tindakan diambil. 6. Secara terus menerus memperbaiki masalah-masalah sosial yang ada,daripada menyelesaikan masalah secara tuntas pada titik waktu tertentu.



7. Berbagi tanggung jawab untuk analisis dan evaluasi dengan banyak kelompok dalam masyarakat, sehingga proses pembuatan pilihan-pilihankebijakan terbagibagi atau terputus-putus. Kriteria Untuk Rekomendasi Kebijakan Beberapa tipe pilhan rasional dapat diletakan sebagai kriteria keputusanyang digunakan untuk menyarankan pemecahan masalah kebijakan. Dengankriteria keputusan dimaksudkan secara eksplisit sebagai nilai-nilai yang dinyatakan yang melandasi rekomendasi untuk tindakan. Kriteria keputusanterdiri dari enam tipe utama: 1. Efektivitas (effectivity), berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan daridiadakannya tindakan. 2. Efisiensi (efficiency), berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukanuntuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. 3. Kecukupan (adequacy), berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkatefektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yangmenumbuhkan adanya masalah. 4. Perataan (equity), erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosialdan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. 5. Responsivitas (responsiveness), berkenaan dengan seberapa jauh suatukebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompokkelompok masyarakat tertentu. Kriteria responsivitas adalah pentingkarena analis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas,efisiensi, kecukupan, kesamaan) masih gagal jika belum menanggapikebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanyasuatu kebijakan.6. 6. Kelayakan (appropriateness ). Kriteria ketepatan atau kelayakan secaradekat berhubungan dengan rasionalitas substantif, karena pertanyaantentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteriaindividu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Kelayakanmerujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnyaasumsi yang melandasi tujuantujuan tersebut. PENDEKATAN-PENDEKATAN UNTUK REKOMENDASI Pilihan Publik vs Pilihan Swasta Ada beberapa perbedaan yang penting yang harus dipertimbangkan di antarasektor publik dan swasta



1. Sifat dari proses perumusan kebijakan publik. Pembuatan kebijakan disektor publik termasuk di dalamnya tawar menawar, kompromi, dankonflik di antara kelompokkelompok warga negara, lembaga legislatif,lembaga eksekutif dan departemen, badan pembuat peraturan, swasta, danberbagai pembuat kebijakan yang lain. 2. Sifat kolektif dari tujuan-tujuan kebijakan publik. Tujuan-tujuan darikebijakan di sektor publik bersifat kolektif, yang dianggap merupakancerminan dari preferensi masyarakat atau lebih luas sebagai keputusanpublik. 3. Sifat barang publik. Barang-barang publik dan privat dibedakan menjaditiga jenis: barang-barang spesifik, barang-barang kolektif, dan barang-barang setengah kolektif. Karena sifat dari tiga jenis barang tersebutberbeda, maka prosedur untuk memperhitungkan nilai barang tersebut bagiprodusen dan konsumen juga berbeda. Tujuan utama dari perusahaanswasta dalam membuat barang adalah untuk mencari keuntungan. Ketikaperusahaan swasta dihadapkan pada pilihan antara dua atau lebih produk yang mempunyai perbedaan dalam tingkat pendapatan yang akandiperoleh dan total biaya yang akan dikeluarkan, perusahaan swasta akanmemilih produk yang memaksimalkan keuntungan, yang didefinisikansebagai jumlah pendapatan dikurangi jumlah biaya. Jika perusahaan harusmemutuskan untuk melakukan investasi yang memberi keuntungan yanglebih rendah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, kitadapat melakukan estimasi biaya kesempatan dari keputusan tersebut.Biaya kesempatan (opportunity cost ) merujuk kepada keuntungan yangdikorbankan dengan menginvestasikan sumberdaya untuk memproduksisuatu produk ketika alternatif lain yang lebih menguntungkan mungkindapat dipilih Penawaran dan Permintaan Biaya kesempatan (opportunity cost ) di sektor swasta dapat diestimasidengan menggunakan harga pasar sebagai ukuran biaya dan manfaat. Harga pasardari suatu barang ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Pilihan Publik Logika ini dimulai dengan mempertmbangkan perbedaan antara pilihanpublik dan swasta, termasuk mempertentangkan antara barang-barang spesifik,semikolektif, dan kolektif. Walaupun logika pemaksimalah keuntungan dapatditerapkan pada beberapa macam barang publik tertentu (misalnya produksitenaga hidroelektrik), ada beberapa alasan mengapa konsep keuntungan, manfaatbersih dan biaya kesempatan sukar untuk diterapkan dalam masalah pilihanpublik, yakni: 1. 2. 3. 4.



Banyaknya pembuatan kebijakan yang sah. Barang-barang kolektif dan setengah kolektif Keterbatasan perbandingan dari ukuran pendapatan Tanggung jawab publik terhadap manfaat dan biaya social



Analisis Biaya-Manfaat



Analisis biaya-manfaat adalah suatu pendekatan untuk rekomendasikebijakan yang memungkinkan analis membandingkan dan menganjurkan suatukebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk uang dan totalkeuntungan dalam bentuk uang. Sementara analisis biaya-manfaat dapatdigunakan untuk merekomendasikan tindakan kebijakan, dalam arti diaplikasikanke depan (ex ante), analisis biaya-manfaat dapat juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja kebijakan (ex post ). Jenis-jenis Biaya dan Manfaat Dalam menggunakan analissi biaya manfaat adalah sangat penting untuk mempertimbangkan semua biaya dan manfaat yang mungkin dihasilkan dariprogram. Walaupun dalam praktek cukup sulit untuk menemukan semua biaya dan manfaat secara lengkap, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesalahan ketika kita harus mengabaikan beberapa biaya dan manfaatdalam analisis kita. Salah satu cara yang terbaik untuk mencegah kesalahanmengklasifikasikan biaya dan manfaat. 1. Biaya dan manfaat di dalam vs di luar. Di sini pertanyaannya adalahapakah biaya atau manfaat yang dikeluarkan adalah bersifat internal ataueksternal untuk suatu jenis kelompok sasaran atau wilayah hukum. Biayadan manfaat internal ini disebut internalitas , sedangkan yang di luar ataueksternal disebut eksternalitas 2. Biaya dan manfaat diukur secara langsung dan tidak langsung.Pertanyaannya di sini adalah apakah biaya atau manfaat adalah nyata(tangible) atau tidak nyata (intangible). Yang nyata dalah biaya danmanfaat yang secara langsung dapat diukur dengan harga pasar yangsebenarnya dari barang dan pelayanan, sementara barang yang tidak nyatasecara tidak langsung diukur dengan cara menafsirkan nilai sebenarnyadari barang itu dengan patokan harga pasar. 3. Biaya dan manfaat primer dan sekunder.Di sini pertanyaannya adalahapakah biaya atau manfaat itu dihasilkan secara “langsung” atau “tidak langsung” oleh suatuprogram. Biaya atau manfaat primer adalah suatubiaya atau manfaat yang dihubungkan dengan sasaran program yangpaling bernilai, sedangkan biaya atau manfaat sekunder berkaitan dengansasaran yang kurang bernilai. 4. Efisiensi bersih vs. manfaat redistribusional. Di sini pertanyaannyaadalah apakah kombinasi biaya dan manfaat membuat kenaikan dalam agregat pendapatan atau hanya menghasilkan pergeseran pendapatan ayausumberdaya di antara berbagai kelompok yang berbeda. Tugas dalam Pembuatan Analisis Biaya Manfaat Dalam melakukan analisis biaya-manfaat ada sepuluh jenis pekerjaan yangpenting utnuk memaksimalkan plausibilitas rekomendasi, yakni:



1. Perumusan masalah Perumusan masalah tidak berlangsung sekali, pada awal kitamelakukan analisis biayamanfaat, tetapi dapat terjadi pada setiap tahapandari analisis. Perumusan masalah menghasilkan informasi tentang tujuan-tujuan potensial yang relevan, sasaran, alternatif, kriteria kelompok sasaran, biaya, dan manfaat untuk menjadi pedoman analisis. Perumusanmasalah dapat menghasilkan perumusan kembali masalah, pementahansolusi masalah ulang, dan pementahan rumusan masalah beberapa kaliselama analisis biayamanfaat.2.



2. Spesifikasi sasaran. Penjabaran tujuan umum ke dalam tujuan yangspesifik dan terukur. 3. Identifikasi alternatif pemecahan masalah. Ketika suatu sasaran telahdispesifikasikan, analis mempunyai asumsi tentang penyebab masalah danpeluang pemecahannya hampir selalu ditransformasikan ke dalamalternatif kebijakan unutk mencapai tujuan-tujuan kebijakan. 4. Identifikasi sasaran dan pemanfaat. Pendaftaran semua kelompok uangmerupakan target dari tindakan (misalnya, regulasi) atau tanpa aksi (statusquo), atau yang diuntungkan dari aksi atau tanpa aksi. 5. Menafsirkan biaya dan manfaat. Estimasi dalam unit nilai moneter darimanfaat atau biaya spesifik dari setiap alternatif dalam semua kelas(internal dan eksternal, terukur langsung dan tidak langsung, primer dansekunder, efisiensi dan redistribusional). 6. Penyusutan dari biaya dan manfaat. Penyesuaian biaya dan manfaatmoneter ke dalam nilai sekarang berdasarkan faktor penyusutan yangkhusus.



7. Menafsirkan resiko dan ketidakpastian. Penggunaan analisis sensitivitasdan fortiori untuk mengestimasi probabilitas bahwa manfaat dan biayaakan terjadi di masa mendatang. 8. Memilih kriteria pengambilan keputusan.



Pemilihan kriteria untuk menseleksi antar alternatif kriteria efisiensi yakni kriteria perbaikanefisiensi bersih (nilai bersih sekarang, yaitu setelah biaya dan manfaatdisusutkan dengan nilai sekarang harus lebih besar dari nol), dan tingkatkeuntungan internal (tingkat keuntungan pada investasi publik harus lebihbesar dari yang dihasilkan pada tingkat bunga yang secara nyatadibayarkan). Kriteria efektivitas meliputi efektivitas marginal padainvestasi di sektor publik yang menghasilkan volume terbesar untuk barang dan jasa). Kriteria distribusional dan redistribusional misalnya,perbaikan Pareto (paling sedikit satu kelompok diuntungkan, sementarayang lain tidak kehilangan), perbaikan Rawlsian (yang terburuk menjadilebih baik). Pilihan kriteria keputusan mempunyai implikasi etis yangpenting, karena kriteria keputusan didasarkan pada konsep yang berbedatentang keharusan moral dan keadilan sosial. 9. Rekomendasi. Seleksi alternatif yang paling plausibel, denganmemperhatikan hipotesis etis dan kausal lainnya.