Aplikasi Pendidikan Kesehatan Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Dampak Buruk Bencana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

APLIKASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN DAMPAK BURUK BENCANA KEPERAWATAN BENCANA KELOMPOK :



DISUSUN OLEH: RONAL J. LENGAN NIM : 1614201233 RIENIS KOROIS NIM : 1614201226 YOAHAS PARANG NIM : 1614201239



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO 2019



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang terletak pada pertemuan lempeng tektonik aktif. Pada satu sisi, kondisi geologis tersebut membuat Indonesia menjadi negara yang subur dan memiliki sumber daya alam yang melimpah. Pada sisi lain, wilayah pertemuan lempeng tersebut merupakan jalur gempa bumi, rangkaian gunung api aktif yang berpotensi bahaya erupsi, serta daerah ancaman tsunami di sepanjang garis pantai. Secara keseluruhan kondisi masyarakat Indonesia masih sangat rentan dengan ancaman -ancaman bencana tersebut. Masyarakat belum memiliki tingkat kesadaran (awareness) yang cukup tinggi terhadap bencana. Kurangnya kesadaran dapat meningkatkan risiko masyarakat terhadap ancaman bencana. Pendidikan secara umum adalah segalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang di harapkan oleh pelaku pendidikan. Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Tim kesehatan yang terlibat dalam penanganan bencana, seluruhnya bertanggung jawab untuk menjamin prinsip – prinsip kesehatan melekat dalam pekerjaannya dengan standar maksimal dan mampu setiap saat menarik respon dari mereka yang terkena dampak bencana untuk melakukan suatu upaya perbaikan. Hal ini akan sangat tergantung kepada banyak hal termasuk individu – individu yang ikut terlibat, skil yang dimiliki dan sumber daya yang dimiliki. Bentuk-bentuk promosi kesehatan dalam situasi emergensi akantergantung dengan berbagai hal. Implementasi program promosi dilingkungan pengungsian misalnya, bisa akan bervariasi mengingat situasidan penyebab pengungsian itu sendiri. Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB) menekankan pentingnya kerjasama dan kemitraan lintas sektoral antar pemangku kepentingan pada tataran lokal, nasional, dan regional/global untuk terlaksananya program pengurangan risiko bencana dan pembangunan yang berkelanjutan. Peran organisasi/lembaga dalam manajemen bencana menjadi sangat krusial seiring dengan perubahan paradigma penanggulangan bencana khususnya di Indonesia, dari yang bersifat reaktif



responsif pada saat kejadian bencana menjadi proaktif, preventif, dan antisipatif sebelum terjadinya bencana atau saat diketahui adanya ancaman bencana. Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga yang dapat berperan dalam kegiatan PRB dan mempunyai



kewajiban dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan



meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat. Oleh karena itu perguruan tinggi memiliki peran penting untuk



meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan pencegahan dan



pengurangan risiko bencana termasuk didalamnya adalah mayarakat mahasiswa. B. Tujuan Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan panduan untuk melaksanakan proses pembelajaran kebencanaan melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakulikuler bagi mahasiswa. Melalui proses pembelajaran tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, kapasitas dan keterampilan kepada mahasiswa agar mampu membangun kesadaran dirinya dan masyarakat terhadap bahaya dan mengurangi risiko bencana. C. Manfaat 1. Tumbuhnya kesadaran, kesiapsiagaan terhadap bencana, dan sikap tanggap permasalahan pada bencana pada mahasiswa di perguruan tinggi. 2. Mendorong dan memperkuat perguruan tinggi dalam penanggulangan bencana. 3. Meningkatnya partisipasi mahasiswa dalam pengurangan risiko bencana dan menerapkan di masyarakat.



BAB II PEMBAHASAN



A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2012). 2. Tujuan pendidikan kesehatan Menurut Susilo (2011) tujuan pendidikan kesehatan terdiri dari : a. Tujuan kaitannya dengan batasan sehat Menurut WHO (1954) pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. b. Mengubah perilakukaitannya dengan budaya Sikap dan perilaku adalah bagian dari budaya. Kebiasaan, adat istiadat, tata nilai atau norma adalah kebudayaan. 3. Sasaran Pendidikan Kesehatan Menurut Susilo (2011) sasaran pendidikan kesehatan di indonesia, berdasarkan kepada program pembangunan di indonesia adalah : a. Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan. b. Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda, remaja. Termasuk dalam kelompok ini adalah kelompok pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama swasta, maupun negeri. c.



Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individu



4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan



Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu : a. Tingkat pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang, terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang didapatnya. b. Tingkat sosial ekonomi Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi baru. c. Adat istiadat Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh di abaikan. d. Kepercayaan masyarakat Masyarakat lebih Memperhatikan informasi yang di sampaikan oleh orang – orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi. e. Ketersediaan waktu dimasyarakat Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan. 5. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan Ruang lingkup pendidikan kesehatan menurut Mubarak (2009) yaitu: a. Dimensi Sasaran 1) Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu. 2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok. 3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.



b. Dimensi Tempat Pelaksanaannya 1) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid yang pelaksanaannya diintegrasikan dengan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS). 2) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, di Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien. 3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan. c. Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan 1) Promosi Kesehatan ( Health Promotion ). 2) Perlindungan Khusus ( Specific Protection ). 3) Diagnosa dini dan pengobatan segera ( Early Diagnosis and Prompt Treatment ). 4) Pembatasan cacat ( Disability Limitation ). 5) Rehabilitasi ( Rehabilitation ). 6) Metode Pendidikan Kesehatan Metode pendidikan kesehatan menurut Achyar (2009), yaitu : a. Metode ceramah Ceramah ialah menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung. b. Metode diskusi kelompok Diskusi kelompok ialah percakapan yang dipersiapkan diantara tiga orang atau lebih membahas topik tertentu dengan seorang pemimpin, untuk memecahkan suatu permasalahan serta membuat suatu keputusan. c. Metode panel Panel adalah pembicara yang sudah direncanakan di depan pengunjung atau peserta tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta diperlukan seorang pemimpin. d. Metode permainan peran



Bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah, aktual, atau kejadian yang akan datang. e. Metode demonstrasi Demonstrasi ditunjukan untuk mengevaluasi perubahan psikomotor dengan memperliatkan cara melaksanakan suatu tindakan atau prosedur dengan alat peraga dan tanya jawab. 6. Media Pendidikan Kesehatan Menurut



Nursalam



(2008)



media



pendidikan



kesehatan



adalah



saluranbkomunikasi yang dipakai untuk mengirimkan pesan kesehatan. Media dibagi menjadi 3, yaitu: cetak, elektronik, media papan (billboard). a. Media cetak 1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk pesan tulisan maupun gambar, biasanya sasarannya masyarakat yang bisa membaca. 2)



Leaflet : penyampaian pesan melalui lembar yang dilipat biasanya berisi gambar atau tulisan atau biasanya kedua-duanya.



3) Flyer (selebaran) :seperti leaflet tetapi tidak berbentuk lipatan. 4)



Flip chart (lembar balik) : informasi kesehatan yang berbentuk lembar balik dan berbentuk buku. Biasanya berisi gambar dibaliknya berisi pesan kalimat berisi informasi berkaitan dengan gambar tersebut.



5) Rubik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai hal yang berkaitan dengan hal kesehatan. 6) Poster :berbentuk media cetak berisi pesan-pesan kesehatan biasanya ditempel di tembok-tembok tempat umum dan kendaraan umum. 7) Foto : yang mengungkapkan masalah informasi kesehatan. b. Media elektronik 1) Televisi : dalam bentuk ceramah di TV, sinetron, sandiwara, dan vorum diskusi tanya jawab dan lain sebagainya. 2) Radio :bisa dalam bentuk ceramah radio, sport radio, obrolan tanya jawab dan lain sebagainya. 3) Vidio Compact Disc (VCD). 4) Slide : slide juga dapat digunakan sebagai sarana informasi.



5) Film strip juga bisa digunakan menyampaikan pesan kesehatan.



c. Media papan (bill board) Papan yang dipasang di tempat-tempat umum dan dapat dipakai dan diisi pesan-pesan kesehatan. B. Pendidikan Bencana Pendidikan bencana adalah merupakan proses pembelajaran melalui penyediaan informasi, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap peserta didik guna membentuk kesiapan bencana di level individu dan komunitas. Melalui pendidikan bencana, peserta didik didorong untuk mengetahui resiko bencana, mengumpulkan informasi terkait mitigasi bencana, dan menerapkannya pada situasi bencana (Shiwaku et al., 2007). Aplikasi bencana yang secara sederhana dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari meliputi melakukan simulasi bencana di keluarga, menolong korban bencana, memiliki perlengkapan darurat (disaster kit), mengetahui tempat berlindung saat bencana, dan mengetahui fasilitas tanggap darurat yang tersedia di instansi terkait (Kapucu, 2008). C. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan sebagian besar diperoleh dari mata dan telinga. Pengatahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. 2. Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2012) mempunyai enam tingkat, yakni: a.Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu



yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh tahu yaitu dapat menyebutkan tanda –tanda gerakan tanah. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan penggunakan rumus statistik. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannnya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari pengggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan



(membuat



bagan),



membedakan,



memisahkan,



mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumsan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara tradisional dan juga cara modern (Suparyanto, 2012), cara tradisional ada empat cara yaitu: 1) Cara coba-salah (trial and error) 2) Cara kekuasaan atau otoritas 3) Berdasarkan pengalaman pribadi 4) Melalui jalan pikiran



Pengetahuan yang diperoleh dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal (Suparyanto, 2012), faktor-faktor tersebut antara lain: 1) Faktor Internal a) Pendidikan Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada kedewasaan. 2) Faktor Eksternal a. Informasi Informasi adalah keseluruhan makna dapat diartikan sebagai pemberitahuan seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. b. Kebudayaan/Lingkungan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh dalam pembentukan sikap atau sikap seseorang. Pembriati (2013) menerangkan bahwa pengertian pengetahuan kebencanaan adalah kemampuan dalam mengingat peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia yang dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Jenis – jenis bencana dibagi menjadi tiga yaitu: (1) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (2) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.



(3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. D. Peran Perawat Dalam Managemen Bencana Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi pelayanan keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam situasi bencana. Perawat tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan saja. Kemampuan tanggap bencana juga sangat dibutuhkan saat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana. Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan medis dalam keadaan normal lainnya. Menurut Mursalin (2011), ada beberapa tindakan penting yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi tanggap bencana : 1. Pengobatan dan Pemulihan Pesehatan Fisik Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas pribadi dan umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan profesi keperawatan. 2. Pemberian Bantuan Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak



mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak tepat sasaran. 3. Pemulihan Kesehatan Mental Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehingga apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain.Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehingga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala. 4. Pemberdayaan Masyarakat Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki. Untuk mewujudkan tindakan di atas, menurut Mepsa (2012) perlu adanya beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang perawat, diantaranya adalah, perawat harus memiliki skill



keperawatan yang baik, perawat harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian, perawat harus memahami managemen siaga bencana. Adapun peran perawat dalam menagemen siaga bencana adalah sebagai berikut : a. Peran perawat dalam fase pre-impect 1) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana. 2) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,



palang



merah



nasional,



maupun



lembaga-lembaga



pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana. 3) Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana. b. Peran perawat dalam fase impact 1) Bertindak cepat 2) Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat. 3) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan 4) Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan 5) Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama. c. Peran perawat dalam fase post impact 1) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korban. 2) Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan gangguan memori.



3) Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsure lintas sektor menangani maslah keehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman. E. Definisi Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak



negatif dari bencana.



Kesiapsiagaan bencana merupakan proses dari penilaian, perencanaan dan pelatihan untuk mempersiapkan sebuah rencana tindakan yang terkoordinasi dengan baik (Undang-Undang No.24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan bencana mencakup langkah-langkah untuk memprediksi, mencegah dan merespon terhadap bencana. Koordinasi lintas sektoral diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut seperti yang telah disebutkan oleh LIPIUNESCO/ISDR (2006), bahwa ruang lingkup kesiapsiagaan dikelompokkan kedalam empat parameter yaitu pengetahuan dan sikap (knowledge and attitude), perencanaan kedaruratan (emergency planning), sistem peringatan (warning system), dan mobilisasi sumber daya. Pengetahuan lebih banyak untuk mengukur pengetahuan dasar mengenai bencana alam seperti ciri-ciri, gejala dan penyebabnya. Perencanaan kedaruratan lebih ingin mengetahui mengenai tindakan apa yang telahdipersiapkan menghadapi bencana alam. Sistem peringatan adalah usaha apa yang terdapat di pemerintahan/masyarakat dalam mencegah terjadinya korban akibat bencana dengan cara tanda-tanda peringatan yang ada. Sedangkan mobilisasi sumber daya lebih kepada potensi dan peningkatan sumber daya di pemerintahan/masyarakat seperti keterampilan-keterampilan yang diikuti, dana dan lainnya. Kesiapsiagaan menghadapi bencana merupakan suatu aktivitas lintas sektor yang berkelanjutan. Kegiatan itu membentuk suatu bagian yang tak terpisahkan dalam sistem nasional yang bertanggungjawab untuk mengembangkan perencanaan dan program pengelolaan bencana (pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, respons, rehabilitasi, dan atau rekonstruksi) di Indonesia dikenaldengan Bakornas PB. Satu hal terpenting untuk memastikan mutu dan efektivitas program kesiapsiagaan bencana dan kedaruratan adalah melakukan koordinasi, penilaian dan evaluasi secara hati-hati



terhadap program-program yang telah disiagakan untuk memastikan bahwa program tersebut dapat dioperasikan secara efektif. Pan American Health Organization (PAHO, 2006), menyebutkan Penanganan pelayanan kesehatan untuk korban cedera dalam jumlah besar diperlukan segera setelah terjadinya bencana tanah longsor. Oleh karena itu dibutuhkan kesiagaan untuk pertolongan pertama dan pelayanan kedaruratan dalam beberapa jam pertama. Banyaknya korban jiwa yang tidak tertolong karena minimnya sumber daya lokal, termasuk transportasi yang tidak dimobilisasi segera. Sumber daya lokal sangat menentukan dalam penanganan korban pada fase darurat. Tanggungjawab sektor kesehatan pada saat bencana praktis mencakup semua aspek operasi normal prabencana. Semua departemen teknis dan layanan penunjang dilibatkan pada saat terjadinya bencana besar. Kesiapsiagaan harus ditujukan pada semua kegiatan kesehatan dan sektor lainnya dan tak bisa dibatasi pada aspek yang paling terlihat dari pengelolaan korban massal dan layanan kegawatdaruratan saja. Pelatihan kebencanaan sangat diperlukan baik untuk petugas maupun untuk masyarakat yang bakal terkena bencana. (Soehatman,2010). Pelatihan yang diperlukan berkaitan dengan penanggulangan bencana misalnya: 1) Pelatihan mengenai manajemen resiko bencana, diharapkan petugas memiliki wawasan mengenai manajemen bencana termasuk perundang-undangannya sehingga mampu mengembangkannya dilingkungan masing-masing, mampu menyusun dan menilai suatu analisa resiko bencana. 2) Pelatihan mengenai penanganan suatu bencana menurut jenisnya, misalnya bencana banjir, longsor, gempa bumi, tsunami, bencana industri, atau bencana sosial. 3) Teknik melakukan pertolongan seperti resque atau penyelamatan lainnya. 4) Teknik bantuan medis (P3K) dan bantuan medis lainnya. 5) Pelatihan mengenai prosedur penanggulangan bencana yang meliputi mitigasi bencana, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi dan rekonstruksi. 6) Pelatihan mengenai sistem informasi dan komunikasi bencana. 7) Pelatihan manajemen logistik bencana. 8) Pelatihan standar pelayanan minimal kesehatan bencana dan pengungsi.



F. Mencegah Sebelum dan Selagi Bencana



Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).



BAB III PROMOSI KESEHATAN PADA SITUASI EMERGENSI



A. Tahapan Penanganan Bencana Dalam materi-materi terdahulu mungkin telah dijelaskan dengandetail pentahapan bencana. Dalam kesempatan ini pendekatan akan lebihdiarahkan kepada keterkaitan proses dengan pendekatan promosikesehatan. Hal ini dikaitkan dengan lebih melihat kepada proses bencana Konteks proses bencana ditetapkan dalam bentuk segitiga yangdimulai dari kejadian bencana, dampak dari bencana dan bahaya yangdiperoleh akibat dampak bencana. Pada bagian akhir dari bencana adalahfase mitigasi (penurunan) dimana berbagai hal terkait dengan dampakbencana mulai menurun, penduduk telah mulai kembali kepada kondisikeseharian yang “normal”. Pada tahapan pasca bencana sampai dengan dampak, intervensi yangdiakukan masuk dalam kategori respon.Sementara dari fase impactsampai dengan mitigasi, bentuk intervensi yang dilakukan adalahrehabilitasi dan recovery. Tahapan yang menghubungkan antara fasemitigasi dan kejadian yang akan datang, disini bentuk intervensi yangbisa dilakukan adalah menyiapkan penduduk beresiko terkena bencanauntuk menghadapi bencana (preparedness). B. Pemahaman Perilaku Korban Bencana Perilaku korban bencana beragam dalam bentuknya dan jugadipengaruhi oleh tahapan dari proses perkembangannya. Perilakutersebut terjadi dalam konteks individual namun juga bisa berlaku dalamkonteks kolektif.Pemahaman terhadap perilaku ini juga penting sebagaibekal kita memahami situasi, khususnya dalam penyusunan programpromosi kesehatan. Perilaku korban dalam hal ini bisa kita asumsikan kepada duamasa/tahapan yaitu masa akut dan masa rehabilitasi/recovery.Masa/tahap preparedness bisa dikategorikan dalam rangkaian bencananamun



pada



umumnya



adalah



situasi



yang



tidak



sedang



dalam



kondisibencana.Sehingga penilaian tentang perilaku lebih menyandarkankepada perilakuperilaku dalam kondisi normal. C. Promosi Ada Dimana



Dalam berbagai kegiatan penanganan bencana seringkali kegiatan promosi kesehatan tidak secara langsung dilakukan tetapi merupakan komponen yang melakat dari program tertentu.Seringkali pula komponen promosi yang seharusnya ada dalam beberapa program mengabaikan untuk menerapkan promosi sehingga menurunkan kemungkinan dalam mengurangi permasalahan dalam menyiapkan kelompok rawan jika terjadi bencana, menurunkan dampak bagi korban terkena dampak. D. Manajemen Komunitas 1. Studi Kasus Partisipasi dan Pendidikan Kesehatan Dalam konteks manajemen bencana, promosi kesehatan dilakukanuntuk mengajak dan melibatkan orang-orang dalam aktifitas untuk mencegah, penyiapkan dan untuk merespon kepada bencana sehingga akan mampu secara signfikan mengurangi risiko, meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan. Sedangkan partisipasi adalah keterlibatan aktif individu atau masyarakat dalam menyiapkan diri untuk bereaksi terhadap bencana dalam aktifitas seperti analisis, pengambilan keputusan, perencanaan, implementasi program, dari tahap pencarian dan penyelamatan korban sampai dengan pembangunan, yang dilakukan secara spontan dan sukarela. Promosi untuk membangikitkan partisipasi sebagian besar dilakukan dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah aktifitas komunikasi informasi yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku sehatyang mengkombinasikan pengalaman belajar yang dirancang demi memudahkan penyesuaian perilaku secara suka rela yang kondusif bagi kesehatan. Aktifitas pendidikan disamping untuk penyediaan informasi adalah mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko bahaya bencana. E. Penilaian Bahaya dan Perhatian Kebanyakan masyarakat memiliki pemahaman kolektif tentang bahaya yang berasal dari lingkungannya dan bagaimana mereka mengatasinya, namun seringkali terjadi kurang tepat dalam mengestimasi risiko yang dihadapi sebenarnya. Sementara yang lain mungkin memperhatikan risiko tetapi merasa mereka merasa terlalu kecil bisa melakukan sesuatu. Estimasi yang keliru ini akan umum kita temukan dalam lingkungan kita sehari-hari. Kemunculan perhatian publik dan program mobilisasi merupakan bagian penting dalam mengurangi kerawanan. Upaya utam asseharusnya diberikan untuk :



a. Meningkatkan perhatian publik terhadap bahaya khususnya kesehatan b. Menginformasikan mengenai bagaimana mencegah bahaya atau mengurangi dampak c. Meningkatkan perhatian terhadap ancaman kesehatan dan keamanan akibat bencana d. Mendorong orang-orang untuk berpartisipasi dalam perlindungan diri, lingkungan dan pelayanan kesehatannya dari bencana dan efek bencana. Komunikasi informasi kesehatan akan efektif ketika metode, pendekatan dan material yang digunakannya beragam. 1. Kontak orang per orang a. Pendengar yang harus mendengarkan bisa kita temukan di klinik, klinik bersalin, pusat distribusi makanan, titik pengumpulan air, dan lain sebagainya. Disini Petugsa kesehatan dan sukarelawan terlatih bisa memberikan promosi. Dalam periode non emergensi, klinik kesehatan, sekolah dan tempat kerja memberikan bentuk audien yang hampir sama. Pertemuan bisa dilakukan untuk kelompok khusus, atau individu yang dipilih yang dikumpulkan bersama dalam FGD pada satu topik spesifik dan atau kunjungan keluarga.Pengaruh kelompok lokal yang ada atau organisasi sosial yang ada sangat berguna dalam meningkatkan dampak informasi. b. Pendekatan langsung khususnya jika menggunakan bentuk interaksi antara petugas dan individu-individu, akan lebih efektif jika mengambil isu spesifik dan mendorong perubahan perilaku secara khusus dan dalam menguji bahwa pesan yang relevan c. Aktifitas yang sesuai misalnya diskusi interpersonal atau kelompok kecil, demonstrasi, cerita, role play, studi kasus dan permainan mendidik (khususnya dalam situasi non emergensi) 2. Penyuluhan dan pelatihan Bantuan pengajaran yang sesuai termasuk didalamnya adalah media cetak, poster, film, slide, video dan flip chart. Ini akan berguna untuk menyalurkan informasi dan sebagai pendukung pembicara, tetapi harus diperkuat interaksi dan kontak personal dengan target audien. 3. Komunikasi Massal



a) Radio, audio kaset, televise, video, koran, permainan, pertunjukanboneka, dan megaphone, efektif dalam mengkomunikasikaninformasi dengan cepat kepada orang banyak dan mengarahkanperhatian terhadap permasalahan atau ide. Pesan yang relevan dandampak efektifitas dari apa yang dikomunikasikan, perlu untukdievaluasi b) Media massa ketika terjadi bencana mungkin mengalami kerusakan atau kekacauan. Radio mungkin bisa beroperasi, dandalam pengungsian jangka panjang sangat memungkinkan untukmenbuat stasiun radio yang dekat dengan pengungsian untukmelakukan siaran program secara rutin mengenai isu kesehatan. Ketika memutuskan pesan dan metode komunikasi yang akan digunakan, penting untuk : a. Menyusun kebutuhan yang relevan dengan aktifitas pendidikankesehatan melalui pengkajian (sebisa mungkin) partisipatif dan yangurgen b. Perhatikan dalam kampanye bahwa mungkin para korban kebanayakan adalah buta huruf; di dalam situasi ini, teknikpembelajaran partisipatif adalah yang paling sesuai c. Pilih dan adaptasi metode yang sesuai dengan karakteristik daninterest kelompok target khusus – muda/tua, laki/perempuan,anggota dari kelompok agama dll. d. Susun prosedur evaluasi efektifitas kampanye promosi kesehatandengan memilih indikator yang sesuai untuk mengukur perubahandalam status kesehatan orang, perilaku dan lingkungannya. e. Penguatan dari praktek kesehatan yang ada, yang menguntungkandan mendorong korban. f. Pilih pesan yang positif, atraktif didasarkan pada apa yang orangorangtelah ketahui, apa yang mereka inginkan dan apa yang merekabiasa lihat. g. Libatkan orang-orang dalam produksi material pengajaran (ini bagian dari pendidikan dan akan menjamin materi relevan dan cocok dengan budaya). h. Gunakan secara efektif pemuda/anak-anak dalam pengajaran dan mobilisasi yang lain.



i. Hindari pesan yang mengimplikasikan bahwa orang-orang disalahkan atas dirinya dan atau sakitnya anaknya ; pesan dan metode harus tidak menyalahkan.