Hakikat Analisis Wacana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RANGKUMAN ANALISIS WACANA “Hakikat Analisis Wacana”



Disusun Oleh: Elva Riani 18129171 18BKT13 Dosen Pengampu : Dra. Elfia Sukma, M.Pd



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020



HAKIKAT ANALISIS WACANA A. Pengertian Wacana Wacana berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu vacana, yang berarti bacaan. Selanjutnya, kata wacana itu (vacana) masuk ke dalam bahasa Jawa Kuno dan bahasa Jawa Baru, yang berarti bicara, kata, dan ucapan. Kemudian, kata wacana dalam bahasa Jawa Baru itu diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana, yang berarti ucapan, percakapan, kuliah (Poerwadarminta 1976:1144). Selanjutnya, kata wacana dalam bahasa Indonesia dipakai sebagai terjemahan



kata discourse dalam bahasa Inggris. Kata discourse secara



etimologis berasal dari bahasa latin, yaitu discursusus = lari kian kemari. Kata discourse itu diturunkan dari kata discurrere. Bentuk discurrere itu merupakan gabungan dari dis dan currere = lari, berjalan kencang. Lebih lanjut dinyatakan oleh Baryadi (2002:2) bahwa istilah wacana dan discourse dipakai dalam istilah linguistik. Dalam hal ini, wacana dimengerti sebagai satuan lingual yang berada di atas satuan kalimat. Kridalaksana (1978:23) mengatakan bahwa dalam konteks tata bahasa, wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Artinya, wacana itu mencakup kalimat, alinea atau paragraf, penggalan wacana, dan wacana utuh. Djajasudarma (1994:3) mengatakan bahwa wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frasa, bahkan kata yang membawa amanat yang lengkap. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebuah wacana dalam realisasinya selalu berupa sekumpulan kalimat. Kalimat dapat dibentuk dari sekumpulan klausa, frasa, kata, morfem, fonem, dan fona. Berkaitan dengan hal itu, bahasa yang digunakan untuk membentuk suatu wacana harus bersifat kohesif dan koheren, atau terjalin erat antara satu dan yang lain, disusun secara teratur dan sistematis di dalam rangkaian kalimat, baik dalam bentuk lisan maupuntulis.



Menurut Samsuri (1988:1), wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi yang dapat menggunakan bahasa lisan dan bahasa tertulis. Itu berarti, wacana mempelajari bahasa dalam pemakaiannya. Menurut Alex (2009), wacana adalah rangkaian ujaran atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, baik dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Tarigan (1987:27), yaitu wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi; atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi, yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis. Selain itu, wacana dapat dipandang sebagai ujaran, yakni dipahami sebagai suatu kumpulan unit struktur bahasa yang tidak lepas dari konteks. Dengan cara pandang tersebut, keberadaan kalimat dalam suatu wacana tidak hanya dipandang sebagai sistem (langue), tetapi juga dipandang sebagai parole. Meskipun ujaran dalam suatu wacana disusun berdasarkan gramatika (sistem bahasa), tetapi makna ujaran itu timbul karena lawan bicara juga memperhatikan konteks penggunaan bahasanya. Dengan demikian, selain kaidah tata bahasa, konteks penggunaan bahasa juga harus diperhatikan pada saat menyusun wacana. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan salah satu kajian dalam ilmu linguistik yakni bagian dari kajian dari pragmatik. Wacana memiliki kedudukan lebih luas dari klausa dan kalimat, karena wacana mencakup suatu gagasan dan konsep suatu teks, rangkaian ujaran yang utuh pada suatu tindak komunikasi yang teratur dan sistematis yang mengandung gagasan, konsep, atau efek yang terbentuk pada konteks tertentu. B. Pengertian Analisis Wacana Analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana merupakan suatu kajian ilmu yang menganalis suatu bahasa.



Arifin Zaenal ( 2017 : 2 ) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang menganalisis bahasa yang digunakan masyarakat secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Kajian terhadap suatu wacana dapat dilakukan secara struktural dengan menghubungkan



teks



dengan konteks, serta melihat suatu wacana secara fungsional dengan menganalisis tindakan yang dilakukan seseorang untuk tujuan tertentu, misalnya untuk memberikan makna kepada partisipan yang terlibat. Menurut Brown (1983: 1) mengatakan bahwa analisis wacana adalah penggunaan bahasa yang tidak dibatasi pada bentuk-bentuk linguistik yang terlepas dari tujuan-tujuan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan manusia. Menurut Stubbs (1983: 1) mengatakan bahwa analisis wacana adalah suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulisan maupu lisan. Menurut Soeseno Kartomihardjo menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari pada kalimat dan lazim disebut wacana. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraf, teks bacaan, undangan, percakapan, cerpen, dan sebagainya. Ada



tiga



paradigma



tentang



analisis



wacana



antara



lain:



paradigma/pandangan formal (menonjolkan struktur), paradigma fungsional (menonjolkan penggunaan dalam konteks) dan paradigma formal dan fungsional (dialektik). 1. Berdasarkan Pandangan Formal Tarigan (1993:25) menyatakan wacana adalah satuan bahasa; terlengkap, terbesar, dan tertinggi; di atas kalimat/klausa; teratur; berkesinambuangan pada; lisan dan tulisan dan mempunyai awal dan akhir yang nyata. Dengan demikian pengertian wacana dalam konteks ini mengacu pada sebuah paragraf yang lengkap. Sebagai sebuah paragrapf yang dianggap wacana tentu saja paragraf itu memiliki sebuah ide pokok (main ide) dan ide pendukung (supporting idea). Keduanya berkolaborasi merangkai pesan. Dengan cara demikian, pesan yang disampaikan dalam sebuah wacana terkemas dengan baik sehingga mudah dipahami dan pandangan ini dipahami sebagai lebih mengarah pada pandangan formal.



2. Berdasarkan Pandangan Fungsional Pendekatan fungsional kurang baik dokumentasinya, bahkan usaha untuk memberi perangkat label yang umum pada fungsi-fungsi utama bahasa memudahkan analisis. Fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan social dan sikap pribadi yang berfungsi secara interaksional (Gillian Brown dan George Yule, 1996 : 1) Wacana lisan terbentuk melalui perpaduan antara unsur-unsur verbal dan nonverbal. Keduanya berpadu menjadi satu membangun sebuah wacana. 3. Berdasarkan Pandangan Formal dan Fungsional(Dialektika) Edmonson (1981 : 4) mengemukakan bahwa wacana adalah satu peristiwa terstruktur yang diwujudkan melalui prilaku linguistik (bahasa). Kehidupan sehari-hari manusia senantiasa diwarnai oleh berbagai aktivitas dan peristiwa baik bersifat rutin maupun incidental Berdasarkan uraian tentang wacana dari beberapa ahli bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pendekatan formal, wacana adalah satuan bahasa di atas kalimat yang terlengkap dan terluas dengan kohesi dan koherensi yang tinggi, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, serta dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Berdasarkan pendekatan fungsional, wacana adalah rekaman peristiwa komunikasi dengan menggunakan bahasa, baik secara lisan maupun tertulis dalam konteks interaksi yang mempunyai makna, maksud, atau tujuan tertentu. Sementara itu, berdasarkan pendekatan formal dan fungsional secara dialektis, wacana berupa rangkaian tuturan lisan atau tulisan yang teratur yang mengungkapkan suatu hal (subjek). Dalam pandangan ini, wacana dapat dikatakan sebagai pemakaian bahasa, baik tuturan maupun tulisan yang merupakan bentuk dari praktik sosial. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi atau pandangan penulis dalam konteks sosial. Menengahi kedua perbedaan pandangan tersebut, muncul kajian wacana secara dialektik yang memandang wacana sebagai ujaran, yakni wacana dipahami



sebagai kumpulan unit struktur bahasa yang tidak lepas dari konteks. Dengan cara pandang tersebut, maka keberadaan kalimat dalam suatu wacana tidak dipandang sebagai suatu sistem (langue) tetapi juga dipandang sebagai parole. Meskipun ujaran dalam suatu wacana disusun berdasarkan gramatika (sistem bahasanya). Dengan demikian, selain kaidah tata bahasa, konteks penggunaan bahasa juga harus di perhatikan pada saat menyusun suatu ujaran (Schiffrin, 2007). Berdasarkan



pandangan



tersebut,



David



(1994:20-22)



mengklasifikasikan menjadi dua paradigma, yaitu paradigma formal dan paradigma fungsional sebagai berikut: Paradigma Formal (Struktural) Paradigma Fungsional 1. Struktur bahasa (kode) sebagai tata 1. Struktur tuturan sebagai bahasa.



cara



berbicara.



2. Hanya sebagai alat yang dapat 2. Analisis penggunaan di dahulukan, berkorelasi apa yang dianalisis



kemudian analisis kode.



sebagai kode mendahului analisis 3. Pengorganisasian penggunaan.



tambahan memperhatikan kode dan



3. Fungsi referensi semantik dipakai sebagai normanya. 4. Element



struktur



dianalisis 5. Elemen dan strukturnya sebagai



(adaptasi),



keseimbanagan



bahasa;



bersifat



pendekatan etnografis.



ada 6. Fungsi semua



bahasa pada hakikatnya sama. 6. Kode



digunakan secara integral. 4. Stilistik dan fungsi sosial.



(perspektif historis atau universal). 5. Fungsi



fitur-fitur



homogen



komunitas yang seragam.



bervariasi,



(adaptasi), gaya,



actual,



bahasa tidak



semuanya sama. dan 7. Komunitas tuturan sebagai gaya bahasa.



Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, analisis wacana adalah suatu kajian ilmu yang menganalisis atau meneliti suatu bahasa, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, yang digunakan secara ilmiah. C. Perkembangan Analisis Wacana



Pada tahun 1952 Zellig S. Harris menulis dan mempublikasikan artikel yang berjudul “Discourse Analysis”. Dalam tulisanya tersebut, Harris mengungkapkan



argumentasinya



tentang



mengkaji



bahasa



secara



komprehensif. Namun sebenarnya, pernyataan Harris melawan arus. Bloomfiled dengan pengaruhnya yang sangat mengakar dalam aliran linguistik strukturalisme, tetap dengan ajaranya yakni kajian linguistik harus menelaah bentuk dan substansi bahasa itu sendiri. Itulah himbauan Harris untuk keluar dari pengaruh Bloomfiled dan mengembangkan kajian lingkuistiknya . Harris juga cenderung ragu dalam melibatkan konteks social dalam analisisnya. Sedangkan disisi lain Mitchell justru sebaliknya dengan melibatkan konteks ini, dan sejak saat itulah di Eropa banyak melahirkan karya-karya analisis wacana seperti dari ancangan semiotic, strukturalis dari tokoh-tokoh yang terkenal sampai saat ini, seperti Bremond, Metz, dan masih banyak lagi. Sementara itu di Amerika munculah sebuah pendekatan sosiolinguistik yang dipelopori oleh Dell Hymes yaitu mengkaji masalah sebuah percakapan, komunikasi, dan bentuk sapaan yang akan berkembang menjadi kajian wacana yang lebih luas. Discourse Analysis (Analisis Wacana) ialah salah satu ilmu yang disiplin dengan metodologi yang sangat jelas. Ilmu ini benar berkembang pesat saat awal tahun 1980-an. Banyak buku yang beredar luas seperti Brown dan Yule, dan salah satu yang paling terkenal yakni Van Djik.



Daftar Pustaka



Arifin,Zaenal. 2017. Perkembangan Teori dan Teknik Analisis Wacana dari Teori Konvensional ke Teori Modern. Jurnal Pujangga Vol.3,No.1, Juni 2017. Diakses 05 September 2020. Arifin, Dr. , M.Pd. Handout Mata Kuliah Analisis Wacana. Alex, Sobur. 2009. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya. Baryadi, Praptomo. 2002. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa. Brown dan Yule.1996. Analisis Wacana. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Analisis Wacana; Terjemahan I. Soetikno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT Eresco. Jorgensen, Marianne dan Louise J Philips. 2007. Analisis wacana Teori & Metode. (Terjemahan).Yogyakarta: PustakaPelajar. Kridalaksana, Harimurti. 1978. Keutuhan Wacana dalam Bahasa dan Sastra. Tahun IV No. 1 Jakarta: PPPB. Samsuri, 1988. Analisis Wacana. Malang: Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi Malang. Schiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana. (Terjemahan). Yogyakarta: Pusatka Pelajar. Stubbs, Michael. 1983. Discourse Analysis: the Sociolinguistic Analysis of Natural Language. England: Basil Blackwell Publisher Limited. Tarigan, H. G.1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.