Askep Dekubitus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “ ASUHAN KEPERAWATAN DEKUBITUS ”



DISUSUN OLEH : NURUL ANDRIANI RAHMA



SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MARENDENG MAJENE PRODI S 1 KEPERAWATAN 2020 KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kita semua sehingga saya bias menyelesaikan makalah ini shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada nabi kita Muhammad SAW beserta keluarganya sahabatsahabatnya dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini karena kemampuan dan pengalaman saya yang masih ada dalam keterbatasan. Untuk itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, demi perbaikan dalam makalah ini yang akan dating. Semogah makalah ini bermanfaat sebagai subangsih penulis demi penambah pengetahuan terutama bagi pembaca umunya dan bagi penulis khususnya. Akhir kata saya sampaikan terimakasih semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita aamiin



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.................................................................................. DAFTAR ISI.................................................................................................



BAB I PENDAHULUAN............................................................................. A. Latar belakang ................................................................................... B. Rumusan masalah.............................................................................. C. Tujuan masalah ................................................................................. BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................... A. Definisi............................................................................................... B. Insiden ............................................................................................... C. Etiologi............................................................................................... D. Clasifikasi.......................................................................................... E. Manifestasi klinik .............................................................................. F. Patofisiologi....................................................................................... G. Pemeriksaan penunjang .................................................................... H. Penatalaksanaan ................................................................................ I. Komplikasi ........................................................................................ J. Prognosis ........................................................................................... K. Pencegahan ....................................................................................... L. Pemeriksaan KDM ............................................................................ M. Asuhan keperawatan.......................................................................... BAB III PENUTUP...................................................................................... A. Kesimpulan........................................................................................ B. Saran..................................................................................................



DAFTAR PUSTAKA...................................................................................



BAB I



LATAR BELAKANG



A. Latar Belakang Dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat tekanan dari luar yang berlebihan. Umumnya terjadi pada penderita dengan penyakit kronik yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore. Dekubitus juga beresiko tinggi pada orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin oleh pankreas, baik yang diturunkan maupun yang didapat, atau oleh ketidakefektifan produksi insulin. Kekurangan ini meningkatkan kosentrasi glukosa dalam daarah, dimana ini bisa membahayakan sistem tubuh, khususnya pembuluh darah dan syaraf sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri sehingga merupakan salah satu resiko terjadi dekubitus (WHO, 2005). Kerusakan integritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan pembedahan, namun juga dapat disebabkan karena tertekannya kulit dalam waktu yang lama yang menyebabkan iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Mukti, 2005). 2 Kejadian dekubitus di Amerika tergolong masih cukup tinggi dan perlu mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa insidensi terjadinya dekubitus bervariasi, tapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi ditatanan perawatan acute care, 1525% ditatanan perawatan jangka panjang atau longterm care, dan 7-12% ditatanan perawatan rumah/homecare (Mukti, 2005). Masalah ini menjadi problem yang cukup serius baik di negara maju maupun di negara berkembang, karena mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat program rehabilitas bagi penderita. Salah satu faktor untuk mencegah dekubitus adalah pengetahuan. Pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan pengetahuan tersebut memilliki alasan untuk menentukan suatu pilihan. Kekurangan pengetahuan tentang penyakit yang diderita akan mengakibatkan tidak terkendalinya proses perkembangan penyakit, termasuk deteksi dini adanya komplikasi penyakit (Palestin, 2006). Pengetahuan keluarga dalam mencegah terjadinya dekubitus sangat penting, karena keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya, serta pemeliharaan fisik anggotanya, pemeliharaan sumber-sumber yang ada dalam keluarga (Mubarak, 2005). Dekubitus beresiko tinggi terjadi pada pasien yang tidak mampu merasakan nyeri dan pasien yang terjadi kerusakan syaraf seperti pada pasien diabetes mellitus, sehingga keluarga perlu tahu cara mencegah terjadinya dekubitus sehingga tugas keluarga dapat terpenuhi. B. Rumusan Masalah 1. Apa yabg dimaksud dengan luka dekubitus ?



2. Ada berapa jenis luka dekubitus ? 3. Alat apa saja yang digunakan untuk perawatan dekubitus ? 4. Bagaimana cara perawatan pada dekubitus ? 5. Tindakan apa saja untuk pencegahan dekubitus ?



C. Tujuan Masalah 1. Unttuk mengetahui definisi dari luka dekubitus 2. Mengetahui jenis jenis luka dekubitus 3. Mengerahui alat alat yang digunakan untuk perawatan dekubitus 4. Mengetahui cara merawat pasien dekubitus 5. Mengetahui tindakan untuk mencegah dekubitus



BAB II TINJAUAN TEORI



A. Definisi Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau diatas tempat tidur sering kali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (potter & perry, 2005). Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan Sehingga terjadi terjadi insufisiensi aliran darah, anoksia, isckemic jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sari, 2007). Pressure Ulcers (diketahui sebagai luka tekan, luka ranjang atau luka dekubitus) adalah kerusakan jaringan yang terlokasi karena tekanan yang berlebihan yang terjadi pada area tertentu yang tidak mengalami reposisi (Moore & Cowman, 2009). Luka tekan telah lama dikenal di kalangan perawatan kesehatan dan ini merupakan masalah cukup sulit diatasi bagi para praktisi perawatan karena memang banyak faktor yang terkait dengan upaya penyembuhan luka tekan (Fatmawati, 2007). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan jaringan lunak 7 diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama. Perawatan kulit yang dengan minyak zaitun dapat mengurangi tingkat kejadian dekubitus di rumah sakit. Minyak zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi. Orang-orang Yunani kuno bahkan menggunakan daun zaitun untuk membasuh luka. Daun zaitun mengandung antimikroba dan sangat efektif memerangi sejumlah jamur, virus, dan bakteri (Surtiningsih, 2005). Perawatan kulit dengan Minyak membantu memelihara kelembapan, kelenturan, serta kehalusan kulit karena minyak zaitun mengandung asam lemak ( Khadijah, 2008).



B. Insiden Dari tahun 2008 sampai 2012, Amerika Serikat mencatat bahwa jumlah rata-rata kasus pasien dengan dekubitus sebanyak 670.767 (Bauer, Rock, Nazzal, Jones, & Qu, 2016). Sedangkan, insiden dekubitus di Indonesia sendiri cukup tinggi yaitu sebesar 33.3 %, angka ini



sangat tinggi bila dibandingkan dengan insiden dekubitus di ASEAN yang hanya berkisar 2.131.3 % (Sugama et al., 1992; Seongsook et al., 2004; Kwong et al., 2005 dalam Yusuf, 2011). Dari Januari 2017 sampai Februari 2018, jumlah kasus dekubitus yang tercatat di salah satu rumah sakit swasta di Indonesia bagian Tengah sebanyak 4 dari 1654 pasien (0.002%) rawat inap dan ICU (berdasarkan data yang diambil dari salah satu rumah sakit swasta di Indonesia bagian Tengah periode 2016-2018, pada tanggal 21 Maret 2018). Data yang diperoleh dari hasil observasi tim peneliti sejak tanggal 21 Desember 2017 sampai 12 Maret 2018 yang ternyata tidak tercatat oleh pihak rumah sakit adalah sebanyak 13 dari 267 pasien rawat inap dan ICU (0.05%) yang mendapatkan dekubitus akibat tirah baring lama di rumah sakit.



C. Etiologi Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.



1. Faktor intrinsic : Penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh. 2. Faktor Ekstrinsik : Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas : a. Mobilitas dan aktivitas Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. b. Penurunan sensori persepsi



Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. c. Kelembaban Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan dari pada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit. d. Tenaga yang merobek ( shear ) Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan 17 tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit. e. Pergesekan ( friction) Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati. f. Nutrisi Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi. g. Usia Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek. h. Tekanan arteriolar yang rendah



Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan. i. Stress emosional Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan. j. Merokok Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan. k. Temperatur kulit Menurut hasil penelitian Sugama (2000) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan. Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan perunit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar dari pada tekanan kapiler rata-rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Suriadi (2003) tekanan antar muka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar 19 muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.



D. Klasifikasi Salah satu cara yang paling awal untuk mengklasifisikan dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan (Potter, 2006). a. Tahap I Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi kulit yang diperbesar, kulit tidak berwarna, hangat atau keras juga dapat menjadi indikator. b. Tahap II Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan atau dermis, ulkus superfisial dan secara klinis terlihat seperti abrasi lecet atau lubang yang dangkal. c. Tahap III



Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringa subkutan yang rusak atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah, tapi tidak melampaui yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. d. Tahap IV Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai dekstruksi ekstensif, kerusakan jaringan atau kerusakan otot, atau struktur penyangga seperti tendon, kapsul sendi, dll. Metode lain klasifikasi luka adalah warna luka, yang memperlihatkan fase penyembuhan. Luka nekrotik diklasifikasikan dengan luka hitam, luka disertai eksudat dan debris berserat kuning diklasifikasikan dengan luka kuning, dan luka pada fase penyembuhan aktif dan bersih disertai dengan granulasi berwarna merah muda hingga merah dan jaringan epitel diklasifikasikan dengan warna merah. Tidak ada konsensus mengenai cara terbaik dalam mengklasifikasi luka dekubitus, tapi secara umum disepakati bahwa diperlukan lebih dari sekedar klasifikasi tahapan atau warna untuk memberi gambaran dekubitus yang lengkap dan komprehensif.



E. Manifestasi Klinik Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcers Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu : 1. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari. 2. Stadium 2 :



Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10- 15 hari. 3. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu. 4. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan. Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium : 1. Stadium 1 : a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat) b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak) c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri) d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. 2. Stadium 2 : Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal. 3. Stadium 3 : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. 4. Stadium 4 : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.



F. Patofisiologi Patofisiologi Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu: 1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.



2. Durasi dan besarnya tekanan. 3. Toleransi jaringan. Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya,maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Potter & Perry, 2005). Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi 20 secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan



G. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah lengkap Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres. 2. Biopsi luka Untuk mengetahui jumlah bakteri. 3. Kultur swab Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus. 4. Pembuatan foto klinis Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi. (Subandar, 2008).



H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dekubitus Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry, 2005). Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter & Perry, 2005). Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dekubitus adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan gangguan integritas kulit (Potter & Perry, 2005). Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah dengan cara memberikan olesan minyak zaitun karena integritas kulit yang normal dapat dipertahankan dengan memberikan minyak zaitun. Minyak zaitun mengaandung asam lemak yang dapat memelihara kelembapan, kelenturan, serta kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak zaitun dengan kandungan asam oleat hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan melindungi elastis kulit dari kerusakan karena minyak zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi (Surtiningsih, 2005).



I. Komplikasi Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dapat terjadi antara lain: 1. Infeksi Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun anaerobic. 2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis, osteomielitis. 3. Septicemia 4. Anemia 5. Hipoalbumin 6. Hiperalbumin 7. Kematian



J. Prognosis



Prognosis pada pasien luka tekan umumnya baik pada derajat awal apabila dilakukan tata laksana yang adekuat. Penyebab terbesar kematian akibat ulkus dekubitus antara lain gagal ginjal, amyloidosis, maupun sepsis terkait infeksi sekunder. Kemampuan klinisi untuk menilai ulkus dekubitus, menilai komplikasi yang akan terjadi, dan penggunaan antibiotik sesuai dengan spektrum dapat menghindari perburukkan dari ulkus dekubitus. Keterlambatan penatalaksanaan dan terapi tidak adekuat akan mengakibatkan komplikasi yang dapat bersifat fatal.



K. Pencegahan A. Primary Prevention Primary prevention atau upaya pencegahan primer merupakan upaya pencegahan yang dilakukan sebelum suatu penyakit terjadi. Upaya ini umumnya bertujuan mencegah terjadinya penyakit dan sasarannya adalah faktor penyebab, faktor penjamu, serta lingkungan. Primary prevention ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: health promotion dan general & specific protection. 1. Health promotion Health promotion atau promosi kesehatan merupakan salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit dekubitus. Adapun bentuk-bentuk pencegahan-nya adalah sebagai berikut : a.) Pendidikan atau penyuluhan kesehatan Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu upaya dalam rangka pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat. Penyakit dekubitus merupakan salah satu penyakit yang harus diketahui oleh masyarakat dan peran sebuah puskesmas atau lembaga kesehatan lainnya dalam memberikan pendidikan kesehatan menjadi harapan yang sangat penting bagi masyarakat, namun disamping itu peran dari anggota keluarga sangatlah berperan penting dalam keberhasilan ini karena yang kontak langsung dengan penderita setiap saat adalah keluarga. b.) Mengubah perilaku Mengubah perilaku dalam menanggulangi penyakit dekubitus salah satunya yaitu berorientasi pada perilaku yang diharapkan perilaku sehat sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah dalam dirinya, keluarga dan kelompok dalam meningkatkan kesehatannya. c.) Mengubah gaya hidup Penyakit dekubitus suatu komplikasi dari sebuah penyakit yang dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain kelembaban dari kulit penderita, kurangnya aktivitas mobilisasi fisik, hygiene lingkungan dari penderita. Mengubah gaya hidup yaitu dengan pastikan penderita selalu diingatkan atau diajarkan untuk jadwal mobilisasi fisik, menjaga kebersihan lingkungan terutama kulit, serta merubah-ubah posisi tidur untuk memiring-miringkan. Selain itu, kita



juga harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan, menghindari kontak dengan sumber infeksi lain. d.) Meningkatkan kesadaran Meyakinkan kepada seluruh masyarakat khususnya daerah tempat tinggal kita, bahwa bahaya penyakit dekubitus bukanlah penyakit yang bisa disepelekan begitu saja. B. Secondary prevention Secondary prevention atau upaya pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung tetapi belum timbul tanda atau gejala sakit. Tujuan upaya pencegahan ini adalah untuk mencegah meluasnya penyakit, mencegah timbulnya wabah serta proses penyakit lebih lanjut. Sasarannya adalah penderita atau suspect (dianggap penderita dan terancam menderita). Pada pencegahan sekunder termasuk upaya bersifat diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment). 1. Early diagnosis a. Luka dekubitus tahap I Area eritema yang tidak memucat, pembengkakan jaringan, dan kongesti, dan pasien mengeluh tidak nyaman. Suhu kulit meningkat karena peningkatan vasodilatasi. Kemerahan berubah menjadi lebih gelap, tampak sianotik biru keabuan, yang diakibatkan oleh oklusi pada kapiler kulit dan melemahnya subkutan. b. Luka dekubitus tahap II Menunjukkan luka pada kulit epidermis dan/atau dermis. Abrasi, lepuh atau lubang yang dalam. Terjadi nekrosis. Terjadi penebalan vena dan trombosis serta edema dengan ekstravasasi selular dan infiltrasi. c. Luka dekubitus tahap III Meluas sampai jaringan subkutan. Secara klinis terdapat lubang yang dalam dengan atau tanpa erosi jaringan yang berdekatan. d. Luka dekubitus tahap IV Meluas ke dalam struktur di bawahnya, termasuk otot dan kemungkinan tulang. esi kulit hanya menggambarkan “puncak dari gunung es” karena permukaan ulkus yang kecil mungkin timbul di atas area erosi yang luas. C. Tertiary prevention Tertiary prevention atau upaya pencegahan tersier merupakan upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut. Tujuannya adalah untuk pencegahan cacat dan komplikasi, bertambahnya penyakit, dan kematian. Sedangkan, sasarannya adalah penderita penyakit itu sendiri. Pada proses pascapatogenesis, terdapat beberapa kemungkinan tingkat kesembuhan, yaitu: sembuh sempurna, baik bentuk dan fungsi tubuh kembali semula seperti keadaan sebelum sakit; sembuh dengan cacat, kesembuhan tidak sempurna, dan ditemukan cacat



pada pejamu (kondisi cacat dapat berupa cacat fisik, fungsional dan sosial); serta karier, dalam diri pejamu masih ditemukan bibit penyakit dan suatu saat penyakit dapat timbul kembali (daya tahan tubuh menurun). Untuk meminimalisir kondisi cacat dan kerier ketika pasca-patogenesis, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu disability limitation dan rehabilitation. 1. Disability limitation Disability Limitation atau pembatasan kecacatan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan berfikir dan bekerja yang diakibatkan oleh penyakit dekubitus. Usaha ini merupakan lanjutan dari usaha early diagnosis and promotif treatment yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh kembali dan tidak cacat ( tidak terjadi komplikasi ). Bila sudah terjadi kecacatan maka dicegah agar kecacatan tersebut tidak bertambah berat dan fungsi dari alat tubuh yang cacat ini dipertahankan semaksimal mungkin. 2. Rehabilitation Rehabilitasi adalah usaha untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit & pengembalian fungsi fisik, psikologik dan sosial. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang proses penyakitnya telah berhenti. Tujuannya adalah untuk berusaha mengembalikan penderita kepada keadaan semula (pemulihan kesehatan) atau paling tidak berusaha mengembalikan penderita pada keadaan yang dipandang sesuai dan mampu melangsungkan fungsi kehidupannya. Dalam penyembuhan penyakit dekubitus, proses rehabilitasi meliputi: a) Rehabilitasi mental Yaitu agar bekas penderita dapat menyesuikan diri dalan hubungan perorangan dan social secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainankelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum kembali ke dalam masyarakat. Seperti pada penderita dekubitus yang mengalami penurunan semangat hidup, penderita harus menjalani rehabilitasi mental untuk mengembalikan semangat hidup. b) Rehabilitasi social vokasional Yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan/jabatan dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya. c) Rehabilitasi aesthetis Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan misalnya: penggunaan mata palsu. Seperti pada penderita dekubitus tidak memungkinkan fungsi kulitnya yang terkena luka tersebut kembali baik sempurna seperti sebelum terkena luka.



L. Pemeriksaan KDM



M. Asuhan Keperawatan A. PENGKAJIAN Hari/tanggal : Selasa,3 Juli 2018



Jam : 10.00 WIB Tempat : Ruang Kirana RS. Tk.III dr.Soetarto Yogyakarta Oleh : Herry Purwanto Sumber data : Pasien, keluarga pasien dan status rekam medis pasien Metode : wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi a. Hasil Studi Kasus 1. Identitas a. Pasien 1. Nama Pasien : Ny.E 2. Tempat/ Tanggal lahir : Magetan, 22 Mei 1966 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Pendidikan : SLTA 6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 7. Status Perkawinan : Kawin 8. Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia 32 9. Alamat : Klitren Lor GK III No.479 Yogyakarta 10. Diagnosa Medis : 0steoartritis Genu Dextra 11. No. RM : 013634 12. Tanggal masuk RS: 3 Juli 2018 b. Penanggung Jawab / Keluarga 1. Nama : Bp. S 2. Umur : 52 Tahun 3. Pendidikan : SLTA 4. Pekerjaan : Buruh Pabrik 5. Alamat : Klitren Lor GK III No.479 Yogyakarta 6. Hubungan dengan Pasien: Suami 7. Status Perkawinan : Kawin c. Riwayat Kesehatan 1. Kesehatan Pasien 1) Keluhan utama : saat pengkajian Pasien mengatakan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng, sakit,kalau ditekuk tidak bisa, kaku dan terasa sakit sekali.



2) Riwayat Kesehatan Sekarang a) Alasan masuk RS : Pasien mengatakan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng, sakit,kalau ditekuk tidak bisa sudah 1 minggunan, pada hari 33 Senin, 2 Juli 2018 pasien terpeleset jatuh dan saat itu lutut kanan merasakan sakit yang luar biasa. Kemudian pada hari Selasa, 3 Juli 2018 dibawa ke Puskesmas Danurejan diperiksa Dokter dan selanjutnya diberi rujukan ke RS. Dr. Soetarto ( DKT ) lalu opname. b) Riwayat Kesehatan Pasien ; Pasien mengatakan sudah 1 minggunan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng, sakit untuk berjalan. 3) Riwayat Kesehatan Dahulu a) Pasien mengatakan pernah operasi amandel tahun 2004 b) Pasien punya riwayat hipertensi, setiap bulan konrol di Puskesmas Danurejan, Yogyakarta. B. DIAGNOSA 1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Injuri Biologis ditandai dengan Problem : Hambatan mobilitas fisik Etiologi : Keterbatasan rentang pergerakan sendi Simtom : Lutut kanan terasa kaku , nyeri kalau ditekut terasa sakit sekali. 2) Hambatan phisik berhubungann dengan kelemahan otot. 3) Kurang pengetahuan tentang kesehatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.



C. PERENCANAAN KEPERAWATAN Nama Pasien/NO.CM :.Ny E/013634 Ruang :Kirana Hari/Tgl/Jam



DIAGNOSA



TUJUAN



INTERVENSI



RASIONAL



KEPERAWATA N Selasa 3 Juli nyeri akut



Setelah dilakukan 1.



2018



asuhan



TTV



keperawatan



tingkat



Jam



14.00 WIB



selama nyeri



Observasi 1.



3x24jam pasien pasien 2.



Mengetahui



dan keadaan



umum



nyeri pasien tindakan Ajarkan selanjutnya



dan



berkurang dengan pasien tertarik 2. Nafas dalam kriteria hasil 1.



TTV



relaksasi nafas dapat



dalam dalam



batas normal 2.



merilekskan



3.



Edukasi pasien



Nyeri pasien



berkurang



dan



dan mengalihka



dari keluarga untuk nyeri



skala



membatasi



3.



3. wajah rileks



pengunjung



Mengoptimalkan



4.



kolaborasi pasien



untuk



dengan dokter istirahat pemberian



4. obat oral getik



analgetik



dapat megurangi



rasa nyeri Observasi 1. Mengetahui



Rabu 4 Juli Hambatan



Setelah dilakukan 1.



2018



asuhan



kemampuan



keperawatan



pasien



Jam Mobilitas Fisik



10.30 WIB



dalam 2. ROM dapat



selama 3x24 jam beraktifitas tidak



terjadi 2.



keadaaan umum mengurangi



Lakukan kekakuan otot



hambatan



ROM



mobilitas fisik



3.



3.



mengurangi



Edukasi faktor resiko



keluarga untuk 4. mendampingi



Fisioterapi



mengurangi rasa



aktifitas pasien nyeri 4.



kolaborasi



dengan keluarga Kamis 5 Juli Kurang pengetahu Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. 2018



Jam an



14.30 WIB



Mengetahui



asuhan



pengetahuan



tingkat



keperawatan



pasien



pengetahuan



selama 1x24 jam 2.



Berikan penyakit



pasien



pahaam pendidikan



2.



dengan



kriteria kesehatan



kesehatan dapat



hasil:



pasien tentang



pendidikan



meningkatkan



mengetahui



penyakitnya



penyakitny



3.



pemahaman



Ajarkann pasien



pasien



cara 3. pasien paham



pencegahan



cara pencegahan



penyakit



4.



4.



Pasien



kolaborasi memahami



dengan dokter proses untuk



perjalanan



memberikan



penyakit



informasi JURNAL YANG TERKAIT TENTANG INTERVENSI DEKUBITUS PENGARUH TINDAKAN PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA LANSIA IMOBILISASI ABSTRAK Latar Belakang: Dekubitus merupakan masalah yang sering ditemukan pada lansia imobilisasi. Dekubitus berdampak pada penurunan kualitas hidup lansia. Seringkali dekubitus menimbulkan komplikasi infeksi yang bila pengelolaanya tidak adekuat bisa mengakibatkan bakteriemia hingga menyebabkan kematian. Tindakan pencegahan penting dilakukan guna mempertahankan kualitas hidup lansia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh tindakan pencegahan terhadap kejadian dekubitus pada lansia imobilisasi. METODE Penelitian ini menggunakan desain pra eksperimen one-group pre test-post test design, yaitu peneliti ingin melakukan suatu intervensi pada kelompok responden. Kelompok responden diobservasi sebelum dan sesudah intervensi untuk selanjutnya dilihat perbedaan kondisi responden sebelum dan sesudah intervensi berupa tindakan pencegahan dekubitus. Populasi penelitian ini adalah masyarakat lansia yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Karang Rejo Kota Tarakan. Kriteria inklusi ditetapkan adalah lansia yang mengalami imobilisasi dan menjalani perawatan selain di unit pelayanan kesehatan. Besar sampel ditetapkan 18 subjek dengan mengacu pada pendapat Gay sebagaimana dikutip oleh Setyawati (2011) bahwa ukuran minimal sampel untuk penelitian metode eksperiman adalah 15 subjek. Peneliti menggunakan teknik consecutive sampling dan menetapkan kurun waktu tiga bulan untuk pengambilan sampel, yaitu bulan Mei sampai Juli 2017. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini diadopsi dari Reuben (2015). Penilaian dilakukan dengan Skor Norton. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui kondisi kulit responden sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi berupa tindakan pencegahan dekubitus. Setiap responden dilakukan pengamatan dua kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi. Intervensi yang diberikan berupa tindakan pencegahan dekubitus selama paling sedikit sepuluh hari. Data dianalisis dengan uji statistik bertingkat dari Wilcoxon. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pencegahan yang dilakukan dapat menghindarkan lansia imobilisasi dari kejadian dekubitus. Terjadi perbaikan kondisi kulit setelah tindakan pencegahan dibanding sebelumnya dengan tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05. Kesimpulan: Penelitian ini mampu membuktikan manfaat tindakan pencegahan terhadap kejadian dekubitus pada lansia imobilisasi. Peneliti menemukan lansia berjenis kelamin perempuan adalah yang terbanyak-



D. CATATAN PERKEMBANGAN Nama pasien/No.CM : Ny E Ruang : Kirana Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut HARI/TGL/JAM Selasa 3-7-2018 Jam 11.30 1. WIB



PELAKSANAAN EVALUASI Mengukur TTV dan S.Pasien mengatakan nyeri



Observasi tingkat nyeri 2.



Mengukur



TTV



observasi hambatan fisik



pada lutut kanan terasa pegeldan pegel, bisa beraktifitas jalan terasa sakit O. KU,Cm TTV TD : 130/80 Nadi : 88x/menit Suhu : 36,50



C



Wajah



\RR:



22x/menit



pasien



tegang



menahan nyeri A.Nyeri akut belum



teratasi



P.lanjutkan



intervensi S. Pasien mengtakan lutut sakit kalau ditekut O.Pasien



dalam



menggunakan



berjalan



kursi



roda



A.Rasa sakit pada lutut belum teratasi Rabu 4-7-2018 Jam 13.40 1. WIB



Mengukur



TTV



Observasi tingkat nyeri 2.



Mengukur



TTV



observasi hambatan phisik



P.Lanjutkan intervensi dan S.Pasien mengatakn nyeri pada



lutut



kanan



mulai



dan berkurang O. TTV TD : 120/80 Nadi : 92x/menit Suhu : 370 C \RR: 24x/menit



Wajah



pasien



sudah tidak tampak tegang A.



Nyeri



P.Lanjutkan S.Pasien sudah



intervensi



mengatakan berkurang



O.Pasien masih



berkurang



dalam



lutut



sakitnya berjalan



mengguanakn



kursi



roda A. Rasa nyeri pada lutut sudah berkurang P.Lanjutkan intervensi



Kamis 5-7-2019 Jam 14.00 1. WIB



Mengukur



TTV



Observasi tingkat nyeri 2.



Mengukur



TTV



observasi hambatan Fisik 3.



Mengukur



TTV



dan S.Pasien



mengatakn



pada lutut kanan berkurang dan O.Pasieb sudah



dalam



bisa



berjalan



sendiri



tanpa



dan bantuan kursi roda TTV TD :



Observasi tentang kurangnya 120/80 pengetahuan kesehatan



nyeri



Suhu



Nadi :



:



92x/menit



36,50



C



22x/menit



RR:



A.Pasien



mengatakan



bisa



berjalan



pelan-pelan tanpa kursi roda ADL dibantu P. Lanjutkan intervesi



S.Pasien



mengatakan



lutut



sudah



berkurang sakitnyasudah bisa ditekut



dan



O.Pasien sudah



tidak



dalam tidak



sakit berjalan



menggunakn



kursi roda, ADL dibantu A. Rasa nyeri pada lutut sudah berkurang P.Lanjutkan



intervensi



S.Pasien mengatakan tidak tahu



tentang



O.Pasein



penyakitnya



mengtakan



sakit



pada lutut kanan A.Pasien mengatakan belum tahu



informasi



kesehatan



P.Lanjutkan intervensi



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau diatas tempat tidur sering kali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (potter & perry, 2005). Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu: 1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler. 2. Durasi dan besarnya tekanan. 3. Toleransi jaringan. Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dekubitus adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten.



B. Saran Sebagai seorang perawat harus benar benar mengetahui bagaimana cara merawat luka akut, kronik dan lain lain sesuai dengan penggolongan lukanya, oleh karena itu kita harus selalu belajar supaya kita dapat merawat luka sesuai dengan prosedur yang dianjurkan.