4 0 190 KB
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANGAN IGD
Disusun Oleh : SYAMSUL BACHRI 19193082 Ci Lahan
Ci Institusi
(………………………)
(………………………)
PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN GUNUNG SARI MAKASSAR 2020
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Pengertian Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapkasa. Trauma
yang menyebabkan
tulang
patah
dapat
berupa
trauma
langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabakan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Di antara jenis patah tulang, patah tulang cruris adalah menduduki peringkat pertama dari keseluruhan angka kejadian patah tulang yang terjadi. Penderita kebanyakan adalah pengendara sepeda motor. Komplikasi akibat patah tulang cukup banyak mulai dari ringan sampai berat bahkan sampai menimbulkan kecacatan, di samping itu patah tulang membutuhkan biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi. Diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. (Aswin, dkk,; 1986). B. Klasifikasi Fraktur Secara Umum 1) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). ✓ Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. ✓ Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. 2) Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur. ✓ Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. ✓ Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
✓ Hair Line Fraktur (patah retidak rambut) ✓ Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. ✓ Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang. 3) Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma. ✓ Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. ✓ Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. ✓ Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. ✓ Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. ✓ Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang 4) Berdasarkan jumlah garis patah. ✓ Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. ✓ Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. ✓ Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. 5) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. ✓ Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. ✓ Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: ✓ Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). ✓ Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). ✓ Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6) Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian : a. 1/3 proksimal b. 1/3 medial c. 1/3 distal 7) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. 8) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
C. Etiologi Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain (Muttaqin, 2011): ✓ Fraktur femur terbuka Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha. ✓ Fraktur femur tertutup Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.
D. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2001) terdiri atas: a. Nyeri Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai
menyebabkan
deformitas
ekstremitas,
yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.. c. Pemendekan tulang Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah tempat fraktur. d. Krepitus tulang (derik tulang) Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya. e. Pembengkakan dan perubahan warna tulang Pembengkakan dan perubahan warna tulang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau hari. E. Patofisiologi Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur
patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat proses
penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007). Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya
dalam
tubuh,
yaitu
stress,
gangguan
fisik, gangguan metabolik dan patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP atau
curah
jantung
menurun
maka
terjadi
perubahan
perfusi
jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur
adalah
patah
tulang,
biasanya
disebabkan
oleh
trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. Tahapan Bone Healing Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan, akan mengalami proses penyembuhan. Fraktur tulang dapat mengalami proses penyembuhan dalam 5 tahap yaitu: a) hematoma
Fase
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu. b) Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi
aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel – sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yangsifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang
meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist
kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radioluscen. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8. c) Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis) Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone sudah terlihat
dan
merupakan
indikasi
radiologik
pertama
terjadinya
penyembuhan fraktur. d) Fase konsolidasi (Fase union secara radiology) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur. e) Fase remodeling Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan – lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa
tahun dari terjadinya fraktur.
F. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur (Muttaqin, 2008), antara lain: 1) Fraktur leher femur Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lebih ke proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar. 2) Fraktur diafisis femur Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut: a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat tertutup. b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur. c)
Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis. e)
Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi di tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi. Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi adalah sebagai berikut: a) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam empat bulan. b) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik. c) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen. Mal union juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi.
d)
Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e) Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.
G. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur. 2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak. 3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler. 4)
Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal. 6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).
H. Penatalaksanaan 1. Fraktur femur terbuka Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi: a) Profilaksi s
antibiotik
b) Debridemen c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna. 2. Fraktur femur tertutup Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan.
3. Fraktur diafisis femur, meliputi: ✓ Terapi konservatif - Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot. - Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental. - Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis. ✓ Terapi Operasi - Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur - Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis. - Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat. 4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi: ✓ Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul. ✓ Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nailphorc dare screw dengan berbagai tipe yang tersedia (Muttaqin, 2011). Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut: 1. Stadium pembentukan hematom; -
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek.
-
Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (peristeum & otot).
-
Terjadi sekitar 1 – 2 x 24 jam.
2. Stadium proliferasi sel/implamasi; -
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.
-
Sel-sel ini menjadi precusor osteoblast.
-
Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
-
Prolifferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
-
Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan terjadi.
3. Stadium pembentukan kallus;
-
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus). Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
-
Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
-
Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
4. Stadium konsolidasi - Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu. -
Secara bertahap menjadi tulang mature.
-
Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
5. Stadium remodeling; -
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.
-
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
-
Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda penebalan tulang.
Faktor-faktor yang menghambat penyambungan (union) fragmen-fragmen; 1. Luas fraktur. 2. Reposisi yang tidak memadai. 3. Imobilisasi yang tidak memadai ditinjau dari segi waktu maupun luas imobilisasi. 4. Sepsis atau tindakan pembedahan. Faktor-faktor yang mencegah terjadinya penyambungan (union) fragmenfragmen; 1. Interposisi jaringan lunak seperti otot di antara ujung-ujung fraktur. 2. Imobilisasi yang tidak memadai. 3. Traksi yang berlebihan (distraksi), sehingga mencegah peyambungan oleh callus. 4. Infeksi.
BAB II KONSEP DASAR ASKEP 1. Pengkajian Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap pasien dengan fraktur femur terdiri dari 1) Identitas pasien meliputi : nama, umur, suku, alamat. Usia
lebih
dari
60
tahun
dimana
tulang
sudah
mengalami
osteoporotik, penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan, fraktur
batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain
dirumah atau disekolah 2) Riwayat keperawatan 1. Riwayat perjalanan penyakit -
Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan : nyeri pada paha
-
Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa jam/menit yang lalu
- Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll - Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan - Kehilangan fungsi - Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis 2. Riwayat sebelumnya -
pengobatan
Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
-
Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
- Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut - Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
2. Pemeriksaan fisik a. Mengidentifikasi tipe fraktur a) Inspeksi - Deformitas yang nampak jelas - Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera - Laserasi - Perubahan warna kulit - Kehilangan fungsi daerah yang cidera b) Palpasi - Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran - Krepitasi - Nadi, dingin - Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur 3. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen ✓ Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung ✓ Mengetahui tempat dan tipe fraktur ✓ Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik 2. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler 3. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). 4. Diagnosa keperawatan I. Pr e operasi a) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder pada fraktur b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar/fraktur
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak II. Intr a operasi ✓ Resiko
syok
hipovolomik berhubungan dengan
perdarahan akibat pembedahan III.
Post operasi a) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
5. Intervensi dan rasional 1. Nyeri akut sehubungan dengan spasme otot/imobilisasi Tujuan: Nyeri hilang dengan kriteria: Rilek; mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat. Intervensi dan rasional No Tindakan Keperawatan . 1. Pertahankan bagian yang sakit dengan tirah baring dan 2. Tinggikan dukung ekstremitas yang terluka 3. Hindari penggunaan sprei/bantal
Rasional Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/jaringan yang cedera Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena
plastik di bawah
peningkatan produksi panas dalam gips
ekstremitas dalam
yang kering
gips 4. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki 5. Evaluasi
Mempertahankan tanpa
kehangatan
tubuh
ketidaknyamanan karena tekanan selimut
pada bagian yang sakit keluhan Mempengaruhi pilihan atau
pengawasan
nyeri/ketidaknyaman,
keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapa
perhatikan
lokasi
mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap
dan
nyeri
karakteristik, termasuk intensitas (skala 0 –
10). Perhatikan petunjuk nyer pasien Membantu untuk menghilangkan ansietas. 6. Dorong untuk Pasien
mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera 7 Jelaskan . prosedur sebelum memulai
dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan Memungkinkan pasien untuk mulai secara mental untuk
aktivitas
juga
berpartisipasi
dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan. Meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi. Mempertahanakan kekuatan atau mobilitas otot
8 Beri obat sebelum . perawatan aktivitas 9 Lakukan dan awasi . latihan rentang gerak pasif/aktif
yang sakit dan memudahkan resolusi implamasi pada jaringan yang
cedera alternati Meningkatkan sirkulasi umum: menurunkan area
10 Berikan . tindakan
kenyamanan, contoh pijatantekanan lokal dan kelelahan otot. pijatan punggung, perubahan posisi 11 Dorong/ajari . teknik manajemen
Memfokuskan meningkatkan
nyeri, latihan nafas dalam sentuhan keluhan
teraupeti nyeri
kembali perhatian
selidik
yang
tidak
biasa/tiba-tiba
rasa
kontrol,
dan
dapat
meningkatkan
kemampuan koping dalam manajemen nyer yang mungkin menetap untuk periode lebih lama
2. Hambatan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri daerah fraktur Tujuan: Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas fisik dengan kriteria: mampu melakukan aktivitas. Intervensi dan rasional No Tindakan Keperawatan . 1. Kaji derajat immobilitas yang d ihasilkan oleh cedera atau pengobatan
Rasional Pasien mungkin pandangan
dibatasi
oleh
diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual,
memerlukan
informasi/intervens
dan memperhatikan perseps untuk meningkatkan kemajuan kesehatan pasien terhadap immobilisasi
2. Dorong partisipasi pada aktivitas terapiotik atau
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, menfokuskan kembali
Pertahanka n rangsangan
meningkatkan rasa kontrol diri/harga diri dan
lingkungan, contoh; radio, TVmembantu menurunkan isolasi sosial barang
milik
pribadi,
jam
kalender, kunjungan keluarg 3. Instruksikan pasienMeningkatkan untuk/bantu tulang dalam
rentang
gerakuntuk
aliran darah ke otot dan
meningkatkan
tonus
pasien/aktif pada ekstremitasmempertahankan gerak
otot
sendi,
mencegah 4. yang sakit dan yang tidak saki kontraktor/atrofi dan resporpsi kalsium Dorong penggunaan Kontraksi otot isometric tanpa menekuk latihan send atau isometric mulai dengan
menggerakkan
tungkai yang tak sakit
mempertahankan kekuatan dan masa otot Catatan:
5. Berikan
Latihan
ini
dan
membantu
dikontraindikasikan
pada perdarahan akut/edema Berguna dalam mempertahankan posisi fungsional
papan kaki, bebat
pergelangan, gulungan trokanter/ 6. Tempatkan
tungkai
ekstremitas,
tangan/kaki, dan mencegah
komplikasi (contoh: posisMenurunkan resiko kontraktor fleksi panggul
dalam
telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan menstabilkan fraktur tungka bawah 7. Instruksikan/doro ng menggunakan
Memudahkan hygiene/perawatan
trapeze
selama
dankulit, dan penggantian linen; menurunkan
“Pasca posisi” untuk fraktuketidaknyamanan tungkai bawah
gerakan
dengan
tetap datar d
tempat tidur. “Pasca posisi” melibatkan penempatan kaki yang tidak sakit datar d tempat tidur dengan lutut menekuk sementara
8
mobilisasi
menggenggam trapeze dan mengangkat tubu dalamMobilisasi dini menurunkan komplikas tirah
dengan kursi roda, krukbaring (contoh; flebitis) dan meningkatkan tingkat, sesegera
mungkinpenyembuhan
dan
normalisasi
fungs
Instruksikan keamanan dalamorgan. Belajar memperbaiki cara menggunakan alat mobilitas, menggunakan
alat
penting
untu
dan keamanan pasien. 9 Kolaborasi . 10 Konsul dengan ahli terapi .
Berguna aktivitas
dalam
membua
fisik/okupasi
individual/program
dan/atau rehabilitasi spesialis
memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan
kekuatan,
latihan. Pasien
dan
aktivitas
dapa
yang
mengandalkan berat badan, juga penggunaan alat, contoh,
walker, tingkat, meninggikan tempat duduk di toilet, tingka pengambil/penggapai, khususnya alat makan defekas Dilakukan untuk meningkatkan evakuasi usus
13 Lakukan program . (pelunak feses, edem, lakstif sesuai indikasi 14 Rujuk ke perawat . spesialis psikiatrik
klinikal/ahli
terapi sesuai indikasi
Pasien/orang terdekat memerlukan tindakan intesif lebih untuk menerima kenyataan kondis prognosis, immobilisasi mengalam kehilangan kontrol
lama,
3. Resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan kerusakan kulit Tujuan: Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: - Penyembuhan luka sesuai waktu - Bebas drainase porulen - Bebas iritema - Bebas demam Intervensi dan rasional No Tindakan Keperawatan . 1. Inspeksi kulit untuk adanya
Rasional Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui
iritasi/ robekan kontinuitas kulit yang terinfeksi, kemerahan atau abrasi 2. Kaji keluhan peningkatan nyeri
(dapat menimbulkan infeksi tulang) Dapat mengidikasikan timbulnya infeks lokal/nekrosis
jaringan,
yang
dapa menimbulkan osteomielitis
3. Beri perawatan steril sesuai
Dapat dan
mencegah
kontaminasi
silang
protocol
kemungkinan infeksi. Kekakuan otot, spasmetonik otot rahang, dan disfagia menunjukan terjadinya tetanus tiba-tiba Dapat mengidikasikan osteomielitis
4. Kaji tonus otot, reflek tendon 5. Selidiki
nyeri
keterbatasan gerak, oedema 6. Lakukan prosedur isolasi
Adanya drainase memerlukan kewaspadaan
purulen akan
luka/linen
untuk
mencegah kontaminasi silang Pemeriksaan lab dapat menentukan kelainan yang
7. Kolaborasi: Periksa lab, beri antibiotik sesuai indikasi
terjadi.
Antibiotik
digunakan
spectrum
secara
luas
dapa
profilaktik/dapa
ditunjukkan pada mikroorganisme khusus 4. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan) sehubungan dengan kehilangan integritas kulit/fraktur Tujuan: Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur dengan kriteria: - Stabilitas pada sisi fraktur - Pembentukan kalus atau mulai penyatuan fraktur dengan tepat. Intervensi dan rasional No Tindakan Keperawatan . 1. Pertahankan tirah baring/ekstremitas
Rasional Meningkatkan stabilitas, menurunkan sesua kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan
indikasi. Beri sokongan send di atas dan di bawah fraktu bila bergerak/membalik 2. Letakan papan di bawah Tempat tidur lembut/lentur dapat membua tempat tidur atau tempatkan deformasi
gips
yang
masih
basah
pasien pada tempat tidu
mematahkan gips yang sudah kering atau
ortopedik
mempengaruhi penarikan traksi
3. Sokong bantal/
fraktur
dengan Mencegah
gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir
gerakan yang perlu dan
tidak
perubahan posisi yang tepat dapat mencegah deformitas pada gips yang kering
kaki 4. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi oedema
Pembebat mungkin memberikan
digunakan
untuk
immobilisasi fraktur dimana pembengkakkan jaringan
berlebihan.
berkurangnya
edema,
Seiring
dengan
penilaian
kembal
pembebat atau penggunaan gips pleste 5. Pertahankan posisi/integritas traksi
mungkin diperlukan untuk mempertahanka Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan oto atau pemendekan untuk memudahkan posis atau
penyatuan.
Traksi
tulang
memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk Penarikan 6. Kaji integritas alat eksternal
traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit. traksTraksi memberikan stabilisasi dan sokongan kaku untuk tulang fraktur tanpa menggunakan katrol,
tali
atau
beban
memungkinkan
mobilisasi atau kenyamanan pasien lebih besar dan memudahkan perawatan luka Kurang atau berlebihannya keketatan klem atau ikatan dapat mengubah tekana
DAFTAR PUSTAKA
Doegoes, Marilynn E., (2000), NursingcarePlanning,EGC, Jakarta.
Staf Pengajar IKA FKUI, IlmuKesehatananak,Infomedika, Jakarta
Purnawan (1982), Kapita selekta Kedokteran, Media Aisculapues,
Jakarta Kumpulan kuliah MedicalSurgical2000,PSIKFKUB.
TINJAUAN KASUS NYATA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG IGD A. pengkajian Tanggal pengkajian
: 15 – 04 - 2020
Sumber data
: keluarga pasien
Kesadaran
: composmentis
jam
: pkl. 10.00
1. Biodata Nama
: Tn. A
Umur
: 28
thn. Jenis kelamin : L Alamat
: jl. Serigala
2. Pengkajian primer Sirkulasi
: frekwensi nadi klien 100 x/menit regulerdan kuat, CRT < 2
detik,akral teraba hangat, tekanan darah klien 130/90 mmHg. Airway servikal.
:klien sadar penuh, tidak terdapat tanda – tanda cedera
Breathing
: Pernapasan klien 24 x/ menit, pengembangan dada normal,
dada simetris antara kiri dan kanan Disability
:GCS : E: 4, M :5, V : 6, tingkat kesadaran penuh, pupil
isokor Exposure
: suhu tubuh klien 37 0C
3. Pengkajian sekunder a. Riwayat keperawatan 1) Keluhan utama 2)
Riwayat
: sulit bergerak karena fraktur pada paha kanan
penyakit
sekarang
:
saat
dilakukan
pengkajian,
pasien mengatakan dirinya jatuh pada tanggal 15 April 2020 karena terserempet mobil dan kaki pasien tertimpa motor. Setelah itu pasien dilarikan ke RS (IGD) dan lansung
di gips dan setelah di lakukan rontgen, Dokter mengatakan pasien menderita fraktur cominutif pada 1/3 distal os Femur dextra. 3)
Riwayat penyakit dahulu : pasien tidak memiliki alergi obat serta makanan, pasien juga tidak pernah menderita penyakit hepatitis, TBC dll. Serta pasien tidak pernah di rawat di RS sebelumnya.
4) Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit genetik,menular maupun alergi. b. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum
: composmentis
2) Tanda – tanda vital
: TD :130/90 MmHg ,S : 37 C ,N:100 x/mnt ,P :
24 x/mnt 3) Kepala
: tampak kulit kepala bersih dan tidak berketombe,
rambut klien tampak bersih. 4) Leher
: tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
5) Dada
: tampak simetris, tidak ada benjolan dan nyeri tekan
6) Abdome n bising usus
: tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan, terdengar
7) Genitalia dan perineum : 8) Ektermitas Atas
:
: tampak terpasang infus pada tangan kiri, kulit tampak
elastis Bawah : tampak fraktur pada 1/3 distal kaki kanan, terpasang gips 9) Status neurologis
:
c. Pemeriksaan penunjang : Foto rontgen ditemukan fraktur cominutif pada 1/3 distal os Femur dextra.
d. Terapi ➢ Infus RL 20 TPM ➢
ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN NO 1
DATA Ds : -
-
-
Do : -
-
-
Klien mengatakan dirinya dilakukan pemasangan gips Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang patah Klien mengatakan tidakbisa beraktifitas seperti biasanya
ETIOLOGI Gangguan muskuluskeletal
Klien menderita fraktur cominutif pada 1/3 distal os Femur dekstra Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah Tampak terpasang gips pada kaki kanan klien
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
MASALAH KEPERAWATAN Hambatan mobilitas fisik
No. 1.
Tindakan Keperawatan Kaji derajat immobilitas yang d ihasilkan
oleh
cedera
pengobatan
Rasional Pasien
mungkin dibatasi oleh pandangan
ataudiri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik danaktual,
memerlukan
informasi/intervens
memperhatikan persepsi pasienuntuk meningkatkan kemajuan kesehatan 2.
terhadap immobilisasi Instruksikan pasien untuk bantuMeningkatkan aliran darah ke otot dan dalam
rentang
geraktulang
untuk
meningkatkan
pasien/aktif pada ekstremitasmempertahankan gerak
tonus
otot
sendi,
mencegah yang sakit dan yang tidak sakit 3.
Dorong latihan
penggunaan
isometric mulai dengan tungkai yang tak sakit
kontraktor/atrofi dan resporpsi kalsium Kontraksi otot isometric tanpa menekuk send atau menggerakkan
tungkai
dan
membantu
mempertahankan kekuatan dan masa otot Catatan:
Latihan
ini
dikontraindikasikan
pada perdarahan akut/edema bebaBerguna dalam mempertahankan posisi Berikan papan kaki, pergelangan, gulungan fungsional trokanter/ ekstremitas, tangan/kaki, tangan yang sesuai dan mencegah 5. Tempatkan dalam posisi telentang komplikasi (contoh: Menurunkan resiko kontraktor fleksi panggul secara periodik bila mungkin, bila 4.
traksi 6.
digunakan fraktur tungkai bawah Berikan/bantu
Mobilisasi tirah
dini
menurunkan
komplikas
dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, baring (contoh; flebitis) dan meningkatkan tingkat sesegera mungkin. Instruksikan penyembuhan dan normalisasi fungs keamanan dalam
organ.
Belajar cara
memperbaiki
7.
Konsul
dengan ahli terapi
Berguna aktivitas
dalam
membua
fisik/okupasi dan/atau
individual/program
rehabilitasi spesialis
memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan
latihan.
kekuatan,
dan
Pasien aktivitas
dapa yang
mengandalkan berat badan, juga penggunaan alat, contoh,
walker,
tingkat,
meninggikan tempat
duduk
di toilet, tingka 8.
9.
Lakukan defekasi
program
pengambil/penggapai, khususnya alat makan Dilakukan untuk meningkatkan evakuasi usus
(pelunak feses, edem, lakstif) Rujuk ke perawat spesialis Pasien/orang terdekat memerlukan tindakan psikiatrik klinikal/ahli terap intesif lebih untuk menerima kenyataan sesuai indikasi
kondisi
prognosis,
immobilisasi
mengalami kehilangan kontrol
lama
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN No
DX. kep.
Tgl Implementasi / Hambatan jam 1) mengkaj mobilitas fisik i derajat b/d gangguan immobilitas muskuluskelet al ( fraktur dihasilkan oleh femur dekstra) cedera atau
Evaluasi
S: - Klien mengatakan yang dirinya dilakukan pemasangan gips - Klien pengobatan dan mengatakan sulit bergerak memperhatikan karena persepsi pasien keadaan kakinya yang terhadap immobilisasi patah H : klien tidak bisa - Klien mengatakan bergerak karena tidakbisa fraktu yang beraktifitas seperti dialaminya biasanya dan klien merasa
stres
dengan keadaannya O: sekarang - Klien menderita 2) mengajarkan pasien fraktur untuk bantu cominutif pada 1/3 distal os dalam rentang gerak Femur dekstra aktif pada - Klien tampak ekstremitas yang kesulitan sakit dan yang tidak saat bergerak sakit atau H : klien belum
Ttd
menggerakan kaki
P: - Interfensi lanjut
kanannya 3)
mememasang gips pada kaki kanan klien H : klien terpasang gips pada kaki kanan
4) menempatkan klien dalam posisi telentang H : klien tidur dengan posisi telentang 5) kolaborasi dalam
pembuatan
program
defekas
(pelunak
feses
edem CATATAN PERKEMBANGAN No
Dx. Kep
Implementasi
Evaluasi
Ttd
tgl/ j am 1) mengkaji
deraja
d
yang
e
immobilitas
dihasilkan oleh cedera
n
atau pengobatan
g
dan
a
memperhatikan
n
persepsi
pasien
k
terhadap immobilisasi
e
H
a
: klien tidak bisa
bergerak karena fraktu
d
yang
a
dialaminya
dan klien
a
merasa stres
n
nya sekarang
S: - Klien mengatakan dirinya dilakukan pemasangan gips - Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang patah - Klien mengataka n tidakbisa beraktifitas seperti biasanya
2)
mengajarkan pasien O: untuk bantu dalam - Klien menderita rentang gerak akti fraktur cominutif pada ekstremitas yang pada 1/3 sakit dan yang distal os Femur dekstra tidak sakit - Klien H : klien belum tampak mampu kesulitan saat 3) mememasang gips A: pada - masalah belum kaki kanan klien teratasi H : klien terpasang P: - Interfensi lanjut gips pada kaki kanan 4)
menempatkan klien dalam posisi telentang H : klien tidur dengan posisi telentang
5) kolaborasi dalam program
pembuatan defekas
(pelunak feses, edem lakstif)