Askep Kelompok IBS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Ny.P DENGAN AFF PLATE FRAKTUR CRURIS DEXTRAL DI INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RS Dr. SOERADJI TIRTONEGORO Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Praktik Klinik Keperawatan II Prodi D-IV Keperawatan Semester 4 Dosen Pembimbing: Surantono, APP., M.Kes



Disusun oleh Mahasiswa Praktik: Diego Jazman R NIM. P07120213012 Nur’aini Maghfuroh NIM. P07120213028



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2015 ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Ny.P



DENGAN AFF PLATE FRAKTUR CRURIS DEXTRAL DI INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RS Dr. SOERADJI TIRTONEGORO Diajukan untuk disetujui pada: Hari : Sabtu Tanggal : 14 Juni 2015 Tempat: Bangsal Melati 2



Mahasiswa Praktik



Mahasiswa Praktik



Diego Jazman R



Nur’aini Maghfuroh



NIM.P07120213012



NIM.P07120213028



Mengetahui, Pembimbing Pendidikan



Surantono, APP., M.Kes



Pembimbing Lapangan



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG



Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian pergelangan kaki. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40%. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang, penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011). Fraktur akan bertambah dengan adanya komplikasi diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed union, non union atau bahkan perdarahan (Price, 2005). Masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah operasi. Berdasarkan data dari catatan medik Ruang Umar RS Roemani Semarang, jumlah penderita fraktur selama 1 tahun dari bulan Mei 2011 sampai April 2012 sebanyak 32 pasien, dan jumlah pasien yang mengalami fraktur cruris ada 10 pasien. Fenomena yang ada di rumah sakit menunjukan bahwa pasien di rumah sakit mengalami berbagai masalah keperawatan diantaranya nyeri, kerusakan mobilitas, resiko infeksi, cemas, bahkan gangguan dalam beribadah. Masalah tersebut harus di antisipasi dan di atasi agar tidak terjadi komplikasi. Peran perawat sangat penting dalam perawatan pasien terutama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. B. TUJUAN



1. Tujuan Umum



Memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien aff plate fraktur cruris 2. Tujuan Khusus a. Mampu menguasai konsep dasar asuhan keperawatan perioperatif pada pasien



aff plate fraktur cruris b. Mampu



melakukan



pengkajian,



menganalisa,



menentukan



diagnosa



keperawatan, dan membuat intervensi keperawatan. c. Mampu



memberikan



tindakan



keperawatan



yang



diharapkan



dapat



menghambat



dan



mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut. d. Mampu



mengungkapkan



faktor-faktor



yang



mendukung serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan. e. Mampu memberikan solusi kepada pasien melalui pemberian asuhan



keperawatan sesuai permasalahan yang muncul C. MANFAAT 1. Bagi Instansi Rumah Sakit



Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya asuhan keperawatan perioperatif pasien dengan tindakan aff plate fraktur cruris 2. Bagi Instansi Pendidikan



Sebagai bahan masukan dalam kegiatan dan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan perioperatif pasien dengan tindakan aff plate fraktur cruris yang dapat digunakan sebagai acuan praktek mahasiswa keperawatan 3. Bagi Pembaca



Sebagai sarana untuk memperoleh dan menambah pengetahuan tentang masalah pasien dengan tindakan aff plate fraktur cruris beserta penatalaksanaannya



BAB II LAPORAN PENDAHULUAN A. PENGERTIAN



Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002). Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008). Crusris dextra adalah tungkai bawah kanan yang terdiri dari dua tulang panjang yaitu tulang tibia dan fibula, 1/3 distal adalah letak suatu patahan yang terjadi pada bagian 1/3 bawah tungkai. Jadi pengertian fraktur cruris dextra 1/3 distal adalah patah tulang yang terjadi pada tulang tibia dan fibula yang terletas di 1/3 bagian bawah sebelah kanan. (Price, 1994) B. ANATOMI FISIOLOGI 1. Anatomi



Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006).



Tulang ekstrimitas bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul, terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang



koksa, tulang femur, tibia,



fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).



a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)



OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis. b. Tulang Femur ( tulang paha)



Merupakan



tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian



pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor.



Dibagian ujung



membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus. c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)



Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)



Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi. e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)



Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi. f.



Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).



2. Fisiologi



Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang



menghubungkan struktur tersebut



(Price dan



Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah, maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.



Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah C. ETIOLOGI



Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu: 1. Cidera atau benturan 2. Fraktur patologik



Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis. 3. Fraktur beban



Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka. D. KLASIFIKASI



Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain: 1. Fraktur tertutup (closed)



Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a. Tingkat 0



: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak



sekitarnya. b. Tingkat 1



subkutan.



: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan



c. Tingkat 2



: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak



bagian dalam dan pembengkakan. d. Tingkat 3



: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan



ancaman sindroma kompartement. 2. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)



Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka : a. Derajat I



: Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen



minimal. b. Derajat II



: Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi



fragmen jelas. c. Derajat III



: Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.



Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)



Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat. 2. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )



Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu: 1. Fraktur Transversal



: fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan



merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2. Fraktur Oblik



: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut



terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.



3. Fraktur Spiral



: fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang



di



sebabkan oleh trauma rotasi. 4. Fraktur Kompresi



: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang



mendorong tulang kea rah permukaan lain. 5. Fraktur Afulsi



: fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau



traksi otot pada insersinya pada tulang. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain: 1. Fraktur Komunitif



: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling



berhubungan. 2. Fraktur Segmental



: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak



berhubungan. 3. Fraktur Multiple



: fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak



pada tulang yang sama. E. PATOFISIOLOGI



Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut



aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang



disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi



pembuluh darah atau



penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ).



Trauma pada tulang



dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak



seimbangan. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena merupakan cedera karena terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. PATHWAY Kecelakaan Trauma eksternal lebih dari kekuatan tulang Tulang tidak mampu menahan trauma Fraktur Fiksasi Eksterna Pergeseran fragmen tulang



Trauma Jaringan



yang patah Perubahan penampilan Anestesi OREF Luka terbuka dan penurunan fungsi tubuh Peristaltik Trauma jaringan Penurunan pertahanan utama tubuh Nafsu makan Kekuatan otot dan kemampuan gerak kurang Jalan masuk organisme Sumber: Doengoes (2002), Smeltzer (2002), Muttaqin (2008) Nyeri akut Gangguan mobilitas fisik Resiko infeksi Resiko ketidak seimbangan nutrisi



kurang dari Kebutuhan tubuh HDR Kerusakan Integritas kulit Defisit perawatan diri F. MANIFESTASI KLINIS



Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya



fungsi, deformitas,



pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. Setelah terjadi fraktur, bagian yang tak dapat digunakan cenderung bergerak tidak alamiah karena pergeseran fraktur menyebabkan deformitas. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002) G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi dan luasnya 2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap 3.



Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal



H. PENATALAKSANAAN



1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup yaitu tindakan manipulasi fragmen-fragmen



tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula. 2. Imobilisasi fraktur, dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna 3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri c. Status neurovaskuler (misal: peredaran darah, nyeri, perabaan gerakan)



dipantau d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi



disuse dan meningkatkan peredaran darah I.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



J.



DIAGNOISA YANG SERING MUNCUL 1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,



edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status



metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan BB, turgor kulit buruk, nekrotik. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri /ketidak nyamanan,



kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan /tahanan. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan,



prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan. 5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau gibs



pada ekstrimitas 6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan



intake yang tidak adekuat.



7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.



K. INTERVENSI



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. IDENTITAS PASIEN



Hari, tanggal pengkajian



: Rabu, 17 Juni 2015



Nama Klien



: Ny.K



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Tanggal Lahir



: 08 Agustus 1962



Alamat



: Kadisimo, Birit, Wedi, Klaten



Diagnosa medis



: CF Ankle Sinistar



Tindakan



: ORIF



B. DI RUANG PERSIAPAN OPERASI: (TAHAP PRE OPERASI) 1. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama saat masuk RS



: Nyeri lutut kiri, rasanya seperti



ditusuk, skala nyeri 6, hilang timbul, lamanya ± 30 menit b. Riwayat penyakit sekarang



: ± 5 hari yang lalu, pasien jatuh dari



sepeda motor dengan posisi kiri, saat pasien merapat ke pinggir jalan pasien kemudian jatuh, pasien lalu ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUP Klaten. c. Riwayat penyakit dahulu



: Pasien mengatakan tidak ada riwayat



mondok ataupun sakit kronis sebelumnya, tidak ada riwayat DM atau hipertensi, hanya sakit biasa seperti batuk pilek



d. Riwayat psikososisal



: Pasien mengatakan ingin cepat sembuh



agar dapat kembali ke rumahnya dan bekerja lagi. Pasien mengatakan takut, bingung, dan cemas tentang operasinya karena baru pertama kali ini dia operasi. 2. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum: Baik, pasien terlihat gelisah b. Kesadaran



: Compos mentis (E4,V5,M6)



c. Tanda Vital



:



TD: 130/90 mmHg; N: 92 x/mnt; RR 20 x/mnt; S: 36,3 0C, skor nyeri: 1 (tanpa aktivitas) d. Kepala leher



: Kepala pasien pendek beruban, kulit kepala bersih, Leher



tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan nodul limfe pada kedua sisi leher, tidak terdapat peningkatan vena jugularis pressure (JVP). e. Mata



: Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tak ikterik, mampu



melihat dengan baik f.



Telinga: Bentuk simetris, mampu mendengar dengan baik



g. Hidung



: Terdapat rambut hidung, tidak terdapat polip.



h. Mulut



: Bibir dan mukosa mulut lembab



i.



Dada Paru-paru  Inspeksi : Tidak ada retraksi, pergerakan dinding dada simetris  Palpasi : Ekspansi dada simetris  Perkusi : Suara sonor  Auskultasi : Tidak terkaji 2 Jantung  Inspeksi : Terlihat denyut ictus cordis pada intercosta ke 5  Palpasi : Tidak ada pergeseran IC  Perkusi : Suara redup  Auskultasi : Tidak terkaji Abdomen 1



j.







Inspeksi : Perut sedikit cembung, tidak ada bekas luka  Auskultasi : Tidak terkaji  Perkusi : Terdengar bunyi timpani  Palpasi : Tidak ada nyeri tekan k. Ekstremitas Akral hangat, tidak ada oedem, terdapat luka lecet pada tangan kiri, terdapat fraktur di lutut kiri, terpasang infuse RL 20tpm di tangan kiri. l. Genitalia Terpasang kateter, urine berwarna kuning m. Pemeriksaan Penunjang 







Laboratorium



: 11 Juni 2015







Leukosit: 17,1 (H); HB: 15,1; Trombosit: 331; Eritrosit: 5,2







HBs Ag: negatif



EKG



: sinus rhythm



n. Catatan pra operatif



Pasien datang pukul 09.00 WIB, pasien mengganti baju dengan baju operasi, pasien melepas semua pakaian dibantu keluarga, pasien mengatakan bahwa sudah puasa sejak pukul 12 malam, pasien terlihat gelisah, pasien mengatakan nyeri skala 1 jika tidak digunakan untuk aktivitas. Analisa Data No Data DS:



Masalah Nyeri akut



⁻ Pasien mengeluh nyeri lutut kiri, rasanya



seperti ditusuk, skala nyeri 6, hilang timbul, lamanya ± 30 menit, sudah 5 hari sejak kecelakaan terjadi DO: - Terdapat fraktur di tempurung kaki kiri



Penyebab Agen injuri fisik



akibat jatuh dari sepeda motor - Skala nyeri 6, jika tanpa aktivitas



menjadi 1 DS:



Cemas



Krisis situasional



⁻ Pasien mengatakan takut, bingung, dan



cemas tentang operasinya karena baru pertama kali ini dia operasi. DO: ⁻ Pasien terlihat gelisah ⁻ TD: 130/90 mmHg; N: 92 x/mnt; RR 20



x/mnt 3. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik d.d



DS: ⁻



Pasien mengeluh nyeri lutut kiri, rasanya seperti ditusuk, skala nyeri 6, hilang timbul, lamanya ± 30 menit, sudah 5 hari sejak kecelakaan terjadi



DO: -



Terdapat fraktur di tempurung kaki kiri akibat jatuh dari sepeda motor



-



Skala nyeri 6, jika tanpa aktivitas menjadi 1



b. Cemas b.d krisis situasional



DS: ⁻



Pasien mengatakan takut, bingung, dan cemas tentang operasinya karena baru pertama kali ini dia operasi.



DO: ⁻



Pasien terlihat gelisah







TD: 130/90 mmHg; N: 92 x/mnt; RR 20 x/mnt



4. Asuhan Keperawatan



Dx kep Nyeri



Tujuan akutSetelah



Intervensi Implementasi dilakukan⁻ Lakukan penilaianTgl 16-06-2015



berhubungan tindakan dengan



nyeri,Jam 10.15



terhadap



5-10



menit, karakteristik



diharapkan



pasien dapat



menambah⁻ Menjelaskan



verbal



menyatakan



manfaat



lebih



setelah⁻ Anjurkan



untuk



melakukan nafas



klien



dan



mengatur



mengerti nafas



dalam



penggunaan tehnik nyaman



mengontrol nyeri⁻ Kelola analgetik



dalam,



manfaat



klien posisi tidur yang



mampu relaksasi



enakan



setelah



relaksasi



tentang⁻ Membantu



rasa kegelisaan



nyeri berkurang



dengan



mengatakan



⁻ Amati isyarat non nafas dalam



⁻ Pasien



⁻ Pasien



dan pasien teknik nafas- Pasien



dengan nyeri



kriteria:



nyaman



S:



rasa faktor-faktor yang dalam



nyaman meningkat



Jam 10.15



⁻ Mengajarkan



agenkeperawatan selama lokasi,



injuri fisik



Evaluasi Tgl 16-06-2015



O: - Pasien mampu melakukan



tekhnik



teknik



non farmakologi



nafas



dalam dengan benar - Pasien mampu mengulangi manfaat teknik nafas dalam - Pasien terlihat lebih rileks - Skala nyeri 1 A: rasa



Pemenuhan nyaman



teratasi sebagain P: Amati tandatanda kegelisahan



Cemas



Setelah



dilakukan⁻



berhubungan tindakan



Bina



salingJam 10.25



hubungan



5-10



menit,⁻



diharapkan



cemas tentang



pasien



pasien



S:



sebelum- Pasienmengata



tindakan masuk



kamar



akan operasi



dilakukan dan apa⁻ Menjelaskan ⁻



Instruksikan



penyebab



tehnik relaksasi



pasien merasa lebihO:



mengungkapkan perasaan



- Pasien mampu



tenang untuk⁻ Ajak



bicara



untuk berdoa.



klien berdoa agar



pasien



tenang,



dan diingatkan



menggunakan Dorong



lebih



diajak



kepada pasien



mampu pada pasien untuk⁻ Menganjurkan







merasa



ditemani,



mengungkapkan kecemasan



kan senang



tidak yang akan dirasakan prosedur tindakan



tampak tegang ⁻ Pasien



Jelaskan



meurun yang



dengan kriteria: ⁻ Pasien



Jam 10.25



⁻ Mendampingi



dengan krisiskeperawatan selama percaya situasional



klien Tgl 16-06-2015



Tgl 16-06-2015



menjelaskan



pasien



kembali



mengutarakan



gambaran



dan perasaan cemas



tindakan yang



persepsi



akan dilakukan - Pasien terlihat lebih rileks A:



Pengelolaan



kecemasan pasien telah



dilakukan,



masalah



teratasi



sebagian P:



Pindahkan



pasien ke ruang OK-V jika sudah siap C. DI RUANG OPERASI: (TAHAP INTRA OPERASI)



Laporan intra operasi: Jam



: 09.45 WIB



Persiapan



:



-



Instrumen 9 buah



-



Kassa 7 buah



-



Jarum 2 buah



-



Klien telah terpasang infus dari ruangan RL 20 tpm 500ml



-



Klien dilakukan anestesi general



-



Klien Dipasang DC



-



Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi



-



Dipasang negatif plate pada kaki kanan



-



Klien dipasang monitor: TD 137/76 mmHg, nadi 88 x/m, RR 20 x/m, SaO2



97% -



Pasien diposisikan tengkurap



-



Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas



operasi dan sarung tangan. 



Pelaksanaan operasi mulai jam 09.30,



-



Klien nafas spontan, RR 28 x/m, pemeliharaan dipasang O2 nasal kanul 4



liter/menit -



Dalam stadium anastesi dilakukan aseptik dan antiseptik medan operasi:



diolesi aseton → hibitan 0,5 % → alkohol 79 % → betadin 10 % → diberikan anestesi lokal dengan lidokain 3 ampul + adrenalin Uuntuk mencegah perdarahan) →medan di garis dengan pisau mess untuk memberikan tanda yang akan dilakukan insisi.



-



Dipasang doek biasa pada 4 sisi, difiksasi dengan doek klem selanjutnya



ditutup/dipasang doek lubang besar. -



Operasi dimulai dengan melakukan insisi pada daerah L 3, 4, 5



-



Otot – otot pro spinal disisihkan kelateral sambil dlakukan suction dan



dicouter, prog spinalis L4-5 dipotong dilakukan laminectomi (memotong daerah tepi lumbal 4-5). -



Tampak Medulla spinalis tertekan dilakukan pembebasan lamina ke lateral



dan medulla spinalis tampak lebar. Kemudian dicuci dengan cairan Nacl 0,9 % setelah bersih baru kemudian diberikan injeksi dexametason 2 cc, serta ditaburi serbuk kemicitin 1 gr. -



Pasang drainase dan difiksasi.



-



Luka operasi dijahit lapis demi lapis



-



Instrumen, kassa dan jarum bekas pakai dihitung untuk memastikan tidak ada



yang tertinggal dalam tubuh klien. -



Control perdarahan → perdarahan disuction, jumlah perdarahan sekitar 150



cc. -



Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%



-



Doek lubang diangkat, doek klem dilepaskan, 4 doek biasa diangkat.



-



Luka bekas operasi diolesi betadin → diberi sufratul → ditutup dengan kasa



steril → diplester. -



Mengontrol v/s setelah selesai operasi ;TD 110/60 mmHg, Nadi 84 x/m, R: 28



x/m, Sao2 98 % 



Jam 11.30 WIB



-



Operasi selesai, mesin anestesi dimatikan dan ET dilepaskan



-



Klien dipindahkan ke brancard dan dipindahkan ke RR