Askep Encephalitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN ENSEFALITIS Diajukan guna Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah Semester V



Dosen Pembimbing : Ns. Diana Irawati., M.Kep.Sp.Kep.KMB



Disusun Oleh Kelompok 4- Kelas 5C :



1. Erika Della Sabillah



7. Nurul Eka Saputri



2. Fedawati



8. Pratiwi Indrianti



3. Hamdah Nazifatun Nisa



9. Septa Zendy Kurniawan



4. Hanif Resti Rahayu



10. Suci Mega Utami



5. Hindun Amalia Anggraeni



11. Zalsa Putri Nabila



6. Nur Farras Nabilah S



FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN AJARAN 2020/2021



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Sebagai satu persyaratan kelulusan mata kuliah ” Keperawatan Medikal Bedah III” di program S1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.



Jakarta, 27 September 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii BAB 1..............................................................................................................................................1 PENDAHULUAN..........................................................................................................................1 A. Latar Belakang......................................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2 C. Tujuan...................................................................................................................................2 BAB II.............................................................................................................................................3 TINJAUAN TEORI.......................................................................................................................3 A. Definisi.................................................................................................................................3 B. Etiologi.................................................................................................................................4 C. Klasifikasi.............................................................................................................................5 D. Patofisiologi........................................................................................................................11 E. Manifestasi klinis................................................................................................................12 G.



Penatalaksanaan..............................................................................................................14



H.



Komplikasi......................................................................................................................15



BAB III.........................................................................................................................................16 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................16 A. Pengkajian...........................................................................................................................16 B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................................21 C. Intervensi dan Implementasi...............................................................................................21 D. Evaluasi...............................................................................................................................25 BAB IV..........................................................................................................................................27 PENUTUP....................................................................................................................................27 A. Kesimpulan.........................................................................................................................27 B. Saran...................................................................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................28



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansjur, 2000). Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20 % di USA, persentase lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum berkembang. Ada banyak tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakitpenyakit yang menyebabkan peradangan dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala, muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang. Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan ensefalitis. Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang



mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh sengan gejala sisa yang berat. (Arif Mansjur, 2000). Di Indonesia Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek Vinus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menununkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh sengan gejala sisa yang berat. B. Rumusan Masalah 1. Jelaskan definisi dari penyakit encephalitis? 2. Sebutkan etiologi dari penyakit encephalitis? 3. Sebutkan klasifikasi pada penyakit encephalitis? 4. Jelaskan patofisiologi pada encephalitis? 5. Bagaimana maanifestasi klinis pada encephalitis? 6. Sebutkan pemeriksaan penunjang apa saja pada encephalitis? 7. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit encephalitis? 8. Apa saja komplikasi yang terjadi pada encephalitis? 9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit encephalitis? C. Tujuan 1. Mengetahui definisi dari penyakit encephalitis 2. Mengetahui apa saja etiologi pada encephalitis 3. Mengetahui klasifikasi yang ada pada encephalitis 4. Mengetahui patofisiologi pada encephalitis 5. Mengetahui manifestasi klinis pada encephalitis 6. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada encephalitis 7. Mengetahui penatalaksanaan dari encephalitis 8. Mengetahui beberapa komlikasi yang akan timbul pada encephalitis 9. Mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada encephalitis



BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan oleh sejumlah agen yang berbeda. (Donna. L. Wong, 2000). Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto, 2007). Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur: 2000). Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007). Dari uraian diatas maka kelompok dapat mengambil kesimpulan bahwa ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan otak yang melibatkan meningen yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme.



B. Etiologi Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai mikroorganisme dapat macam menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spiroc haeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi tok sin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Encephalitis dapat disebabkan karena: a. Arbovirus Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan serangga. Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari. b. Enterovirus Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster. Enterovirus disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat pula mengakibatkan penyakit mumps (gondongan). c. Herpes simpleks Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat mematikan di Amerika Utara (Hickey dalam Donna, 1995). d. Amuba Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan Acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat berenang. e. Rabies Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.



f. Jamur Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus Blastomyces dermatitidis, biasanya menyerang pria yang bekerja di luar rumah. Tempat masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit. C. Klasifikasi Ensefalitis diklasifikasikan menjadi : a. Ensefalitis Supurativa 



Patogenesis Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang, abses di dalam paru, bronkiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.







Manifestasi Klinis Secara umum gejala yang timbul dapat berupa trias ensefalitis seperti : 1. Demam. 2. Kejang. 3. Kesadaran menurun. 4. Bila ensefalitis berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejalagejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, dan kesadaran menurun. 5. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. 6. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.







Terapi pada ensefalitis supurativa adalah dengan pemberian: 1. Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari. 2. Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.



b. Ensefalitis Siphylis 



Patogenesis Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung



beberapa



waktu



hingga



menginvasi



susunan



saraf



pusat.Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat. 



Manifestasi Klinis Adapun gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu : -



Gejala-gejala neurologis a. Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan. b. Afasia. c. Apraksia. d. Hemianopsia. e. Penurunan kesadaran f. Pupil Agryll- Robertson. g. Nervus opticus dapat mengalami atrofi. h. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang bersifat progresif.



-



Gejala-gejala mental a. Timbulnya proses dimensia yang progresif. b. Intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja. c. Daya konsentrasi mundur. d. Daya ingat berkurang. e. Daya pengkajian terganggu.







Terapi pada ensefalitis siphylis 1. Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari. 2. Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskular + probenesid 4x500mg oral 14 hari. 3. Bila alergi pada penisilin, maka bisa diberikan 4. Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari. 5. Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari. 6. Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu. 7. Ceftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.



c. Ensefalitis Virus Adapun virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia adalah sebagai berikut: 



Virus RNA a. Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili. b. Rabdovirus : virus rabies. c. Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue). d. Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus). e. Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria.







Virus DNA a. Herpes



virus



:



herpes



zoster-varisella,



herpes



simpleks,



sitomegalivirus, virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia. b. Retrovirus: AIDS. 



Manifestai Klinis a. Demam. b. Nyeri kepala c. Vertigo. d. Nyeri badan. e. Nausea. f. Kesadaran menurun. g. Kejang-kejang.



h. Kaku kuduk. i. Hemiparesis dan paralysis bulbaris. 



Terapi pada ensefalitis karena virus 1. Pengobatan simtomatis a. Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg. b. Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari. 2. Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-varicella. 3. Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.



d. Ensefalitis Karena Parasit 



Malaria Serebral Plasmodium



falsifarum



penyebab



terjadinya



malaria



serebral.



Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama



lainnya



sehingga



menimbulkan



penyumbatan-penyumbatan.



Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Gejala-gejala yang timbul adalah demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakankerusakan yang terjadi. 



Toxoplasmosis Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak







Amebiasis Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang



di



air



yang



meningoencefalitis akut.



terinfeksi



dan



kemudian



menimbulkan



Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun. 



Sistiserkosis Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan yang terjadi.







Terapi pada ensefalitis karena parasit 1. Malaria serebral : Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan. 2. Toxoplasmosi a. Sulfadiasin 100 mg/KGBB per oral selama 1 bulan. b. Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan. c. Spiramisin 3 x 500 mg/hari. 3. Amebiasis : Rifampicin 8 mg/K9BB/hari.



e.Ensefalitis Karena Fungus Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistem saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun. 



Terapi pada ensefalitis karena fungus 1. Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu. 2. Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.







Riketsiosis Serebri



Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar. 



Terapi pada riketsiosis serebri 1. Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari. 2. Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.



D. Patofisiologi Virus/Bakteri



Mengenai CNS



Encephalitis



Kejaringan susunan saraf pusat



TIK meningkat



Nyeri kepala



kerusakan susunan saraf pusat



Gangguang penglihatan



kejang spastic



Gangguan bicara Gangguan pendengaran Mual,muntah



BB turun



Resiko cedera



kelemahan gerak



Gangguan sensorik motoric



Nutrisi kurang Pathogenesis dari encephalitis mirip dengan pathogenesis dari viral meningitis yaitu mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen) dan melalui saraf (neuronal spread). Penyebaran hematogen terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga



dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia mater. Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui neuron, misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua penyakit tersebut, virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port d'entry dan bergerak secara retrograd mengikuti axon- axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat. Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus dihancurkan. Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk membuat protein yang menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi. Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbullah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disususl oleh manifestasli lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan lemas-letih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat rupa gannguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan berbicara,gannguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan. E. Manifestasi klinis Manifestasi Klinis Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila



infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000). Menurut (Hassan, 1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut : a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia b. Kesadaran dengan cepat menurun c. Muntah d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di muka). e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya. Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu : 1. Biakan : a. Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. b. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. c. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif. d. Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif. 2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul. 3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit. 4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadangkadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas



5. listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002). 6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan. b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter: 1. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. 2. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral c. cyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan. d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi. e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak. g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak. h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak. i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.



j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali. k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama. l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam. m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan 02 sesuai kebutuhan (2-31/menit). n. Penatalaksanaan shock septik. o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan. p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/KGBB/hari dan phenergan 4 mg/KGBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral. H. Komplikasi Sebagian besar penderita radang otak parah mengalami komplikasi akibat peradangan yang terjadi. Risiko komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada beberapa faktor, yaitu usia penderita, penyebab infeksi, tingkat keparahan, dan kecepatan penanganan. Kerusakan otak yang disebabkan oleh radang otak dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan selamanya. Lokasi kerusakan pada otak juga dapat menentukan jenis komplikasi yang terjadi. Komplikasi itu meliputi: 



Kelumpuhan







Gangguan bicara dan berbahasa







Gangguan pendengaran dan penglihatan







Gangguan kecemasan umum Hilang ingatan atau amnesia







Gangguan kepribadian







Epilepsi



Pada radang otak yang parah, penderita dapat mengalami koma, bahkan kematian. BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Biodata 



Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden tertinggi terjadi pada anak-anak







Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan







Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku bangsa, ras.



2. Keluhan utama 



Demam







Kejang







Sakit kepala



3. Riwayat kesehatan sekarang Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran. 4. Riwayat kesehatan dahulu Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan. 5. Riwayat penyakit keluarga Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E Coli dan lain-lain.  Pola-Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat 



Kebiasaan. Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur, kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah kumuh)







Status Ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.



2. Pola fungsi kesehatan 



Pola nutrisi dan metabolisme. Nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri tenggorokan dan Berat badan menurun.







Pola aktivitas. Nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan mempengaruhi pola aktivitas.







Pola istirahat dan tidur. Kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh karena demam, sakit kepala dan lain-lain, yang sehubungan dengan penyakit ensefalitis.







Pola eliminasi. Kebiasaan Defekasi sehari-hari, Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstivasi. Kebiasaan BAK sehari-hari, Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal. Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat.







Pola hubungan dan peran. Efek penyakit yang diderita terhadap peran yang diembannya sehubungan dengan ensefalitis, bisanya Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang, karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.







Pola penanggulangan stress. Akan cenderung mengeluh dengan keadaaan dirinya (stress).



 Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39- 49°C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang



sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum mengalami ensefalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. a. B1 (Breathing) Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan sperti ronkhi pada klien dengan ensefalitis berhubungan akulasi sekreet dari penurunan kesadaran. b. B2 (Blood) Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis. c. B3 (Brain) Pengkajian c. B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya. 1. Tingkat Kesadaran Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan. 2. Fungsi Serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.



3. Pemeriksaan Saraf Kranial 



Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien ensefalitis







Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.







Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.







Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses mengunyah. • Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis unilateral.







Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi. • Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.







Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.







Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal.







Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.



4. Pemeriksaan Refleks



Pemeriksaan reflex dada, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma. 5. Gerakan Involunter Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. 6. Sistem Sensorik Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal. Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. d. B4 (Bladder) Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. e. B5 (Bowel) Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. f. B6 (Bone) Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu orang lain.  Pemeriksaan Diagnostik 



Laboratorium



-



Analisis darah mengidentifikasi virus



-



Pemeriksaan serologik pada ensefalitis herpes menunjukkan peningkatan titer antibodi pengikat komplemen







Pencitraan -



MRI menunjukkan lokasi lesi



-



CT scan menunjukkan edema serebri







Prosedur diagnostik -



Cairan serebrospinal mengidentifikasi virus



-



Pungsi lumbal memaparkan tekanan cairan serebrospinal



-



EEG menunjukkan perlambatan gelombang peningkatan protein, otak



B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, kehilangan cairan. 2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, anoreksia, kelemahan, intake yang tidak adekuat. 3. Hipertermi b/d infeksi, 4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit neurologik, 5. Resiko injuri: jatuh b.d aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental. (Tarwoto, 2007) C. Intervensi dan Implementasi 1. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adekuat -



Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi



-



Kriteria hasil :  suhu tubuh normal 36,5-37,5℃  tanda vital normal  turgor kulit baik  pengeluaran urin tidak pekat, elektrolit dalam batas normal



NO



INTERVENSI



RASIONAL



1



Ukur tanda vital setiap 4 jam



Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti



2.



penurunan darah atau peningkatan nadi Monitor hasil pemeriksaan lab Mengetahui perbaikan atau



3. 4. 5.



terutama elektrolit Observasi tanda-tanda dehidrasi Catat intake dan output cairan Berikan minuman dalam porsi



6.



kecil tapi sering Pertahankan temperature tubuh Peningkatan



7



dalam batas normal Kolaborasi dalam



8.



cairan intervena Pertahankan dan tekanan vena sentral



ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi Mengetahui keseimbangan cairan Mengurangi distensi gaster temperature



mengakibatkan



pengeluaran cairan lewat kulit bertambah pemberian Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi monitor Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan



2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, anoreksia, kelemahan,intake yang tidak adekuat. -



Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi



-



Kriteria hasil 



Nafsu makan baik, terjadi peningkatan BB secara bertahap.







Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan.







Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada.







Hb dan albumin dalam batas normal







Tanda- tanda vital normal



NO 1. 2.



INTERVENSI RASIONAL Kaji kesukaan makanan pasien Meningkatkan selera makan pasien Berikan makan dalam porsi Menghindari mual dan muntah



3.



kecil tapi sering Hindari berbaring kurang dari 1 Posisi berbaring saat makan dalam lambung jam setelah makan



4.



penuh dapat mengakibatkan refluk dan tidak



nyaman Timbang BB 3 hari sekali secara Penurunan BB berarti kebutuhan makanan periodic



berkurang



5.



Berikan



6.



sebelum makan Kurangi minum sebelum makan



7.



antiemetic



Hindari



1



selera



Minum



yang



banyak



sebelum



makan



mengurangi intake makanan yang Meningkatkan selera makan pasien



keadaan



menggangu



jam Menekan rasa mual dan muntah



makan:



lingkungan,kotor,bau,kebersihan 8.



tempat makan Sajikan makanan dalam keadaan Meningkat selera makan



9. 10.



hangat dan hygine, menarik Lakukan perawat mulut Monitor kadar Hb dan albumin



Meningkatkan nafsu makan Mengetahui status nutrisi



3. Hipertensi berhubungan dengan infeksi -



Tujuan : suhu badan dalam batas normal



-



Kriteria hasil : 



Suhu tubuh normal 36,5-37,5℃







Tanda vital normal







Turgor kulit baik







Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal



N



INTERVENSI



RASIONAL



O 1. 2.



Monitor suhu setiap 2 jam Monitor tanda vital



Mengetahui suhu tubuh efek dari peningkatan suhu adalah perubahan



3.



Monitor tanda dehidrasi



nadi, pernafasan dan tekanan darah Tubuh dapat kehilangan cairan melalui kulit



4. 5.



dan penguapan Mengurangi suhu tubuh Beri obat antipireksia Mengurangi suhu tubuh Berikan minum cukup 2.000 Mencegah dehidrasi



6. 7.



CC/hari Lakukan kompres hangat Monitor tanda-tanda kejang



Mengurangi suhu tubuh Suhu tubuh yang panas beresiko kejang



4. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum deficit neurologic



-



Tujuan : tidak ada gangguan mobilitas fisik



-



Kriteria hasil : 



Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.







Integritas kulit utuh







Tidak terjadi atrofi







Tidak terjjadi kontraktur



N



INTERVENSI



RASIONAL



O 1. 2. 3.



Kaji kemampuan mobilisasi Hemiparise mungkin dapat terjai Alih posisi pasien setiap 2 jam Menghindari kerusakan kulit Lakukan massage bagian tubuh Melancarkan aliran darah dan mencegah



4. 5.



yang tertekan Lakukan ROM pasif Monitor trombo



6.



konstipasi Konsul pada ahli fisioterapi jika Perencanaan yang penting lebih lanjut



decubitus Menghindari kontraktur dan atrofi emboli, Mencegah komplikasi imobilisasi



diperlukan 5. Resiko injury : jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental. -



Tujuan : tidak terjadi injury



-



Kriteria hasil: 



Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi.







Kejang tidak terjadi







Injuri tidak terjadi



NO INTERVENSI 1. Kaji status neurologi setiap 2jam 2.



Pertahankan seperti tempat



3.



keamanan



penggunaan tidur,



RASIONAL Menentukan keadaan pasien dan resiko



kejang pasien Mengurangi resiko injury dan mencegah



penghalang obstruksi pernafasan kesiapan



suction,spatel,oksigen Catat aktivitas kejang dan tinggal Merencanakan intervensi lebih lanjut bersama pasien selama kejang



4.



Kaji status neurologi dan tanda Mengetahui respon pst kejang



5.



vital setelah kejang. Orientasikan pasien



6



lingkungan disorientasi Kolaborasi dalam pemberian obat Mengurangi resiko kejang/menghentikan



dan Setelah



anti kejang



kejang



memungkinkan



pasien



kejang



D. Evaluasi a. Pengertian Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan



seberapa



jauh



diagnosa



keperawatan,



rencana



tindakan



dan



pelaksananya sudah berhasil dicapai. b. Tujuan evaluasi Untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, perawat dapat mengambil keputusan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan yakni : 1. Meyakini rencana tindakan keperawatan klien, tujuan yang ditetapkan. 2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien menemui kesulitan untuk mencapai tujuan ). c.



Proses Evaluasi 



Mengukur pencapaian tujuan.







Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (penentuan keputusan pada tahap evaluasi) 3 kemungkinan keputusan yakni : 1. Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan. 2. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan. 3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di tentukan ada dua komponen untuk mengevaluasi kwalitas tindakan keperawatan yaitu : a) Proses (Fomatif) Fokus tipe evaluasi hasil adalah aktivitas dari proses keperawatan dan kuantitas pela yanan tindakan keperawatan sistem penulisan pada tahap evaluasi ini dapat menggunakan



sistem subjektif, objektif, analisa perencanaan (SOAP) atau model dokumentasi lainnya. b) Hasil (sumatif) Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien-tife ini dilaksanakan



secara



paripurna



pada



akhir



tindakan



keperawatan, sumatif valuasi adalah objektif, fleksibel dan efisien d. Komponen Evaluasi Dibagi menjadi 5 komponen yaitu  Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.  Mengungkapkan data menyertai keadaan klien terbaru.  Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.  Merangkum hasil dan membuat kumpulan.  Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan. Perawat dalam mengevaluasi untuk melihat sejauh mana tujuan yang telah di capai oleh klien setelah mendapatkan tindakan atau asuhan keperawatan. Evaluasi yang dapat di gunakan yaitu evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif, evaluasi yang di lakukan pada akhir dari seluruh proses asuhan keperawatan yang di berikan dan dilakukan secara terus menerus dengan menilai respon terhadap tindakan yang di lakukan.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan: Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit (Tarwoto: 2007).



Untuk mengetahui penyebab ensefalitis perlu pemeriksaan bakteriologi dan firologi pada spesimen feces, sputum, serum darah ataupun cairan serebrospinal yang harus diambil pada hari-hari pertama. Ensefalitis dapat disebabkan karena: 



Albovirus



Amoeba,







Enterovirus



Rabies







Herpeks simpleks



Jamur



Adapun tanda dan gejala dari ensefalitis adalah 



Nyeri kepla, photofobia, nyeri sendi, nyeri leher dan nyeri pinggang.







Kesadaran menurun, mengantuk,







Vomitus, demam,







Defisit neurologi, kelumpuhan saraf kranial,







Adanya tanda-tanda iritasi serebral,







Peningkatan tekanan intrakranial, Kejang, tremor, aphasia.



B. Saran Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang. Untuk itu jagalah kebersihan diri dan lingkungan terhindar dari penyakit ensefalitis. Dan segera periksa ke pihak medis jika terjadi tanda dan gejala pada materi diatas



DAFTAR PUSTAKA



Muttaqin Arif. 2008. Buku ajar Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system persyarafan Jakarta : salemba medika Tarwoto dan Wartonah . 2007. Keperawatan medical bedah gangguan pesyarafan. Jakarta : sagung seto



LeMone, Priscillia dkk, 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : gangguan neurologi. Jakarta : ECG. Ed.5.