Askep Kolelitiasis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori Kolelitiasis 1. Pengertian Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada keduaduanya. Cholelithiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung empedu. Beberapa faktor risiko yang sering ditemui pada kejadian Cholelithiasis dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family history). Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan atas, nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah. Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke dalam usus. Fungsi dari empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu. Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak (Musbahi, 2019). Cholelithiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduaduanya. Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai kandung empedu dan salurannya



adalah



penyakit



Cholelithiasis.



Adanya



infeksi



dapat



menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada



di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam (Musbahi et al., 2019). 2. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus (Syaifuddin, 2011). a. Anatomi kandung empedu 1) Struktur empedu Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati. 2) Empedu terdiri dari: a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi rawan ujung kosta IX kanan.



b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri. c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis membentuk doktus koledukus. 3) Cairan empedu Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel hepar lebih kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan zat esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. 4) Unsur-unsur cairan empedu: a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu berfungsi membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase dari pankreas. b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu) diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali ke hepar untuk digynakan ulang. c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan menyekresinya



ke



dalam



empedu.



Pigmen



empedu



tidak



mempunyai fungsi dalam proses pencernaan. d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin, merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan feses berwarna kuning. 5) Saluran empedu Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat masuknya lemak. Kolesistokinin menyebab kan



kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan duktus koledukus(Syaifuddin, 2011). b. Fisiologi Empedu Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa. Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan bilverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran darah merah terurai menjadi globin dan bilirubin, sebagai pigmen yang tidak mempunyai unsur besi lagi. Pembentukan bilirubin terjadi dalam system retikulorndotel di dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat dalam empsdu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk dalam hati, terdiri dari natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam keadaan larutan. Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas yaitu amylase tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan meningkatkan penyerapan baik lemak netral maupun asam lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung empedu sebelum diskresi ke dalam usus. Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu dalam keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong empedu akan meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu(Suratun, 2010).



3. Klasifikasi Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2010) adalah sebagai berikut: a. Batu kolestrol Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosofolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati. b. Batu pigmen Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier 4. Etiologi Menurut Cahyono 2014 etiologi Kolelitiasis yaitu: 1. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi jenuh akan kolesterol (Supersaturasi kolesterol). 2. Pembentukan inti kolesterol Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid, garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat digambarkan sebagai



sebuah lingkarandua lapis. Apabila konsentrasi kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan dengan adanya protein musin



akan



membentuk



kristal



kolesterol,



kristal



kolesterol



terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan. 3. Penurunan fungsi kandung empedu Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding kandung empedu memudahkan seseorang menderota batu empedu, kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan membuat musin yang diproduksi dikandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan empedu. Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril kandung empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medula spinalis, penyakit kencing manis. 4. Infeksi Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian menaikan pembentukan batu. 5. Patofisiologi Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol. Batu pigmen, akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi atau pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolysis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi. Batu kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung



menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Nanda, 2020). Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas. Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi meningkatkan



saturasi



pil, estrogen kolesterol



dan klofibrat



bilier.



Insiden



yang



diketahui



pembentukanbatu



meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu juga meningkat akibat mal absorbs garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM. (Ferreira Junior et al., 2019).



6. Manifestasi Klinis Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah : a. Sebagian bersifat asimtomatik b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke punggung atau region bahu kanan c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten d. Mual dan muntah serta demam e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay colored” g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. 7. Komplikasi Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisis, kolangitis, hidrops dan emfiema. a. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran empedu. b. Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi lagi oleh empedu.



c. Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi pada pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam jiwa d. Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung empedu atau saluran kandung empedu, yang menyebakan infeksi dan peradangan pada kandung empedu (Baloyi, Rose, & Morare, 2020). 8. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien Cholelithiasis adalah (Bini et al., 2020) : a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 1520% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x. b. Ultrasonografi Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. c. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier. d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography) Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus,



kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan Pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography) Merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu . 9. Penatalaksanaan a. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. b. Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.



Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini



dibandingkan prosedur konvensional adalah



dapat



mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi. A. Asuhan Keperawatan Teoritis 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk



mengevaluasi



dan



mengidentifikasi



status



kesehatan



klien.



Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020). Pengkajian



adalah



fase



pertama



proses



keperawatan,



Data



yang



dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019) : a. Identitas 1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya. 2) Identitas penanggung jawab Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat. b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama



Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas. 2) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri atau gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut. 3) Riwayat kesehatan yang lalu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya. 4) Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis c. Pemeriksaan Fisik 1) Pemeriksaan umum. Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, RR, dan suhu. 2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe a. Kulit Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, rash lesi, bintik– bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna, bentuknya ada cairan atau tidak, kelembaban dan turgor kulit baik atau tidak.. b. Kepala Simetris Pada anak dengan glomelurus nefritis akut biasanya ubunubun cekung, rambut kering. c. Mata Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya nampak edema pada kelopak mata, konjungtiva anemis, pupil anisokor, dan skelera anemis.



d. Telinga Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna, ada serumen atau tidak, ada tanda – tanda infeksi atau tidak, palpasi adanya nyeri tekan atau tidak. e. Hidung Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi, sumbatan, perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah pernapasan cuping hidung atau tidak dan nyeri tekan. f. Mulut Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan stomatitis. Langit– langit keras (palatum durum) dan lunak, tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret, kesimetrisan bibir dan tanda–tanda sianosis. g. Dada Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah bunyi napas tambahan (seperti ronchi, wheezing, crackels), adakah bunyi jantung



tambahan



seperti



(mur



mur),



takipnea,



dispnea,



peningkatan frekuwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul). h. Abdomen Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa, dengarkan bunyi bising usus, palpasi seluruh kuadran abdomen. Biasanya pada Kolelitiasis terdapat nyeri pada perut bagian kanan atas. i. Genitalia dan rectum  Lubang anus ada atau tidak  Pada laki–laki inspeksi uretra dan testis apakah terjadi hipospadia atau epispadia, adanya edema skrotum atau terjadinya hernia serta kebersihan preputium.  Pada wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema atau massa, labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina, adakah secret atau bercak darah.



j. Ekstremitas Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji kekuatan otot, palpasi ada nyeri tekan, benjolan atau massa. 3). Sistem Endokrin Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya Pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu. d. Pola Aktifitas 1) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan 2) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran bedrest 3) Aspek psikologis Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati. 4) Aspek penunjang a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum meningkat) b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter. 2. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencederaan fisik ditandai dengan mengeluh nyeri 2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal 3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan Infeksi



3. Intervensi No 1.



Diagnosa



Luaran (Tujuan dan kriteria hasil) akut Setelah dilakukan



Nyeri berhubungan dengan pencederaan ditandai



tindakan keperawatan Agen 1 x 24 jam diharapkan fisik hipertermi



membaik,



dengan dengan kriteria hasil :



mengeluh nyeri



 Keluhan



nyeri



menurun  Meringis menurun  Gelisah menurun  Frekuensi



nadi



membaik  Pola



nafas



membaik



 Identifikasi skala nyeri  Identifikasi verbal



nyeri



non



 Monitor efek samping penggunaan analgesic



darah makan



 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri



tidur



 Fasilitasi istirahat dan tidur



membaik  Pola



 Identifikasi lokasi, karekteria, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri



 Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri



membaik  Nafsu



Observasi :



Teraupetik :



membaik  Tekanan



Intervensi



Edukasi :  Jelaskan periode, nyeri



penyebab, dan pemicu



 Jelaskan strategi meredahkan nyeri anjurkan menggunakan analgesic secara tepat  Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri Kolaborasi :



 Kolaborasi dokter analgesic 2.



Hipertermi



Setelah dilakukan tindakan berhubungan keperawatan 1 x 24 dengan proses jam diharapkan penyakit (mis. hipertermi Infeksi, kanker) membaik. Kriteria Hasil : ditandai dengan  Menggigil suhu tubuh diatas  Kulit merah nilai normal  Kejang  Pucat  Suhu tubuh  Tekanan darah



dengan pemberian



Observasi :  Identifikasi penyebab hipertermi  Monitor suhu tubuh  Monitor kadar elektrolit  Monitor haluan urine  Monitorkomplikasi akibat hipertermia Terapeutik :  Sediakan lingkungan yang dingin  Longgarkan atau lepaskan pakaian  Basahi dan kipasi permukaan tubuh  Berikan cairan oral  Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis ( keringat berlebihan  Lakukan pendinginan eksternal ( mis. Seliput hipotermia atau kompres dingin di dahi, leher, dada, abdomen, aksila )  Hindari pemberian antipiretik atau aspirin  Berikan oksigen jika perlu Edukasi :  anjurkan tirah baring Kolaborasi  kolaborasi pemberian cairan elektrolit



3.



Defisit



nutrisi



berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan ditandai Infeksi



dengan



Setelah dilakuan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terpenuhi. Kriteria Hasil : Status Nutrisi  Porsi makanan yang dihabiskan sedang  Frekuensi makan  Nafsu makan cukup membaik  Membran mukosa membaik



Observasi  Identifikasi status nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan  Identifikasi makanan yang disukai  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric  Monitor asupan makanan  Monitor berat badan  Monitor hasil pemeriksaan labor Terapeutik :  Lakukan oral hygiene, jika perlu  Fasilitasi menentukan pedoman dier.  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai  Berikan makanan tinggi serat untuk menjegah konstipasi  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein  Berikan suplemen makanan, jika perlu  Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi Edukasi :  Anjurkan posisi duduk jika mampu  Anjurkan diet yang diprogramkan



Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis. Pereda nyeri, antiemetic ), jika perlu  kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrienyang dibutuhkan



4. Implementasi Kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan



fisik



berdasarkan



dan



emosional.



kewenangan



dan



Tindakan



tanggung



keperawatan



jawab



secara



dibedakan profesional



sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan meliputi: a. Independent Tindakan keperawatan independent adalah suatu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. b. Interdependent Interdependen tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya : tenaga sosial, ahli gizi fisioterapi dan dokter. c. Dependent Tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana medis. 5. Evaluasi Perawat dalam mengevaluasi untuk melihat sejauh mana tujuan yang telah di capai oleh klien setelah mendapatkan tindakan atau asuhan keperawatan. Evaluasi yang dapat di gunakan yaitu evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif, evaluasi yang di lakukan pada akhir dari seluruh proses asuhan keperawatan yang di berikan dan dilakukan secara terus menerus dengan menilai respon terhadap tindakan yang di lakukan.



DAFTAR PUSTAKA Ferreira Junior, E. G., Apolinario Costa, P., Freire Golveia Silveira, L. M., Valois Vieira, R., Lima Martins Soares, H. A., Menon Loureiro, B., … Coelho Ferreira Rocha, J. R. (2019). Localized pancreatic Castleman disease presenting with extrahepatic dilatation of bile ducts: A case report and review of published cases. International Journal of Surgery Case Reports, 54, 28–33. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2018.11.006 Musbahi, A., Abdulhannan, P., Bhatti, J., Dhar, R., Rao, M., & Gopinath, B. (2019). Outcomes and risk factors of cholecystectomy in high risk patients: A CASE SERIES. Annals of Medicine and Surgery. http://doi.org/10.1016/j.amsu.2019.12.003 Nanda, D. (2020). Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA, (6), 1–7. (Nurarif & Kusuma, 2016). (2013). Journal of Chemical Information and Modeling. https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004 PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI