Andragogi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBALAJARAN UNTUK MAHASISWA FIK UM YANG KULIAH DAN JUGA BERKERJA BERDASARKAN TEORI ANDRAGOGI Eko Purnomo* Mawardin* Universitas Negeri Jakarta Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pembelajaran mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang dari program studi Ilmu Keolahragaan dan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi angkatan 2010. Pengambilan sampel menggunakan metode pemilihan sampel probabilitas random cluster sampling karena dalam penelitian ini melakukan pengambilan sampel hanya pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja secara acak di lingkungan FIK UM Malang. Penelitian ini menggali informasi tentang motif mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, cara belajar, hambatanhambatan dan hasil belajarnya. Penelitian ini berbentuk penelitian semu, artinya penelitian ini tidak benar-benar dilakukan karena keterbatasan waktu dan jarak dan penelitian ini hanya dilakukan berdasarkan pengalaman. Adapun penelitian ini dilakukan untuk mengetahui beberapahal antara lain: 1) Mengetahui teori belajar andragogi itu. 2) Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh teori belajar andragogi itu. 3) Mengetahui perbedaan antara andragogi dan paedagogi itu. 4) Mengetahui bagaimana penerapan teori belajar andragogi dalam pembelajaran. 5) Mengetahui permasalahan apa saja yang dihadapi oleh mahasiswa yang kuliah dan juga berkerja. 6) Mengetahui bagaimana strategi pembelajaran bagi mahasiswa yang berkerja.



Pendahuluan dan Pembahasan Seorang mahasiswa dapat juga dikategorikan ke dalam orang dewasa, sesuai dengan umurnya, mahasiswa perguruan tinggi tentunya memiliki tujuan dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi yaitu belajar dan mengembangkan pola pikir. Untuk dapat mencapai tujuan belajar tersebut mahasiswa harus menjalankan semua proses pembelajaran dan perkuliahan dengan baik, agar memperoleh prestasi yang baik dan dapat menyelesaikan studi tepat waktu. Sebagian besar mahasiswa banyak yang menghabiskan waktunya untuk belajar atau mengerjakan tugas yang diberikan dengan tujuan mencapai hasil belajar yang memuaskan dan sesuai dengan yang diharapkan. Keberhasilan belajar mahasiswa tentunya dipengaruhi oleh faktor kondisi internal dan kondisi eksternal dalam proses perkuliahan. Kondisi internal mencakup pada kondisi fisik, kondisi psikis dan kondisi sosial sedangkan pada kondisi eksternal mencakup lingkungan. Selain itu terdapat kemungkinan faktor pengaruh dari kekurangan biaya pendidikan, keinginan mahasiswa untuk mencari pengalaman serta mengisi waktu luang menyebabkan sebagian mahasiswa memilih untuk kuliah sambil bekerja. Orang



dewasa



adalah



orang



yang



telah



memiliki



banyak



pengalaman,



pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri. Orang dewasa terus berusaha meningkatkan pengalaman hidupnya agar lebih matang dalam melakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Orang dewasa bukan lagi



menjadi obyek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam



perspektif pendidikan,



pencapaian



orang



dewasa



lebih



mengarahkan



dirinya



kepada



pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri. Dengan



demikian keikutsertaan orang dewasa dalam belajar memberikan dampak positif dalam melakukan perubahan hidup kearah yang lebih baik. Pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan saja, namun harus dibekali dengan rasa percaya yang kuat dalam dirinya sehingga apa yang akan dilakukan dapat dijalankan dengan baik. Kehadiran andragogi ini merupakan pengembangan dari konsep paedagogi, yaitu ilmu atau seni mengajar anak-anak, dimana ketika praktik mengajar akan diterapkan terhadap orang dewasa, terpikir haruslah berbeda dengan mengajar anak-anak, sehingga para ahli mengembangkan suatu teori mengajar orang dewasa yang disebut andragogi. Menurut Sujarwo (2014) menjelaskan konsep diri pada orang dewasa Konsep diri orang dewasa tidak lagi bergantung pada orang lain, sehingga memiliki kemampuan dan pengalaman secara mandiri dalam pengambilan keputusan. Implikasi dari konsep diri ini, maka dalam pembelajaran hendaknya didesain: 1) iklim belajar yang diciptakan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik warga belajar melalui kerjasama dalam pembelajaran, Suasana belajar memungkinkan orang dewasa untuk leluasa bergerak dan berinisiatif dalam belajar. 2) warga belajar ikut dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan belajar yang akan dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, 3) Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif warga belajar, 4) Evaluasi pembelajaran dilakukan lebih banyak menggunakan evaluasi diri.



Menurut Knowles (1977:38), “Andragogy is therefore, the art and science of helping adults learn”. Andragogi adalah suatu ilmu dan seni



dalam membantu orang dewasa



belajar. Dilihat dari segi epistemologi, andragogi berasal dari bahasa Yunani dengan akar kata:”Aner” yang artinya orang untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Knowles dalam bukunya “The modern practice of Adult Education”,



mengatakan



bahwa semula ia mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar. Kemudian setelah melihat hasil eksperimen banyak pendidik yang menerapkan konsep andragogi pada pendidikan anak-anak dan menemukan bahwa dalam situasi-situasi tertentu memberikan hasil yang lebih baik, Knowles melihat bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi yang lain mengenai pembelajaran yang dapat digunakan di samping model asumsi pedagogi. Ia juga mengatakan model-model itu berguna apabila tidak dilihat sebagai dikhotomi, tetapi sebagai dua ujung dari suatu spektrum, di mana suatu asumsi yang realistik pada situasi yang berada di antara dua ujung tersebut.



Belajar bagi orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya sendiri (Pannen, 1997). Perbedaan antara anak-anak dan dewasa dapat ditinjau dari 3 hal yaitu :  Usia, individu yang berumur lebih dari 16 tahun dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan kurang dari 16 tahun masih disebut anak-anak.  Ciri psikologis, individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, tidak selalu tergantung dengan oranglain, bertanggung jawab, mandiri, berani mengambil resiko, mampu mengambil keputusan merupakan ciri orang dewasa.  Ciri biologis, individu dikatakan dewasa apabila telah menunjukkan tandatanda kelamin sekunder. Houle (1972), menggambarkan enam orientasi yang dipegang oleh pendidik orang dewasa, yaitu: 1. Memusatkan pada tujuan. 2. Memenuhi kebutuhan dan minat. 3. Menyerupai sekolahan. 4. Menguatkan kepemimpinan. 5. Mengembangkan lembaga pendidikan orang dewasa. 6. Meningkatkan informalisasi. Bergeivin dalam http://ilmucanter.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-andragogi.html mengemukakan tujuan pendidikan orang dewasa sebagai berikut: a. Membantu pelajar mencapai suatu tingkatan kebahagiaan dan makna hidup. b. Membantu pelajar memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya dan hubungan interpersonalnya. c. Membantu mengenali dan memahami kebutuhan lifelong education. d. Memberikan kondisi dan kesempatan untuk membantu mencapai kemajuan proses pematangan secara spiritual, budaya, fisik, politik dan kejujuran. e. Memberikan kemampuan melek huruf, keterampilan kejujuran dan kesehatan bagi orang dewasa yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar. Alasan pentingnya berpikir filsafat dalam pendidikan orang dewasa, karena 1) Perlu acuan pertanyaan dalam menetapkan program yang akan datang. 2) Seringkali pendidik merasa hanya menjadi bagian kecil pada suatu lembaga besar, sehingga ia memandang lembaga menjadi sumber acuannya. 3) Perlu landasan pendidikan untuk menilai keterkaitan antar masalah/personal. 4) pendidik perlu melihat keterkaitan antara pendidikan orang dewasa dengna aktifitas masyarakat. 5) berpikir filsafat yang dikembangkan dengan baik dapat menyiapkan pendidik. Di bawah ini adalah orang-orang yang membuat teori andragogi, adalah: Malcolm Knowles



Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut. Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk membantu orang dewasa belajar. Knowles (1970) dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut: Konsep Diri: Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara. Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pelatihan. Peranan Pengalaman: Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal in menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik



kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan. Kesiapan Belajar: Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya. Orientasi Belajar: Asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan



memiliki



orientasi



belajar



yang



berpusat



pada



pemecahan



permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari. Carl Rogers Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “ Student-Centered Learning” yang intinya yaitu:



 Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya;  Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya;  Manusia tidak bisa belajar kalau berada di bawah tekanan  Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap



peserta



didik,



dan



adanya



perbedaan



persepsi/pendapat



difasilitasi/diakomodir. Rogers mengemukakan adanya tiga unsur yang penting dalam belajar berpengalaman (experimental learning), yaitu:  Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan pemecahannya.  Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap terhadap masalah tersebut.  Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau tercetak. Teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers, Javis mengemukakan bahwa teori tersebut mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi, didasarkan atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar berpengalaman ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan kebutuhan belajar yang bermakna baginya. Robert M. Gagne Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang dewasa terutama yang berkaitan dengan kondisi belajar. Menurutnya ada delapan hierarki tipe belajar seperti diuraikan sebagai berikut:  Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anakanak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.  Belajar Stimulus Respon; belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant Conditioning, yang responnya berbentuk ganjaran. Dua tipe berikutnya adalah rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki.  Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan  Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning).



 Diskriminasi Berganda; dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus.  Belajar Konsep; adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolesence). Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep.  Belajar Aturan; merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat, merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne.  Pemecahan Masalah; Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap situasi problematik. Paulo Freire Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang pendidikan orang dewasa. Menurut Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization yang terdapat tiga prinsip:  Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga,  Tak seorang pun yang belajar sendiri,  Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka. Gagasan ini memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan analisis kritis mengenali lingkungannya, untuk memperdalam persepsi diri mereka dalam hubungannya dengan lingkungannya dan untuk membina kepercayaan terhadap kemampuan sendiri dalam hal kreativitas kapablitasnya untuk melakukan tindakan. Fasilitator dan peserta belajar hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses pengembangan fasilitator dan peserta belajar. Jack Mezirow Mezirow berpendapat bahwa pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi budaya penjajah, namun ia melihat kemerdekaan dari perspektif yang



lebih bersifat psikologis, dan kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengubah realita masyarakat. Keinginan belajar terjadi sebagai akibat dari refleksi pengalaman, dan ia menyatakan adanya perbedaan tingkatan refleksi, menetapkan perbedaan refleksi dan menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam masa kedewasaan, yaitu:  Refleksivitas: kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku  Refleksivitas Afektif: kesadaran akan bagaimana individu merasa tentang apa yang dirasakan, dipikirkan atau dilakukan.  Refleksivitas Diskriminasi: menilai kemanjuran (efficacy) persepsi, dll.  Refleksivitas Pertimbangan: membuat dan menjadikan sadar akan nilai pertimbangan yang dikemukakan.  Refleksivitas Konseptual: menilai kemandirian konsep yang digunakan untuk pertimbangan.  Refleksivitas Psikis: pengenalan kebiasaan membuat penilaian perasaan. Mengenai dasar informasi terbatas.  Refleksivitas Teoritis: kesadaran akan mengapa satu himpunan perspektif lebih atau kurang memadai untuk menjelaskan pengalaman personal.



Implikasi Konsep Andragogi Dalam Pembelajaran Konsep Andragogi didasarkan pada sedikitnya 4 asumsi tentang karakteristik warga belajar yang berbeda dari asumsi yang mendasari pedagogi tradisional, yaitu: 1) konsep diri mereka bergerak dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri. 2) Mereka telah mengumpulkan segudang pengalaman yang selau bertambah yang menjadi sumber belajar yang semakin kaya. 3) Kesiapan belajar mereka menjadi semakin berorientasi kepada tugas-tugas perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu mereka berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang mereka peroleh kepada penerapan yang segera, dan sesuai dengan itu orientasi mereka kearah belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran kepada yang berpusat kepada penampilan. Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa yang di atas yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menyiapkan Iklim Belajar yang Kondusif Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Oleh karena itu, dalam pembelajaran



model Andragogi langkah pertama yang harus dikerjakan adalah



menyiapkan iklim belajar yang kondusif. Ada tiga hal yang perlu disiapkan agar tercipta iklim belajar yang kondusif itu. Pertama, penataan fisik seperti ruangan yang nyaman, udara yang segar, cahaya yang cukup, dan sebagainya. Termasuk di sini adalah kemudahan memperoleh sumber- sumber belajar baik yang bersifat materi seperti buku maupun yang bukan bersifat materi seperti bertemu dengan fasilitator. Kedua, penataan iklim yang bersifat hubungan manusia dan psikologis seperti terciptanya suasana atau rasa aman, saling menghargai, dan saling bekerjasama. Ketiga, penataan iklim organisasional yang dapat dicapai melalui



kebijakan pengembangan SDM, penerapan filosofi manajemen,



penataan struktur organisasi, kebijakan finansial, dan pemberian insentif. 2. Menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama Perencanaan pembelajaran dalam model Andragogi dilakukan bersama antara fasilitator dan peserta didik. Dasarnya ialah bahwa peserta didik akan merasa lebih



terikat terhadap keputusan dan kegiatan bersama apabila peserta didik terlibat dan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. 3. Menetapkan Kebutuhan Belajar Dalam proses pembelajaran orang dewasa perlu diketahui lebih dahulu kebutuhan belajarnya. Ada dua cara untuk mengetahui kebutuhan belajar ini adalah dengan model kompetensi dan model diskrepensi. Model



kompetensi dapat dilakukan dengan



mengunakan berbagai cara seperti penyusunan model peran yang dibuat oleh para ahli. Pada tingkat organisasi dapat dilakukan dengan melaksanakan analisis sistem, analisis performan, dan analisis berbagai dokumen seperti deskripsi tugas, laporan pekerjaan, penilaian pekerjaan,



analisis biaya, dan lain-lain.



Pada tingkat



masyarakat



dapat



digunakan berbagai informasi yang berasal dari penelitian para ahli, laporan statistik, jurnal, bahkan buku, dan monografi. Model dikrepensi, adalah



mencari



kesenjangan.



Kesenjangan antara kompetensi yang dimodelkan dengan kompetensi yang dimiliki oleh peseta didk. Peseta didik perlu melakukan self assesment. 4. Merumuskan Tujuan Khusus (Objectives) Program Tujuan



pembelajaran



pengalaman pembelajaran



ini



akan



menjadi



pedoman



bagi



kegiatan-kegiatan



yang akan dilakukan. Banyak terjadi kontroversi dalam



merumuskan tujuan pembelajaran ini karena perbedaan teori atau dasar psikologi yang melandasinya. Pada model Andragogi lebih dipentingkan terjadinya proses self-diagnosed needs. 5. Merancang Pola Pengalaman Belajar Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu disusun pola pengalaman belajarnya atau rancangan programnya. Dalam konsep Andragogi, rancangan program meliputi pemilihan problem areas yang telah diidentifikasi oleh peserta didik melalui selfdiagnostic, pemilihan format belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai, merancang unit-unit pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materi-materi, serta mengurutkannya dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan belajar peserta didik dan prinsip estetika. Rancangan program dengan menggunakan model pembelajaran Andargogi pada dasarnya harus dilandasi oleh konsep self-directed learning dan oleh karena itu rancangan program tidak lain adalah preparat tentang learning-how-to-learn activity.



6. Melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar) Catatan penting pertama untuk melaksanakan program kegiatan belajar adalah apakah cukup tersedia sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan membelajarkan dengan menggunakan model andragogi. Proses pembelajaran andragogi adalah proses pengembangan sumberdaya manusia. Peranan yang harus dikembangkan dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah peranaan sebagai administrator program, sebagai pengembang



personel



yang mengembangkan sumberdaya manusia.Dalam konteksi pelaksanaan program kegiatan belajar perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan berbagai teknik untuk membantu orang dewasa belajar dan yang berkaitan dengan berbagai bahan- bahan dan alat-alat pembelajaran. 7. Mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar Proses pembelajaran model Andragogi diakhiri dengan langkah mengevaluasi program. Pekerjaan



mengevaluasi merupakan pekerjaan yang harus terjadi dan



dilaksanakan dalam setiap proses pembelajaran. Tidak ada proses pembelajaran tanpa evaluasi.



Proses evaluasi dalam model pembelajaran Andragogi bermakna pula sebagai



proses untuk merediagnosis kebutuhan belajar. Untuk membantu peserta didik mengenali ulang model-model kompetensi yang diharapkannya dan mengasses kembali diskrepensi antara model dan tingkat kompetensi yang baru dikembangkannya. Pengulangan langkah diagnosis menjadi bagian integral dari langkah evaluasi. Dalam mengefektifkan



proses



evaluasi



assessment



terdapat



program



empat



yaitu



langkah



evaluasi



yang



reaksi



diperlukan yang



untuk



dilaksanakan



untuk mengetahui bagaimana peserta didik merespon suatu program belajar; evaluasi belajar dilaksanakan untuk mengetahui prinsip-prinsip, fakta, dan teknik-teknik yang telah diperoleh oleh peserta didik; evaluasi perilaku dilaksanakan untuk memperoleh informasi perubahan perilaku peserta didik setelah memperoleh latihan; dan evaluasi hasil dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program. Hasil/Temuan Knowles menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang dewasa dengan belajar anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka. Menurut Knowles dalam Sujarwo ada empat asumsi utama yang membedakan andragogi dan pedagogi, yaitu:



a) Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa memiliki konsep diri yang mandiri dan tidak bergantung bersifat pengarahan diri. b) Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman yang makin meluas, yang menjadi sumber daya yang kaya dalam keadaan belajar. c) Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang permasalahan yang kini mereka hadapi dan anggap relevan. d) Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subyek.



Knowles juga mengemukakan beberapa asumsi orang dewasa yang meliputi: 1) Konsep diri; di mana orang dewasa telah memiliki konsep diri yang matang dan tidak tergantung pada orang lain, hal ini berimplikasi dalam proses pendidikan. 2) Pengalaman, setiap orang dewasa memiliki pengalaman yang berbeda dengan pengalaman orang dewasa lainnya, sehingga peserta diklat orang dewasa dapat dijadikan sumber belajar dan penekanan dalam proses belajar bersifat aplikatif praktis. 3) Kesiapan untuk belajar; orang dewasa akan belajar apabila apa yang dipelajari sesuai dengan peranan sosial yang diembannya, karena itu proses belajar hendaknya disusun berdasarkan peranan sosial. 4) Orientasi terhadap belajar; orang dewasa mau belajar apabila dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah mereka. Implikasinya dalam proses belajar mengajar, fasilitator berperan sebagai pemberi bantuan kepada peserta.



Dari perbadaan dan juga asumsi orang dewasa tersebut, peneliti mendapatkan beberapa masalah yang ada di dalam pembelajaran yang dilakukan mahasiswa yang juga berkerja, antara lain adalah: Lemahnya motivasi Banyak orang dewasa merasa bahwa mereka sukar dilatih. Mereka kurang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, dan terlalu tua untuk belajar, sehingga motivasi mereka rendah dalam mengikuti pembelajaran. Sulit melupakan kebiasaan. Orang dewasa sering mempunyai kesulitan untuk memperbaiki kesalahan yang telah menjadi kebiasaan. Mereka cenderung mengulangi terus menerus walaupun tahu bahwa mereka berbuat salah. Daya ingat yang kurang baik Orang dewasa mempunyai daya ingat yang kurang baik atau sering lupa sebagai pengaruh usianya. Penolakan terhadap perubahan Orang dewasa mempunyai kesulitan dalam menerima gagasan, konsep, metode dan prinsip baru. Seolah-olah mereka sudah yakin apa yang mereka ketahui dan alami telah baik dan benar, sehingga sering menolak sesuatu yang baru. Penolakan terhadap perubahan tersebut mengakibatkan mereka bertindak otoriter sebagai cara untuk mempertahankan diri.



Jadi, untuk mengatasi masalah yang ada tersebut, peneliti menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konsep belajar yang diterapakan kepada mahasiswa yang juga berkerja terutama dalam kondisi psikologisnya, antara lain:



a. Belajar merupakan pengalaman yang berharga bagi orang dewasa. Maka orang dewasa tidak perlu diajar, tapi dimotivasi untuk memperoleh pengetahuan, kerampilan dan sikap yang baru.



b. Orang dewasa mau belajar bila ada hubungan dengan kebutuhannya. c. Kadang belajar dirasakan sebagai proses yang menyakitkan, sebab tujuan belajar adalah perubahan perilaku. Sementara sikap, pengetahuan, norma, kebiasaan sudah melekat pada dirinya.



d. Belajar merupakan hasil dari mengalami sesuatu. Jadi tidak akan banyak hasilnya bila mereka diceramahi dan digurui untuk melakukan sesuatu.



e. Bagi orang dewasa belajar merupakan sesuatu yang khas dan bersifat individual. Jadi setiap orang mempunyai cara dan kecepatan sendiri dalam memecahkan masalah. Akan lebih baik kalau mereka mengamati dan belajar dari pengalaman orang lain.



f. Sumber belajar yang paling berharga ada di dalam diri orang dewasa itu sendiri, selanjutnya digali dan ditata kembali agar lebih efektif.



g. Belajar merupakan proses emosional dan intelektual. h. Belajar merupakan hasil kerjasama antar manusia, maka diharapkan mau untuk saling menerima, memberi, menghargai, dan berbagi dengan orang lain.



i. Belajar juga merupakan proses evaluasi. Maka perubahan sikap tidak bisa terjadi seketika, tapi perlu waktu dan proses. Selain itu ada beberapa strategi yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran yang dilakakukan oleh mahasiswa yang juga berkerja, diantaranya adalah: Nilai manfaat Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang ia pelajari mempunyai nilai manfaat bagi dirinya. Apabila sesuatu yang dipelajari tidak mempunyai manfaat bagi dirinya, ia akan enggan untuk belajar. Sesuai dengan Pengalaman Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajarinya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada pa dirinhya. Ini berarti apa yang disampaikan kepada mereka didasarkan pada pengalaman yang dipunyai oleh orang itu.



Terkait Masalah sehari-hari Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari berpusat pada masalah yang dihadapi sehari-hari. Apabila mereka dibantu mengatasi permasalahan mereka dengan jalan memberikan pelajaran tertentu, mereka akan sangat bergairah dan mau belajar untuk itu. Praktis Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari praktis dan mudah diterapkan. Sesuai dengan kebutuhan Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan mereka. Apabila kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan belajar maka ia sangat bergairah dalam belajarnya. Menarik Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari menarik baginya. Misalnya, apa yang dipelajari merupakan hal yang baru atau mudah baginya untuk dipraktekkan. Berpatisipasi aktif Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila ia mengambil bagian di dalam proses pembelajaran. Kerja sama Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila terdapat situasi antara orang satu dengan yang lainnya saling kerja sama dan saling menghargai. Situasi semacam ini akan menimbulkan rasa nyaman dalam belajar. Sedangkan menurut Lunandi (1984) menyatakan bahwa sikap fasilitator/pengajar mempunyai dampak yang lebih besar terhadap para peserta daripada tujuan pendidikan atau teknik pendidikan. Dia memberikan masukan beberapa sikap yang perlu dikembangkan oleh seorang fasilitator/pemgajar dalam membangun proses belajar pada orang dewasa adalah: 1) Empati; Menyatu dalam pengalaman peserta, merenungi makna pengalaman tersebut dan menekan penilaian pribadi fasilitator. 2) Kewajaran; Bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus terang, konsisten, dan terbuka. 3) Respek; Mempunyai pandangan positif terhadap peserta, menerima orang lain dengan penghargaan penuh, menghargai perasaan, pengalaman dan kemampuan peserta. 4) Komitmen dan kehadiran; Menghadirkan diri secara penuh, siap menyertai kelompok dalam segala keadaan. 5) Membuka diri; Menerima keterbukaan orang lain, tanpa menilai dari ukuran, konsep dan pengalaman pribadi fasilitator. 6) Tidak menggurui. 7) Tidak menjadi ahli; Tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan peserta, seakan-akan fasilitator ahli dalam segala bidang. 8) Tidak berdebat; Coba untuk mengalihkan untuk menjadi diskusi umum. 9) Tidak diskriminatif; Karena peserta orang dewasa sifatnya heterogen, fasilitator hendaknya memberikan perhatian pada semua peserta.



Kesimpulan dan Saran Andragogi adalah ilmu atau seni membimbing orang dewasa belajar. Pembelajaran bagi orang dewasa tentunya sangat berbeda dengan pembelajaran terhadap anak-anak (paedagogi). Oleh karena itu, untuk keberhasilan pendekatan andragogi ini, seorang fasilitator/ widyaiswara harus memahami berbagai hal yang mengenai asumsi, masalahmasalah, prinsip-prinsip, dan suasana belajar orang dewasa, serta sikap yang perlu dikembangkan oleh seorang fasilitator. Strategi pembelajaran dapat ditinjau dari ilmu, seni dan keterampilan yang digunakan pendidik dalam membantu (memotivasi, membimbing, membelajarkan dan memfasilitasi) peserta didik dalam belajar. Di samping itu strategi pembelajar dapat dimaknai sebagai prosedur pembelajaran



dalam mengelola secara sistematis kegiatan



pembelajaran dari beberapa komponen pembelajaran



(materi



pembelajaran,



peserta



didik, waktu, alat, bahan, metode pembelajaran, sistem evaluasi) dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran orang dewasa (andragogi) merupakan prosedur yang dilakukan dalam membantu orang dewasa dalam belajar. Dalam belajar, orang dewasa telah memiliki konsep diri yang harus dihargai, memiliki pengalaman yang dapat dijadikan sumber belajar, orientasi belajar diarahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dan peningkatan peran dan status sosial dalam masyarakat.



Daftar Pustaka _____. 2013. Andragogi Pendidikan Orang Dewasa. (Online), (http://kangebink.blogspot.com/2013/08/andragogi-pendidikan-orang-dewasa.html), Diakses 28 Agustus 2014. _____.2013. Teori Belajar Andragogi. (Online), (http://ilmucanter.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-andragogi.html), Diakses 28 Agustus 2014. Hulukati, W. 2011. Pengembangan model bahan belajar mandiri berbasis andragogi untuk meningkatkan kompetensi pendidik anak usia dini. (Online), (http://repository.ung.ac.id/get/simlit_res/1/222/Pengembangan-Model-Bahan-BelajarMandiri-Berbasis-Andragogi-untuk-Meningkatkan-Kompetensi-Pendidik-Anak-UsiaDini.pdf), Diakses 28 Agustus 2014. Kamil. ____ Andragogi (Online), (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/196111091987031 001-MUSTOFA_KAMIL/Andragogi.pdf), Diakses 28 Agustus 2014. Sujarwo.____. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (Pendekatan Andragogi). (Online), (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Sujarwo, %20M.Pd./Makalah-Strategi%20Pembelajaran%20Orang%20dewasa %20(Repaired).pdf), Diakses 28 Agustus 2014. Suprijanto, H. (2007). Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara Wikipedia. ____ Andragogi (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Andragogi#cite_note-1), Diakses 28 Agustus 2014. Yusnadi. (2002). Andragogi, pendidikan orang dewasa. Medan : Program Pascasarjana Universitas Sumatera Negeri Medan.