Analisis Wacana Dan Sosial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

analisis wacana dan sosial A. pengertian dan teori analisis wacana dan sosial pada dasarnya analisa adalah suatu cara membagi-bagi suatu obyek ke dalam komponen-komponennya (yunani: analyein=menanggalkan, menguraikan; dibentuk dari kata ana = atas, dan lyein = menanggalkan, melepaskan). jadi menurut arti katanya analisa berarti melepaskan, menanggalkan, atau menguraikan sesuatu yang terikat padu. sehingga dalam berbagai disipin ilmu, analisa biasa digunakan sebagai alat untuk mengulas suatu obyek pada berbagai bidang-bidang tertentu dengan kajian mendalam. maka dari itu, analisis wacana dan sosial pada praktiknya memang tidaklah sama, namun mereka berada tidak jauh dari objek yang menjadi cakupan kajiannya serta mempunyai aspek yang saling mengkaitnya. untuk memahami lebih lanjut, pengertian analisis sosial adalah Suatu proses analisa sosial adalah usaha untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang situasi sosial, hubungan-hubungan struktural, kultural dan historis. Sehingga memungkinkan menangkap dan memahami realitas yang sedang dihadapi. Suatu analisis pada dasarnya "mirip" dengan sebuah "penelitian akademis" yang berusaha menyingkap suatu hal atau aspek tertentu. Dalam proses ini yang dilakukan bukan sekedar mengumpulkan data, berita atau angka, melainkan berusaha membongkar apa yang terjadi sesungguhnya, bahkan menjawab mengapa demikian, dan menemukan pula faktor-faktor apa yang memberikan pengaruh kepada kejadian tersebut. Lebih dari itu, analisis sosial, seyogyanya mampu memberikan prediksi ke depan: kemungkinan apa yang terjadi. sedangkan pengertian analisis wacana sedikit beragam, sebab kata wacana sering dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. secara linguistik, analisis wacana merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkkaitan diantara unsur tersebut. sementara dalam lapangan psiklogi sosial, diartikan sebagai pembicaraan. dan dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. disinilah bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subjek, dan lewat bahasa idelogi terserap didalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana. adapun mengenai teori-teori yang menjadikan paradigma analisis wacana dan sosial adalah sebagai berikut: 1. paradigma ilmu sosial Dalam praktik lapangan, dewasa ini terdapat dua paham teori sosial yang kontradiktif yang melibatkan setiap pekerja sosial, yakni antara teori-teori sosial yang digolongkan pada “teori sosial regulasi” berhadapan dengan teoriteori sosial emansipatori atau juga yang dikenal dengan kritis. Untuk memberikan bingkai bagaimana memahami teori-teori tersebut seperti teori perubahan sosial dan teori pembangunan, kita perlu mengenal peta paradigma dalam ilmu sosial. Ada beberapa peta pendekatan yang telah dihasilkan oleh para ahli ilmu sosial. Dalam rangka itu, berikut diuraikan beberapa model paradigma dalam melihat masalah sosial. Pertama adalah model pemetaan paradigma sosial yang diuraikan oleh salah seorang penganut mazhab Frankfurt, terutama Jurgen Habermas. Model pembagian paradigma kedua adalah dengan mengikuti tokoh pemikir pendidikan kritis asal Brazil, Paulo Freire. Sedangkan model ketiga adalah peta paradigma sosiologi yang dibuat oleh Barnel dan Morgan (1979). a) jurgen habermas Menurutnya ilmu sosial dapat dibedakan menjadi tiga paradigma yang dapat secara sederhana diuraikan sebagai berikut;  Pertama, yang disebutnya sebagai instrumental knowledge. bahwa riset sosial harus didekati dengan metode ilmiah, yakni obyektivitas, netral, dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut  hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifikasi dan diverifikasi dengan metode scientific atau ilmiah. Dengan kata lain, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dan nilai (values) dalam rangka menuju pemahaman objektif atas realitas sosial.  Kedua, adalah paradigma interpretative. secara sederhana dapat dijelaskan bahwa pengetahuan dan khususnya ilmu-ilmu sosial dan penelitian sosial dalam paradigma ini ‘hanya’ dimaksud untuk memahami secara sungguh-sungguh. Dasar filsafat paradigma interpretative adalah phenomenology dan hermeneutics, yaitu tradisi filsafat yang lebih menekankan minat yang besar untuk memahami. Semboyan yang terkenal dari tradisi ini adalah “biarkan fakta bicara atas nama dirinya sendiri”. Namun dalam paradigma ini pengetahuan tidak dimaksudkan sebagai proses yang membebaskan. Misalnya saja yang termasuk dalam paradigma ini adalah ethnography dalam tradisi kalangan antropolog.  Ketiga, adalah paradigma yang disebut sebagai “paradigma kritik” atau critical/emancipatory knowledge. paradigma kritis ini menganjurkan bahwa ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu sosial tidak boleh dan tidak mungkin bersifat netral. Paradigma kritis memperjuangkan pendekatan yang bersifat holistik, serta menghindari cara berpikir deterministik dan reduksionistik. Oleh sebab itu,



mereka selalu melihat realitas sosial dalam perspektif kesejarahan. Paradigma kritis tidak hanya terlibat dalam teori yang spekulatif atau abstrak, tetapi lebih dikaitkan dengan pemihakan dan upaya emansipasi masyarakat dalam pengalaman kehidupan mereka sehari-hari. b) Paulo Freire Freire (1970) membagi ideologi teori sosial dalam tiga kerangka besar yang didasarkan pada pandangannya terhadap tingkat kesadaran masyarakat.8 Tema pokok gagasan Freire pada dasarnya mengacu pada suatu landasan bahwa pendidikan adalah “proses memanusiakan manusia kembali”. Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi: kesadaran magis (magical consciousnees), kesadaran naif (naival consciousnees) dan kesadaran kritis (critical consciousness). Bagaimana kesadaran tersebut dan kaitannya dengan sistem pendidikan dapat secara sederhana diuraikan sebagai berikut:  Pertama, kesadaran magis, yakni suatu keadaan kesadaran, suatu teori perubahan sosial yang tidak mampu mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Kesadaran magis lebih mengarahkan penyebab masalah dan ketakberdayaan masyarakat dengan faktor-faktor di luar manusia, baik natural maupun super natural. Masyarakat secara dogmatik menerima ‘kebenaran’ dari teoretisi sosial tanpa ada mekanisme untuk memahami ‘makna’ ideologi setiap konsepsi atas kehidupan masyarakat.  Yang kedua adalah apa yang disebutnya sebagai “Kesadaran Naif”. Keadaan yang dikategorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat ‘aspek manusia’ sebagai akar penyebab masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini ‘masalah etika, kreativitas, ‘need for achievement’ dianggap sebagai penentu dalam perubahan sosial. Teori perubahan sosial dalam konteks ini berarti suatu teori yang tidak mempertanyakan sistem dan struktur, bahkan sistem dan struktur yang ada dianggap sudah baik dan benar, merupakan faktor given dan, oleh sebab itu, tidak perlu dipertanyakan. Tugas teori sosial adalah bagaimana membuat dan mengarahkan agar masyarakat bisa beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut. Paradigma inilah yang dikategorikan sebagai paradigma perubahan yang bersifat reformatif dan bukanlah paham perubahan yang bersifat transformatif.  Kesadaran ketiga adalah yang disebut sebagai kesadaran kritis. Kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktural menghindari blaming the victims dan lebih menganalisis secara kritis struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya dan bagaimana kaitan tersebut berakibat pada keadaan masyarakat. Paradigma kritis dalam teori perubahan sosial memberikan ruang bagi masyarakat untuk mampu mengidentifikasi ‘ketidakadilan’ dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas teori sosial dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar masyarakat terlibat dalam suatu proses dialog “penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik atau lebih adil”. Kesadaran ini pula yang disebut sebagai kesadaran transformatif c) Burnell dan Morgan (1979) Secara sederhana mereka mengelompokkan teori sosial ke dalam empat kunci paradigma. Empat paradigma itu dibangun atas pandangan yang berbeda mengenai dunia sosial. Empat paradigma itu ialah: Humanis Radikal, srukturalis radikal, interpretatif dan Fungsionalis. Keempat paradigma itu satu dengan yang lain memiliki pendirian masing-masing, karena memang memiliki dasar pemikiran yang secara mendasar berbeda.  Paradigma fungsionalisme. Paradigma ini pada dasamya berusaha menerapkan metode pendekatan pengkajian masalah sosial dan kemanusiaan dengan cara yang digunakan ilmu alam dalam memperlakukan objeknya. paradigma fungsonalis secara mendasar menekankan pemikiran objektivisme dan realitas sosial untuk menjelaskan keteraturan.  Paradigma Interpretatif (Fenomenologi), yakni mencari sifat yang paling dasar dari kenyataan sosial menurut pandangan subjektif dan kesadaran seseorang yang langsung terlibat dalam peristiwa sosial bukan menurut orang lain yang mengamati. Pendekatannya cenderung nominalis, antipositivis dan ideografis. Kenyataan sosial muncul karena dibentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang. Karenanya, mereka berusaha menyelami jauh ke dalam kesadaran dan subjektivitas pribadi manusia untuk menemukan pengertian apa yang ada di balik kehidupan sosial.  Paradigma Humanis Radikal. pada dasamya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari pandangan subjektivis yakni berpijak pada kesadaran manusia. Pendekatan terhadap ilmu sosial sama dengan kaum interpretatif yaitu nominalis, antipositivis, volunteris dan ideografis. Kaum humanis radikal cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada. agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat perkembangan dirinya sebagai manusia.  Paradigma Strukturalis Radikal, Penganut paradigma strukturalis radikal seperti kaum humanis radikal memperjuangkan perubahan sosial secara radikal tetapi dari sudut pandang objektivisme. Pendekatan ilmiah yang mereka anut memiliki beberapa persamaan dengan kaum fungsionalis, Bagi kaum



strukturalis radikal yang lebih penting justru hubungan-hubungan struktural yang terdapat dalam kenyataan sosial yang nyata. Mereka menekuni dasar-dasar hubungan sosial dalam rangka menciptakan tatanan sosial baru secara menyeluruh. Penganut paradigma strukturalis radikal terpecah dalam dua perhatian, pertama lebih tertarik pada menjelaskan bahwa kekuatan sosial merupakan kunci untuk menjelaskan perubahan sosial. Sebagian mereka lebih tertarik pada keadaan penuh pertentangan dalam suatu masyarakat. 2. paradigma ilmu wacana Analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa. Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang analisis wacana, kita perlu bertanya Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana? Dalam hal ini, A.S Hikam menyampaikan adanya tiga paradigma analisis yang digunakan untuk melihat bahasa. selain itu, dalam memahami lebih lanjut ada model analisis Wacana Teun A van Dijk yang dalam banyak hal diteruskan model analisisnya oleh Norman Fairclouch. a) A.S Hikam  Pandangan pertama diwakili oleh kaum Positivisme - Empiris. Penganut aliran ini melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek yang ada di luar dirinya. Pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala aatau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu cirri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara ide/pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah oranng tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan seemantik. Oleh karena itu, kebenaran sintaksis (tata bahasa) adalah bidang utama dari aliran positivisme tentang wacana.  Pandangan kedua dalam analisis wacana adalah Konstruktivisme. Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan positivisme/empirisme dalam analisis wacana yang memisahkan subyek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap bahwa subjek adalah aktor utama atau faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.  Pandangan ketiga disebut pandangan kritis. Pandangan ingin mengoreksi pandangan pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi ssecara historis maupun secara institusional. Analisis wacana dalam paradigma kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikiran-pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatankekuatan sosial yang adal dalam masyarakat. Bahasa disini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. b) Analisis Wacana Model Teun Van Djik Menurut Van Dijk, penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi. Pemahaman produksi teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan mengapa teks bisa demikian. Van dijk juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks-teks tertentu. Wacana digambarkan oleh Van Dijk mempunyai tiga dimensi/bangunan yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis model van Dijk adalah menggabungkan tiga dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan analisis. Dimensi teks yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek konteks mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Analisis van Dijk menghubungkan analisis tekstual ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu wartawan dan masyarakat. c) Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough Konsep yang ia bentuk menitikberatkan pada tiga level, pertama, setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan untuk menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk teks. Kedua, praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Ketiga, praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya. B. ruang lingkup analisis wacana dan sosial



1. analisis sosial Pada dasarnya semua realitas sosial dapat dianalisis, namun dalam konteks transformasi sosial, maka paling tidak objek analisa sosial harus relevan dengan target perubahan sosial yang direncanakan yang sesuai dengan visi atau misi organisasi. Secara umum objek sosial yang dapat di analisis antara lain:   



Masalah-masalah sosial, seperti; kemiskinan, pelacuran, pengangguran, kriminilitas Sistemsosial seperti: tradisi, usha kecil atau menengah, sitem pemerintahan, sitem pertanian Lembaga-lembaga sosial seperti sekolah layanan rumah sakit, lembaga pedesaan. Kebijakan public seperti : dampak kebijakan BBM, dampak perlakuan sebuah UU.



2. analisis wacana Implikasi ideologi terhadap wacana; 1) ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual, ia membutuhkan share diantara anggota kelompok, organisasi atau kolektifitas, 2) ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal diatara anggota kelompok atau komunitas. Wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks, terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana. Dalam teks berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks yang muncul tersebut pencerminan dari ideologi seseorang, apakah feminis, kapitalis, sosialis, dsb. (Eriyanto, 2001: 13-14). C. tahap-tahap analisis wacana dan sosial



1. analisis sosial a) langkah-langkah yang harus dilakukan:  Tahap menetapkan posisi, orientasi: pada intinya dalam tahap ini, pelaku analisa perIu mempertegas dan menyingkap motif serta argumen (ideologis) dari tindakan analisa sosial.  Tahap pengumpulan dan penyusunan data: tujuan dan maksud dari tahap ini, agar analisa memiliki dasar rasionalitas yang dapat diterima akal sehat. Ujung dari pengumpulan data ini adalah suatu upaya untuk merangkai data, dan menyusunnya menjadi diskripsi tentang suatu persoalan.  Tahap analisa: pada tahap ini, data yang telah terkumpul diupayakan untuk dicari atau ditemukan hubungan diantaranya. b)    



Apa Yang Penting Ditelaah dalam Melakukan Analisa Sosial: Kaitan Historitas (Sejarah Masyarakat). Kaitan Struktur. Nilai. Reaksi yang berkembang dan arah masa depan Peta Proses Analisis Sosial, H.A. Taufiqurrahman (1999)



PROSES ANALISIS SOSIAL



MASALAH



ANALISIS SOSIAL



Akal Fikiran Keyakinan Data Fakta



PEMECAHAN MASALAH



Rumusan masalah



JALAN KELUAR



Tindakan yang dilakukan



c) Model Telaah dalam Analisa Sosial:  Telaah Historis, dimaksudkan untuk melihat ke belakang. Asumsi dasar dari telaah ini bahwa suatu peristiwa tidak dengan begitu saja hadir, melainkan melalui sebuah proses sejarah. Dengan ini, maka kejadian, atau peristiwa dapat diletakkan dalam kerangka masa lalu, masa kini dan masa depan.  Telaah Struktur. Biasanya orang enggan dan cemas melakukan telaah ini, terutama oleh stigmatisasi tertentu. Analisa ini sangat tajam dalam melihat apa yang ada, dan mempersoalkan apa yang mungkin tidak berarti digugat. Struktur yang akan dilihat adalah: ekonomi (distribusi sumberdaya); politik (bagaimana kekuasaan dijalankan); sosial (bagaimana masyarakat mengatur hubungan di luar politik dan ekonomi); dan budaya (bagaimana masyarakat mengatur nilai).  Telaah Nilai. Penting pula untuk diketahui tentang apa nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat. Mengapa demikian. Dan siapa yang berkepetingan dengan pengembangan nilai-nilai tersebut.  Telaah Reaksi. Melihat reaksi yang berkembang berarti mempersoalkan mengenai siapa yang lebih merupakan atau pihak mana yang sudah bereaksi, mengapa reaksi muncul dan bagaimana bentuknya. Telaah ini penting untuk menuntun kepada pemahaman mengenai "peta" kekuatan yang bekerja.  Telaah Masa Depan. Tahap ini lebih merupakan usaha untuk memperkirakan atau meramalkan, apa yang terjadi selanjutnya. Kemampuan untuk memberikan prediksi (ramalan) akan dapat menjadi indikasi mengenai kualitas tahap-tahap sebelumnya 2. analisis wacana



. Kerangka Analisis Wacana (Elemen Wacana Van Dijk) Struktur wacana Super Struktur TEMATIK



Hal yang diamati (Apa yang dikatakan?)



Elemen



Struktur Makro SKEMATIK



(Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai?)



Skema



Struktur Mikro SEMANTIK



(Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita)



Latar, detail, maksud, praanggapan, nominalisasi



Struktur Mikro SINTAKSIS



(Bagaimana pendapat disampaikan?)



Struktur Mikro STILISTIK



(Pilihan kata apa yang dipakai?)



Struktur Mikro RETORIS



(Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan?)



Topik



Bentuk kalimat, koheresi, kata ganti Leksikon



Grafis, metafora, ekspresi



. Elemen-elemen Struktur Wacana     



Tematik: Informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator. Skematik: dalam konteks penyajian berita ada dua kategori skema besar, 1) Summary; yang ditandai judul (head line) & teras berita (lead), 2) Story; isi berita secara keseluruhan. Semantik: makna tertentu dalam suatu bangunan teks, dimensi teks, presupposition, makna yang implisit atau eksplisit, makna yang sengaja disembunyikan. Struktur wacana juga bisa menggiring kearah tertentu dari suatu peristiwa. Sintaksis: seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Dianalisis dari koherensi, bentuk kalimat, kata ganti. Stilistik: gaya bahasa yang digunakan penulis untuk menyampaikan maksudnya. Peristiwa yang sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda. Pilihan leksikal atau diksi pada dasarnya menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atai frase atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia.







Retoris: gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya hiperbolik (pemakaian kata yang berlebihan), repetisi (pengulangan), aliterasi (pemakaian kata seperti sajak), interaksi (bagaimana penulis menempatkan diri diatara khalayak), metafora (makna kiasan) visual image (membuat anggapan).



Penjelasan: Yang diamati TEMATIK SKEMATIK



SEMANTIK



SINTAKSIS



STILISTIK



RETORIS



Elemen TOPIK: Informasi paling penting, inti pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator  HEAD LINE: Judul berita utama (to attrack the reader)  LEAD: Teras berita terletak pada paragraf pertama, bagian paling pokok dalam berita  STORY: Isi berita secara keseluruhan; 1) situasi, yakni proses jalannya peristiwa, a] kisah utama dari peristiwa, b] latar untuk mendukung kisah utama dipakai untuk memberi konteks, 2) komentar, yang ditampilkan dalam teks, komentar dari pihak yang terlibat dengan peristiwa itu, a] reaksi/ komentar verbal dari tokoh yang dikutip wartawan, b] kesimpulan yang diambil wartawan dari berbagai tokoh.  LATAR: Latar belakang peristiwa, hendak kemana makna suatu teks dibawa (Ex: Perselisihan politik, Krisis ekonomi, Konflik)  DETAIL: Apakah sisi informasi tertentu diuraikan secara panjang atau tidak  ILUSTRASI: Apakah sisi informasi tertentu disertai contoh atau tidak  MAKSUD: Apakah teks itu disampaikan secara eksplisit atau implisit  PRESUPPOSITION: Pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks  PENALARAN: Elemen yang digunakan untuk memberi basis nasional, sehingga teks tampak benar dan meyakinkan  KOHERENSI: Kata hubungan yang dipakai untuk menghubungkan fakta/ proposisi (Ex: Peristiwa penjarahan massal, “karena tingkat pendidikan mereka rendah”—dapat memberi kesan bahwa rendahnya pendidikan yang menyebabkan mereka melakukan penjarahan.  NOMINALISASI: Sugesti kepada khalayak dengan generalisasi  ABSTRAKSI: Apakah komunikator memandang objek sebagai suatu yang tunggal berdiri sendiri/ sebagai suatu kelompok (komunitas)  BENTUK KALIMAT: Makna yang dibentuk oleh susunan kalimat, dengan cara berfikir logis (prinsip kausalitas). Dalam kalimat berstuktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, dalam kalimat pasif, seseorang menjadi objek dari pernyataannya.  PROPOSISI: Proposisi diatur dalam satu rangkaian kalimat. Prosisi mana yang ditempatkan diawal, dan mana yang diakhir kalimat. Penempatan itu dapat mempengaruhi makna yang timbul dan menunjukkan bagian mana yang lebih ditinjokan kepada khalayak.  KATA GANTI: Kata ganti timbul untuk menghindari pengulangan kata (anteseden) dalam kalimat berikutnya. Dalam analisis wacana kata ganti merupakan alat yang dipakai komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana. (Ex: saya, kami, kita)  STYLE: Cara/ gaya bahasa yang digunakan seseorang untuk menyatakan maksudnya. Ciri-ciri penggunaan bahasa yang khas, kecenderungannya untuk secara konsisten menggunakan struktur bahasa tertentu, gaya bahasa pribadi seseorang.  PILIHAN LEKSIKAL/ DIKSI: Bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atau frase atas berbagai kemungkinan frase yang tersedia. Pilhan kata/ frase yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa yang sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda. (Ex: Terorisme—pembela kebenaran, Pembunuhan—kecelakaan, Meninggal—mati, tewas, gugur, meninggal, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir).  RETORIKA: Gaya yang diungkapkan penulis, apakah menggunakan kata yang berlebihan (hiperbolik), atau retoris persuasif, apakah menggunakan pengulangan untuk penegasan makna (repetisi), apakah kata-kata sepeti sajak  (aliterasi), apakah menggunakan retoris ejekan (ironi), atau menggunakan majas untuk menggantikan nama yang ada hubungannya dengan nama yang digantikan



    



(metonimia). INTERAKSI: Bagaimana pembicara/ penulis menempatkan/ memposisikan dirinya diantara khalayak, apakah memakai gaya formal, informal atau santai yang menunjukkan kesan bagaimana ia menampilkan dirinya. EKSPRESI: Bagaimana ekspresi maksud penulis untu membantu menonjolkan atau menghilangkan bagian tertentu dari teks yang disampaikan. Dalam teks tertulis, ekspresi ini muncul misalnya dalam bentuk grafis, gambar foto, raster atau tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan. METAFORA: Apakah ada kiasan, ungkapan, ornamen atau bumbu dari suatu teks. Metafora dipakai oleh komunikator secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. VISUAL IMAGE: Dalam teks, elemen ini ditampilkan dengan penggambaran detail bebera hal yang ingin ditonjolkan. (Ex: Tentang pentingnya peran kelompok tertentu dalam masyarakat, dan sebagai konsekuensinya, memarginalkan kelompok lain yang menjadi lawannya, saingannya, atau kelompok yang akan mengancam eksistensi dan peran kelompok yang menjadi pilihannya