LP IGD Fraktur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. DEFINISI Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.( Smeltzer,2002 dan Sjamsu Hidayat,2005). Sementara menurut Doenges (2006) Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Sedangkan menurut Price (2005) Fraktur adalah patah tulang,biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Menurut Reves (2001) Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Fraktur cruris adalahterputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi padatulang tibia dan fibula. (Suratun, dkk. 2008). Fraktur lengkap terjadi bila seluruh tulang patah,sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan trauma muskuloskeletal,fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi apabila disamping kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan tulang disertai pula fraktur pada persendian tersebut. Berdasarkan batasan diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusna kontinuitas tulang,retak atau patahnya tulang yang utuh,biasanya disebabkan oleh trauma / ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma. B. ETIOLOGI Klasifikasi



Penyebab



Fraktur Traumatik



Disebabkan oleh trauma tiba – tiba mengenai tulang dengan



No 1



kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur. 2



Fraktur Patologis



Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam tulang. Terjadi pada daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya.



3



Fraktur Stress



Disebabkan oleh trauma yang secara terus menerus pada suatu tempat tertentu.



C. MANIFESTASI KLINIS



1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur,bagian – bagian yang takdapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah ( gerakan luar biasa ) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas ( terlihat maupun teraba ). Ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan esktremitas normal. Ekstermitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. 3. Pada fraktur tulang panjang,terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm. 4. Saat ekstremitas diperiksa dalam tangan,teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.



D. PATOFISIOLOGI Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada tulangdapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas tulang atau pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit akibat pe rlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini memunculkan masalahkeperawatan berupa kerusakan integritas kulit. Perlukaan kulit oleh fragmen tulangdapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan



yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik.



Jika



perdarahan



tidak



segera



dihentikan



penurunan



volume darah serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik. Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan gangguan fungsi pada area deformitas tersebut sehingga muncul masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri memunculkan masalah keperawatan berupa nyeri.Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme otot. Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen tulang ke tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan peningkatan tekanan pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan histamin yang mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalam beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar atau interstitial oleh karena penumpukan



cairan



sehingga



menimbulkan



atau penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar



jaringan



kompresi tersebut



mengalami penurunan.Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan.Masalah gangguan perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri. Diskontinuitas



tulang



yang



merupakan



kerusakan



fragmen



tulangmeningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan tubuhmelepaskan



katekolamin



sebagai



mekanisme



kompensasi



Katekolamin berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh



stress. darah



sehingga asam – asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan mengganggu perfusi jaringan.



E. PEMERIKSAAN PENUNJANG



1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma,dan jenis fraktur. 2. Scan tulang,Tomogram,CT Scan / MRI : Memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular. 4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (Hemokonsentrasi ) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple trauma). 5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban keratinin untuk klirens ginjal. 6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,transfusi multiple atau cedera hati.



F. PENATALAKSANAAN 1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi Digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. 2. Imobilisasi dengan fiksasi Dapat pula dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. 3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi Tindakan ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal. 4. Reposisi dengan traksi Dilakukan secara terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali didalam gips. 5. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam diluar kulit. Alat ini dinamakan fiksator ekstern.



G. KOMPLIKASI 1



Komplikasi awal a



Syok Terjadi



karena



kehilangan



banyak



darah



dan



meningkatnya



permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.



b. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh : 



Tidak adanya nadi







CRT ( Capillary Refill Time ) menurun.







Sianosis bagian distal.







Hematoma yang lebar.







Dingin pada ekstremitas.







Perubahan posisi pada yang sakit.







Tindakan reduksi







Pembedahan.



c. Sindrom kompartement Sindrom



kompartement



adalah



suatu



kondisi



dimana



terjadi



terjebaknya otot,tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot,saraf dan pembuluh darah. d. Infeksi Pada trauma ortopedik,infeksi dimulai pada kulit ( superfisial ) dan masuk kedalam. Hal ini terjadi pada fraktur terbuka.



e. Avaskular Nekrosis AVN terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya volkman’s iskemia.



f. Sindrom emboli lemak Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. Sindrom ini terjadi karena sel – sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam



darah



rendah



yang



ditandai



dengan



gangguan



pernafasan,takikardi,hipertensi,takipnea dan demam. 2



Komplikasi lama a. Delayed union Merupakan kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 – 5 bulan. b. Non – Union Adalah fraktur yang tidak sembuh dalam waktu antara 6 – 8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat sendi palsu. c. Mal – Union Adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya,tetapi terdapat deformitas



yang



berbentuk



angulasi,farus,pemendekkan,atau



menyilang,misalnya pada fraktur radius ulna.



H. PATHWAY



I. FOKUS PENGKAJIAN 1. Pengkajian Primer a



Airway ( A ) Penilai kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur,meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing,fraktur laring atau trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan hiperektensi leher. Cara melakukan chin lift dengan menggunakan jari – jari satu tangan yang diletakkan dibawah mandibula,kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir bawah untuk membuka mulut jika diperlukan ibu jari dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat dagu. Jaw thrust juga merupakan teknik untuk membebaskan jalan nafas. Tindakan ini dilakukan menggunakan dua tangan masing – masing satu tangan dibelakang anguus mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini dilakukan memakai face – mask akan dicapai penutupan yang sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika kesadaran klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel ( oro-pharyngeal airway ) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik adalah dengan menekan lidah memakai tong spatel dan memasukkan alat ke arah posterior. Alat ini tidak boleh mendorong lidah ke belakang,karena dapat menyumbat faring. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini,karena dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat dilakukan dengan memasukkan guedel secara terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu alat diputar 180o dan letakkan dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan salah satu alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan pada salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya terletak di faring. Jika pada saat pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah ke lubang hidung yang satunya. Selama memeriksa dan



memperbaiki jalan nafas,harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi,fleksi atau rotasi leher. b



Breathing (B) Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothorax, flail chest dengan kontusio paru,ope pneumothorax masif. Jika terjadi hal yang demikian siapkan klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.



c



Circulation (C) Kontrol perdarahan vena dengan menekan langsung sisi area perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan. Curigai hemoragi internal (pleural,pericardial, atau abdomen ) pada kejadian syok lanjut dan adanya cedera pada dada dan abdomen. Atasi syok,dimana klien dengan fraktur biasanya mengalami kehilangan darah. Kaji tanda – tanda syok yaitu penurunan tekanan darah,kulut dingin,lembab dan nadi halus. Harus tetap diingat bahwa banyaknya darah yang hilang berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan infus IV,plasma atau plasma ekspander sesuai indikasi. Berikan transfusi darah untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru menyebabkan penurunan suplai oksigen pada jaringan dan menyebabkan kolaps sirkulasi. Berikan analgesik sesuai



ketentuan untuk mengontrol nyeri. Pembebatan ekstremitas dan pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai fraktur. d



Disability / Evaluasi Neurologis (D) Menjelang akhir survai primer dievaluasi keadaan neurologis secara cepat,yang dinilai adalah tingkat kesadaran,ukuran dan reaksi pupil. GCS ( glasgow Coma Scale ) adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal tingkat kesadaran klien. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau dan penurunan perfusi ke otak,atau disebabkan perlukaan



pada



otak.



Perubahan



kesadaran



menuntut



dilakukannya



pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi,perfusi dan okigenasi. Alkohol dan obat – obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran klien,jika hal tersebut dapat disingkirkan kemungkinan hipoksia atau hipovolemia sebagai sebab penyebabnya,sampai terbukti sebaliknya. e



Exposur / Kontrol Lingkungan ( E ) Exposure dilakukan di RS, tetapi jika perlu dapat membuka pakaian,misalnya membuka baju untuk melakukan pemeriksaan fisik toraks. Di RS klien harus dibuka keseluruhan pakaiannya,untuk evaluasi klien. Setelah pakaian dibuka,penting agar klien tidak kedinginan. Harus diberikan selimut hangat,ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan.



2



Pengkajiansekunder a. Aktivitas/istirahat 1) Kehilanganfungsipadabagianyangterkena 2) Keterbatasanmobilitas b. Sirkulasi 1) Hipertensi ( kadangterlihatsebagairesponnyeri/ansietas) 2) Hipotensi ( responterhadapkehilangandarah) 3) Tachikardi 4) Penurunannadipada bagian distal yang cidera 5) Capilaryrefilmelambat 6) Pucatpadabagian yang terkena 7) Masa hematoma padasisicedera



c. Neurosensori 1) Kesemutan 2) Deformitas, krepitasi, pemendekan 3) Kelemahan d. Kenyamanan 1) Nyeritiba-tibasaatcidera 2) Spasme/ kramotot e. Keamanan 1) Laserasikulit 2) Perdarahan 3) Perubahanwarna 4) Pembengkakan local



J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplaai darah ke jaringan. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular.



K. FOKUS RENCANA INTERVENSI Diagnosa



NOC



NIC



Keperawatan 1. Nyeri akut



Pain Level



Pain Management



berhubungan



Pain control



dengan agen



Comfort level



cedera fisik



Setelah



1. Lakukan



dilakukan



keperawatan



selama



tindakan 2



x



24



pengkajian



nyeri



secara



Jam.Pasien tidak mengalami nyeri,



komprehensif



dengan kriteria hasil:



termasuk



1. Mampu mengontrol nyeri (tahu



karakteristik,



penyebab menggunakan



nyeri,



mampu tehnik



durasi,



lokasi,



frekuensi,



kualitas dan faktor



nonfarmakologi mengurangi



untuk



nyeri,



mencari 2. Observasi



reaksi



nonverbal



dari



bantuan) 2. Melaporkan



bahwa



berkurang



nyeri



manajemen



nyeri. mengenali



nyeri



(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan



keluarga



untuk



mencari



dan



menemukan dukungan. 4. Kontrol



rasa



nyaman



setelah nyeri berkurang 5. Tanda vital dalam rentang normal 6. Tidak mengalami gangguan tidur



ketidaknyamanan.



dengan 3. Bantu pasien dan



menggunakan



3. Mampu



presipitasi



lingkungan



yang



dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan



dan



kebisingan 5. Kurangi



faktor



presipitasi nyeri 6. Kaji



tipe



sumber



dan nyeri



untuk menentukan intervensi 7. Ajarkan



tentang



teknik



non



farmakologi: napas



dala,



relaksasi, distraksi, kompres



hangat/



dingin 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...



9. Tingkatkan istirahat 10. Berikan informasi tentang



nyeri



seperti



penyebab



nyeri, berapa lama nyeri



akan



berkurang



dan



antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur 11. Monitor vital sign sebelum



dan



sesudah pemberian analgesik pertama kali 2. Ketidakefektifan



Circulation Status



Menejemen sensasi



perfusi jaringan Tissue Perfusion : Cerebral



perifer.



perifer



1. Monitor adanya



berhubungan



Setelah



dilakukan



dengan



keperawatan



24



yang hanya peka



penurunan



Jam.Pasien tidak mengalami nyeri,



terhadap panas /



selama



tinfakan 2



x



suplaai darah ke dengan kriteria hasil: jaringan.



Mendemonstrasikan



daerah tertentu



dingin / tajam. status



sirkulasi. 1. Tekanan sistole dan



2. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi



diastole dalam rentang



kulit jika ada lesi



yang diharapkan.



atau laserasi.



2. Tidak ada ortostatik



3. Gunakan sarung



hipertensi. 3. Tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial.



tangan untuk proteksi 4. Batasi gerakan pada kepala,leher



dan punggung. 5. Monitor kemampuan BAB. 6. Monitor adanya tromboplebitis. 7. Kolaborasi pemberian analgetik. 3. Kerusakan integritas



Tissue Integrity : Skin and kulit Mucous Membranes



Management



berhubungan



Wound Healing : primer dan



dengan fraktur



sekunder Setelah



Pressure



1. Anjurkan pasien untuk



dilakukan



keperawatan



tindakan



selama



24



pakaian



kulit



longgar



pasien teratasi dengan kriteria



2. Hindari



jam.Kerusakan



2



x



menggunakan



integritas



hasil:



yang



kerutan



pada tempat tidur



1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan



(sensasi,



elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi).



3. Jaga



kebersihan



kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien



2. Tidak ada luka/lesi pada kulit



(ubah



3. Perfusi jaringan baik



pasien) setiap dua



4. Menunjukkan



jam sekali



pemahaman



dalam proses perbaikan kulit dan



mencegah



terjadinya



sedera berulang



posisi



5. Monitor akan



kulit adanya



kemerahan



5. Mampu melindungi kulit dan



6. Oleskan



lotion



mempertahankan kelembaban



atau minyak/baby



kulit dan perawatan alami



oil



6. Menunjukkan



terjadinya



proses penyembuhan luka



pada



derah



yang tertekan 7. Monitor aktivitas



dan



mobilisasi



pasien 8. Monitor



status



nutrisi pasien 9. Memandikan pasien



dengan



sabun



dan



air



hangat 10. Kaji



lingkungan



dan



peralatan



yang menyebabkan tekanan. 11. Observasi luka 12. Ajarkan



pada



keluarga tentang luka



dan



perawatan luka 13. Kolaborasi



ahli



gizi



pemberian



diae



TKTP,



vitamin. 14. Cegah kontaminasi feses dan urin 15. Lakukan



tehnik



perawatan



luka



dengan steril 16. Berikan



posisi



yang mengurangi tekanan pada luka 4. Hambatan mobilitas



fisik



Joint Movement : Active



Exercise therapy :



Mobility Level



ambulation



berhubungan



Self care : ADLs



1. Monitoring



dengan



Transfer performance



kerusakan



Setelah



rangka



keperawatan selama 2 x 24 jam.



latihan dan lihat



neuromuscular



Gangguan mobilitas fisik teratasi



respon pasien saat



dengan kriteria hasil:



latihan



dilakukan



1. Klien



sign tindakan



meningkat



sebelm/sesudah



dalam 2. Konsultasikan



aktivitas fisik 2. Mengerti



vital



dengan terapi fisik tujuan



dari



peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan



tentang ambulasi



perasaan



rencana sesuai



dengan kebutuhan



dalam meningkatkan kekuatan 3. Bantu klien untuk dan kemampuan berpindah 4. Memperagakan



penggunaan



menggunakan tongkat



saat



alat Bantu untuk mobilisasi



berjalan dan cegah



(walker)



terhadap cedera 4. Ajarkan



pasien



atau



tenaga



kesehatan tentang



lain teknik



ambulasi 5. Kaji



kemampuan



pasien



dalam



mobilisasi 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan secara



ADLs mandiri



sesuai kemampuan 7. Dampingi



dan



Bantu pasien saat mobilisasi bantu



dan penuhi



kebutuhan



ADLs



ps. 8. Berikan alat Bantu jika



klien



memerlukan. 9. Ajarkan



pasien



bagaimana merubah posisi dan berikan



bantuan



jika diperlukan



ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.H DENGAN FRAKTUR HALLUX SINISTRA DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RST WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO TAHUN 2017



Nama mahasiswa



: M ULUL AZMI



NIM



: 108113075



Tanggal Pengkajian : 5 Januari 2017 Pukul



: 09:40 WIB



IDENTITAS



A. PENGKAJIAN : Laki – laki



No. RM



: 00653927



Nama



: Tn.H



Status Perkawinan : Menikah



Umur



: 55 Th



Sumber Informasi : Pasien dan keluarga



Agama



: Islam



Alamat



: Bancarkembar,Purwokerto



Diagnosa Medis



: Fraktur HilluxSinistra



Pendidikan



:-



Jenis Kelamin



Pekerjaan : -



TRIAGE : P2 ( Kuning ) GENERAL IMPRESSION



PRIMERY SURVEY



Keluhan Utama : Nyeri di ibujari kaki kiri.



Mekanisme Cedera : Pasien datang ke IGD jam 09:30 WIB sebelumnya pasien mengatakan mengalami kecelakaan saat sedang naik motor.Ibujarikaki kiri pasien retak setelahkecelakaan



Orientasi (Tempat,Waktu,dan Orang ):



AIRWAY



Baik



Diagnosa Keperawatan



Jalan Nafas : Paten



Kriteria Hasil :



Obstruksi



-



: Tidak Ada



Suara Nafas : Vesikuler



Intervensi :



Keluhan Lain : -



-



BREATHING



Diagnosa Keperawatan



Gerakan dada : Simetris



Kriteria Hasil :



Irama Nafas : Normal



-



Bunyi Nafas : Vesikuler



Intervensi :



Pola Nafas : Teratur



-



Retraksi otot dada : Tidak ada Sesak Nafas : Tidak ada RR : 20 x/menit Keluhan Lain : -



CIRCULATION



Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan trauma.



Nadi



: Teraba



Kriteria Hasil :



Sianosis : Tidak



Setelah dilakukan tindakan keperawatan



CRT : > 2 detik



selama 1x5 jam diharapkan



Pendarahan : Ya



ketidakefektifan perfusi jaringan perifer



Akral :Dingin



dapat diatasi sesuai dengan kriteria hasil



Frekuensi nadi : 80 x/menit



:



Irama Nadi: Teratur



Indikator



Kekuatan : Kuat



Status sirkulasi



Tekanan Darah : 130/80 mmHg



(0401)



Awal



Akhir



Suhu Kulit : 370Celcius



1. CRT



3



4



Turgor Kulit :Normal



2. Bengkak



1



2



Keluhan Lain : -



3. Rubor



2



3



Intervensi : Menejemen sensasi perifer (2660) 1. Monitor CRT,turgor kulit dan mukosa. 2. Kolaborasi pemberian analgetik. DISABILITY



Diagnosa Keperawatan



Respon : Alert



Kriteria Hasil :



Kesadaran : CM



-



GCS : Eye 4 Verbal 5 Motorik 6



Intervensi :



Pupil : Isokor



-



Refleks Cahaya : Ada Keluhan Lain : EXPOSURE



Diagnosa Keperawatan 1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur



Deformitas : Ya Contusio : Tidak



1. Hambatan mobilias fisik berhubungan dengan kontraktur



Abrasi : Tidak Penetrasi : Tidak



Setelah dilakukan tindakan keperawatan



Laserasi : Tidak



selama 1 x 5 jam diharapkan mobilitas



Edema : Ya



fisik pasien dapat terpenuhi sesuai dengan kriteria hasil :



Keluhan Lain : Indikator



Awal



Akhir



Mobilitas (0208) 1. Penampilan



2



3



3



4



2



3



posisi tubuh. 2. Penampilan berpindah. 3. Berpindah dengan mudah.



Intervensi : Terapi latihan : Ambulasi ( 0221) 1. Kaji



kemampuan



pasien



dalam



tentang



teknik



mobilisasi. 2. Ajarkan



pasien



ambulasi 3. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.



SECONDARY SURVEY



ANAMNESA



DiagnosaKeperawatan : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.



RiwayatPenyakitSaatIni : Fraktur Hallux Sinistra Nyeri :



Kriteria Hasil : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik



P : FrakturHallux Sinistra



Setelah dilakukan tindakan keperawatan



Q : Nyeri tajam



selama 1 x 5 jam diharapkan nyeri dapat



R : IbuJarikaki kiri



berkurang sesuai dengan kriteria hasil :



S:5 T : Terus - menerus



Indikator



Awal Akhir



Level nyeri (2102) Alergi :Tidak Ada



1. Melaporkan



2



3



2



3



2



3



2



3



1



2



adanya nyeri. Medikasi : -



2. Frekuensi nyeri.



Makan/Minumterakhir : -



3. Luas bagian tubuh yang



Even/PeristiwaPenyebab :



terpengaruh.



BP: 130/80 mmHg N: 80x/Menit S:



4. Panjangnya



370C RR: 20x/Menit



episode nyeri. 5. Ekspresi nyeri di wajah.



Intervensi : Menejemen nyeri (1400) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. 3. Ajarkan teknik non farmakologi. 4. Tingkatkan istirahat. 5. Atur posisi yang nyaman. 6. Kolaborasi pemberian analgetik ( ketorolac 1 ml )



PEMERIKSAAN FISIK



Diagnosa Keperawatan



Kepala danLeher



Kriteria Hasil :



Inspeksi : Tidakadajejas



-



Palpasi : Tidakadanyeritekan



Intervensi :



Dada : Paru – paru Inspeksi : Bentuk dada simetris,tidak ada tarikan dinding dada Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : Sonor Auskultasi : Suara nafas vesikuler Abdomen Inspeksi : Tidak ada lesi atau luka Auskultasi : 8 x / menit Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : Tympani Lain – lain : PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK



DIAGNOSA KEPERAWATAN : -



RONTGEN, Tanggal5 Januari 2017



Kriteria Hasil :



Hasil Rongten : Fraktur Ibu Jari Kaki



-



Tanggal Pengkajian : 5 Januari 2017



TANDA TANGAN PENGKAJI :



Jam : 09:40 WIB



IMPLEMENTASI No



Tgl



Diagnosa



Implementasi



Evaluasi Respon



Keperawatan 1



5/1/2017



Nyeri akut



1. Melakukan pengkajian



09:40



berhubungan



WIB



dengan agen



tulang di Ibu



cedera fisik



Jari Kaki Kiri.



nyeri secara komprehensif.



DS : 







P : Patah



Q : Nyeri seperti tertusuk – tusuk.







R : Ibu Jari Kaki Kiri.







S:5







T : Terus – menerus



DO : 



Pasien merintih kesakitan.



09 : 40 WIB



2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.



DS : 



-



DO : 



Pasien tampak menahan nyeri dan merintih kesakitan.



09:42 WIB



3. Meningkatkan istirahat.



DS :



Paraf







-



DO :  09:45



4. Mengatur posisi head up 300



WIB



Pasien bedrest.



DS : 



-



DO : 



Pasien tampak nyaman.



09:50



5. Mengajarkan pasien untuk



WIB



tarik nafas dalam.



DS : 



-



DO : 



Pasien melakukan dengan baik.



10:10



6. Memberikan injeksi



WIB



ketorolac 1 ml.



DS : 



-



DO : 



Injeksi masuk melalui bolus dengan lancar.



2



5/1/2017 Ketidakefektifan



1. Mengobservasi adanya paretese.



DS : 



09:40



perfusi jaringan



WIB



perifer



mengatakan



berhubungan



Ibu Jari Kaki



dengan trauma.



kirinya seperti



Pasien



tertusuk – tusuk. DO : 



Pasien tampak tidak nyaman



dan memegangi kaki kirinya.



09:45



2. Memantau CRT



DS : 



WIB



-



DO :  3



5/1/2017 Hambatan



1. Mengkaji



kemampuan



pasien dalam mobilisasi.



CRT > 2 Detik



DS : 



09:50



mobilias fisik



WIB



berhubungan



mengatakan



dengan



tidak bisa



kontraktur



menggerakkan



Pasien



kakinya karena sakit. DO : 



Pasien mengalami fraktur Hallux Sinistra.



10:00 WIB



2. Membantu pasien untuk merubah



posisi



dari



terlentang menjadi duduk.



DS : 



-



DO : 



Pasien dapat duduk beberapa saat.



10:05 WIB



3. Memotivasi



keluarga



DS :



pasien untuk mendampingi







pasien dalam membantu



DO :



-



ADLs







Keluarga pasien selalu mendampingi pasien.



EVALUASI No



Tgl



Dx



1



5 Januari



I



2017



Evaluasi (SOAP)



Paraf



S: P : Patah tulang di Ibu Jari Kaki kiri. Q : Luka seperti tertusuk – tusuk. R : Ibu Jari kaki kiri S:5 T : Terus menerus



O : Pasien tampak meringis kesakitan



A : Masalah nyeri akut pasien belum teratasi belum teratasi P : Lanjutkan intervensi 1. Lakukan



pengkajian



komprehensif



nyeri



termasuk



secara lokasi



karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi. 2. Observasi



reaksi



nonverbal



dari



ketidaknyamanan. 3. Tingkatkan istirahat. 4. Atur posisi yang nyaman untuk pasien. 5. Ajarkan teknik non farmakologi. 6. Kolaborasi



pemberian



analgetik



ketorolacc 1 ml ) 2



5 Januari



S:-



2017



O : Ekstremitas Edema. A :Masalah ketidakefektifan jaringan perifer belum teratasi P :Lanjutkan Intervensi 1. Monitor CRT,Turgor dan mukosa. 2. Kolaborasi pemberian analgetik.



3



5 Januari



S : Pasien mengatakan susah untuk bergerak



(



2017



dan berpindah posisi karena sakit. O : Pasien masih bedrest dan belum bisa berpindah posisi dengan mudah. A :Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi P :Lanjutkan intervensi 1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi. 2. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan. 3. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi. 4. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. 5. Motivasi keluarga untuk mendampingi pasien dalam ADLs.



DAFTAR PUSTAKA Bulechek,Gluria M,dkk. 2008 . Nursing Interventions Classification (NIC) fifth edition. United Kingdom : Mosby Elsevier. Brunner and Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Helmi,zalrin noor.2012.Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal. Jakarta: Salemba medika. Junaidi,Iskandar.2011. Pedoman pertolongan pertama yang harus dilakukan saat gawat dan darurat medis. Yogyakarta:ANDI Krisanty Paula,dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:Trans info media Lakman,nurna ningsih.2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuluskeletal. Jakarta : Salemba medika. Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2013..Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC jilid II.Yogyakarta: Mediaction. Marilynn E. Doengoes, Mary F. Moorhouse.2006.Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3: Jakarta : EGC Moorhead,Sue,dkk.2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) fourth edition. United Kingdom : Mosby Elsevier. Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC. Yatim,faisal.2006.



Penyakit



Tulang



Jakarta:Pustaka populer obor.



dan



Persendian



;



arthritis



atau



arthragia.