Askep Iufd [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASKEP IUFD



Dosen Pengampu : Ns. Hj. Marlinda, M.kep.Sp.Kep.Mat Disusun Oleh : Kelompok 5 1. Agis Riandika



(1420120180)



2. Hadi Galih Hanissyam



(142012018060)



3. Dian Yulianto



(1420120180)



4. Rezalady Suratama



(1420120180)



5. Tawang Gumelar



(1420120180)



FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU T.A. 2020 i



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi petunjuk dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan makalah Kuliah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN Intrauterine Fetal Death (IUFD).” Penyusunan laporan ini merupakan salah satu syarat memenuhi mata kuliah ajar Keperawatan Medikal Bedah.Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan pembuatan laporan Makalah Kuliah ini, antara lain : 1. Kepada Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kemudahan sehingga laporan ini dapat terselesaikan. 2. Kedua orang Tua yang telah memberi dorongan baik dari segi moril maupun materiil 3. Ibu Ns. Hj. Marlinda, Mkep. Sp.Kep.Matselaku dosen pembimbing. 4. Semua pihak yang membantu proses penyusunan laporan baik secara langsung dan tidak langsung. Dan semoga laporan yang penulis susun ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi seluruh pembaca. Pringsewu, 12 Februari 2020 penulis



ii



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.......................................................................................



i



KATA PENGANTAR................................................................................... .



ii



DAFTAR ISI...................................................................................................



iii



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang.............................................................................................



1



B. Tujuan..........................................................................................................



2



C. Manfaat........................................................................................................



2



BAB II TINJAUAN TEORI 1. Pengertian.....................................................................................................



3



2. Klasifikasi IUFD..........................................................................................



3



3. Adaptasi fisiologis dan psikologis ibu dengan IUFD..................................



5



4. Etiologi.........................................................................................................



7



5. Patofisiologi.................................................................................................



11



6. Faktor predisposisi.......................................................................................



12



7. Tanda ...........................................................................................................



13



8. Manifestasi klinis.........................................................................................



15



9. Komplikasi...................................................................................................



15



10. Pemeriksaan penunjang................................................................................



15



11. penatalaksanaan...........................................................................................



15



BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian....................................................................................................



19



B. Diagnosa Keperawatan................................................................................



20



C. Rencana keperawatan...................................................................................



20



D. Implementasi................................................................................................



21



E. Evaluasi........................................................................................................



21



DAFTAR PUSTAKA iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai dengan lahirnya janin ke dunia luar. Lainnya kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 trimaster pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dimulai bulan ke 4 sampai bulan ke 6, trimaster ketiga dari bulan ke 7 sampai bulan ke 9. Kehamilan menyebabkan perubahan fisik, psikis, dan sosial pada ibu oleh karena itu peran keluarga sangat besar dalam upaya memelihara kehamilan. Pada primigravida merupakan suatu kondisi kehamilan yang pertama kali dialami oleh ibu maka asuhan antenatal care merupakan standar terpenting dalam mendeteksi dini komplikasi yang terjadi, baik pada ibu maupun pada janin. Dulu orang menganggap bahwa pertolongan pada persalinan adalah yang terpenting untuk menyelamatkan ibu dan anak. Tapi persalinan boleh diibaratkan dengan pertandingan olahraga, prestasi pertandingan  tidak ditentukan oleh daya upaya untuk persalinan saja tetapi jauh sebelumnya adalah sangat tergantung pada persiapan fisik maupun mental, sebelum pertandingan harus dimulai sejak ibu semasa hamil. Bayi yang ada dalam kandungan selalu bergerak dan sebagian kasus bayi mati dalam kandungan karena kesalahan aktifitas yang dilakukan seperti berolahraga dengan gerakan-gerakan yang cukup giat/berlebihan. Karena dianjurkan selama masa kehamilan sebaiknya mengurangi aktifitas yang membahayakan janin dalam kandungan. Hal ini untuk mengantisipasi bayi yang terlilit lehernya. Ibu hamil hendaknya berhati-hati saat beraktivitas dan berkonsultasi dengan dokter secara teratur (Syaifudin, 2016) Kematian janin dalam rahim adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR) atau Intra Uterine Fethal Death (IUFD), sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah dua puluh minggu maupun sesudah kehamilan dua puluh minggu. (Rosfanty. 2010)



1



World Health Organitation (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan di seluruh dunia.Terdapat 3 penyebab utama yang mempengaruhi angka kematian ibu (AKI), dan yang yang paling dekat dengan kesakitan dan kematian berhubungan dengan kehamilan, persalinan atau komplikasinya. Kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta bayi baru lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya di negara-negara berkembang. Sekitar(25-50 %) kematian perempuan usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan dan penyakit kronis lainnya (WHO, 2010). Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 angka kematian ibu adalah 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup. (Survey SDKI Tahun 2012). B. Tujuan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap klien saat masa prenatal. C. Manfaat a) Mendapat pengalaman serta dapat menerapkan teori yang didapat dalam perkuliahan pada kasus nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan. b) Sebagai bahan kepustakaan tentang asuhan keperawatan pada masa prenatal. c) Dapat melaksanakan pengkajian dan analisa data pada kasus Intra Uterine Fetal Death d) Dapat menyusun diagnosa keperawatan pada kasus Intra Uterine Fetal Death e) Mrngidentifikasi masalah potensial f) Mengidentifikasi rencana tindakan g) Membuat rencana tindakan keperawatan h) Melaksanakan tindakan keperawatan i) Melaksanakan evaluasi dan hasil tindakan



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Menurut Whord Helth Organitation (WHO) dan The American College Of Obstetricians and Gynecologists yang disebut kematian janin adalah yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin dalam kandungan merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi. (Sarwono, 2010). Sedangkan menurut (Agustina.2011) yang dimaksud kematian janin adalah kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih. Umumnya kematian janin terjadi menjelang persalinan saat usia kehamilan sudah memasuki delapan bulan. Kematian janin dalam rahim adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR) atau Intra Uterine Fethal Death (IUFD), sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah dua puluh minggu maupun sesudah kehamilan dua puluh minggu. (Rosfanty.2010) 1. Sebelum dua puluh minggu kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion. 2. Sesudah dua puluh minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan dua puluh minggu dan seterusnya. Apabila wanita hamil tidak meraskan gerakan janin dapat dicurigai terjadi kematian janin dalam rahim. B. Klaasifikasi Kematian Janin Dalam Rahim 1. Kematian janin dapat di bagi menjadi empat golongan : a.



Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai dua puluh minggu penuh.



b.



Golongan II : kematian sesudah ibu hamil dua puluh minggu hingga dua puluh delapan minggu.



c.



Golongan III : Kematian sesudah kehamilan lebih dari dua puluh delapan minggu (Late Fetal Death).



3



d.



Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas.



2. Jenis-jenis pertolongan persalinan untuk janin mati : a.



Pertolongan persalinan dengan perforasi kronitomi Perforasi kronitomi merupakan tindakan beruntung yang dilakukan pada bayi yang meninggal didalam kandungan untuk memperkecil kepala janin dengan perforation dan selanjutnya menarik kepala janin (dengan kronitomi) tindakan ini dapat dilakukan pada letak kepala oleh letak sungsang dengan kesulitan persalinan kepala. Dengan kemajuan pengawasan antenatal yang baik dan system rujukan ke tempat yang lebih baik, maka tindakan proferasi dan kronitomi sudah jarang dilakukan (Agustina, 2011). Bahaya tindakan proferasi dan kronitomi adalah perdarahan infeksi, trauma jalan lahir dan yang paling berat rupture uteri pecah/robeknya jalan lahir).



b.



Pertolongan persalinan dengan dekapitasi Letak lintang mempunyai dan merupakan kedudukan yang sulit untuk dapat lahir normal pervaginam. Kegagalan pertolongan pada letak lintang menyebabkan kematian janin, oleh karena itu kematian janin tidak layak dilakukan dengan section seesarea kecuali pada keadaan khusus seperti plasnta previa totalis, kesempitan panggul absolute. Persalinan dilakukan dengan jalan dekapitasi yaitu dengan memotong leher janin sehingga badan dan kepala janin dapat dilahirkan.



c.



Pertolonga persalinan dengan eviserasi Eviserasi adalah tindakan operasi dengan mengeluarkan lebih dahulu isi perut dan paru (dada) sehingga volume janin kecil untuk selanjutnya dilahirkan. Eviserasi adalah operasi berat yang berbahaya karena bekerja diruang sempit untuk memperkecil volume janin bahaya yang selalu mengancam adalah perdarahan, infeksi dan trauma jalan lahir dengan pengawasan antenatal yang baik, situasi kehamilan dengan letak lintang selalu dapat diatasi dengan versi luar. Atau sectsio sesaria.



4



d.



Pertolongan persalinan dengan kleidotomi Kleidotomi adalah memotong tulang klavikula (tulang selangka) sehingga volume bahu mengecil untuk dapat melahirkan bahu. Kleidotomi masih dapat dilakukan pada anak hidup, bila diperlukan pada keadaan gangguan perslainan bahu pada anak yang besar.



C. Adaptasi Fisiologis dan Psikologis Ibu Dengan IUFD 1. Hormonal a. Hormon plasenta Keluarnya plasenta menyebabkan penurunan hormone yang diproduksi oleh plasenta. Hormone ini menurun dengan cepat sehingga menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke – 7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mammae pada hari ke – 3 post partum. b. Hormon pituitary Hormone prolactin, FSH, LH. Hormone prolactin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormone prolactin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke – 3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi. c. Hipotalamik pituitary ovarium Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi beriksar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu d. hormone oksitosin Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormone oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga



5



mencegah perdarahan. Selain itu, lancarnya pengeluaran ASI juga dipengaruhi oleh hormon oksitosin e. hormon prolaktin Hormon prolaktin berfungsi sebagai perangsang produksi ASI f. Hormon progesteron dan esterogen Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormone estrogen yang tinggi memperbesar hormone anti diuretic yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum, dan vulva serta vagina 2. Sistem reproduksi Adapun sistem reproduksi yang mengalami perubahan yakni : 



Involusi uterus







Involusi tempat Plasenta







Perubahan Ligamen, serviks, lokia, vulva, vagina, dan perineum



3. Psikologis Berduka yang paling besar adalah disebabkan karena kematian bayi meskipun kematian terjadi saat kehamilan. Berduka adalah respon psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka adalah normal, dan tugas berduka penting agar berduka tetap normal. Kegagalan pada tugas berduka, biasanya disebabkan keinginan untuk menghindari nyeri yang sangat berat dan stress serta ekspresi yang penuh emosi. Seringkali menyebabkan reaksi berduka abnormal atau patologis. Seorang ibu hamil yang kehilangan anaknya pasti mengalami proses berduka, secara fisik dan psikologis terganggu. Secara psikologis, ibu yang pada awalnya sudah menyiapkan diri untuk bertemu dengan bayi yang telah dikandungnya selama 9 bulan, tiba tiba harus berduka dan menerima kenyataan bahwa bayi nya sudah tidak hidup lagi. Sehingga, kondisi psikologis ibu terganggu. Ada 3 tahap pada proses berduka ini :



6



a. Syok Ini merupakan respon awal individu terhadap kehilangan. Ibu, ayah dan keluarga lain pasti mengalami syok. Manifestasi perilaku dan perasaan meliputi : penyangkalan, ketidakpercayaan, putus asa, ketakutan, ansietas, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian, kesepian, isolasi, mati rasa, introversi (memikirkan dirinya sendiri) tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut, kurang inisiatif, tindakan mekanis, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi, memberontak, dan kurang konsentrasi. b. Berduka Ada penderitaan, fase realitas. Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Nyeri karena kehilangan dirasakan secara menyeluruh dan memanjang dalam ingatan setiap hari, setiap saat dan peristiwa yang mengingatkan. Dalam hal ini, ibu pasti merasakan kesedihan yang teramat dalam, sehingga penting untuk mengekspresikan emosi yang penuh untuk resolusi yang sehat. c. Resolusi Fase menentukan hubungan baru yang bermakna. Selama periode ini, seseorang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Tanggung jawab utama petugas kesehatan adalah membagi informasi pada orangtua. Selain itu, harus mendorong dan menciptakan lingkungan yang aman untuk pengungkapan emosi berduka. Jika kehilangan terjadi pada awal kehamilan. Bidan dapat dipanggil untuk berpartisipasi dalam perawatan. D. Etiologi 1. Faktor plasenta: a. Insufisiensi plasenta b. Infark plasenta c. Solusio plasenta d. Plasenta previa



7



2. Faktor ibu a. Diabetes mellitus b. Preeklamsi dan eklamsi c. Nefritis kronis d. Polihidramnion dan oligohidramnion e. Shipilis f. Penyakit jantung g. Hipertensi h. Penyakit paru atau TBC i. Inkompatability rhesus j. AIDS 3. Faktor intrapartum a. Perdarahan antepartum b. Partus lama c. Partus macet d. Persalinan presiptatus e. Persalinan sungsang f. Obat-obatan 4. Faktor janin a. Prematuritas b. Postmaturitas c. Kelainan bawaan d. Perdarahan otak 5. Faktor tali pusat d. Prolapses tali pusat e. Lilitan tali pusat f. Tali pusat pendek 6. Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin



8



Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara ayah rhesus positif, sehingga anak akan mengikuti yang dominan menjadi rhesus positif. “Akibatnya antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus”. 7. Ketidakcocokan golongan darah ibu dengan janin Terutama pada golongan darah A, B, O. “Yang kerap terjadi antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolngan darah O atau sebaliknya.” Sebab, pada saat masih dalam kandungan, darah ibu dengan janin akan saling mengalir melalui plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodynya. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya dapat terjadi hidrop sfetalis suatu reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin, antara lain pembengkakan pada perut akiabat terbentuknya cairan berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan pada rongga dada atau ronngga jantung dan lain-lain. Akibat penimbunan cairan yang berlebihan tersebut, maka tubuh janin akan membengkak.”Bahkan darahnya pun bisa bercampur air.” Biasanya kalau sudah demikian janin tidak akan tertolong lagi. Hidrops fetalis merupakan manifestasi dari bermacam penyakit bisa karena kelainan darah, rhesus atau kelainan genetik.“Biasanya bila kasusnya hidrops fetalis, maka tak ada manfaatnya kehamilan dipertahankan.Karena janinnya pasti mati.”Sayangnya, seringkali tidak dilakukan otopsi pada janin yang mati tersebut, sehingga tidak bisa diketahui penyebab hidrops fetalis.“Padahal dengan mengetahui penyebabnya bisa untuk tindakan pencegahan pada kehamilan berikutnya.” 8. Gerakan janin berlebihan Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja. Karena gerakannya berlebihan, maka tali pusat yang menghubungkan janin dengan ibu akan terpelintir. Kalau tali pusat terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalir ke plasenta bayi jadi tersumbat. “kalau janin sampai memberontak, yang ditandai dengan gerakan “liar” biasanya karena kebutuhannya ada yang tidak terpenuhi, entah itu karena kekurangan



9



oksigen, atau makanan. Karena itu, harus segera dilakukan tindakan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan janin. Misalnya, apakah oksigen dan gizinya cukup? Kalau ibu punya riwayat sebelumnya dengan janin meninggal, maka sebaiknya aktivitas ibu jangan berlebihan. “sebab, dengan aktivitas berlebihan, maka gizi dan zat makanan hanya dikonsumsi ibunya sendiri, sehingga janin relative kekurangan” 9. Berbagai penyakit pada ibu hamil Salah satu contohnya preeklamsia dan diabetes.Itulah mengapa pada ibu hamil perlu dilakukan Cardiotopogravi (CTG) untuk melihat kesejahteraan janin dalam rahim. 10. Trauma saat hamil Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasenta atau plasenta terlepas. Trauma terjadi, misalnya karena benturan pada perut, entah karena kecelakaan atau pemukulan.“Benturan ini bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga timbul perdarahan di plasenta ataau plasenta lepas sebagian. Akhirnya aliran ke bayi pun jadi tak ada.



11. Infeksi pada ibu hamil Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti infeksi akibat bakteri maupun virus. “Bahkan demam tinggi pada ibu hamil bisa menyebabkan janin tak tahan akan panas tubuh ibunya” 12. Kelainan bawaan bayi Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau paru-paru, bisa mengakibatkan kematian di kandungan. 13. Penentuan karotipe Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus kematian janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom, khususnya dalam kasus



10



ditemukannya abnormalitas struktural janin. Keberhasilan analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten meningkat. Kadang-kadang, amniosentesis dilakukan untuk mengambil amniosit hidup untuk keperluan analisis sitogenetik. 14. Sindrom antibodi antifosfolipid Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan klinis yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1) kehilangan kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan, peristiwa tromboembolik vena yang tidak dapat dijelaskan. 15. Infeksi intra-amnion Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya jelas terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology terhadap janin, plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu. E. Patofisiologi Kematian janin dalam kandungan Intra Uterine Fetal Death (IUFD) juga bisa terjadi karena beberapa faktor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang dikonsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat mengakibatkan kematian. Begitu pula dengan anemia, karena anemia adalah kejadian kekurangan Fe maka jika ibu kekurangan Fe dampak pada janin adalaah irefersibel. Kerja organ-organ maupun aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan IUGR. Menurut Sastrowinata (2015), kematian janin dalam pada Kehamilan yang telah lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut : 1. Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian lemas kembali. 2. Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh inimula-mula terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.



11



3. Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati. 4. Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema di bawah kulit. F. Faktor Prediposisi 1. Faktor ibu (High Risk Mothers) a.



Status sosial ekonomi yang rendah



b.



Tingkat pendidikan ibu yang rendah



c.



Umur ibu yang melebihi 35 tahun atau kurang dari 20 tahun



d.



Paritas pertama atau paritas kelima atau lebih



e.



Tinggi dan BB ibu tidak proporsional, Kelebihan berat badan (IMT 25-29,9) memiliki resiko 2x lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan IMT < 19,9



f.



Kehamilan di luar perkawinan



g.



Kehamilan tanpa pengawasan antenatal



h.



Gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan



i.



Ibu dengan riwayat kehamilan/persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati



j.



Riwayat inkompatibilitas darah janin dari ibu



2. Faktor bayi (High Risk Infants) a. Bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan kongenital b. Bayi dengan IUGR (Intra Uterine Growt Retardation) c. Bayi dalam keluarga yang mempunyai problem sosial 3. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan a. Abropsio plasenta b. Plasenta previa c. Preeklamsi/eklamsi d. Polihidramnion e. Inkompatibilitas golongan darah f. Kehamilan lama



12



g. Kehamilan ganda h. Infeksi i. Diabetes mellitus j. genitourinaria 4. Faktor fetal a. hamil kembar b. hamil tumbuh terhambat c. kelainan kongenital d. kelainan genetik e. infeksi 5. Merokok selama kehamilan G. Tanda dan Gejala 1. Ibu tidak merasakan gerakan janin a. Nilai denyut jantung janin b. Bila ibu mendapatkan sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat, kemudian nilai ulang c. Bila denyut jantung janin abnormal, lihat penatalaksanaan denyut jantung janin abnormal. d. Bila denyut jantung janin tidak terdengar, pastikan adanya kematian janin dengan stetoskop (Doppler) e. Bila denyut jantung janin baik, berarti bayi tidur f. Rangsang janin dengan rangsangan suara (bel) atau dengan menggoyangkan perut ibu sehingga ibu merasakan gerakan janin. Bila denyut jantung janin meningkat frekuensinya sesuai dengan gerakan janin, maka janin dapat dikatakan normal. g. Bila denyut jantung janin cenderung turun saat janin bergerak, maka dapat disimpulkan adanya gawat janin. 2. Gerakan janin idak dirasakan lagi a. Gejala dan tanda selalu ada kadang-kadang ada diagnosis kemungkinan b. Gerakan janin berkurang atau hilang c. Nyeri perut hilang timbul atau menetap



13



d. Perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu e. Uterus tegang/kaku f. Gawat janin atau denyut jantung janin tidak terdengar g. Solusio plasenta h. Gerakan janin dan denyut jantung janin tidak ada i. Perdarahan j. Nyeri perut hebat/syok k. Perut kembung/cairan bebas intra abdominal l. Kontraksi uterus abnormal m. Abdomen nyeri n. Denyut nadi ibu cepat o. Rupture uteri p. Gerakan janin berkurang atau hilang q. Denyut jantung janin abnormal (160x/menit) r. Gerakan janin/denyut jantung janin hilang. Tanda-tanda kehamilan berhenti s. Tinggi fundus uteri berkurang t. Kematian janin 3. Perubahan payudara ibu 4. Tekanan darah turun drastic 5. Ukuran rahim mengecil 6. Payudara mengeluarkan kolostrum 7. Kantung janin ada gas dan janin tumpang tindih 8. Berat badan ibu menurun 9. Tulang kepal kolaps 10. USG : merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan 11. Catatan : pemeriksaan radiologi dapat menimbulkan masalah dan tidak perlu. Bila dilakukan 5 hari setelah kematian janin, akan tampak gambaran sebagai berikut : - Tulang kepala janin tumpang tindih satu sama lain - Tulang belakang mengalami hiperfleksi - Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah - Edema di sekitar tulang kepala



14



12. Pemeriksaan HCG urin menjadi negatif. Hasil ini terjadi beberapa hari setelah kematian janin. H. Manifestai Klinis a. Denyut jantung janin tidak terdengar b. Uterus tidak membesar, fundus uterus turun c. Pergerakan anak tidak teraba lagi d. Palpasi anak tidak jelas e. Reaksi biologis menjadi negatif, setelah anak mati kurang lebih 10 hari f. Pada rongga dapat dilihat adanya 1. Tulang tengkorak tutup menutupi 2. Tulang punggung janin sangat melengkung 3. Hiperekstensi kepala tulang leher janin 4. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin 5. Bila janin yang mati bertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25% I. Komplkasi a. Trauma emosional yang berat dapat terjadi bila waktu antara kematian janin dan persalinan cukup lama b. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah c. Dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu J. Pemerikasaan penunjang a. Pemeriksaan darah lengkap b. Ultrasound seperti USG atau pemeriksaan dengan Doppler c. Radiologi (bila perlu) K. Penatalaksanaan Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab kematian, hindari memberikan informasi yang tidak tepat.



15



Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekanya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam. Penting untuk menyarankan kepada pasien dan keluarganya bahwa bukanlah suatu emergensi dari bayi yang sudah meninggal : a. Jika uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan maka pengosongan uterus dilakukan dengan kuret suction b. Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, dapat digunakan prostaglandin E2 vaginal supositoria dimulai dengan dosis 10 mg, c. Jika kehamilan > 28 minggu dapat dilakukan induksi dengan oksitosin. Selama periode menunggu diusahakan agar menjaga mental/psikis pasien yang sedang berduka karena kematian janin dalam kandungannya. Rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya, sebelum keputusan diambil. d. Bila pilihan adalah pada ekspektatif : Tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu, yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi komplikasi. e. Bila pilihan adalah manajemen aktif : induksi persalinan menggunakan oksitosin atau misoprostol. Seksio sesarea merupakan pilihan misalnya pada letak lintang. f. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut. g. Untuk si ibu, lakukan menejemen laktasi : Salah satu cara mengatasinya adalah dengan melilitkan kain atau stagen selama 72 jam. Lalu observasi keluaran ASI yang terjadi.



16



BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian 1. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi. 2. Riwayat kesehatan sekarang Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul. 3. Riwayat kesehatan dahulu 4. Riwayat kesehatan keluarga 5. Riwayat kesehatan selama kehamilan - kondisi ibu dan janin baik - Kontrol kehamilan secara rutin 6. Riwayat psikososial Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih) Interpersonal : hubungan dengan orang lain. 7. Anamnesis Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan. 8. Inspeksi Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus. 9. Palpasi Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.



17



10. Auskultasi Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan dopler tidak terdengar terdengar DJJ. 11. Reaksi kehamilan Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan. 12. Pemeriksaan penunjang 1. Rontgen Foto Abdomen a. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin. b. Tanda Nojosk



: adanya angulasi yang tajam tulang belakang



janin c. Tanda Gerhard



: adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin



d. Tanda Spalding



: overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin



e. Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak f. Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat. 2. Lakukan pemeriksaan USG B. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat perdarahan c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketuban pecah d. Berduka berhubungan dengan kehilangan bayi klien C. Rencana Keperawatan No 1



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus



Tujuan



Intervensi



Dengan dilakukan  tindakan keperawatan diharapkan nyeri hilang dengan Kriteria hasil:   Melaporkan nyeri hilang/  terkontrol.  Tampak rileks



18



Rasional



Mengkaji tingkat  Memberikan data nyeri dengan dasar untuk skala nyeri mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi Beri posisi  Merilekskan pasien nyaman Anjurkan teknik  Mengalihkan relaksasi dan perhatian dari distraksi kontraksi yang



2



3



4



dan tidur/ istirahat dengan baik.  Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan Intoleransi Dengan dilakukan aktivitas tindakan berhubungan keperawatan dengan diharapkan kelemahan adanya akibat peningkatan perdarahan aktivitas dengan Kriteria hasil :  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri  Keseimbangan aktivitas dan istirahat Resiko tinggi Dengan dilakukan infeksi tindakan berhubungan keperawatan dengan diharapkan tidak ketuban pecah ada gejala-gejala infeksi dengan Kriteria hasil :  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Berduka pasien dapat berhubungan melalui proses







berlebihan Kolaborasi  Untuk mengurangi dengan dokter rasa nyeri dalam pemberian obat analgetik secara teratur



 Kaji kemampuan pasien untuk ADL  Ubah posisi pasien dengan perlahan  Anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas  Kolaborasi dengan keluarga dalam membantu ADL



 Menentukan intervensi selanjutnya  Meminimalkan tekanan pada area terentu  Dapat menghemat energi  Memenuhi kebutuhan pasien



ADL



 Pantau suhu  untuk mendeteksi dengan teliti kemungkinan infeksi  Tempatkan pasian  untuk meminimalkan dalam ruangan terpaparnya dari khusus sumber infeksi  Kolaborasi dengan  diberikan untuk dokter dalam mengobati infeksi pemberian antibiotik sesuai ketentuan







19



Dorong pasien mengungkapkan



 Tahap penyangkalan (memberikan



dengan kehilangan bayi klien



berduka secara normal dan sehat Kriteria hasil :  Klien mampu mengekspresi kan tahap tahap berduka secara normal  Klien mampu merencanakan kehamilan selanjutnya  Klien mampu menjalani aktivitas hidup secara mandiri tanpa menunjukkan disfungsi berduka











 







 



perasaan duka Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap, siap mental Dengarkan pasien dengan penuh pengertian, jangan menghukum atau menghakimi Jelaskan bahwa sikap pasien wajar terjadi Beri dukungan nonverbal : memegang tangan, menepuk bahu Jawab pertanyaan pasien dengan bahasa sederhana, jelas dan singkat Amati respon pasien selama berbicara Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap



kesempatan untuk mengungkapkan perasaan)



D. Implementasi Lakukan seluruh rencana keperawatan secara efisien dan aman. Pastikan langkahlangkah tersebut benar-benar terlaksana. Kolaborasi dengan dokter dalam menejemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi. (Mufdlilah, 2012) E. Evaluasi Lakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnose.



20



Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. DAFTAR PUSTAKA riana, A. (2012). Pengaruh Kadar Hb dan Paritas dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru . Associated Hb and Parity with the Incidence of Intra Uterine Fetal Death (IUFD) General Hospital Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(05), 20– 25. Maryunani,anikdanyulianingsih. 2012. AsuhanKegawat DaruratandalamKebidanan. Jakarta :CV.Trans Info Media. Rukiyah,Ai



Yeyeh,Lia



Yulianti.2010.Asuhan



Kebidanan



IV



(Patologi



Kebidanan).Jakarta:TIM 4 Saifuddin,Abdul Bari,dkk.2009.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Saifuddin,Abdul Bari,dkk.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002, Yayasan BPSD. Jakarta. Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar obtetri untuk mahasiswa keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika Wardiyah, Ariyanti. Rilyani. 2016. Sistem Reproduksi. Jakarta : Salemba Medika Sari, R. A. (2015). PENGALAMAN KEHILANGAN (LOSS) PADA IBU PREEKLAMPSI YANG KEHILANGAN BAYINYA. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/47270/1/bagian_awal-bab_3.pdf



Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., & Cashion, K. (2013). Maternity Nursing 8th Edition. Singapore: Elsevier.



21