Asian Agri Kasus Etika [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I. Latar Belakang Masalah Asian Agri adalah perusahaan yang berbasis di Indonesia dengan pengelolaan perusahaan kelapa sawit berkelas dunia. Asian Agri merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia dengan kapasitas produksi per tahun mencapi 1 juta ton. Saat ini, Asian Agri mengelola 28 perkebunan minyak kelapa sawit dan 19 pabrik pengilangan minyak kelapa sawit dengan wilayah operasional yang berada di tiga provinsi di pulau Sumatra, Indonesia, dengan areal konsesi seluas 100.000 Ha dan areal plasma seluas 60.000 Ha diantaranya dikembangkan oleh para petani kecil di bawah Plasma/Skema KKPA. Asian Agri menerapkan kebijakan anti pembakaran lahan, manajemen pengendalian hama yang terintegrasi, pelestarian kelembapan tanah dan praktik-praktik ramah lingkungan lainnya. Asian Agri yakin dapat melaksanakan prinsip-prinsip kelapa sawit lestari (sustainable palm oil) dalam operasionalnya, yaitu menerapkan standar kerja tertinggi, menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar, dan melaksanakan sistem manajemen lingkungan. Petani plasma sebagai rekan Asian Agri, memegang peranan penting dalam kegiatan bisnis Asian Agri, dimana kunci kesuksesanya terletak pada komunikasi dan kerjasama yang berkelanjutan. Asian Agri Group, melalui anak perusahaannya PT. Inti Indosawit Subur (PT. IIS), menjadi anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) pada bulan Februari 2006 dan berkomitmen penuh untuk menerapkan Prinsip dan Kriteria RSPO dalam rantai produksinya untuk memproduksi minyak sawit lestari. Asian Agri bertekad untuk memberikan produk dengan kualitas terbaik bagi pelanggannya, dan memenuhi standar tertinggi serta sertifikasi yang ada. Kelapa sawit adalah produk yang sangat serba guna dengan penggunaan mulai dari produk makanan dan bahan-bahan masakan, kosmetik, perlengkapan mandi, minyak pelumas, serta biofuel. Oleh karena harganya yang kompetitif dan daya guna yang tinggi, kelapa sawit menikmati pangsa pasar yang paling tinggi di pasar minyak konsumsi dunia.



Sukanto Tanoto adalah pendiri dari RGE (Royal Golden Eagle), sebuah perusahaan global yang bergerak di sektor pengelolaan sumber daya alam dengan kantor yang berada di Singapura, Hong Kong, Jakarta, Beijing dan Nanjing. Beliau memulai bisnis pertamanya lebih dari 40 tahun yang lalu dengan memasok suku cadang untuk industri minyak dan konstruksi. Sebagai seorang pengusaha yang visioner, Sukanto Tanoto masuk kebisnis kayu lapis pada tahun 1967. Dengan kesuksesannya dibisnis ini, beliau kemudian mendirikan bisnis lainnya, seperti kelapa sawit, kehutanan, pulp dan kertas serta pembangkit tenaga listrik. Saat ini, RGE adalah group global dengan aset lebih dari 15 miliar US Dolar, tenaga kerja lebih dari 50.000 karyawan dan pabrik di Tiongkok, Indonesia dan Brazil serta kantor penjualan di seluruh dunia. Bisnis ini meliputi empat area operasional, yaitu pulp dan kertas (APRIL – Asia Pacific Resources International Holding Ltd dan Asia Symbol), kelapa sawit (Asian Agri dan Apical), rayon dan pulp khusus (Sateri International) serta energi (Pacific Oil & Gas). Asian Agri sebagai perusahaan terbesar di Indonesia sudah sepantasnya membayar kewajibannya kepada negara berupa pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia dari tahun ke tahun telah banyak melakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Di negara berkembang seperti Indonesia, pajak masih sebagai penerimaan terbesar. Namun masih ada beberapa pengusaha di Indonesia yang menghindarkan diri dari pajak atau melakukan penyelewengan pajak. Penghindaran diri dari pajak ini bisa saja disebut dengan pelanggaran Undang-undang dan risikonya dapat merugikan negara. Masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang lolos dari jerat hukum dan kasusnya mengambang dikarenakan aparat penegak hukum di Indonesia tidak tegas dalam



menegakkan keadilan dan berusaha menyiasati hukum dengan segala cara yang tidak lain dan tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak. Asian Agri merupakan perusahaan yang terjerat kasus pajak, untuk itu kelompok kami akan membahas kasus yang terjadi di Asian Agri. II. Rumusan Masalah Pelanggaran etika apa yang dilanggar oleh Asian Agri dari kasus yang terjadi tersebut? III.Pembahasan Masalah PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Group Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Group Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech, Sateri International, dan Pacific Oil & Gas. Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah. Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo. Pelarian Vincent berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006. Ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 Vincent



sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AAG sebagian adalah perusahaan fiktif. Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan. Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu, pada tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp. 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi berupa penggelembungan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. Hal ini mendongkrak kerugian transaksi ekspor sebesar Rp 232 miliar dan mengecilkan hasil penjualan sebesar Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode tahun



2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun. Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut. Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mestinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana. Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo. Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut



sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, kasus Ny Maria Leonita, kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi. Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG. IV. Analisa Kasus Berdasarkan pembahasan kasus di atas, penggelapan pajak dan tindak pidana pencucian uang adalah hal-hal yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Pada umumnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang. Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Catatan/profile transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Tindakan tersebut dianggap merugikan keuangan negara secara keseluruhan sebesar Rp 1,3 triliun dari 14 perusahaan. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-



hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Salah satu penyimpangan etika bisnis ialah penggelapan pajak yang notabene merupakan suatu penghasilan terbesar di negri ini selain ekspor barang dan hal lain. Pajak merupakan suatu bentuk pungutan yang dilakukan negara untuk membiayai kebutuhan negara itu sendiri dengan azas transparan dan demokratis. Artinya pajak harus bersifat secara apa adanya namun dilindungi hukum dan ketentuan agar azas keadilan dapat ditegakkan. Dalam kasus tersebut, banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya kasus pelanggaran etika profesi akuntansi, mulai dari kurangnya tanggung jawab dan pemahaman akan apa sebenarnya aturan-aturan maupun etika yang harus dijalankan oleh pelaku akuntansi dalam profesinya, kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait, adanya kesempatan dan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga mendukung adanya penyalahgunaan profesi tersebut. Berikut ini adalah beberapa prinsip kode etik yang telah dilanggar oleh PT. Asian Agri, yaitu: 1.



Tanggung jawab profesi Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai perusahaan yang wajib membayar pajak setiap tahun, PT. Asian Agri tidak melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan benar. Penyimpangan telah perusahaan lakukan selama 4 tahun. Salah satunya adalah pengeluaran dana pribadi yang seharusnya tidak dimasukkan ke dalam biaya perusahaan. Pada akhirnya menjadi alasan perusahaan untuk tidak



2.



membayar pajak yang seharusnya dibayarkan kepada Negara. Prinsip Kepentingan Publik, PT Asian Agri Group dianggap tidak mementingkan kepentingan publik karena PT Asian Agri Group lebih mementingkan perusahaannya beserta anak perusahaannya untuk mengambil keuntungan dengan tidak membayar pajak selama 4 tahun



3.



tersebut. Standar teknis Setiap perusahaan harus melakukan jasa professionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan



berhati-hati, perusahaan harus mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan sesuai dengan standar teknis selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Beberapa penyimpangan dalam kasus ini, antara lain PT Asian Agri Group menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri di luar negeri dengan harga yang sangat rendah, sehingga perusahaan tidak membayar pajak sesuai dengan yang ditentukan oleh Dirjen Pajak. Oleh karena itu, pada perhitungan laporan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.



V. Kesimpulan Permasalahan etika terkait akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen melibatkan pihak akuntan profesional di dalam internal perusahaan. Didalam kasus yang terjadi, peran akuntan dalam perusahaan sangat nyata bahwa mereka juga turut ambil bagian pada operasi perusahaan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Prinsip-prinsip yang seharusnya dipegang teguh oleh akuntan telah dilanggar. Analisis Kasus Asian Agri juga merupakan cermin sempurna bagi penegak hukum kita. Kasus tersebut menggambarkan sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, tetapi ada usaha menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya untuk melindungi orang kaya yang diduga melakukan kejahatan. Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri, salah satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan merugikan negara Rp 1,3 triliun. Polisi mengusut Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya dihukum 11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal dia adalah whistle blower yang membongkar dugaan penggelapan pajak dan pencucian uang oleh Asian Agri. Pemerintah mestinya berterima kasih kepada mereka. Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan beberapa anggota direksi Asian Agri sebagai tersangka kasus pidana pajak. Upaya ini juga akan mencegah pengusaha lain



melakukan penyelewengan, sehingga tujuan pemerintah mendongkrak penerimaan pajak tercapai. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil “penghematan” pajak ke berbagai bank di luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak. Maka dapat disimpulkan bahwa banyak sekali penyebab terjadinya kasus pelanggaran etika profesi akuntansi, mulai dari kurangnya tanggung jawab dan pemahaman akan apa sebenarnya aturan-aturan maupun etika yang harus dijalankan oleh pelaku akuntansi dalam profesinya, kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait, adanya kesempatan dan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab yang mendukung adanya penyalahgunaan profesi tersebut, padahal harusnya hal-hal tersebut tidak patut terjadi, melihat betapa berat perjuangan rakyat terutama dalam hal pembayaran pajak maupun hal lain yang kemudia diselewengkan.



DAFTAR PUSTAKA Ronald F. Duska, & B.S. Duska (2005). Accounting Ethics. Blackwell Publishing. K. Bertens (2000). Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Keraf, A. Sonny (2005). Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. http://www.sukantotanoto.net/id/asian-agri diakses pada tanggal 26 November 2014



http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/247378-empat-modus-asian-agri-kemplang-pajak diakses pada tanggal 24 November 2014 http://economy.okezone.com/read/2014/01/09/320/924056/dirjen-pajak-aset-asian-agrisudah-diamankan diakses pada tanggal 25 November 2014 https://harianggarahamdan.wordpress.com/2013/09/21/analisa-kasus-pajak-pt-asian-agrigroup/ diakses pada tanggal 26 November 2014



TUGAS AKHIR AKUNTANSI MANAJEMEN DAN BIAYA Dr. Mahfud Sholihin, M. Acc., Ak., CA



Nama Kelompok



Alfistia Maradidya - 13/360631/EE/06655 Anastasia Filiana I - 13/360655/EE/06679 Joseph Edwin S - 13/360785/EE/06795 UNIVERSITAS GAJAH MADA 2014