Kasus Etika [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: WILLI YANTIKA



Nim



: 1926117



Kelas



: 1A



Matkul : Etika keperawatan



Kasus Etika keperawaan PENUGASAN Berikan contoh 5 masalah pelanggaran etika moral dalam keperawatan terkait dengan kemudahan teknologi saat ini dan pembahasan terkait teori 1. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas sebuah kasus mengenai perawat yang melakukan selfie di depan pasien yang sekarat. Dilansir dari Kompas.com "Aksi tidak terpuji yang dilakukan dua perawat Puskesmas Blega, Kabupaten Bangkalan, dengan berfoto selfie di depan pasien yang sedang sekarat dengan luka berlumur darah. Kepala Dinkes Bangkalan, Muzakki kepada Kompas.com mengatakan, dua perawat tersebut sudah dimintai klarifikasi terkait dengan aksi selfie di depan pasien sekarat. Mereka mengaku hal itu dilakukan mereka secara spontan karena diajak oleh temannya yang menemani pasien. Kejadian foto selfie tersebut pada kamis (11/5/2017) lalu saat Kepala Desa Karang Gayam, Kecamatan Blega, H. Dofir (43) mengalami luka berat setelah terlibat carok dengan Muhammad Mahdi Muzakki (17). Dofir mengalami luka sepanjang 20 cm di kepala bagian depan hingga daun telinga dan luka sayatan di lengan kanan. Dofir kemudian meninggal dunia di puskemas." Berdasarkan kasus tersebut, kedua perawat itu telah melakukan pelanggaran terhadap kode etik serta nilai-nilai moral dalam keperawatan. Pada kasus tersebut perawat tersebut telah melanggar kode etik perawat dengan klien serta kode etik perawat dengan praktik. Perawat tersebut melanggar kode etik perawat dengan klien dikarenakan perawat tersebut dalam memberikan pelayanan keperawatan tidak menghargai harkat dan martabat dari pasien itu sendiri. Perawat tersebut juga sudah melanggar kerahasiaan dari pasien, di mana perawat melakukan selfie dan mempublikasikannya dan hal tersebut melanggar privasi serta kerahasiaan dari pasien. Selain melakukan pelanggaran kode etik perawat dengan klien, perawat tersebut juga melakukan pelanggaran kode etik perawat dengan praktik. Perawat seharusnya senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku yang profesional. Akan tetapi, perawat tersebut melanggar kode etik itu dengan menunjukkan perilaku yang tidak profesional yaitu melakukan selfie di depan pasien yang sedang sekarat. Hal tersebut dapat merusak nama baik profesi keperawatan. Selain melakukan pelanggaran terhadap kode etik, perawat tersebut juga melanggar nilai-nilai moral dalam keperawatan di antaranya yaitu otonomi



dan fidelity. Hal tersebut dikarenakan perawat tersebut tidak dapat menyimpan serta menjaga privasi dan kerahasiaan dari pasien. 2. Insiden perawat Rumah Sakit Medika Permata Hijau memasang jarum infus anak-anak kepada Setya Novanto saat diburu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya tidak perlu terjadi. Ketua DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Bambang Purwantoro mengatakan, perawat seharusnya bersikap independen dan bekerja profesional sesuai dengan kode etik keperawatan. "Kasus semacam itu tidak perlu terjadi. Harusnya (perawat) menonjolkan sikap independen. Profesionalitas tinggi harus kita angkat di situ, sesuai dengan kode etik dan keperawatan," kata Bambang di sela HUT Ke-44 PPNI di Semarang, Jumat (16/3/2018). Bambang mengungkapkan, sebagian kerja keperawatan merupakan tindakan kolaboratif dengan dokter. Contoh tindakan medik yang didelegasikan dokter kepada perawat adalah memasang infus kepada pasien. Meski demikian, sesuai dengan kode etik keperawatan, seorang perawat mempunyai hak klarifikasi jika merasa ragu dengan instruksi atau pendelegasian tindakan medik dari seorang dokter. Dalam kasus Setya Novanto yang diduga berpura-pura sakit saat di RS Medika Permata Hijau tersebut, pihaknya memang melihat ada dilema yang dihadapi perawat. Satu sisi sebagi mitra dokter sehingga perawat harus melaksanakan instruksi dokter. Namun di sisi lain, tindakan berpura-pura memasang jarum infus adalah tindakan yang menyalahi kode etik. 3. Seperti yang terjadi di RSUD Raden Mattaher, Kota Jambi. Gubernur Jambi, Zumi Zola mengadakan sidak ke rumah sakit tersebut pada hari Jumat (20/01/2017) dini hari. Ketika sampai, Zumi mendapati para dokter dan perawat sedang terlelap. Tidak hanya di ruangan itu saja, ketika gubernur melanjutkan sidaknya ke gedung perawatan jantung, ruang jaga di sana pun kosong. Tidak ada perawat yang berjaga. Namun, di kamar belakang ruang jaga, pintu kamar dikunci dari dalam. Zola berkali-kali menggedor pintu tersebut dan akhirnya dibuka. Lagi-lagi Zola menyaksikan para perawat dan dokter yang terbangun dan terkejut melihat Gubernur Jambi tersebut datang. Gubernur mengadakan sidak karena sering mendapatkan pengaduan dari warga yang mengeluhkan pelayanan para perawat dan dokter rumah sakit. Pada malam hari jam 12 keatas, jika infus salah seorang pasien habis atau kondisinya memburuk, perawat rumah sakit tersebut sering tidak ada di tempat. Zumi Zola mengatakan bahwa beliau akan memberikan sanksi yang tegas kepada dokter dan perawat yang tertidur saat jam berkerja karena hal tersebut tentunya dapat membahayakan pasien. Menurut saya, perawat telah melanggar prinsip etik Beneficence (melakukan hal yang baik). Tidak selayaknya perawat tidur sewaktu dinas di tempat kerjanya. Seorang perawat seharusnya selalu siap setiap saat karena jika ada keterlambatan dalam penanganan kepada pasien, bisa



berakibat fatal kepada kondisi pasien. Pelanggaran etik tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi pasien, dapat menyebabkan injury dan bahaya emosional seperti rasa ketidakpuasan. 4. Mudjiati, pegawai Puskesmas Peneleh Surabaya yang menjadi terdakwa kasus aborsi ilegalterancam hukuman penjara 5,5 tahun. Mudjiati yang dalam kasus ini didakwa membantu dr Suliantoro Halim (terdakwa lain) melakukan aborsi janin dijerat Pasal 348 (1) KUHP Jo Pasal 56ke 1 KUHP jo Pasal 65 (1) KUHP. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU)Mulyono SH, terungkap bahwa tindakan yang dilakukan Mudjiati telah menyalahi praktek kesehatan Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan. Menurut Mulyono, praktek aborsi itu dilakukan terhadap tiga pasien, yakni Ade Tin Suertini,Indriwati Winoto dan Yuni Kristanti. Aborsi terhadap Tin terjadi pada 16 Juni 2007 pukul 17.00WIB sampai dengan 19.30 WIB di lokasi praktek dr Halim, Jl Kapasari Nomor 4 Surabaya.Dalam praktek ini, dr Halim meminta pasien membayar Rp 2 juta, namun oleh Tin baru dibayar Rp 100 ribu. Peranan Mudjiati dalam kasus ini adalah membantu memersiapkan peralatan untuk operasiaborsi dengan cara suction (dihisap) menggunakan alat spet 50 cc. & ldquo; Adanya aborsi inidiperkuat dengan visum et repertum Nomor 171/VI/2007 atas nama Ade dari RS Bhayangkara Samsoeri Mertojoso,” kata Mulyono. st19 Menurut Ascension Health (2011) prinsip beneficence adalah prinsip yg pertama dalam prinsip moral yaitu melakukan kebaikan dan mencegah atau menghilangkan kejahatan atau bahaya. Dalam kasus ini perawat yang ikut serta dalam pelaksanaan aborsi sudah jelas bahwa perawat tersebut telah melanggar prinsip beneficence yaitu tidak mencegah dokter maupun pasien untuk melakukan aborsi. Aborsi ilegal merupakan tindakan pidana, dan secara langsung perawat tersebut membantu dalam kejahatan dan dapat membahayakan pasien karena Willke(2011) menyatakan bahwa aborsi dapat menyebabkan kematian karena infeksi, perdarahan dan perforasi uterus karena alat alat yang digunakan untuk tindakan aborsi. 5. bentuk kelalaian yang dilakukan oleh perawat kepada pasien. Kelalaian kesalahan pemberian obat, penanganan yang lambat, tidak sesuai dengan bahkan kesalahan dalam menangani pasien. Sebut saja sebuah kasus yang wilayah Amerika Serikat. Dimana seorang perawat memotong jari tangan berusia tiga bulan. Bukannya nelapor kepada dokter ia justru membuang tersebut.



ini dapat berupa diagnosa hingga pernah terjadi di bayi yang barus jari tangan bayi



Hal tersebut baru diketahui setelah seorang perawat lain melihat jari tangan sang bayi berdarah. Setelah dicari cari kemudian barulah ditemukan potongan jari bayi tersebut di dalam kotak sampah. Tentu saja hal ini membuat kita sedikit prihatin. Sebab, harusnya seorang perawat mamou memberikan pelayanan yang baik dengan memberi penanganan medis yang tepat. Namun jika hal yang demikian yang terjadi tentunya akan membuat seorang perawat yang tadi dikatakan melanggar kode etik.



Sebagai manusia tentunya seorang perawat juga tidak luput dari kesalahan. Namun, ada baiknya jika tetap berpegang kepada kode etik yang ada, sehingga kemudian nantinya akan dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan optimal demi kesembuhan pasien. Serta juga meminimalisir kesalahan dan kelalaian dengan meningkatkan kualitas dan tanggung jawab terhadap profesi.