ASKEB KOMPREHENSIF INKONTINENSIA ALVI KELOMPOK 5 Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. N P10001 POST PARTUM HARI KE-2 DENGAN INKONTINENSIA ALVI DI RSUD JOMBANG



Disusun oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Arina Amalia Dany Eka Novitasari Iid Putri Zulaida Indi Budiati Istiqomah Kristina Candra Silchiyah Nur Faidah



(202110003) (202110059) (202110013) (202110016) (202110060) (202110058) (202110062)



PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG



TAHUN 2021



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo 2010). Apabila wanita tidak dapat melahirkan secara normal maka tenaga medis akan melakukan persalinan alternative untuk membantu pengeluaran janin (Bobak, et.al, 2005). Millenium Development Goals (MDGs) adalah delapan tujuan yang disepakati oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada bulan September tahun 2000. Seperti yang dicanangkan dalam MDGs nomor empat dan nomor lima diharapkan setiap negara anggota mampu menurunkan angka kematian ibu dan balitanya (Manuaba, 2013). Menurut World Health Organization (WHO) dalam 20 tahun, jumlah kematian ibu telah menurun pada tahun 1990-2010 yaitu dari 543.000 pada tahun 1990 menjadi 287.000 pada tahun 2010. Angka kematian ibu (AKI) di dunia menjadi 210 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2012). Di Indonesia, AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sementara target yang akan dicapai sesuai kesepakatan MDGs tahun 2015, angka kematian ibu turun menjadi 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Dari data distribusi frekuensi penyebab kematian ibu melahirkan oleh Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, terdapat tiga faktor penyebab utama kematian ibu diantaranya adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan disusul infeksi (11%). Ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB, yaitu, mendekatkan pelayanan kesehatan di tengah masyarakat dan menempatkan bidan desa, meningkatkan program KB sehingga ibu hamil makin berkurang dan komplikasi makin menurun, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menyebarkan keberadaan ahli obstetri ginekologi yang berorientasi pada aspek sosialnya, meningkatkan upaya rujukan dipelayanan kesehatan, melakukan pemeriksaan kehamilan persalinan yang bersih dan aman (Syafrudin, 2015).



``Etiologi inkontinensia alvi berkaitan dengan fungsi sfingter anal, sensasi pada rektum, waktu transit kolon, konsistensi feses, faktor kognitif dan neurologis. Trauma ostetri berperan penting pada terjadinya inkontinensia alvi pada sebagian besar wanita, salah satunya trauma pasca persalinan pervaginam. Persalinan pervaginam dapat merusak dasar panggul dan robeknya sfingter anal yang meningkatkan risiko inkontinensia alvi. Trauma obstetri juga dapat disebabkan oleh penggunaan forcep, trauma penetrasi, laserasi perineum,fraktur pelvis, serta akibat pelecehan seksual. Berdasarkan uraian dan data di atas, dari skala prioritas pada kasus inkontinesia alvi maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul asuhan kebidana pada Ny. “N” P10001 post partum hari ke-2 dengan inkontinensia alvi di RSUD Jombang. 1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan mengacu pada tujuan yang akan dicapai pada penelitian, maka dirumuskan masalah adalah Bagaimana asuhan kebidana pada Ny. “N” P10001 post partum hari ke-2 dengan inkontinensia alvi di RSUD Jombang.



1.3



Tujuan



1.3.1 Tujuan Umum Mampu memberikan asuhan kebidanan komprehensif pada ibu dengan masa nifas sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan menurut Helen Varney. 13.2 Tujuan Khusus a. Mampu melaksanakan pengkajian data subjektif dan data objektif pada ibu nifas dengan inkontinensia alvi b. Mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah aktua lpada ibu nifas dengan inkontinensia alvi c. Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial dan masalah potensial yang mungkin muncul pada ibu nifas dengan inkontinensia alvi d. Mampu megidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu nifas dengan inkontinensia alvi. e. Mampu mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh pada ibu masa nifas dengan inkontinensia alvi f. Mampu melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan yang menyeluruh sesuai kebutuhan pada ibu masa nifas dengan inkontinensia alvi



g. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada ibu nifas dengan inkontinensia alvi



1.4



Manfaat 1. Bagi Petugas Kesehatan Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien khususnya pada kasus nifas fisiologis, dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan dalam upaya deteksi dini dan komplikasi pada masa nifas. 2. Masyarakat Meningkatkan keikutsertaan dan peran aktif dalam upaya menjaga nifasnya terutama pada kasus nifas fisiologis, dengan periksa ke tenaga kesehatan lebih sering agar komplikasi tidak menjadi berat. 3. Mahasiswa Kebidanan Meningkatkan ilmu pengetahuan tentang kebidanan khususnya asuhan kebidanan pada postpartum fisiologis agar mampu menerapkan teori dalam praktek di lapangan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Nifas



2.1.1 Pengertian Pengertian nifas berasal dari bahasa latin, yaitu puer artinya bayi dan parous artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan. Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil (Saleha, 2013). Masa Nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara fisiologi maupun psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan (Nurjanah, dkk, 2013). Menurut Nurjanah, dkk, 2013 Masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu : 1.



Puerperium dini (immediate puerperium), yaitu pemulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam Postpartum). Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.



2.



Puerperium intermedial (early puerperium), suatu masa di mana pemulihan dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh selama kurang lebih 6-8 minggu.



3.



Remote puerperium (later puerperium), waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara bertahap terutama jika selama masa kehamilan dan persalinan ibu mengalami komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahun.



2.1.2 Perubahan Fisiologis Masa Nifas Perubahan Fisiologis pada masa nifas menurut Walyani (2015), antara lain : 1) Sistem Kardiovaskular Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat diatasi dengan haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, dan pembuluh darah kembali ke ukuran semula.



2) Sistem Reproduksi a. Uterus Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. 1. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gram. 2. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berat uterus 750 gram. 3. Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat simpisis dangan berat uterus 500 gram. 4. Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat urterus 350 gram. 5. Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram b. Lochea Lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Macam-macam lochea : 1. Rubra (cruenta), waktunya 1-3 hari postpartum ,berwarna Merah Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan meconium. 2. Sanguinolent,



waktunya



3-7



hari



postpartum



,Berwarna



merah



kekuningan, berisi darah dan lendir. 3. Serosa, waktunya 7-14 hari postpartum berwarna Merah jambu kemudian kuning, berisi Cairan serum, jaringan desidua, leukosit, dan eritrosit. 4. Alba waktunya 2 minggu postpartum,Berwarna Putih ,Cairan berwarna putih seperti krim terdiri dari leukosit dan sel-sel desidua. 5. Purulenta, Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. 6. Locheastatis, Lochea tidak lancar keluarnya (Saleha, 2013). c. Serviks Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendur, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin.



Warna serviks merah kehitam-hitaman karena



penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi lahir, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk.



Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama seperti sebelum hamil (Rukiyah, 2011). d. Vulva dan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. (Walyani, 2015). e. Payudara Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu produksi susu dan sekresi susu (let down). Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambat kelenjar pituitary akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Ketika bayi menghisap puting, reflek saraf merangsang lobus posterior pituitary untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang reflek let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak (Saleha, 2013). 3) Perubahan Sistem Pencernaan Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi pula penurunan produksi progesteron. Sehingga hal ini dapat menyebabkan heartburn dan konstipasi terutama dalam beberapa hari pertama. Kemungkinan terjadi hal ini karena kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek hambatan defekasi dikarenakan adanya rasa nyeri pada perineum karena adanya luka episiotomi (Bahiyatun, 2016). 4) Perubahan Sistem Perkemihan Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Dieresis terjadi karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postpartum, kandung kemih mengalami edema, kongesti, dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistensi pada saat kala dua persalinan dan pengeluaran urine yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra



disebabkan oleh adanya trauma saat persalinan berlangsung dan trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam postpartum (Bahiyatun, 2016). 5) Perubahan Tanda - tanda Vital Adapun perubahan tanda – tanda vital pada ibu nifas menurut Nurjanah (2013), anta lain : a. Suhu Badan Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5o C - 38o C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan (dehidrasi) dan kelelahan karena adanya bendungan vaskuler dan limfatik. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI, payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi endometrium, mastitis, tractus genetalis atau sistem lain. b. Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa antara 60-80 kali per menit atau 50-70 kali per menit. Sesudah melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan postpartum. c. Tekanan Darah Tekanan darah meningkat pada persalinan 15 mmHg pada systole dan 10 mmHg pada diastole. Biasanya setelah bersalin tidak berubah (normal), kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan



karena ada perdarahan.



Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi pada masa postpartum d. Pernafasan Pernapasan Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran napas contohnya penyakit asma. Bila pernapasan pada masa postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok. 6) Perubahan Sistem Kardiovaskular Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala tiga ketika volume darah



uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama



postpartum dan akan Kembali normal pada akhir minggu ke-3 postpartum (Bahiyatun, 2016).



7) Perubahan Psikologis Nifas Periode Postpartum menyebabkan stress emosional terhadap ibu baru, bahkan lebih menyulitkan



bila



terjadi



perubahan



fisik



yang



hebat.



Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa postpartum menurut Bahiyatun (2016) yaitu : a. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman b. Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi c. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain d. Pengaruh budaya Menurut Nurjanah (2013), dalam menjalani adaptasi psikososial menurut Rubin setelah melahirkan, ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut : a. Masa Taking In (Fokus pada Diri Sendiri) Masa ini terjadi 1-3 hari pasca-persalinan, ibu yang baru melahirkan akan bersikap pasif dan sangat tergantung pada dirinya (trauma), segala energinya difokuskan pada kekhawatiran tentang badannya. Dia akan bercerita tentang persalinannya secara berulang-ulang. b. Masa Taking On (Fokus pada Bayi) Masa ini terjadi 3-10 hari pasca-persalinan, ibu menjadi



khawatir tentang



kemampuannya merawat bayi dan menerima tanggung jawabnya sebagai ibu dalam merawat bayi semakin besar. Perasaan yang sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati c. Masa Letting Go (Mengambil Alih Tugas sebagai Ibu Tanpa Bantuan NAKES) Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu mengambil langsung tanggung jawab dalam merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan tuntutan ketergantungan bayinya dan terhadap interaksi social. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.



2.2.4 Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas • Nutrisi Dan Cairan Pada mereka yang melahirkan secara normal, tidak ada pantangan diet. Dua jam setelah melahirkan perempuan boleh minum dan makan seperti biasa bila ingin. Namun perlu diperhatikan jumpal kalori dan protein ibu menyusui harus lebih besar



daripada ibu hamil, kecuali apabila si ibu tidak menyusui bayinya. Kebutuhan pada masa menyusui meningkat hingga 25% yaitu untuk produksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya. Penambahan kalori pada ibu menyusi sebanyak 500 kkal tiap hari. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melaksanakan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan yang dikonsumsi juga perlu memenuhi syarat, seperti susunanya harus seimbang , porsinya cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alcohol, nikotin serta bahan pengawet dan pewarna. Menu makanan yang seimbang mengandung unsure-unsur , seperti sumber tenaga, pembangunan, pengatur dan perlindung. a. Sumber Tenaga (Energi) Sumber tenaga yang diperlukan untuk membakar tubuh dan pembentukan jaringan baru. Zat nutrisi yang termasuk sumber energy adalah karbohidrat dan lemak. Karbohidrat berasal dari padi-padian, kentang, umbi, jagung, sagu, tepung roti, mie, dan lain-lain. Lemak bias diambil dari hewani dan nabati.lemak hewani yaitu mentega dan keju. Lemak nabati berasal dari minyak kelapa sawit, minyak sayur dan margarine. b. Sumber Pembangun (Protein) Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel yang rusak atau mati. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani dan protein nabati. Protein hewani antara lain telur, daging, ikan, udang kering, susu dan keju. Sedangkan protein nabati banyak terkandung dalam tahu, tempe, kacangkacangan, dan lain-lain. c. Sumber pengatur dan pelindung (mineral, air dan vitamin) Mineral, air dan vitamin digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit



dan



mengatur



kelancaran



metabolisme



di



dalam



tubuh.



Sumber zat pengatur bias diperoleh dari semua jenis sayur dan buahbuahan segar. Beberapa mineral yang penting, antara lain : • Zat kapur untuk membentuk tulang. Sumbernya berasal dari susu, keju, kacang-kacangan dan sayur-



sayuran berdaun hijau.



• Fosfor untuk pembentukan tulang dan gigi. Sumbernya berasal dari susu, keju dan daging. • Zat besi untuk menambah sel darah merah. Sumbernya berasal dari kuning telur, hati, daging, kerang, kacang-kacangan dan sayuran.



• Yodium untuk mencegah timbulnya kelemahan mental. Sumbernya berasal dari ikan, ikan laut dan garam beryodium. • Kalsium merupakan salah satu bahan mineral ASI dan juga untuk pertumbuhan gigi anak. Sumbernya berasal dari susu, keju dan lain-lain. • Kebutuhan akan vitamin pada masa menyusui meningkat untuk memenuhi kebutuhan bayinya. • Beberapa vitamin yang penting antara lain : o Vitamin A untuk penglihatan berasal dari kuning telur ,hati, mentega, sayur berwarna hijau, wortel, tomat dan nangka. o Vitamin B1 agar nafsu makan baik yang berasal dari hati, kuning telur, tomat, jeruk, nanas. o Vitamin B2 untuk pertumbuhan dan pencernaan berasal dari hati, kuning telur, susu, keju, sayuran hijau. o Vitamin B3 untuk proses pencernaan, kesehatan kulit, jaringan saraf dan pertumbuhan. Sumbernya antara lain susu, kuning telur, daging, hati,beras merah, jamur dan tomat. o Vitamin B6 untuk pembentukan sel darah merah serta kesehatan gigi dan gusi. Sumberny antara lain gandum, jagung, hati dan daging. o Vitamin B12 untuk pembentukan sel darah merah dan kesehatan jaringan saraf. Sumbernya antara lain telur, daging, hati, keju, ikan laut dan kerang laut. o Vitamin C untuk pembentukan jaringan ikat dan bahan semua jaringan ikat (untuk penyembuhan luka), pertumbuhan tulang, gigi dan gusi, daya tahan terhadap infeksi dan memberikan kekuatan pada pembuluh darah. Sumbernya berasal dari jeruk, tomat, melon, mangga, papaya dan sayur. o Vitamin D untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang dan gigi serta penyerapan kalsium dan posfor. Sumbernya berasal dari minyak ikan, ikan susu, margarine, san penyinaran kulit dengan matahari sebelum pukul 09.00 pagi. o Vitamin K untuk mencegah perdarahan. Sumbernya berasal dari hati, brokoli, bayam dan kuning telur. Untuk kebutuhan cairannya, ibu menyusui harus meminum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan untuk ibu minum setiap kali menyusui) Kebutuhan pada masa menyusui meningkat hingga 25 % yaitu untuk produksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya.



Penambahan kalori pada ibu menyusi sebanyak 500 kkal tiap hari. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melaksanakan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan yang dikonsumsi juga perlu memenuhi syarat, seperti susunanya harus seimbang , porsinya cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alcohol, nikotin serta bahan pengawet dan pewarna. Menu makanan yang seimbang mengandung unsureunsur , seperti sumber tenaga, pembangunan, pengatur dan perlindung. Anjurkan makanan dengan menu seimbang, bergizi untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup, memperoleh tambahan 500 kalori setiap hari, berguna untuk produksi ASI dan mengembalikan tenaga setelah persalinan. Tidak mengonsumsi makanan yang mengandung alcohol. Minum air mineral 2 liter setiap hari. Tablet zat besi diminum minimal 40 hari pasca persalinan. 2) Ambulasi Pada masa nifas, perempuan sebaiknya melakukan ambulasi dini. Yang dimaksud dengan ambiulasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan, segera bangun dari tempat tidur dan segera bergerak, agar lebih kuat dan lebih baik. Gangguan kemih dan buang air besar juga dapat teratasi. Mobilisasi sangat bervariasi, tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan , lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalian normal. Ini berguna untuk memepercepat sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea). Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miringmiring



kekanan



dan kekiri



untuk



mencegah



terjadinya



thrombosis



dan



tromboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke 4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan,nifas dan sembuhnya luka. 3) Eliminasi Rasa nyeri kadangkala menyebabkan keengganan untuk berkemih, tetapi usahakanlah untuk berkemih secara teratur, karena kantung kemih yang penuh dapat menyebabkan gangguan kontraksi rahim, yang dapat menyebabkan timbulnya perdarahan dari rahim. Seperti halnya dengan berkeih, perempuan pascapersalinan sering tidak merasakan sensasi ingin buang air besar, yang dapat disebabkan pengosongan usus besar (klisma) sebelum melahirkan atau ketakutan menimbulkan



robekan pada jahitan dikemaluan. Sebenarnya kotoran yang dalam beberapa hari tidak dikeluarkan akan mengeras dan dapat menyulitkan dikemudian hari. Pengeluaran air seni akan meningkat 24-48 jam pertama sampai hari ke-5 setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena volume dara meningkat pada saat hamil tidak diperlukan lagi setelah persalinan. Oleh karena itu, ibu perlu belajar berkemih secara spontan dan tidak menahan buang air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan. Menahan buang air kecil akan menyebabkan terjadinya bendungan air seni dan gangguan kontraksi rahim sehingga pengeluaran cairan vagina tidak lancar. Sedangkan buang air besar akan sulit karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka atau karena adanya haemoroid (wasir). Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi dini, mengonsumsi makanantinggi serat dan cukup minum. 4) Miksi Pengeluaran air seni (urin) akan meningkat 24-48 jam pertama sampai hari ke-5 setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena volume dara meningkat pada saat hamil tidak diperlukan lagi setelah persalinan. Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi m.sphincer ani selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi. Anjuran : a. Ibu perlu belajar berkemih secara spontan setelah melahirkan b. Tidak menahan BAK ketika ada rasa sakit pada jahitan, karena akan menyebabkan terjadinya bendungan air seni. Akibatnya skan timbul gangguan pada kontraksi rahim sehingga pengeluaran lochea tidak lancar. c. Miksi harus secepatnya dilakukan sendiri d. Bila kandung kemih penuh dan tidak dapat dimiksi sendiri, dilakukan kateterisasi. e. Bila



perlu



dpasang



dauer



catheter



atau



indwelling



catheter



untuk



mengistirahatkan otot-otot kandung kencing. f. Dengan melakukan mobilisasi secepatnya, tak jarang kesulitan miksi dapat diatasi. 5) Defekasi Sulit BAB (konstipasi) dapat terjadi karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka atau karena adanya haemoroid. Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak



keras dapat diberikan obat laksans per oral atau per rectal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma. Anjuran : a. Mobilisasi Dini Konsumsi makanan yang tinggi serat dan cukup minum Sebaiknya pada hari kedua ibu sudah bisa BAB, jika pada hari ketiga belum BAB , ibu bisa menggunakan pencahar berbentuk suppositoria (pil yang dibuat dari bahan yang mudah mencair dan mengandung obat-obatan untuk dimasukkan kedalam liang anus). Ini penting untuk menghindari gangguan pada kontraksi uterus yang dapat menghambat pengeluaran lochea. b. Defekasi harus ada dalam 3 hari pasca persalinan c. Bila terjadi obstipasi dan timbul koprosstase hingga akibala tertimbun di rectum, mungkin terjadi febris. d. Lakukan klisma atau berikan laksan per oral. e. Dengan melakukan mobilisasi sedini mungkin, tidak jarang kesulitan defekasi dapat diatasi. 6) Menjaga Kebersihan Diri Menjaga kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik pada luka jahitan maupun kulit. a. Kebersihan alat genitalia Setelah melahirkan biasanya perineum menjadi agak bengkak / memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomi. Anjuran : • Menjaga kebersihan alat genetalia dengan mencucinya menggunakan air dan sabun, kemudian daerah vulva sampai anus harus kering sebelum memakai pembalut wanita, setiap kali setelah bunag air besar atau kecil, pembalut diganti minimal 3 kali sehari. • Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah membersikan daerah genetalia. • Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan cara membersihkan daeran disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan kebelakang, baru kemudian membersikan daerah sekitar anus. Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar. • Sarankan ibu untuk menganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan telah dikeringkan dibawah matagari atau disetrika.



• Sarankan ibu mencuci tangan dengan sabun dan iar mengalir sebelum dan sesudah membersikan daerah kelaminnya. • Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh luka, cebok dengan air dingin atau cuci menggunakan sabun. b. Pakaian Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak. Produksi keringat yang tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra volume saat hamil. Sebaiknya, pakaian agak longgar di daerah dada agar payudara tidak tertekan dan kering. Demikian juga dengan pakain dalam, agar tidak terjadi iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea. Pakaian yang digunakan harus longgar, dalam keadaan kering dan juga terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak (disamping urun). Produksi keringat yang tinggi berguna untuk menghilangkan ektra volime saat hamil. c. Kebersihan Rambut Setelah bayi lahir, ibu biasanya mengalami kerontokan rambut akibat dari gangguan perubahan hormone sehingga rambut menjadi lebih tipis dibandingkan keadaan normal. Meskipun demikian, kebanyakan akan pulih kembali setelah beberapa bulan. Perawatan rambut perlu diperhatiakan oleh ibu yaitu mencuci rambut dengan conditioner yang cukup, lalu menggunakan sisir yang lembut dan hindari penggunaan pengering rambut. d. Kebersihan Tubuh Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat hamil akan dikeluarkan kembali melalui air seni dan keringat untuk menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis, dan tangan ibu. Oleh karena itu, dalam minggu-minggu pertama setelah melahirkan, ibu akan merasa jumlah keringat yang dari biasanya. Usahakan mandi lebih sering dan menjaga kulit tetap dalam keadaan kering. e. Menjaga Kebersihan Vagina Vulva harus selalu dibersikan dari depan kebelakang. Tidak perlu khwatir jahitan akan terlepas. Justru vulva yang tidak dibersikhan akan meningkatkan terjadinya infeksi. Apabila ada pembengkakan dapat di kompres dengan es dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dapat dengan duduk berendam di air hangat setelah 24 jam pasca persalinan. Bila tidak ada infeksi tidak diperlukan



penggunaan antiseptik, cukup dengan air besih saja. Walau caranya sederhanan dan mudah, banyak ibu yang ragu-ragu membersihkan daerah vaginanya di masa nifas. Beberapa alasan yang sering dikeluhkan adalah takut sakit atau khwatir jahitan di antara anus dan vagina akan robek, padahal ini jelas tidak benar. Menurut dr.Rudiyanti, Sp,OG, jahitan yang dilakukan pasca persalinan oleh dokter, tidak mudah lepas. “ memang jahitan tersebut baru akan diserap tubuh dalam waktu lima sampai tujuh hari. Jadi beberapa hari setelah melahirkan masih terasa bila tersentu. Namun, tidak mudah lepas.” Lain kalau alasannya takut sakit. Setelah persalinan normal, saat vagina dibersihkan akan terasa nyeri karena ada bekas jahitan di daerah perineum (antara anus dan alat kelamin). Namun bukan berarti ibu boleh alpa membersihkannya, walau terasa nyeri cebok setelah buang air kecil atau besar tetap perlu dilakukan dengan seksama. ”Wajar saja kalau setelah melahirkan vagina terasa sakit saat di bersihkan. Dokter biasanya akan memberikan obat pereda rasa sakit.” Tidak beda jauh dari proses setelah persalinan normal, ibu yang melahirkan dengan bedah sesar pun akan mengalami masa nifas selama 40 hari. Meskpun vaginanya tidak terluka, dari situ tetap akan keluar darah dan kotoran (lochea) yang merupakan sisa jaringan di dalam rahim. Langkah-langkah untuk menjaga kebersihan vagina yang benar adalah : • Siram mulut vagina hingga bersih dengan air setiap kali habis BAK dan BAB. Air yang digunakan tak perlu matang asal bersih. Basuh dari depan kebelakang sehingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang menempel disekitar vagina baik dari air seni maupun feses yang mengandung kuman dan bias menyebabkan infeksi pada luka jahit. • Vagina boleh di cuci menggunakan sabun atau cairan antiseptic karena dapat berfungsi sebagai penghilang kuman. Yang penting jangan takut memegang daerah tersebut dengan seksama. • Bila ibu benar-benar takut menyentu lukah jahitan, upaya menjaga kebersihan vagina dapat dilakukan dengan cara duduk berendam dalam cairan antiseptic selama 10 menit. Lakukan setelah BAK atau BAB. • Yang kadang terlupakan, setelah vagina dibersihkan, pembalutnya tidak diganti. Bila seperti ini caranya maka akan percuma saja. Bukankan pembalut tersebut sudah dinodai darah dan kotoran? Berarti bila pembalut tidak diganti, maka vagina akan tetap lembab dan kotor.



• Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan anduk lembut, lalu gunakan pembalut baru. Ingat pembalut harus diganti setiap habis BAK atau BAB atau maksimal 3 jam setelah atau bila sudah ditarasaka tidak nyaman. • Setelah semua langkah tadi dilakukan, perineum dapat diolesi salep antibiotik yang diresepkan oleh dokter. f. Istirahat Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat. Delapan jam pasca persalinan, ibu harus tidur terlentang untuk mencegah perdarahan. Sesudah 8 jam, ibu boleh miring kekiri atau kekanan untuk mencegah trombisis. Ibu dan bayi ditempatkan pada satu kamar. Pada hari kedua, bila perlu dilakukan latihan senam. Pada hari ketiga umumnya sudah dapat duduk, hari keempat berjalan dan hari kelima sudah dapat dipulangkan. Makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein dan banyak buah. Anjurkan untuk mencegah kelelahan yang berlebihan, usahakan untuk rileks dan istirahat yang cukup, terutama saat bayi sedang tidur. Memintah bantuan suami atau keluarga ketika ibu merasa lelah. Putarkan dan dengarkan lagu-lagu klasik disaat ibbu dan bayi sedang istirahat untuk menghilangkan rasa tegang dan lelah. g. Seksual Setelah persalinan pada masa ini ibu menhadapi peran baru sebagai orang tua sehingga sering melupakan perannya sebagai pasangan. Namun segera setelah ibu merasa percaya diri dengan peran barunya dia akan menemukan waktu dan melihat sekelilingnya serta menyadari bahwa dia telah kehilangan aspek lain dalam kehidupannya yang juga penting. Oleh karena itu perlu memahami perubahan yang terjadi pada istri sehingga tidak punya perasaan diabaikan. Anjuran : 1. Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu ibu merasakan aman untuk melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. 2. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai waktu tertentu setelah 40 hari atau 6 minggu pasca persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan. 3. Kerjasama dengan pasangan dalam merawat dan memberikan kasih saying kepada bayinya sangat dianjurkan.



4. Kebutuhan yang satu ini memang agak sensitif, tidak heran kalau anda dan suami jadi serba salah.



2.2.5 Asuhan Nifas Asuhan ibu masa nifas adalah asuhan yang diberikan kepada ibu



segera setelah



kelahiran sampai 6 minggu setelah kelahiran. Tujuan dari masa nifas adalah untuk memberikan asuhan yang adekuat dan terstandar pada ibu segera setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehanilan, dalam persalinan dan keadaan segera setelah melahirkan. Adapun hasil yang diharapkan adalah terlaksanakanya asuhan segera atau rutin pada ibu post partum termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnose, mengidentifikasi masalah dan kebutuhan ibu, mengidentifikasi diagnose dan masalah potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan. Menurut Saleha (2013) Jadwal Kunjungan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Kunjungan dilakukan 6-8 jam setelah persalinan o Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri o Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut o Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri o Pemberian ASI awal o Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir o Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi •



Kunjungan dilakukan 6 hari setelah persalinan o Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus dibawah



umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau. o Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal. o Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, ciaran, dan istirahat. o Memastikan ibu menyusui dengan baik, dan tidak memperlihatkan tandatanda



penyulit. o Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan perawatan bayi sehari-hari. •



Kunjungan dilakukan 2 minggu setelah persalinan Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan)







Kunjungan dilakukan 6 minggu setelah persalinan o Menanyakan pada ibu tentang penyulitpenyulit-penyulit yang ia alami atau bayinya. o Memberikan konseling KB secara dini o Menganjurkan / mengajak ibu membawa bayinya ke posyandu atau puskesmas untuk penimbangan dan imunisasi .



2.2.6 Inkontinensia Alvi 1) Pengertian Inkontinensia alvi adalah suatu kondisi di mana penderitanya tidak dapat mengontrol keinginan untuk buang air besar. Normalnya, keinginan BAB bisa ditahan hingga beberapa waktu. Namun. kondisi ini membuat Anda tidak bisa menahan keinginan BAB tersebut dan kotoran tidak sengaja keluar begitu saja. Ketika makan, kita menghasilkan kombinasi makanan yang tidak tercerna, bakteri, dan sel-sel mati dalam bentuk padat. Kombinasi ini disebut feses. Feses kemudian bergerak melalui usus ke rektum dan keluar di anus. Seluruh proses ini dikenal sebagai buang air besar. Inkontinensia terjadi ketika ada sesuatu yang salah dalam proses kendali usus. Salah satu jenis inkontinensia alvi yang paling umum adalah urge incontinence. Ketika Anda mengalami kondisi ini, Anda merasakan keinginan kuat yang mendesak untuk buang air besar, dan tidak mampu menahannya sebelum sampai toilet. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh adanya kerusakan otot panggul. Jenis lain dari kondisi ini adalah passive incontinence. Jika Anda mengalaminya, feses atau cairan akan keluar dari anus tanpa Anda sadari. Inkontinensia alvi merupakan salah satu masalah pencernaan yang umum terjadi. Sekitar 1 dari 3 orang yang memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan pernah mengalami kondisi ini. Selain itu, kondisi ini paling banyak ditemukan pada pasien berusia lanjut. Diperkirakan sebanyak 7-15 dari 100 pasien dewasa yang tidak dirawat di rumah sakit menderita kondisi ini. Sementara itu, sebanyak 18-33 dari 100 pasien dewasa yang menjalani perawatan di rumah sakit mengalami inkontinensia. Kondisi ini juga umum terjadi pada anak-anak. Berdasarkan sebuah studi yang terdapat di Best Practice & Research Clinical Gastroenterology, dilaporkan terdapat sekitar 1-4% anak usia sekolah. Sementara itu, angka kejadiannya pada anak berusia 4 tahun adalah 2,8%. Angka tersebut menunjukkan perbedaan pada anak berusia 7-8



tahun, di mana terdapat 2,3% kasus pada anak laki-laki dan 1,3% pada anak perempuan. Ini menunjukkan bahwa kondisi ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibanding dengan perempuan. Untungnya, penyakit ini dapat diatasi dan dikendalikan dengan cara mengenali faktor-faktor risiko yang ada. Untuk informasi lebih lanjut mengenai penyakit ini, Anda dapat berkonsultasi dengan dokter Anda 2) Tanda dan Gejala Gejala inkontinensia alvi yang paling bisa dikenali adalah kehilangan kontrol usus dan tidak bisa menahan keinginan BAB. Selain itu, karena kondisi ini dapat muncul bersamaan dengan penyakit lainnya, ketika Anda mengalami diare atau sembelit, berhati-hatilah terhadap ancaman kondisi ini. Anda harus memeriksakan diri ke dokter jika masalah ini mulai mengganggu kehidupan sehari-hari Anda. Jangan terlalu mempercayai intuisi Anda. Masalah yang menyerang otot anus Anda berpotensi menyebabkan masalah lain pada kesehatan Anda secara keseluruhan. Jika Anda mengalami satu pun tanda atau gejala yang disebutkan di atas, atau memiliki pertanyaan apapun, konsultasikanlah pada dokter. Tubuh masing-masing penderita menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang bervariasi. Untuk mendapatkan penanganan yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi Anda, selalu periksakan diri ke dokter atau pusat layanan medis terdekat. 3) Penyebab Penyebab paling umum dari inkontinensia alvi adalah kerusakan pada sfingter anus. Sfingter anus adalah otot-otot di sekitar anus yang bertugas untuk menahan atau merenggang di bawah kendali Anda. Jika saraf pada otot tersebut rusak, maka Anda kehilangan kemampuan untuk mengontrol buang air besar. Hal ini dapat berakibat pada kebocoran tinja yang tidak disengaja, atau dalam kasus terburuk, Anda berpotensi kehilangan kontrol buang air besar sepenuhnya. Ada faktor lain yang dapat berkontribusi pada penyebab kondisi ini. Diare atau sembelit bisa jadi salah satunya karena merupakan dua kondisi kesehatan umum yang berkaitan dengan buang air besar. Penyakit radang usus terkadang juga menjadi salah satu pemicu karena pengaruhnya pada saluran pencernaan. Kerusakan saraf seperti yang disebutkan di atas dapat menyebabkan otot merenggang dengan sendirinya. Penyakit Alzheimer juga dapat mengganggu kemampuan untuk buang air besar. 4) Faktor Resiko Inkontinensia alvi adalah kondisi yang dapat terjadi pada siapa saja, tidak mengenal golongan usia maupun kelompok ras. Kebanyakan orang bisa mengalami



inkontinensia sekali dalam hidup mereka, terutama yang disertai dengan kondisi yang disebutkan sebelumnya seperti diare atau sembelit. Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami kondisi ini. Akan tetapi, perlu Anda ketahui bahwa memiliki salah satu atau beberapa faktor risiko bukan berarti Anda dipastikan akan mengalami kondisi ini. Berikut adalah faktor-faktor risiko untuk kondisi ini: a. Usia Penyakit ini paling banyak ditemukan pada lansia berumur 65 tahun ke atas. Orang-orang yang telah memasuki golongan usia tersebut memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami inkontinensia b. Pernah melahirkan Jika Anda wanita yang pernah menjalani metode kelahiran normal lebih dari 2 kali, peluang Anda untuk mengalami kondisi ini jauh lebih besar. c. Jarang melakukan kegiatan fisik d. Apabila Anda lebih banyak menghabiskan waktu duduk di kantor, bed rest, jarang berolahraga, atau beraktivitas fisik lainnya, Anda berpeluang besar untuk mengalami kondisi ini. e. Memiliki penyakit tertentu Beberapa penyakit kronis dan masalah-masalah pada sistem saraf dapat mengganggu kinerja otot panggul dan otot sfingter dalam mengendalikan keinginan buang air besar. 5) Diagnosa Dokter



dapat



melakukan pemeriksaan



fisik untuk menentukan penyebab



masalahnya. Pemeriksaan langsung pada anus dilakukan untuk mengetahui bagaimana sfingter anus berkontraksi. Ada juga tes lainnya seperti tes laboratorium pada tinja, serta tes endoskopi, di mana selang dimasukkan ke dalam anus untuk memeriksa potensi masalah yang berkaitan dengan saluran pencernaan. Tes saraf bisa menunjukkan hasil jika ada kerusakan saraf. Terkadang, tes USG dapat dilakukan untuk melihat apakah ada masalah pada anus dan dinding dubur. 6) Pengobatan Pengobatan pada kondisi ini akan berkisar dari non-operasi hingga operasi, tergantung pada kondisi Anda. Pengobatan non-operasi meliputi konsumsi obatobatan, perubahan diet, perbanyak minum air putih, dan pengaturan rutinitas buang air besar untuk melatih usus Anda. Operasi atau prosedur invasif minimal diperlukan jika inkontinensia tidak dapat diobati dengan obat-obatan dari dokter Gaya hidup



dan pengobatan di rumah berikut dapat membantu Anda mengatasi inkontinensia alvi : a. Mengatur pola makan b. Aturlah pola makan Anda sehari-hari karena kondisi ini umumnya berkaitan dengan apa yang masuk ke dalam tubuh Anda. Berikut adalah beberapa makanan yang berpotensi memicu terjadinya inkontinensia : • Alkohol • Kafein • Produk olahan susu • Makanan berminyak, digoreng, dan berlemak • Makanan pedas • Daging asap atau produk fermentasi • Pemanis seperti fruktosa, mannitol, sorbitol, dan xylitol c. Menambahkan serat Serat sangat baik dan bermanfaat untuk pencernaan Anda. Pastikan Anda memenuhi kebutuhan serat harian Anda sebesar 30 gram. Anda dapat mengonsumsi makanan-makanan yang terbuat dari gandum utuh, seperti roti gandum. Anda juga dapat mengecek kandungan serat dalam produk-produk seperti roti, sereal, dan makanan lainnya. d. Senam untuk melatih panggul dan otot anus Metode ini sangat berguna untuk mengendalikan keinginan buang air besar Anda. Anda dapat meminta saran dokter atau ahli terapis mengenai gerakangerakan senam yang tepat dan efektif.



2.2.7 Manajemen Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas No



Uraian Kegiatan



I



PERSIAPAN DAN PENDEKATAN



1



Persiapan umum (lingkungan dan alat)



2



Menyapa ibu



3



Menjelaskan tujuan kunjungan



II



PENGKAJIAN



1



Identitas pasien



2



Keluhan utama dan RKS (PQRS)



3



Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu



4



Riwayat kehamilan, persalinan sekarang dan keadaan bayi



5



Riwayat penyakit sekarang



6



Riwayat penyakit yang lalu



7



Riwayat penyakit keluarga Kebutuhan Sehari-hari



8



Ambulasi dini



9



Nutrisi dan Cairan



10



Eliminasi BAB



11



Eliminasi BAK



12



Istirahat / Tidur



13



Aktivitas dan senam nifas



14



Personal Higiene ………………… : 14 x 15 = ………………… PSIKOSOSIAL



1



Komunikasi non verbal Komunikasi verbal :



2



Anak di harapkan atau tidak



3



Penerimaan keluarga



4



Peran sebagai orang tua



5



Siapa yang membantu merawat di rumah



6



Rencana pemberian ASI



7



Respon terhadap masalah yang dihadapi sekarang



8



Perubahan Psikologi masa nifas PENGETAHUAN DAN KEMAMPUAN



1



Perawatan tali pusat



2



Memandikan bayi



3



Perawatan payudara



4



Cara meneteki dengan benar



5



Vulva Higiene dan perawatan perineum



6



Hubungan seksual



7 8



Tanda bahaya ibu nifas dan bayi baru lahirdan kapan menghubungi petugas kesehatan Pemeriksaan ulang



9



Kapan boleh hamil lagi



10



KB



11



Nutrisi ibu nifas



12



Senam nifas



13



Sibling



14



Mobilisasi



15



Kebutuhan vitamin dan obat-obatan



III



PEMERIKSAAN FISIK



A. 1



Pemeriksaan Umum



B 2



Pemeriksaan Khusus



3



Leher



4



Buah dada



5



Perut



6



Genetalia Eksterna



7



Ekstermitas atas dan bawah



C 1



Pemeriksaan Penunjang



2



Urine



IV



Keadaan umum kesadaran dan TTV Wajah dan mata



Darah DIAGNOSA



1



Diagnosa nifas



2



Masalah / keluhan fisiologi



3



Kebutuhan



V 1



PENATALAKSANAAN



2



Evaluasi



Tindakan aktual



BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANA PADA NY. N P10001 POST PARTUM HARI KE-2 DENGAN INKONTINENSIA ALVI DI RSUD JOMBANG



I. PENGKAJIAN Tempat



: RSUD Jombang



Tanggal



: 23-01-2021



Jam



: 09.30 Wib



Nama



: Ny. N



Nama



: Tn. Y



Umur



: 26 tahun



Umur



: 30 tahun



Agama



: Islam



Agama



: Islam



Pendidikan



: SMA



Pendidikan



: SMA



Suku/Bangsa



: Indonesia



Suku/Bangsa



: Indonesia



Pekerjaan



: IRT



Pekerjaan



: Wiraswasta



Penghasilan



:-



Penghasilan



:-



Alamat



:Pagerwojo, Perak, Jombang Alamat



: Pagerwojo, Perak, Jombang



II. PROLOG P10001 partus di RSUD Jombang tanggal 19-01-2021 jam 07.00 WIB melahirkan spontan, jenis kelamin laki-laki, BB 3800 kg, PB 52 cm, ada jahitan perineum derajat 2, lochea sanguinolenta, ibu mengeluh sering BAB tiba-tiba, anus gatal dan perih. Ibu masih opname di RSUD Jombang. Ibu sudah bisa bergerak dan berjalan tapi takut luka jahitan perih. Ibu membatasi geraknya, lebih banyak di atas kasur. Sesekali pergi ke kamar mandi. Terapi yang diberikan dokter adalah terapi fisik yaitu senam kegel (latihan mengencangkan otot) 10-20 kali setidaknya 3 kali sehari.



III. SUBYEKTIF Ibu sering BAB secara tiba-tiba (± 9x dalam sehari) Anus terasa gatal dan perih



IV. OBYEKTIF Keadaan Umum



: Baik



Kesadaran



: Composmentis



TTV



: TD N



: 110/70 mmHg



S



: 36,7 ⁰ C



: 80 x/menit



RR



: 20 x/menit



Pemeriksaan Fisik : • Payudara



: Simetris, puting susu menonjol, ASI +/+



• Abdomen



: TFU pertengahan pusat-simpisis



• Genetalia



: Luka jahitan kering, lochea sanguinolenta.



• Anus



: kemerahan disekitar anus



V. ANALISA P10001, post partum hari ke-2 dengan incontinensia alvi



VI. PENATALAKSANAAN No.



Jam



1



10.00 WIB



2



10.20 WIB



3



10.50 WIB



4



11.00 WIB



Implementasi Menginformasikan hasil pemeriksaan dan asuhan kebidanan yang akan diberikan. Mengajarkan ibu senam kegel untuk melatih otot-otot dasar panggul.



Evaluasi R/ : Ibu dan keluarga memahami



R/: Ibu dapat menirukan dan melakukan sesuai contoh Melakukan KIE tentang : R/ : • Mobilisasi dan ambulasi, untuk Ibu dapat memahami apa yang mempercepat penyembuhan keluhan disampaikan inkontinensia urin dan pemulihan tubuh ibu • Nutrisi yaitu mengkonsusmsi makanan makanan tinggi serat dan protein, dan memperbanyak minum air putih kurang lebih 2,5-3 liter untuk mengurangi risiko dehidrasi. • Perawatan luka jahitan perineum yang benar Menganjurkan ibu untuk menggunakan R/ : pakaian dalam berbahan katun Ibu memahami apa yang sehingga aliran udara tetap terjaga dan disampaikan tidak terjadi iritasi



Bidan Jaga,



BAB IV PEMBAHASAN



Berdasarkan data subjektif yang dikaji dari kasus Ny. N ditemukan bahwa ibu mengalami keluhan sering buang air besar tiba-tiba, anus gatal, dan terasa perih. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fraser (2009) dalam Journal Mustika Dewi (Journal of Issues in Midwifery, 2017) bahwa trauma persalinan pada otot dasar panggul dapat menyebabkan gangguan defekasi. Hal ini juga didukung oleh teori Munsat (2001) dalam Journal Mustika Dewi (Journal of Issues in Midwifery, 2017) yang menyebutkan bahwa Inkontinensia feses / alvi sering disebabkan adanya kerusakan sfingter anus dan cedera obstetrik. Pada partus spontan, kelemahan otot dasar panggul atau gangguan yang bersifat mekanik lebih dominan daripada kerusakan yang bersifat neurologi. Estimasi dari prevalensi inkotinensia alvi pada postpartum antara 2-6% dan inkontinensia anal antara 13-27%. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan dari pengkajian data subjektif, bahwa Ny. N adalah ibu nifas yang mengalami keluhan sering buang air besar sehari ± 9 kali, anus terasa gatal dan perih. Hal ini diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Abrams (2004) bahwa melemahnya kekuatan otot dasar panggul (berikutnya disingkat ODP) dapat menyebabkan berbagai gejala yang mengganggu kualitas hidup dan merupakan masalah umum pada wanita dalam fungsi reproduksi, bukan hanya karena perubahan anatomi ODP dalam kehamilan dan proses persalinan, namun juga karena trauma yang terjadi pada proses tersebut . Trauma dasar panggul selama persalinan sekarang diketahui sebagai faktor etiologi utama terdapat gangguan ODP seperti inkontinensia urin, prolapsus organ pelvis, dan inkontinensia fekal / alvi. Hampir 50% wanita yang pernah melahirkan akan menderita prolaps organ genitourinaria, 40% akan disertai dengan inkontinensia urin, dan sekitar 4,2 % akan mengalami inkontinensia fekal / alvi. Evaluasi kekuatan otot dasar panggul merupakan parameter yang penting dalam pokok persoalan klinik dan ilmiah sehubungan dengan kelemahan dasar panggul. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hall (2003) di Oregon Health and Science University of Amerika juga melakukan penelitian pada ibu postpartum, menyatakan bahwa 38% terjadi gejala inkontinensia feses. Resiko kejadian inkontinensia feses / alvi tersebut meningkat pada persalinan pervaginam dan laserasi perineum. Persalinan spontan memiliki resiko lebih besar yaitu 50% untuk kejadian inkontinensia feses / alvi dibandingkan dengan persalinan yang menggunakan alat seperti forceps atau vakum ekstraksi (Budinurdjaja, 2012). Hal ini sesuai dengan data objektif yang didapatkan dari kasus Ny. N yaitu melahirkan secara



spontan pervaginam dengan laserasi perineum derajat 2. Data objektif ini bisa disimpulkan sesuai dengan teori yang ada. Assesment atau Analisa data menggambarkan dokumentasi hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi, dapat berupa diagnosis atau masalah (Dwiendra R, 2014). Berdasarkan data subjektif dan objektif yang didapatkan pada kasus ini adalah P10001 postpartum hari ke-2 dengan Inkontinensia Alvi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Budidanurdjaja (2012) bahwa pengembalian fungsi defekasi pada ibu post partum terjadi pada hari ke 2 – 3. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pada Ny. N adalah menginformasikan hasil pemeriksaan dan asuhan kebidanan yang akan diberikan. Hal ini sesuai dengan teori Pairman (2005) dan WHO (2012), bahwa asuhan kebidanan pada ibu postpartum sangat diperlukan untuk mengembalikan fungsi fisiologis tubuh ibu. Filosofi bidan dalam memberikan asuhan harus memiliki nilai asuhan sayang ibu dan minimal intervensi. Dukungan dari penolong persalinan kepada Ibu postpartum dibutuhkan agar kondisi fisiknya bisa segera pulih (Varney, 2008). Penatalaksaan berikutnya adalah mengajarkan ibu senam kegel untuk melatih otot-otot dasar panggul. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemumakan oleh Lee (2005) dan Asim (2013) bahwa ambulasi dini pada otot dasar panggul (pelvic floor muscle) dapat dilakukan kepada ibu early postpartum. Pelvic floor muscle training (PFMT) merupakan latihan otot dasar panggul yang dianggap mempu menstimulus pemulihan organ urogenitalis kepada fungsi fisiologisnya pada ibu post partum. Menurut Kenny (2012), PFMT ini merupakan latihan yang ringan. Pelvic Floor Muscle Training dapat dilakukan di tempat tidur, sambal berdiri, duduk, maupun berbaring dengan posisi yang nyaman dan rileks. Latihan ini seperti : ibu seolah-olah menghentikan aliran buang air kecil selama 5 detik, kemudian rileks, dengan merelaksasikan otot sfingter, kemudian seolah-olah mengeluarkan urine Kembali selama 10 detik, Latihan ini diulangi sekali lagi untuk 1 (satu) sesi latihan. Latihan dilakukan sebanyak 15 sesi dan 3 (tiga) kali sehari selama 10-15 menit. Pada kasus Ny. N. dokter sudah memberikan advice yaitu terapi fisik senam kegel (latihan mengencangkan otot) 10-20 kali setidaknya 3 kali sehari. Diharapkan dengan terapi ini akan mampu mengembalika fungsi defekasi pada ibu postpartum secara spontan. Asuhan rutin pada ibu nifas selanjutnya adalah pemberian KIE tentang nutrisi yaitu mengkonsusmsi makanan makanan tinggi serat dan memperbanyak minum untuk mengurangi risiko dehidrasi serta menganjurkan ibu untuk menggunakan pakaian dalam berbahan katun sehingga aliran udara tetap terjaga dan tidak terjadi iritasi. Hal ini perlu



dilakukan untuk memberikan edukasi kepada ibu nifas agar dapat menjalani masa nifas yang normal. Pada masa nifas, perempuan sebaiknya melakukan ambulasi dini. Yang dimaksud dengan ambiulasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan, segera bangun dari tempat tidur dan segera bergerak, agar lebih kuat dan lebih baik. Gangguan kemih dan buang air besar juga dapat teratasi. Mobilisasi sangat bervariasi, tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan , lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalian normal. Ini berguna untuk memepercepat sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea). Ny. N. sudah bisa melakukan mobilisasi sesuai dengan harinya, perlu dukungan dan penguatan lebih lanjut agar dapat mempertahankan mobilisasi dengan baik.



BAB V PENUTUP



5.1 Kesimpulan Munsat (2001) dalam Journal Mustika Dewi (Journal of Issues in Midwifery, 2017) menyebutkan bahwa Inkontinensia feses / alvi sering disebabkan adanya kerusakan sfingter anus dan cedera obstetrik. Pada partus spontan, kelemahan otot dasar panggul atau gangguan yang bersifat mekanik lebih dominan daripada kerusakan yang bersifat neurologi. Estimasi dari prevalensi inkotinensia alvi pada postpartum antara 2-6% dan inkontinensia anal antara 13-27%. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan dari pengkajian data subjektif, bahwa Ny. N adalah ibu nifas hari ke-2 yang mengalami keluhan sering buang air besar sehari ± 9 kali, anus terasa gatal dan perih. Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Budidanurdjaja (2012) bahwa pengembalian fungsi defekasi pada ibu post partum terjadi pada hari ke 2 – 3. Dengan demikian asuhan kebidanan komprehensif pada ibu nifas perlu dilakukan untuk dapat mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi selama masa nifas.



1.2 Saran Bidan diharapkan dapat memberikan pelayanan asuhan kebidanan pada ibu nifas secara komprehensif sampai dengan masa peralihan atau masa nifas sehingga dapat memastikan adaptasi ibu pada masa nifas berjalan dengan baik pula.



DAFTAR PUSTAKA



1) Abrams P, Cardozo L, Fall M, Patric H, 2002; Djuana AA, Manuaba BGF, 2004. Jakarta: EGC. 2) Asim, HM; Hayyat, K; Iqbal, A. 2013. Postpartum Stress, Effects of Pelvic Floor Muscle Training (Kegel Exercise) in Women with Postpartum Stress Urinary Incontinence. Professional Med J, 2013; 20 (2) : Page 208-213. 3) Bahiyatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC. 4) Bobak, Irenne, M; Lowdermilk, Deltra Leonard; and Jensen, Margaret Duncan. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Maternity Nursing) Edisi 4. Jakarta : EGC. 5) Budidanurdjaja, P. 2012. Kerusakan Dasar Panggul Akibat Kehamilan dan Persalinan. Sub Bagian Uroginekologi Rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Lambung Mangkurat RSUD Ulin Banjarmasin, Medicinus, Vol 25 No 1, Edition April 2012. 6) Dewi M. 2017. The Influence of Early Ambulations “Pelvic Floor Muscle Training” on Prevention of Defecation Disorder Post Partum. Journal of Issues in Midwifery; Midwifery Departement, Faculty of Medicine, Universitas Brawijaya Malang, E-ISSN : 2549-6581; Published Agustus – Nopember 2017. 7) Hall, W; McCracken, K; Osterweil, P; Guise, JM. 2003. Frequency and Predictors for Postpartum Fecal Incontinence. Departments of Obstetry and Gynecology and Division of Medical Informatics and Outcomes Research Oregon Health and Science University. American Journal od Obestetry and Gynecology, Volume 188 Issue 5, Page 1205-1207, May 2003. 8) Fraser, D. 2009. Myles Buku Ajar bidan Edisi 14. Jakarta : EGC. 9) Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. www.kemkes.go.id 10) Kenny, T. 2012. Pelvic Floor Exercise. www.patient-co.id/health/pelvic-floorexercises/htm 11) Manuaba, Ida AC. 2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta : EGC. 12) Munsat TL. 2001. Neurologic Bladder, Bowel, and Sexual Disfunction. Netherlands : Elsevier Science B.V. 13) Nurjannah, SN; Maemunah AS; Badriah DL. 2013. Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung : Refika Aditama. 14) Rukiyah, Ai Yeyeh, Dkk. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta : Trans Info Media.



15) Saleha, Sitti. 2013. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika. 16) SDKI. 2007 17) Siswosuhardjo. 2010 18) Syafrudin. 2015 19) Walyani, Purwoastuti. 2015. Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial untuk Kebidanan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. 20) WHO. 2012