Askep CKD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SISTEM PERKEMIHAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT CKD (Chronic Kidney Disease) Dosen Fasilitator : Arif Nur Akhmad, S.Kep., Ns., MSN



DISUSUN OLEH : KELOMPOK I



Epiphana Desi



I1031151001



Agung Nur R



Dian Susanti



I1031151002



Selvy Rahmayuni



I1031151011



Lola Prianti



I1031151003



Fathur Mahali



I1031151012



Francisca Chlaudia



I1031151004



Novara Qusnul L



I1031151013



Natalia Mela P



I1031151005



Cintyakarin C. A



I1031151014



Annissa Puspa J



I1031151006



Zakiah Amar



I1031151015



Dwi Asni S



I1031151007



Desy Anggraeni



I1031151016



Cindi Laruna O



I1031151009



Jamilah



I1031151017



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2017



I1031151010



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT CKD (Chronic Kidney Disease). Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah Sistem Perkemihan Tahun Akademik 2017 di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Dalam penulisan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada: 1. Arif Nur Akhmad, S.Kep., Ns., MSN selaku dosen Mata Kuliah Sistem Perkemihan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. 2. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada pembaca dan teman-teman agar memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.



Pontianak, 18 September 2017



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2 C. Tujuan .................................................................................................................................. 3 D. Manfaat ................................................................................................................................ 3 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4 A. Definisi CKD ....................................................................................................................... 4 B. Etiologi ................................................................................................................................. 4 C. Manifestasi Klinis ................................................................................................................ 5 D. Patofisiologi ......................................................................................................................... 7 E. Pathway ................................................................................................................................ 9 F.



Komplikasi ......................................................................................................................... 11



G. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................................... 11 H. Penatalaksanaan ................................................................................................................. 14 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................................ 18 A. Pengkajian .......................................................................................................................... 18 B. Rencana Diagnosa Keperawatan........................................................................................ 21 BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 28 A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 28 B. Saran .................................................................................................................................. 29 ii



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 30



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh manusia dan berfungsi sebagai filter untuk membuang sampah-sampah hasil metabolisme yang berupa racun dan dikeluarkan dalam bentuk urine. Tetapi pada suatu kondisi tertentu karena adanya gangguan pada ginjal, fungsi tersebut akan menjadi terhambat dan tidak optimal sehingga menggangu fungsi organ tubuh yang lain dan menurunkan derajat kesehatan seseorang. Satu di antara gangguan fungsi ginjal tersebut adalah Penyakit Ginjal Kronik/CKD (Chronic Kidney Disease) (Corwin. Elizabeth J. 2009). Di seluruh dunia, jumlah penderita Chronic Kidney Disease (CKD) terus meningkat dan dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang. Konsekuensi kesehatan utama dari CKD bukan saja perjalanan penyakit menjadi gagal ginjal, tapi juga peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa konsekuensi ini dapat diperbaiki dengan terapi yang dilakukan lebih awal. Pendekatan standar evaluasi terhadap anak dan remaja untuk menentukan apakah mereka memiliki peningkatan resiko menderita CKD dan evaluasi lanjutan serta penatalaksanaannya telah difasilitasi oleh the Kidney Disease Outcomes Quality initiative (K/DOQI) dari the National Kidney Foundation (NKF) dalam suplemen khusus dari American Journal of Kidney Disease (AJKD) pada Februari 2002 yang berisi pedoman klinis praktis untuk CKD. Pendekatan evaluasi yang tepat dapat membantu deteksi awal CKD pada anak-anak dan remaja, dan dengan penatalaksanaan yang tepat dapat mencegah atau menghilangkan komplikasi serta menghambat progresifitasnya sehingga tidak menjadi gagal ginjal. Sari kepustakaan ini akan membahas definisi, klasifikasi,



epidemiologi,



etiologi,



patogenesis,



manifestasi



klinis,



diagnosis,



penatalaksanaan, dan pencegahan CKD (Hogg RJ et al.2003). Menurut Global Burden of Disease Study (2010), CKD menempati peringkat ke-27 dalam daftar penyebab jumlah total kematian di seluruh dunia pada tahun 1990. Namun, pada tahun 2010 CKD naik menjadi peringkat ke-18 dalam daftar penyebab jumlah total kematian di seluruh dunia. Status ini menempati urutan daftar kedua penyebab kematian 1



setelah HIV/AIDS. 10% dari populasi dunia dipengaruhi oleh Penyakit Ginjal Kronis (CKD), dan jutaan orang meninggal setiap tahun karena mereka tidak memiliki akses terhadap pengobatan yang terjangkau. Lebih dari 2 juta orang di seluruh dunia saat ini menerima pengobatan dengan dialisis atau transplantasi ginjal untuk tetap bertahan hidup, namun angka ini mungkin hanya mewakili 10 % dari orang-orang yang benar-benar membutuhkan pengobatan untuk bertahan hidup. Hanya 20 % yang dirawat di sekitar 100 negara-negara berkembang yang membentuk lebih dari 50% dari populasi dunia. Lebih dari 80% dari semua pasien yang menerima pengobatan untuk gagal ginjal berada di negaranegara maju dengan akses universal ke perawatan kesehatan dan populasi terbesar adalah lansia.



Di negara-negara berpendapatan menengah, pengobatan dengan dialisis atau



transplantasi ginjal menciptakan beban keuangan yang besar bagi sebagian besar orangorang yang membutuhkannya. Di



112 negara lainnya banyak orang tidak mampu



membayar pengobatan sama sekali, mengakibatkan kematian lebih dari 1 juta orang per tahun dari gagal ginjal yang tidak diobati. CKD bisa diobati dengan diagnosis dini dan pengobatan, itu mungkin untuk memperlambat atau menghentikan perkembangan penyakit ginjal (National Kidney Foundation, 2015). B. Rumusan Masalah 1) Apa definisi dari CKD (Chronic Kidney Disease)? 2) Bagaimana epidemiologi terkait CKD (Chronic Kidney Disease)? 3) Apa saja klasifikasi dari CKD (Chronic Kidney Disease)? 4) Apasaja etiologi dari CKD (Chronic Kidney Disease)? 5) Apa manifestasi klinis dari CKD (Chronic Kidney Disease)? 6) Bagaimana gambaran klinik dari CKD (Chronic Kidney Disease(? 7) Bagaimana patofisiologi dari CKD (Chronic Kidney Disease)? 8) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan CKD (Chronic Kidney Disease)? 9) Bagaimana penatalaksanaan klien dengan CKD (Chronic Kidney Disease)? 10) Bagaimanakah prognnosis dari CKD (Chronic Kidney Disease)? 11) Komplikasi apa yang dapat terjadi pada CKD (Chronic Kidney Disease)? 12) Bagaimanakah pencegahan yang dapat dilakukan pada CKD (Chronic Kidney Disease)? 13) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan CKD (Chronic Kidney Disease)? 2



C. Tujuan 1. Tujuan umum Mampu menjelaskan konsep patologis penyakit CKD (Chronic Kidney Disease)dan menyusun asuhan keperawatan pada klien yang mengalami CKD (Chronic Kidney Disease) 2. Tujuan khusus a. Dapat mengetahui proses terjadinya dari CKD (Chronic Kidney Disease). b. Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala CKD (Chronic Kidney Disease). c. Mampu memahami masalah keperawatan yang sedang terjadi pada klien dengan CKD (Chronic Kidney Disease). d. Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari CKD (Chronic Kidney Disease).



D. Manfaat 1. Mahasiswa Makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan oleh mahasiswa khususnya keperawatan sebagai informasi mengenai konsep penyakit CKD (Chronic Kidney Disease) dan penyusunan asuhan keperawatan pada klien dengan CKD (Chronic Kidney Disease) yang tepat sehingga dapat meminimalisir angka kejadian. 2. Masyarakat a. Agar masyarakat mengetahui bahayanya Chronic Kidney Disease (CKD) b. Untuk mengetahui pedoman perilaku perawat dalam melakukan tindakan keperawatan c. Agar masyarakat bisa mencegah agar tidak terkena CKD (Chronic Kidney Disease) 3. Perawat a. Agar perawat bisa menerapkan penanganan kepada klien CKD (Chronic Kidney Disease). b. Perawat sebagai role model dalam tindakan keperawatan professional.



3



BAB II PEMBAHASAN A. Definisi CKD CKD (Chronic Kidney Disease) atau yang biasa dikenal dengan gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia ( urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal ). Selain itu, gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung selang beberapa tahun dan tidak reversible). (Nursalam, & Batticaca, F. B. 2008). Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2015).



B. Etiologi Pada klien yang mengalami gagal ginjal kronik biasanya terjadi penurunan fungsi renal yang disebabkan karena produk aktif metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi seluruh system tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala gagal ginjal kronik semakin berat. Selain terjadinya penurunan fungsi renal, ada juga fungsi lain yang mengalami gangguan, seperti gangguan clearance renal yang terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. (Brunner & Suddarth, 2001). Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF (Congestive Hearth Failure), dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosterone. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk.Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam 4



akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH₃⁻) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO₃⁻). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi. ( Barbara C Long, 1996). Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak nafas. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon s normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, sehingga kalsium tulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga, vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring perkembangan gagal ginjal. (Suyono, 2001).



C. Manifestasi Klinis Menurut Long (1996) , sesuai dengan perjalanan klinisnya, gagal ginjal kronik ditandai dengan : 1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi. 2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.



5



Manifestasi klinik menurut Suyono (2001), sebagai berikut: 1. Gangguan Kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung, edema, perubahan elektro kardiografi (EKG) dan tamponade pericardium. 2. Gangguan Pulmoner dan Respirasi Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental, riak, suara krekels, edema paru, efusi pleura, dan pleuritis. 3. Gangguan Gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. 4. Gangguan Muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas). 5. Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. 6. Gangguan Endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D. 7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.



6



8. Sistem Hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan



eritopoesis



pada



sum-sum



tulang



berkurang,



hemolisis



akibat



berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni. 9. Gangguan Neuromuscular Lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muscular, neuropati perifer, bingung, dan koma. 10. Gangguan Fungsi psikososial Perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.



D. Patofisiologi Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß(Faradilla, 2009). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG (Filtrasi Glomerulus) masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan 7



kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG(Filtrasi Glomerulus) sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan(Faradilla, 2009). Sampai pada LFG(Filtrasi Glomerulus) di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG(Filtrasi Glomerulus) dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Faradilla, 2009).



8



E. Pathway



\



Zat toksik



Reaksi antigen antibodi



Obstruktsi saluran kemih



Vaskular



Infeksi



Arterio skerosis



Tertimbun ginjal



Restensi urin



Batu besar & kasar



Suplay darah ginjal turun Menekan saraf perifer



Iritasi / cedera jaringan



GFR turun Nyeri pinggang GGK



Hematuria adanya darah di urine Anemia



Sekresi protein terganggu



Retensi Na



Sindrom uremia



Total CES naik Tes kapiler naik



Ggn keseimbangan asam basa



Urokrom tertimbun di kulit



Perpospatemia



Prod asam lambung naik



Perubahan warna kulit



Pruritis



Volume interstisial naik Edema (kelebihan volume cairan)



Neusea, vomitus



Iritasi lambung



Kerusakan integritas kulit P



Resiko infeksi



Resiko perdarahan



9



e



r



p



o



s



p



a



t



e



m



i



Pre load naik



a



Beban jantung naik



Gastritis



Hematemesei Melena



Hipertrovi ventrikel kiri



Mual, muntah



Payah jantung kiri



Anemia Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



COP turun



Keletihan Aliran darah ginjal turun



Suplai O2 ke otak turun



RAA turun



Syncope (kehilangan kesadaran)



Retensi Na dari H2O Kelebihan vol cairan



10



F. Komplikasi Gejala komplikasi pada gagal ginjal kronik menurut Nursalam, & Batticaca, F. B. (2008), yaitu: a) Hipertensi b) Anemia c) Penyakit kardiovaskuler d) Gangguang mineral dan tulang, e) Nuropati periferal, f) Gangguan kognitif, g) Peningkatan infeksi, h) Malnutrisi dan penurunan fungsi organ i) Osteodistrofil renal j) Asidosis metabolic G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges(2012) adalah : 1) Urine a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atauurine tidak ada (anuria). b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat. c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). d) Klirens kreatinin, mungkin menurun e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium. f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus.



11



2) Darah a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, biasanya kurang dari 7-8 gr b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia. c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun. d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. e) Magnesium fosfat meningkat f) Kalsium menurun g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapatmenunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahancairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurangasam amino esensial. h) Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.



3) Pemeriksaan radiologik a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandungkemih, dan adanya obstruksi (batu). b) Pielogramginjal :mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa. c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandungkemih, refluks kedalam ureter dan retensi. d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanyamasa, kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas. e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untukmenentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis. f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi:dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif). g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, 12



tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). h) Fotokaki,



tengkorak,



kolumna



spinal



dan



tangan,



dapatmenunjukkan



demineralisasi, kalsifikasi. i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan danposisi ginjal, ukuran dan bentuk ginjal. j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor). k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi invasif ginjal. l) Pemeriksaan Laboratorium Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju LFG (filtrasi glomerulus). m) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus. n)



Foto Polos Abdome Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.



o)



Pemeriksaan Pielografi Retrogad Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.



13



p)



Pemeriksaan Foto Dada Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.



H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis (Warady BA, Chadha V.2007) a. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). -



Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.



-



Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD (Chronic Kidney Disease)



harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan



keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. -



Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG (filtrasi glomerulus) dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).



b. Terapi simtomatik 1) Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/dl. 14



2) Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3) Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada CKD (Chronic Kidney Disease). Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari CKD (Chronic Kidney Disease). Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. 4) Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5) Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6) Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi. 7) Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). 1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien CKD (Chronic Kidney Disease) yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi 15



absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG (filtrasi glomerulus) antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006). 2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). 3) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah b. Kualitas hidup normal kembali c. Masa hidup (survival rate) lebih lama 16



d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi



2. Penatalaksanaan Non Medis (Warady BA, Chadha V.2007) a. Pembatasan protein : -



Pasien non dialisis 0,6 -0,75 gram /kg BB/hr sesuai CCT dan toleransi pasien\



-



Pasien hemodialisis 1 -12 gram/kgBB ideal/hari -Pasien hemodialisis 1 -1,2 gram/kgBB ideal/hari



-



Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hr



b. Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBBideal/hr c. Pengaturan asupan lemak : 30 -40% dari kalori total danmengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tak jenuh d. Pengaturan asupan KH : 50 -60% dari total kalori e. Garam NaCl : 2 -3 gr/hr f. Kalsium : 1400-1600 mg/hr g. Kalsium : 14001600 mg/hr h. Besi : 10 -18 mg/hr i. Magnesium : 200 –300 mg/hr j. Asam folat pasien HD : 5 mg k. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml ( insensible water loss)



17



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



A. Pengkajian Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis lebih menekankan pada system support untuk



mempertahankan



kondisi



keseimbangan



dalam



tubuh



(hemodynamically



process).dengan tidak optimalnya funsi ginjal maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan system tersebut. Berikut adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis. a. Biodata Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjutan dari inseidensigagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri. b. Keluhan utama Keluhan biasa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritis. Kondisi ini dipicu karena penumpukan akumulasi zat metabolism toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi. c. Riwayat penyakit sekarang Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas karena komplikasi dari system ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada nafas. Karena berdampak pada system metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksi, nausea, dan vomit sehingga berisiko terjadinya gangguan nutrisi. d. Riwayat penyakit terdahulu Gagal ginjal kronik dimulai dari periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyabab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan mengaskan untuk penegasan masalah. Kaji riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat 18



berlebihan khususnya obat yang bersifat nefrotosik, BPH dan lain-lain yang mampu mempengaruhi kinerja ginjal selain itu ada beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi/ menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes militus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis) e. Riwayat kesehata keluarga Gagal ginjal kronis bukan penyakit menula maupun menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namu pnecetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejaidian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit misalnya minum jamu saat sakit. f. Riwayat psikososial Pada klien gagal ginjal kronis biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan mengalami proses dialysa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu kondisi juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selam proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan. g. Keadaan umum dan tanda-tanda vital Kondisi gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat, hipertensi/hipotensi sesuai kondisi flaktuatif. k. Sistem pernafasan Adanya bau urea atau bau nafas. Jika terjadi komlikasi asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi (kussnaull) l. System hematologi Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan tekanan darah, akral dingin, CRT > 3 detik, palpasi jantung, chest pain, dyspnue, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak



19



efektif dalam ekskresinya. Selai itu pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin. m. System neuromoskuler Penurunan kesadarn terjadi jika telah mengalami hipercarbic dan sirkulasi ceberal terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami oleh pasie gagal ginjal kronis. n. System kardiovaskuler Penyakit yang berhubungan langsung dengan gagal ginjal kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung. o. Sistem endokrin Berhubungan dengn pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami disfunsi seksualitas karena penurunan hormone produks. Selain itu jika gagal ginjal kronis berhubungan dengan penyakit diabetes militus, maka akan ada gangguan dalam seksresi insulin yang berdamapak pada proses metabolism. p. System perkemihan Dengan kegagalan fungsi ginjal secara kompleks, filtrasi, sekresi, reabsorbsi, dan eksresi, maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan unrin sekitas < 400 ml/hr bahkan sampai pada anuria (tidak ada urine output) q. System pencernaan Gangguan system pencernaah lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea, vormit, dan diare. r. System musculoskeletal Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses deminelarisasi tulang, sehingga risiko terjadinya osteoporosis tinggi (Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014).



20



B. Rencana Diagnosa Keperawatan No



Diagnosa



Tujuan



Intervensi



Rasional



Keperawatan 1



Risiko tinggi



Dalam waktu 1x24 jam tidak



terhadap kelebihan



terjadi kelebihan volume



volume cairan b.d



cairan sistemik,



penurunan volume



dengan kriteria hasil:



urine, retensi cairan dan natrium



1. Klien tidak sesak napas



(Muttaqin, 2011)



2. Edema ekstremitas



Kaji adanya edema ekstremitas



Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan



Istirahatlah atau anjurkan klien tirah baring pada saat edema masih terjadi



Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis yang bertujuan mengurangi edema



berkurang 3. Piting edema (-)



Kaji tekanan darah



Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan



4. Produksi urine >600



yang dapat diketahui dengan



ml/hr



meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah Ukur Intake dan output Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginajl, retensi natrium/ air, dan penurunan urin Timbang berat badan



21



output



Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker Sesuai indikasi



Perubahan tiba-tiba dari BB menungjukkan gangguan keseimbangan cairan



Kolaborasi -



Meningkatkan sediaaan oksigen untuk



Berikan diet tanpa garam



kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.



-



Berikan diet rendah protein, tinggi



-



Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume



kalori



plasma



-



Diet rendah protein untuk menurunkan insufisiensi renal dan retensi nitrogen yang akan meningkatkan BUN. Diet tinggi kalori untuk cadangan energi dan



-



Berikan diuretik, contoh: Furosemide, Spironolakton,



22



mengurangi katabolisme protein.



Hidronolakton -



Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan dijaringan, sehingga menurunkan



-



resiko terjadinya edema paru.



Adenokortikosteroid, Golongan prednison -



-



Adenokortikosteroid, golongan prednison digunakan untuk



Lakukan dialisis



menurunkan proteinuria -



Dialisis akan menurunkan volume cairan berlebihan



23



2



Ketidakseimbangan



Setelah dilakukan tindakan







nutrisi kurang dari keperawatan 3x24 jam kebutuhan tubuh Definisi : Asupan



Monitor tanda-tanda vital dan adanya







penurunan berat badan



dapat mengetahui tekanan darah,



diharapkan keseimbangan



nadi, suhu, dan pernapasan dimana



nutrisi klien terpenuhi



pada kelebihan volume cairan terjadi hipertensi,



nutrisi tidak cukup Kriteria hasil : untuk



memenuhi







Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi







metabolik 



karakteristik: - Kram



takipnea,



dan



 Monitor kalori dan intake nutrisi catat adanya edema



Mencatat secara akurat intake dan ouput



cairan asupan



untuk



mengetahui



dan



pengeluaran



Tidak terjadi penurunan



jumlah



berat badan yang berarti



cairan secara tepat. Monitor tanda dan gejala edema dilakukan karena



abdomen



dan







nyeri



abdomen







- Menghindari



Tidak ada tanda-tanda



edema



malnutrisi



kelebihan



Klien tidak merasakan lapar terus menerus



makanan







Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang



volume



tanda



dari



cairan.



(Ulfa,



adalah



setiap



2016) 



walaupun sudah makan



lebih



merupakan



biasa dilakukan Aktivitas



fisik



gerakan tubuh yang dihasilkan



- Berat badan 20% atau



nadi



pernafasan dispnea. (Ulfa, 2016)



kebutuhan



Batasan



Mengintervensikan tanda-tanda vital



oleh



di



otot



rangka



yang



berat



memerlukan energi. Kurangnya



badan ideal atau



aktivitas fisik merupakan faktor



penurunan



berat



risiko independen untuk penyakit



dengan



kronis dan secara keseluruhan.



bawah



badan



24



asupan makanan adekuat



(Dolongseda, Fehni Vietryani, 



Monitor mual dan muntah







Monitor kadar albumin, total protein,



dkk, 2017)



- Kerapuhan kapiler - Bising



Hb, dan kadar Ht



usus



hiperaktif







- Kurang makanan dan



kurang



Indikator status gizi yang dinilai adalah LLA (Lingkar Lengan Atas), albumin dan hemoglobin.



Monitor turgor kulit



Penurunan 



informasi - Kurang







status



gizi



yang



Monitor jumlah nutrisi dan kandungan



terjadi merupakan bagian dari



kalori



progresifitas



minat



disebabkan



gagal



ginjal,



adanya



gangguan



terhadap



metabolisme energi dan protein,



makanan



ketidaknormalan



- Membran mukosa



asupan



pucat



energi



hormonal, yang



rendah,



adanya gangguan gastrointestinal



- Ketidakmampuan



seperti anorexia,



mual dan



memakan



muntah selain itu diit yang ketat,



makanan



serta kadar ureum yang tinggi.



- Tonus



otot



menurun



(Chadijah, Siti, dkk, 2013) 



dikonsultasikan dengan ahli gizi)



- Mengeluh gangguan sensasi



Berikan makanan yang terpilih (sudah







Kaji kemampuan klien untuk



rasa







Manfaat nutrisi di dalam tubuh dapat



membantu



proses



pertumbuhan dan perkembangan 25



- Mengeluh asupan makan dari



kurang RDA



mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan



akibat kekurangan nutrisi yang







Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan protein dan vitamin C



(Recommended Daily Allowance) Faktor







yang



berhubungan: - Ketidakmampuan



dan mencegah berbagai penyakit







dapat menghambat proses kerja di



dalam



tubuh. kontrol



Untuk



itu



Ajarkan klien bagaimana membuat



diperlukan



catatan makanan harian



intake nutrisi di dalam tubuh. (Indriyani, 2013)



Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi



untuk mengabsorbsi nutrien - Faktor psikologis



26



terhadap



No



Diagnosa



Tujuan



Intervensi



Rasional



Keperawatan 3



Aktual/resiko



Dalam waktu 3x24 jam tidak



Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritis,



Perubahan mungkin disebabkan oleh



terjadinya



terjadi kerusakan integritas



ekskoriasi, dan infeksi.



penurunan aktivitas kelenjar keringat



kerusakan integritas



kulit.



kulit b.d gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan)



atau pengumpulan kalsium dan fosfat pada lapisan kutaneus.



Kriteria evaluasi : Kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit



Kaji terhadap adanya petekie dan purpura



Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah



berkurang.



dan sensasi



dan fungsi platelet akibat uremia.



(neuropati ferifer), penurunan turgor



Monitor lipatan kulit dan area yang edema.



kulit, penurunan



Area-area ini sangat mudah terjadinya injuri.



aktivitas, akumulasi areum dalam kulit



Gunting kuku dan pertahankan kuku



Penurunan curah jantung,



terpotong pendek dan bersih.



mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine output.



-Kolaborasi Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan. Mengurangi stimulus gatal pada kulit 27



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Gagal ginjal kronik disebabkan oleh glomerulonefrritis kronik, nefropati diabetik, nefrosklerosis hipertensif, penyakit ginjal polikistik, pielonefritis kronis dan nefritis interstisial. Untuk tanda dan gejala dari gagal ginjal kronis bermacam-macam misalnya jantung kongestif, perikarditis, disritmia kelemahan, perubahan frekuensi berkemih,peningkatan resiko infeksi, kram otot, kekuatan otot hilang dll. Pengkajian yang di lakukan terhadap pasien yang mengalami gagal ginjal kronis yaitu biodatakeluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial, TTV, dan pengkajian pada setiap system. Diagnosa yang dapat diambil dari penyakit gagal ginjal kronis yaitu risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium dengan intervensi yaitu kaji adanya edema ekstremitas, istirahatlah atau anjurkan klien tidak baring pada saat edema masih terjadi kaji tekanan darah, ukur intake dan output, timbang berat badan. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan intervensi yaitu monitor tanda-tanda vital dan adanya penurunan berat badan, monitor tanda-tanda vital dan adanya penurunan berat badan, monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan, dan monitor mual dan muntah. Aktual/resiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit dengan intervensi yang di berikan yaitu kaji terhadap kekeringan kulit, pruritis, ekskoriasi, dan infeksi, kaji terhadap adanya petekie dan purpura, kolaborasi berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan. Apabila gagal ginjal kronik tidak bisa ditangani dengan baik maka akan menimbulkan berbagai macam komplikasi.



28



B. Saran Tujuan penulisan makalah ini terhadap pembaca yaitu supaya pembaca khususnya perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien CKD (Chronic Kidney Disease) dengan tepat agar dapat mencegah timbulnya komplikasi yang lebih parah dari CKD (Chronic Kidney Disease).



29



DAFTAR PUSTAKA



Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC. Chadijah, Siti, dkk. (2013). Perbedaan Status Gizi Ureum Dan Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Melitus Dan Non Diabetes Melitus Di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh . Naskah Publikasi, 1-16. Corwin. Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Dolongseda, Fehni Vietryani, dkk. (2017). Hubungan Pola Aktivitas Fisik Dan Pola Makan Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado . e-journal Keperawatan Volume 5 Nomor 1, 2. Eko Prabowo & Andi Eka Pranata. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan . Yogyakarta: Nuha Medika. Faradilla, Nova. 2009. “Gagal Ginjal Kronik”. Fakultas Kedokteran RIAU. Hogg RJ et al. National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease in Children and Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification. Pediatrics 2003;111:1416-1421.



Indriyani, W. (2013). Asuhan Keperawatan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Pada An.S dengan Febris Typhoid RS Panti Waluyo Surakarta. Naskah Publikasi, 2-3. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. National Kidney Foundation. “About Kidney Diseases”. Maret 2015.



30



Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jogjakarta: MediAction. Nursalam, & Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Muttaqin, a. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Warady BA, Chadha V. Chronic kidney disease in children: the global perspective. Pediatr Nephrol 2007;22:1999–2009 Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2015. Keperawatan Medikal Bedah2, Edisi 8. Jakarta : EGC Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Penyakit Dalam II. Jakarta : Balai Pustaka Ulfa, M. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gagal Ginjal Kronis Dengan Masalah Keseimbangan Cairan di RSUD Jombang. Naskah Publikasi, 7.



31