Askep Keluarga Ispa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN KELUARGA KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ISPA



Dosen Pengampu : Ns. Sulistyani, M. Kep Disusun Oleh Kelompok 5: Arnold Awak Mey Nuryani Nur Azizah Esti Yewi Ilera Wonda



20170811024014 20170811024048 20170811024052 20170811024022 20170811024028



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Maha Esa, bahwa penulis telah menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Keluarga dengan judul “Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan ISPA”. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dosen pembimbing Ns. Sulistyani, M Kep yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini. 2. Orang tua yang telah memberi dukungan dalam bentuk moril maupun materil. 3. Teman-teman yang telah membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.



Jayapura, Februari 2020



Penyusun



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4 1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5 1.3 Tujuan......................................................................................................................5 BAB II LANDASAN TEORI....................................................................................................6 2.1 Definisi.....................................................................................................................6 2.2 Epidemiologi............................................................................................................7 2.3 Etiologi.....................................................................................................................7 2.4 Faktor Risiko ISPA.....................................................................................................8 2.5 Patofisiologi............................................................................................................11 2.6 Klasifikasi ISPA........................................................................................................12 2.7 Gejala Klinis............................................................................................................13 2.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................15 2.9 Cara Penularan.......................................................................................................15 2.10 Cara Penanganan.................................................................................................15 BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................17 3.1 Pengkajian Keperawatan Keluarga.........................................................................17 3.2 Diagnosis Keperawatan Keluarga...........................................................................20 3.3 Perencanaan Keperawatan Keluarga.....................................................................21 BAB III PENUTUP..............................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................58



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus. Penderita akan mengalami demam, batuk, dan pilek berulang serta anoreksia. Di bagian tonsilitis dan otitis media akan memperlihatkan adanya inflamasi pada tonsil atau telinga tengah dengan jelas. Infeksi akut pada balita akan mengakibatkan berhentinya pernapasan sementara atau apnea (Meadow, 2005: 153-154). ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia (Anonim, 2010: 111). Pertumbuhan balita yang tercermin pada status gizi dapat dipantau melalui grafik pertumbuhan berdasarkan standar tertentu misalnya World Health Organization-The National Center Health Statistics (WHO-NCHS). Apabila terjadi perubahan grafik pertumbuhan, baik dalam pertumbuhanmassa tubuh maupun pertumbuhan linier, yang keduanya menjurus ke arah penurunan grafik bila dibandingkan dengan standar, maka dikatakan mengalami goncangan pertumbuhan (growth faltering) (Satoto, 1990: 10 dalam Royal, 2010: 12). Goncangan pertumbuhan berkaitan dengan kekurangan gizi sejak bayi dalam kandungan atau Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan banyaknya bayi yang diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak usia 1 bulan, bahkan sebelum usia 1 bulan. Tingkat kecukupan gizi yang kurang terutama energi dan protein, pola asuh atau perawatan bayi yang kurang optimal serta penyakit infeksi (Prawirohartono, 1997: 309 dalam Royal, 2010: 13). Kejadian ISPA pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat dan buruk. Hal ini disebabkan karena ISPA pada anak balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal



proses kekebalan secara alamiah. Pada orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi sebelumnya. Kasus penyakit ISPA ini sangat berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan akibat perilaku manusia dan faktor lingkungan meliputi sanitasi fisik rumah, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan kesehatan lingkungan pada musim kemarau. Penyebab ISPA adalah terjadinya infeksi saluran pernapasan yang disebabkan virus dan bakteri. Penyebab lain yang dapat menimbulkan penyakit ISPA adalah paparan cemaran udara, hand to hand transmission, ketersediaan air bersih serta faktor musim.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari ISPA? 2. Bagaimana epidemiologi dari ISPA? 3. Apa etiologi dari ISPA? 4. Apa faktor risiko ISPA? 5. Bagaimana patofisiologi ISPA? 6. Apa klasifikasi ISPA? 7. Apa gejala klinis ISPA? 8. Apa pemeriksaan penunjang ISPA? 9. Bagaimana cara penularan ISPA? 10. Bagaimana cara penanganan ISPA? 11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan keluarga dengan ISPA? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi ISPA 2. Untuk mengetahui epidemiologi ISPA 3. Untuk mengetahui etiologi ISPA 4. Untuk mengetahui faktor risiko ISPA 5. Untuk mengetahui patofisiologi ISPA 6. Untuk mengetahui klasifikasi ISPA 7. Untuk mengetahui gejala klinis ISPA 8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ISPA 9. Untuk mengetahui cara penularan ISPA 10. Untuk mengetahui cara penanganan ISPA 11. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan keluarga dengan ISPA



BAB II LANDASAN TEORI



2.1 Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang menimbulkan gejala dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Penyakit ini ditularkan umumnya melalui droplet, namun berkontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi juga dapat menularkan penyakit ini. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immnologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasite dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotic (Ngastiyah, 2005). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Khin, M.T, 2005) : 1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan. Bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernapasa (respiratory tract). 3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa



penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA. Proses tersebut dapat berlangsung lebih dari 14 hari. 2.2 Epidemiologi Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun, artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Hal tersebut diketahui dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi dari pada di desa. Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian bayi. Sebanyak 36,4% kematian bayi pada tahun 2008 (32,1%) pada tahun 2009 (18,2%) pada tahun 2010 dan38,8%pada tahun 2011 disebabkan karena ISPA. Selain itu, ISPA sering berada pada daftar sepuluh penyakit terbanyak penderitanya di rumah sakit. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun 2009, cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang diperoleh 18.749 penderita. Survei mortalitas yang dilakukan Subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA sebagai penyebab terbesar kematian bayi di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes RI, 2012). Sampai saat ini pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita.Sebagian besar kematian terjadi di negara miskin, dimana pengobatan tidak selalu tersedia dan vaksin sulit didapat.Menurunkan angka kematian pada anak melalui penurunan angka kematian karena infeksi saluran napas akut, dalam hal ini pneumonia, menjadi prioritas di dunia.Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), hampir 1 dari 5 balita di negara berkembang meninggal disebabkan oleh pneumonia. Jumlah Kasus Pneumonia yang ditemukan dan ditangani di Provinsi Papua mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 4, 30% pada tahun 2015 dan 8,0% pada tahun 2016 sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 0,16%. Di Kabupaten Jayapura, ISPA menempati posisi pertama dengan 62.553 kasus (42, 05%) Prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran RT per kapita lebih rendah. Karakteristik responden pneumonia serupa dengan karakteristil responden ISPA, kecuali pada kelompok ≥ 55 tahun ( > 3%) pneumonia lebih tinggi. Pneumonia klinis terdeteksi relative lebih tinggi pada laki-laki dan satu setengah kali lebih banyak di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Pneumonia cenderung lebih tinggi pada kelompok



yang memiliki pendidikan dan tingkat pengeluaran RT per kapita lebih rendah (WHO, 2010).



2.3 Etiologi Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Khin, M. T, 2005).



2.4 Faktor Risiko ISPA Model epidemiologi atau triad epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu manusia (Host), penyebab (Agent), dan lingkungan (Environment). Berikut ini akan dijabarkan hubungan 3 komponen yang terdapat dalam model segitiga epidemiologi dengan faktor resiko terjadinya infeksi ISPA pada anak balita: 1. Faktor penyebab (agent) adalah penyebab dari penyakit pneumonia yaitu berupa bakteri, virus, jamur dan protozoa. 2. Faktor manusia (host) Faktor manusia (host) adalah organism, biasanya manusia atau pasien. Faktor risiko infeksi pneumonia pada pasien (host) dalam hal ini anak balita meliputi: a. Umur anak Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan. b. Berat Badan Lahir Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2.500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan,



pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya. c. Status Gizi Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak itu sendiri. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Selain itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama. d. Status ASI ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat anti mikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (Hidayat, N, 2009). e. Status Imunisasi Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis.



Pemberian imunisasi campak efektif mencegah 11% kematian pneumonia balita dan imunisasi pertusis mencegah 6% kematian pneumonia pada balita. 3. Faktor Lingkungan (environment) Faktor lingkungan yang dapat menjadi risiko terjadinya ISPA pada anak meliputi: a. Pencemaran Udara Dalam Rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan risiko bronchitis, pneumonia pada anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 –10 tahun. b. Luas Ventilasi Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Menyuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan. 2) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara. 3) Menyuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang. 4) Menyuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan. 5) Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal. 6) Mendisfungsikan suhu udara secara merata. Ada dua macam ventilasi, yaitu: 1) Ventilasi alamiah yang dapat mengalirkan udara ke dalam ruangan secara alamiah misalnya jendela, pintu, lubang angin, dan lubanglubang pada dinding. 2) Ventilasi buatan yang menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara ke dalam rumah, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara (Notoatmodjo, 2007).



c. Pencahayaan Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari yang masuk menyebabkan kenyamanan berkurang, pun merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya, terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata (Syafrudin, 2011). d. Kelembaban Udara Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Menurut Suryani (2013), kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit pernafasan (Krieger dan Higgins, 2002). e. Kepadatan Hunian Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan nomor 829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang dalam satu ruangan. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada 2.5 Patofisiologi Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen kesaluran pernapasan akan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu rangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan (Kending dan Chernik, 1983). Iritasi kulit pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Seliff). Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernapasan



menyebabkan kenaikan aktivitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernapasan sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending dan Chermik; 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang sangat menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi tersebut terjadi kerusakan mekanisme mokosiloris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan sehingga memudahkan infeksi baakteri-bakteri patogen patogen yang terdapat pada saluran pernapasan atas seperti streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri tersebut menyebabkan sekresi mukus berlebihan atau bertambah banyak dapat menyumbat saluran napas dan juga dapat menyebabkan batuk yang produktif. Infeksi bakteri dapat dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran napas dapat menimbulkan gangguan gisi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain di dalam tubuh sehingga menyebabkan kejang, demam dan dapat menyebar ke saluran napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya diturunkan dalam saluran pernapasan atas, akan menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.



2.6 Klasifikasi ISPA 1. Klasifikasi Berdasarkan Umur a. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas: 1) Pneumonia berat : bila disertai dengan tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38°C atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah ( di bawah 35,5°C), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang. 2) Bukan pneumonia : jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas. b. Kelompok umur 2 tahun - < 5 tahun, diklasifikan atas : 1) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan. 2) Pneumonia berat :batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.



3) Pneumonia : batuk (atau kesulitan bernapas) dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada. 4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : batuk (atau kesulitan bernapas) tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada. 5) Pneumonia persinten : anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotic yang adekuat dan antibiotic yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan. 2. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi a. Infeksi Saluran Penapasan atas Akut (ISPaA) Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis media, faringitis. b. Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA) Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglottis atau laring sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran napas, seperti epiglottis, laryngitis,laringtrakeitis, bronchitis, bronkiolitis, pneumonia.



2.7 Gejala Klinis ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernapasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrate peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mucus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian (Nelson, 2003). Gejala ISPA adalah : 1. Gejala dari ISPA ringan Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: a. Batuk b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis) c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung



d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba terasa panas 2. Gejala dari ISPA sedang Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut. a. Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernapasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit dengan menggerikkan tangan. b. Suhu lebih dari 39°C (diukur dengan thermometer). c. Tenggorokan berwarna merah d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga f. Pernapasan berbunyi seperti menngorok (mendengkur) g. Pernapasan berbunyi menciut-ciut. 3. Gejala dari ISPA Berat Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut. a. Bibiratau kulit membiru b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas c. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun d. Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas f. Nadi cepat lebih dari160 kali per menit atau tidak teraba g. Tenggorokan berwarna merah.



2.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan kultur atau biakan kuman (swab): hasil yang didapat adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman. 2. Pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju endapan darah meningkat disertai dengan adanya leukositosit dan biasanya juga disertai dengan adanya trombositopeni. 3. Pemeriksaan foto toraks



2.9 Cara Penularan Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh Karena itu, maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang menganding unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab (Khin, M.T, 2005).



2.10 Cara Penanganan Hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh ISPbA, paling sering adalah pneumonia. Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan atau disebut ‘bayi muda’ yang menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk dan frekuensi pernafasannya secaranormal sering melebihi 50 kali per menit. Infeksi bakteri pada kelompok usia tersebut dapat hanya menampakkan tanda klinis yang spesifik, sehingga sulit untuk membedakan pneumonia daris sepsis dan meningitis (WHO, 2010). Infeksi tersebut dapat cepat fatal pada bayi muda yang telah diobati dengan sebaik-baiknya di rumah sakit dengan antibiotic parenteral. Cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia adalah dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan adanya penyediaan antibiotic yang tepat secara teratur melalui fasilitas perawatan tingkatpertama dokter praktik umum. Langkah selanjutnya untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia dapat dicapai dengan menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang mengalami ISPbA berat memerlukan oksigen, antibiotic lini II, serta keahlian klinis yang lebih hebat.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



2.11 Pengkajian Keperawatan Keluarga Variabel data dalam pengkajian keperawatan keluarga mencakup : 1. Data umum/ Identitas keluarga yang mencakup



a. Nama kepala keluarga, pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga, alamat, agama, suku, jarak pelayanan kesehatan terdekat dan alat transportasi, tipe keluarga. b. Komposisi keluarga Terdiri dari nama, hubungan dengan kepala keluarga, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, genogram. c. Status sosial ekonomi keluarga Dengan adanya keadaan sosial ekonomi yang kurang akan menyebabkan menurunnya kemampuan menyediakan pemukiman yang sehat serta kurangnya umur sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap berbagai serangan penyakit menular seperti ISPA. d. Aktivitas rekreasi keluarga Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat tertentu namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi. 2. Data pengkajian individu yang mengalami ISPA (saat ini sedang sakit) a. Nama individu yang sakit, diagnosis medis, rujukan dokter atau rumah sakit b. Pemeriksaan fisik 1) Aktivitas / istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia. Tanda : alergi, penurunan toleransi aktifitas 2) Sirkulasi Gejala : riwayat adanya gejala kronis Tanda : takikardia, penampilan wajah merah / pucat 3) Integritas ego Stresor, masalah finansial 4) Makanan / cairan Gejala : anoreksia, mual / muntah, riwayat DM. Tanda : - Distensi abdomen - Hiper aktif bunyi usus - Kulit kering dan turgor buruk - Malnutrisi 5) Neurosensori Gejala : sakit kepala daerah frontal, perubahan mental Tanda : pasien meringis kesakitan, bingung, insomnia



6) Nyeri / kenyamanan Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleuritik) meningkat oleh batuk, nyeri dada subaternal (influensa), miargia. Tanda : melindungi area yang sakit untuk membatasi gerak. 7) Pernapasan Gejala : riwyat ISK kronis, PPOM, merokok, takipnea, dipsnea progresif, pernapasan dangkal. Menggunakan otot aksesori, pelebaran nasal. Tanda : - Sputum : taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsoloidasi. - Fremitus : taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsoloidasi - Bunyi napas : menurun atau napas bronkial. 8) Keamanan Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam (38,5⁰c-40,5⁰c) Tanda : berkeringat dan menggigil 9) Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan kultur atau biakan kuman (swab): hasil yang didapat adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman. - Pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju endapan darah meningkat disertai dengan adanya leukositosit dan biasanya juga disertai dengan adanya trombositopeni. - Pemeriksaan foto toraks 3. Data kesehatan lingkungan mencakup sanitasi lingkungan pemukinan antaralain ventilasi, penerangan, kondisi lantai, tempat pembuangan sampah, dll. 4. Struktur keluarga ; struktur keluarga mencakup struktur peran, nilai (value), komunikasi, kekuatan. Komponen struktur keluarga ini akan menjawab pertanyaan tentang siapa anggota keluarga, bagaimana hubungan diantara anggota keluarga. 5. Riwayat dan tahap perkembangan a. Tahap perkembangan keluarga saat ini Dimana ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti. b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi Menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya.



c. Riwayat keluarga ini Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit.



6. Pengkajian Lingkungan a. Karakteristik rumah Diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah,jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah dan denah rumah. Kurangnya fentilasi rumah akan menyebabkan kurangnya udara di dalam rumah, yang berartikadar CO2 yang bersifat racun menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam rumah menjadi meningkat dan mudah menimbulkan bakteri atau pathogen. b. Karakteristik tetangga Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas setempat yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan penduduk setempat budaya yang mempengaruhi kesehatan. Jumlah penduduk yang besar (kepadatan penduduk) dan keadaan sosial ekonomi yang kurang disertai dengan menurunnya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah balita rentan terhadap berbagai serangan penyakit menular seperti ISPA. c. Mobilitas geografis kekuarga Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat. d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat Menjelaskan mengenai waktu yang digubakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada. e. Sistem pendukung keluarga Yang termasuk sistem pendukung adalah jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan yang meliputi fasilitas fisik, psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas kesehatan sangat menentukan pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit serta pengobatan. Fasilitas transpotasiyang memadai sangat berpengaruh terhadap kemampuan keluarga untuk menjangkau fasilitas kesehatan.



7. Fungsi keluarga



Fungsi keluarga terdiri dari aspek instrumental dan ekspresif. Aspek instrumental fungsi keluarga adalah aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, tidur, pemeliharaan kesehatan. Aspek ekspresif fungsi keluarga adalah fungsi emosi, komunikasi, pemecahan masalah, keyakinan dan lain-lain. Pengkajian variable fungsi keluarga mencakup kemampuan keluarga dalam melakukan tugas kesehatan keluarga, meliputi kemampuan mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan mengenai tindakan keperawatan yang tepat, merawat anggota keluarga yang sakit, memelihara lingkungan rumah yang sehat dan menggunakan fasilitas/ pelayanan kesehatan di masyarakat.



2.12 Diagnosis Keperawatan Keluarga Domain Kelas Kode Domain 1 : Promosi Kesehatan Domain 11 : Keamanan/ Proteksi Domain 9 : Koping/ toleransi stress Domain 11 : Keamanan/ Proteksi Domain 5 : Persepsi/kognisi



Rumusan Diagnosis Keperawatan Perilaku kesehatan cenderung beresiko



Kelas 2 : Manajemen Kesehatan Kelas 1 : Infeksi



00188



00004



Risiko infeksi



Kelas 2 : Respons koping



00210



Ganggauan penyesuaian



Kelas 4 : Hazard Lingkungan



00181



Kontaminasi



Kelas 4 : Kognisi



00126



Defiensi pengetahuan



2.13 Perencanaan Keperawatan Keluarga 1. Menetapkan Prioritas Masalah Menetapkan prioritas masalah/ diagnosis keperawatan keluarga adalah dengan menggunakan skala menyusun prioritas dari Maglaya (2009) No Kriteria 1 Sifat Masalah Skala : Wellness Aktual



Skor



Bobot 4 3



1



Resiko Potensial 2



3



4



2 1



Kemungkinan masalah dapat diubah Skala : Mudah Sebagian Tidak dapat



2 1 0



Potensi masalah untuk dicegah Skala : Tinggi Cukup Rendah



3 2 1



Menonjolnya masalah Skala : Segera Tidak perlu Tidak dirasakan



2 1 0



2



1



1



Perencanaan Asuhan Keperawatan Keluarga DATA



Diagnosis



Faktor yang berhubungan:



Domain 1 Promosi Kesehatan



1. Kurang pemahaman 2. Merokok 3. Penggunaan alcohol berlebihan 4. Sikap negative terhadap pelayanan kesehatan 5. Status sosioekonomi rendah 6. Stressor



Kelas 2 Manajemen kesehatan Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188)



Tujuan Umum/Jangka Panjang Keluarga mampu mengenali situasi/ kondisi kesehatannya secara nyata



Kode



NOC Hasil Level 1 Domain IV Pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku Outcomes yang menggambarkan sikap, pemahaman, dan tindakan dengan menghormati kesehatan dan penyakit Level 2 Kelas Q Perilaku sehat Outcomes yang menggambarkan tindakan individu dalam meningkatkan atau memperbaiki



Kode



NIC Intervensi Level 1 Domain III Perilaku Perawatan yang mendukung fungsi psikososial dan memfasilitasi perubahan gaya hidup Level 2 Kelas O Terapi perilaku Intervensi-intervensi untuk memperkuat atau meningkatkan perilaku yang diharapkan atau merubah perilaku yang tidak diharapkan



kesehatan



1629



1623



Level 3 Hasil: Perilaku penghentian penyalahgunaan alcohol  1. Tidak pernah dilakukan  2. Jarang dilakukan  3. Kadang-kadang dilakukan  4. Sering dilakukan  5. Dilakukan secara konsisten Perilaku patuh: pengobatan yang di sarankan  1. Tidak pernah menunjukkan  2. Jarang menunjukkan



4490



Level 3 Intervensi: Bantuan penghentian merokok  Catat status merokok saat ini dan riwayat merokok  Tentukan kesiapan pasien untuk belajar berhenti merokok  Berikan saran yang konsisten dan jelas untuk berhenti merokok  Bantu pasien mengidentifikasi alasan untuk berhenti dan hambatan untuk berhenti



 3. Kadang-kadang menunjukkan  4. Sering menunjukkan  5. Secara konsisten menunjukkan



1602



Perilaku promosi kesehatan  1. Tidak pernah menunjukkan  2. Jarang menunjukkan  3. Kadang-kadang menunjukkan  4. Sering menunjukkan  5. Secara konsisten menunjukkan Perilaku berhenti merokok  1. Tidak pernah menunjukkan



 Yakinkan pasien bahwa gejala fisik pemutusan nikotin adalah bersifat sementara  Informasikan pasien mengenai produk pengganti nikotoin(permen karet, semprotan hidung) untuk membantu mengurangi gejala pemutusan  Bantu memilih metode terbaik untuk berhenti merokok, ketika pasien siap untuk berhenti  Promosikan kebijakan yang menetpkan dan menegakkan



1625



 2. Jarang menunjukkan  3. Kadang-kadang menunjukkan  4. Sering menunjukkan  5. Secara konsisten menunjukkan Level 2 Kelas S Pengetahuan tentang kesehatan Outcomes yang menggambarkan pemahaman individu dalam mengaplikasikan individu untuk meningkatkan, memelihara, dan menjaga kesehatan. Level 3 Hasil:



lingkungan asap rokok



4512



bebas



Perawatan pengguanaan zat terlarang: putus alcohol  Ciptakan lingkungan dengan stimulasi rendah untuk dilakukannya detoksifikasi  Monitor delirium tremens  Tandai halusinasi dengan cara terapeutik  Pertahankan intake cairan dan nutrisi yang adekuat  Dengarkan ke khawatiran klien  Berikan dukungan emosional



1803



1805



Pengetahuan: proses penyakit  1. Tidak ada pengetahuan  2. Pengetahuan terbatas  3. Pengetahuan sedang  4. Pengetahuan banyak  5. Pengetahuan sangat banyak Pengetahuan: perilaku kesehatan  1. Tidak ada pengetahuan  2. Pengetahuan terbatas  3. Pengetahuan sedang  4. Pengetahuan banyak  5. Pengetahuan



Level 2 Kelas S Pendidikan pasien Intervensi-intervensi untuk memfasilitasi pembelajaran



5510



Level 3 Intervensi: Pendidikan kesehatan  Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini  Rumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan  Tekankan manfaat kesehatan positif  Lakukan demonstrasi



 Libatkan keluarga dalam perencanaan dan rencana implementasi gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan



sangat banyak Level 2 Kelas T Kontrol risiko dan keamanan



1903



Level 3 Hasil: Perilaku risiko: penggunaan alcohol  1. Tidak pernah melakukan  2. Jarang dilakukan  3. Kadang-kadang dilakukan  4. Sering dilakukan  5. Delakukan secara konsisten Kontrol risiko: penggunaan tembakau  1. Tidak pernah



5602



Pengajaran: proses penyakit  Kaji tingkat pengetahuan keluarga  Jelaskan patofisiologi penyakit  Jelaskan tanda dan gejala penyakit  Diskusikan perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi



melakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang-kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Delakukan secara konsisten



Level 1 Domain IV Keamanan Perawatan yang mendukung perlindungan terhadap ancaman



Deteksi risiko  1. Tidak pernah melakukan  2. Jarang dilakukan  3. Kadang-kadang dilakukan  4. Sering dilakukan  5. Delakukan secara konsisten



Level 2 Kelas V Manajemen risiko Intervensi-intervensi yang dilakukan untuk menurunkan risiko dan memantau risiko yang ada secara terusmenerus sepanjang waktu



 



1906



 



1908



Level 3 Intervensi:



6530



Manajemen imunisasi/vaksin  Ajarkan pada orang tua imunisasi yang direkomendasikan bagi anak  Sediakan informasi mengenai vaksin yang disiapkan oleh Pusat Pencegahan dan Kontrol Prnyakit  Identifikasi teknik pemberian imunisasi yang tepat  Gunakan prinsip 5 benar dalam pemberian obat  Dokumentasi Identifikasi risiko  Kaji ulang kesehatan masa lalu  Identifikasi adanya



6610



6680



Faktor yang berhubungan: 1. Kurang pengetahuan untuk menghindari



Domain 11 Kemanan / Perlindungan Kelas 1 infeksi



Keluarga mampu menangani atau meminimalkan komplikasin dan mencegah terjadinya



Level 1 Domain II Kesehatan Fisiologis Outcomes yang menggambarkan fungsi organ



sumber-sumber untuk menurunkan faktor risiko  Diskusikan dan rencanakan aktivitas-aktivitas pengurangan risiko berkolaborasi dengan kelompok Monitor tanda-tanda vital  Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat Level 1 Domain I Fisologis: dasar Perawatan yang mendukung fungsi fisik Level 2



2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



pemajanan Resiko infeksi pathogen (00004) Malnutrisi Prosedur infasif Merokok Imunosupfresi Leucopenia Vaksinasi tidak adekuat Terpajan pada wabah



penyebaran infeksi



Level 2 Kelas K Pencernaan dan Nutrisi Outcomes yang menggambarkan pola perencanaan dan nutrisi individu



1004



Level 3 Hasil: Status Nutrisi  1. Sangat menyimpang dari rentang normal  2. Banyak menyimpang dari rentang normal  3. Cukup menyimpang dari rentang normal  4. Sedikit menyimpang dari rentang normal



Kelas D Dukungan nutrisi Intervensi untuk memodifikasi atau mempertahankan status nutrisi



1100



Level 3 Intervensi: Manajemen nutrisi  Tentukan status gizi pasien  Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi  Ciptakan lingkungan yang optimal  Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik



 5. Tidak menyimpang dari rentang normal 1009



1010



Status Nutrisi: Asupan Nutrisi  1. Tidak adejuat  2. Sedikit adekuat  3. Cukup adekuat  4. Sebagian besar adekuat  5. Sepenuhnya adekuat Status Menelan  1. Sangat terganggu  2. Banyak terganggu  3. Cukup terganggu  4. Sedikit terganggu  5. Tidak terganggu



Level 1



1160



1860



Monitor nutrisi  Timbang BB pasien  Monitor yumbuh kembang  Monitor turgor kulit Terapi menelan  Tuntukan kemampuan pasien untuk memfokuskan perhatian pada belajar atau melakukan tugas makan dan menelan  Sediakan privasi bagi pasien, jika diinginkan atau indikasi  Sediakan atau gunakan alat bantu, sesuai kebutuhan  Bantu pasien untuk duduk tegak (sebisa



Domain IV Pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku Outcomes yang menggambarakn sikap, pemahaman, dan tindakan dengan menghormati kesehatan dan penyakit Level 2 Kelas Q Perilaku Sehat Outcomes yang menggambarkan tindakan individu dalam meningkatkan atau memperbaiki kesehatan Level 3 Hasil: Perilaku patuh (bersifat pasif)



mungkin mendekati 90 derajat) untuk makan atau latihan makan  Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi menghadap kedepan sebagai kesiapan untuk menelan (dagu dilipat)  Sediakan perawatn mulut sesuai kebutuhan Level 1 Domain II Fisiologi : Kompleks Perawatan yang mendukung regulasi homeostatis Level 2 Kelas H



1601



1625



 1. Tidak pernah menunjukkan  2. Jarang menunjukkan  3. Kadang-kadang menunjukkan  4. Sering menunjukkan  5. Secara konsisten menunjukkan Perilaku berhenti merokok  1. Tidak pernah menunjukkan  2. Jarang menunjukkan  3. Kadang-kadang menunjukkan  4. Sering menunjukkan  5. Secara konsisten menunjukkan



Manajemen obatobatan Intervensi-intervensi untuk memfasilitasi efek yang diharapkan dari agen farmakologis



2300



Level 3 Intervensi: Pemberian Obat  Pertahankan aturan dan prosedur yang sesuai dengan keakuratan dan keamanan pemberian obatobatan  Pertahankan lingkungan yang bis amemaksimalkan keamanan dan efektifitas pemberian obatobatan



 Monitor kemungkinan alergi terhadap obat, interaksi dan kontraindikasi, termasuk obatobatan diluarkonter dan obat-obatan tradisional  Catat alergi yang dialami klien sebelum pemeberian obat dan tahap obatobatan jika diperlukan Level 1 Domain III Perilaku Perawatan yang mendukung fungsi psikososial dan memfasilitasi perubahan gaya hidup



Level 2 Kelas O Intervensi-intervensi untuk memperkuat atau meningkatkan perilaku yang tidak di harapkan



4490



Level 3 Intervensi: Bantuan penghentian merokok  Catat status merokok saat ini dan riwayat merokok  Tentukan kesiapan pasien untuk belajar berhenti merokok  Berikan saran yang



















konsisten dan jelas untuk berhenti merokok Bantu pasien mengidentifikasi alasan untuk berhenti dan hambatan untuk berhenti Yakinkan pasien bahwa gejala fisik pemutusan nikotin adalah bersifat sementara Informasikan pasien mengenai produk pengganti nikotoin(permen karet, semprotan hidung) untuk membantu mengurangi gejala pemutusan Bantu memilih



metode terbaik untuk berhenti merokok, ketika pasien siap untuk berhenti  Promosikan kebijakan yang menetpkan dan menegakkan lingkungan bebas asap rokok



Faktor yang berhubungan:



Domain 9 Koping / toleransi stress



Keluarga mampu menyesuaikan



Level 1 Domain III Kesehatan Psikososial



Level 1 Domain III Perilaku



1. Demografi yang meningkatkan peluang salah menyesuaikan diri 2. Gangguan psikologis 3. Gender wanita 4. Intelegensia yang rendah 5. Kerentanan 6. Ketidakkonsisten menjadi orang tua 7. Masalah ekonomi 8. Menyakit mental orang tua 9. Penyalahgunaan zat 10. Tingkat pendidikan ibu yang rendah 11. Ukuran keluarga yang besar



Kelas 2 Respons koping Gangguan penyesuaian (00210)



diri untuk mengubah status kesehatan keluarga menjadi lebih baik



Outcomes yang menggambarkan fungsi psikologis dab sosial



Perawatan yang mendukung fungsi psikososial dan memfasilitasi perubahan gaya hidup



Level 2 Kelas N Adaptasi pasikologis Outcomes yang menggambarkan adaptasi psikologis yang psikologis terhadap perubahan kesehatan atau kondisi kehidupan



1311



Level 3 Hasil: Adaptasi Relokasi  1. Tidak pernah menunjukkan  2. Jarang menunjukkan  3. Kadang-kadang menunjukkan



Level 2 Kelas S Pendidikan pasien Intervensi-intervensi untuk memfasilitasi pembelajaran



5515



Level 3 Intervensi: Peningkatan kesadaran kesehatan  Ciptakan lingkungan perawatan kesehatan dimana pasien dengan permasalahan memahami aksara dapat mencari



 4. Sering menunjukkan  5. Secara konsisten 



 Level 2 Kelas N Adaptasi Psikososial Outcomes yang menggambarkan adaptasi psikologis dan atau sosial terhadap perubahan kesehatan atau kondisi kehidupan



1300



Level 3 Hasil: Penerimaan: status kesehatan  1. Tidak pernah dilakukan  2. Jarang dilakukan



 







bantuan tanpa merasa malu atau merasa dicela Gunakan komunikasi yang sesuai yang jelas Pertimbangkan status kesadaran kesehatan pasien diawal kontak melalui pengkajian informal dan atau formal Pertimbangkan gaya belajar pasien Berikan informasi penting secara tertulis maupun lisan pada pasien sesuai dengan bahasa utamanya atau bahasa ibu Pertimbangkan hal yang pasien ketahui



 3. Kadang-kadang dilakukan  4. Sering dilakukan  5. Dilakukanj secara konsisten



1302



Koping  1. Tidak pernah menunjukkan  2. Jarang menunjukkan  3. Kadang-kadang menunjukkan  4. Sering menunjukkan  5. Secara konsisten menunjukkan



tentang kondisi kesehatannya atau resikonya dan menghubungkan informasi baru dengan apa yang sudah pasien ketahui  Gunakan beberapa alat komunikasi (misalnya kaset audio, kaset video, dll)  Evaluasi pemahaman pasien dengan meminta pasien mengulangi kembali dengan menggunakan katakata sendiri atau memperagakan keterampilan Level 1 Domain V



Keluarga Perawatan yang mendukung keluarga Level 2 Kelas X Perawatan sepanjang hidup Intervensi-intervensi untuk memfasilitasi fungsi unit keluarga dan meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan anggota keluarga sepanjang kehidupan



7180



Level 3 Intervensi: Bantuan pemeliharaan rumah  Tentukan kebutuhan pemeliharaan rumah pasien



 Sarankan perubahan structural yang diperlukan untuk membuat rumah lebih mudah diakses  Sediakan informasi mengenai bagaimana membuat rumah aman dan bersih  Anjurkan untuk menghilangkan bau yang tidak enak



Level 2 Kelas R Bantuan Koping Intervensi-intervensi untuk membantu orang lain untuk membangun kekuatan didi, untuk beradaptasi pada perubahan fungsi atau



menerima tingkatan fungsi yang lebih tinggi



5230



Level 3 Intervensi: Peningkatan koping  Bantu pasien dalam memeriksa sumbersumber yang tersedia untuk memenuhi tujuannya  Bantu pasien untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif  Berikan mengenai dampak dari situasi kehidupan pasien terhadap peran dan hubungan yang ada  Dukung pasien untuk mengidentifikasikan



deskripsi yang realistic terhadap adanya perubahan dalam peran  Sediakan informasi actual  Dukung kemampuan mengatasi situasi secara berangsurangsur Faktor yang berhubungan: Eksternal 1. Bermain diarea tempat kontaminan lingkungan di gunakan 2. Ekonomi rendah 3. Kontak zat kimia tanpa pelindung 4. Lantai berkarpet



Domain 11 Keamanan / perlindungan Kelas 4 Hazard lingkungan Kontaminasi (00181)



Keluarga dapat menunjukkan keamanan lingkungan rumah



Level 1 Domain I Fungsi kesehatan Outcomes yang menggambarkan kapasitas dan penampilan untuk melaksanakan tugas mendasar kehidupan Level 2 Kelas D Perawatan diri



Level 1 Domain I Fisiologi: Dasar Perawatan yang mendukung fungsi fisik



Level 2 Kelas F Fasilitas perawatan diri Intervensi-intervensi yang meneydiakan atau



5. Layanan kota yang tidak adekuat (pembuangan sampah, fasilitas penanganan kotoran) 6. Praktik hygiene personal tidak adekuat 7. Praktek hiegene rumah tangga tidak adekuat Internal 1. Merokok 2. Nutrisi tidak adekuat 3. Usia (