Askep Lansia Menjelang Ajal 7a [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK TEORI MODEL ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA MENJELANG AJAL



DISUSUN KEL 8 / 7A: 1. Robi Is Maulana 2. Fahrur Rosi



1130017007 1130017046



DOSEN : Rahmadaniar AP S.Kep.,Ns.,M.Tr.Kep



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2020/2021



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin beserta hidayahnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dalam melaksanakan dan menyusun makalah ini penulis banyak mendapatkan



bantuan dan bimbingan



dari berbagai pihak, oleh



karenanya dengan hati yang tulus menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya terutama kepada pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah “ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA MENJELANG AJAL”. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik bentuk, isi, dan penyusunannya. Penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dan di harapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.



Surabaya, 10 November 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.....................................................................................ii DAFTAR ISI..................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1 1.1 Latar Belakang............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1 1.3 Tujuan.........................................................................................................2 1.4 Manfaat.......................................................................................................3 BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................4 2.1 Pengertian Lansia Menjelang Ajal..............................................................4 2.2 Etiologi Lansia Menjelang Ajal..................................................................4 2.3 Manifestasi Klinis Lansia Menjelang Ajal..................................................5 2.4 Tahapan Lansia Menjelang Ajal.................................................................6 2.5 Pemenuhan Kebutuhan Lansia Menjelang Ajal..........................................9 2.6 Hak Asasi Lansia Menjelang Ajal...............................................................9 2.7 Pertimbangan Khusus Dalam Perawatan..................................................10 BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA MENJELANG AJAL . .13 3.1 Pengkajian.................................................................................................13 3.2 Diagnosa....................................................................................................15 3.3 Intervensi...................................................................................................16 3.4 Implementasi.............................................................................................25 3.5 Evaluasi.....................................................................................................25 BAB 4 PENUTUP..........................................................................................27 4.1 Kesimpulan...............................................................................................27 4.2 Saran..........................................................................................................27 BAB 5 DAFTAR PUSTAKA........................................................................28



iii



iv



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya usia maka akan timbul beberapa masalah pada lansia seperti penyakit penyerta, penurunan fungsi tubuh, permasalahan psikis, permasalahan lingkungan ataupun sosial, dan spiritual. Hal lain seperti penyakit terminal yang tidak ada harapan untuk sembuh dan sehat menjadi ketakutan tersendiri pada usia lanjut, karena pada saat itu lansia akan berpikir jauh mengenai beberapa waktu yang tersisa dalam hidup mereka (Naftali, 2017), Para lansia akan menghadapi masalah psikologis yaitu munculnya ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi menjelang ajal dan kematian pada lanjut usia (Azizah, 2011). Permasalahan lain dari beberapa lanjut usia yang ketika menjelang ajal kurangnya dukungan dan pemenuhan kebutuhan lansia tersebut saat menjelang ajal dari orang sekitarnya (Harapan, 2014). Selama kurun waktu hampir lima dekade (1971-2019), presentase penduduk lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat. Pada tahun 2019, persentase lansia mencapai 9,60 persen atau sekitar 25,64 juta orang, persentase penduduk lansia berdasarkan status tinggal lansia, yaitu lansia yang tinggal bersama pasangannya (20,03 persen), bersama keluarga (27,30 persen), dan tiga generasi (40,64 persen), Hal menarik lainnya yaitu keberadaan lansia yang tinggal sendiri, di mana persentasenya mencapai 9,38 persen. Jika dilihat berdasarkan tipe daerah, persentase lansia di pedesaan yang tinggal sendiri lebih tinggi dibandingkan lansia di perkotaan (10,10 persen berbanding 8,74 persen) (BPS Indonesia, 2019). Pada kondisi menjelang ajal inilah terlihat bahwa lansia bergantung kepada keluarga dan yang lain untuk memenuhi perawatannya, karena keluarga adalah tempat terbaik untuk menghabiskan masa tua, mengingat keluarga merupakan pemberi dukungan yang paling potensial terhadap kelangsungan hidup mereka. Dengan adanya dukungan dan pendampingan terhadap perawatan tersebut, risiko terkena penyakit dan kematian pada lansia dapat dikurangi (BPS Indonesia, 2019). 1



Dalam hal ini perawat sangat dibutuhkan untuk memberi pelayan asuhan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual lanjut usia dengan penyakit terminal ataupun tidak terminal dalam menjelang ajal, perawat juga dituntut untuk membantu anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan lanjut usia menjelang ajal yang disebabkan oleh penyakit terminal tidak ada harapan sembuh atau faktor lain. 1.2 Rumusan Masalah 1.



Bagaimana pengertian lansia menjelang ajal ?



2.



Bagaimana etiologi lansia menjelang ajal ?



3.



Bagaimana manifestasi klinis lansia menjelang ajal ?



4.



Bagaimana tahapan lansia menjelang ajal ?



5.



Bagaimana pemenuhan kebutuhan lansia menjelang ajal ?



6.



Bagaimana hak asasi lansia menjelang ajal ?



7.



Bagaimana Pertimbangan Khusus Dalam Perawatan lansia mwnjelanh ajal?



8.



Bagaimana konsep asuhan keperawatan lansia menjelang ajal ?



1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan umum Mahasiswa mampu memahami teori model asuhan keperawatan lansia menjelang ajal. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.



Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian lansia menjelang ajal.



2.



Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi lansia menjelang ajal.



3.



Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis lansia menjelang ajal.



4.



Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tahapan lansia menjelang ajal.



5.



Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemenuhan kebutuhan lansia menjelang ajal.



2



6.



Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hak asasi lansia menjelang ajal.



7.



Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Pertimbangan Khusus Dalam Perawatan lansia mwnjelanh ajal?



8.



Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami teori model asuhan keperawatan lansia menjelang ajal.



1.4 Manfaat 1.4.1



Bagi Penulis Memperoleh pengetahuan tentang teori model asuhan keperawatan lansia menjelang ajal serta meningkatkan keterampilan dan wawasan.



1.4.2



Bagi Pembaca Memperoleh dan menambah wawasan tentang teori model asuhan keperawatan lansia menjelang ajal.



1.4.3



Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan UNUSA Bahan masukan bagi calon perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan teori model asuhan keperawatan lansia menjelang ajal.



3



BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Lansia Menjelang Ajal Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di Dunia, Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain (Kemenkes, 2016). Para lansia akan menghadapi masalah psikologis yaitu munculnya ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi menjelang ajal dan kematian pada lanjut usia (Azizah, 2011). kecemasan dalam menghadapi kematian akan semakin membuat para lansia tidak siap dalam menghadapi kematian (Slameto, 2010). Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal, dan kematian bersifat universal.



Meskipun



unik bagi



setiap individu,



kejadian-kejadian



tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup yang diperlukan (Kozier, 2010). Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses menuju akhir. Konsep menjelang ajal dibentuk seiring dengan waktu, saat seseorang tumbuh, mengalami berbagai kehilangan, dan berpikir mengenai konsep yang konkret dan abstrak (Kozier, 2010). 2.2 Etiologi Lansia Menjelang Ajal



4



Menurut Naftali 2017, penyebab menjelang ajal pada lanjut usia salah satunya juga disebabkan oleh penyakit terminal yang tidak ada harapan untuk sembuh atau sehat, menurut kamus Kemenkes penyakit terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi penderita untuk sembuh. Kondisi tersebut adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu, Jenis penyakit terminal diantaranya penyakitpenyakit



kanker/penyakit-penyakit



infeksi, Congestif



Renal



Failure



(CRF), Stroke Multiple Sclerosis, AIDS dan akibat kecelakaan fatal. Menurut Nugroho, 2008 penyebab lansia menjelang ajal, antara lain: 1.



Keganasan, seperti Ca hati, paru-paru, mamae.



2.



Penyakit kronis atau penyakit terminal



3.



a.



CVD (cerebrovascular diseases)



b.



CRV (chronic renal failure (gagal ginjal))



c.



Diabetes Melitus (gangguan metabolik)



d.



MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler))



e.



COPD (chronic obstruction pulmonary diseases)



Kecelakaan, seperti hematoma epidural dan sudden death.



2.3 Manifestasi Klinis Lansia Menjelang Ajal Menurut Nugroho, 2008 tanda klinis lanjut usia menjelang ajal, yaitu: 1.



Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur, biasanya dimulai dari anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.



2.



Gerak peristaltik usus menurun.



3.



Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung.



4.



Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya.



5.



Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan/kelabu.



6.



Denyut nadi mulai tidak teratur.



7.



Nafas mendengkur berbunyi keras (stidor) yang disebabkan oleh adanya lendir pada saluran pernafasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut usia.



8.



Tekanan darah menurun, peredaran darah perifer berhenti.



5



9.



Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).



Tanda - tanda kematian : 1. Pernapasan



terhenti,penilaian



lebih



dari



10



menit(inpeksi,



palpasi,auskultasi) 2. Terhentinya sirkulasi ,penilaian 15 menit nadi karotis tidak teraba 3. Kulit pucat ,dapat juga terjadi pada spasme agonal 4. Pembuluh darah retina bersegmentasi ,beberapa menit pasca kematian Tanda-tanda kepastian kematian: a.



Rigor mortis Kekakuan tubuh setelah 2-4 jam



mati karena kekurangan



ATP(adenoside triphosphat)yang tidak dapat di sintesa akibat berkurangnya glikogen dalam tubuh.Proses rigor mortis dimulai dari organ involunter ,kepala,leher,tubuh dan ekstremitas. Maka dari itu mayat harus diletakan terlentang ,mulut daan kelopak tertutup sebelum rigor mortis terjadi dan akan berakhir 96 jam kematian. b.



Algor moris Penurunan suhu tubuh berlahan –lahan setelah sirkulasi dan hipotalamus tidak berfungsi . Kulit kehilangan elastisitannya dan mudah terbuka.



c.



Post mortem decomposition Setelah sistem sirkulasi hilang kulit menjadi biru kehitaman karena sel sel sudah rusak dan terjadi pelepasan Hb. Untuk memperlambat dengan di taruh di ruang suhu rendah atau dibalsam(diawetkan).



2.4 Tahapan Lansia Menjelang Ajal Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi saling tindih.Kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untukkemudian kembali ketahap itu. Apa bila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu



6



tahap, kecuali jika perawat memperhatikan secara seksama dan cermat, berikut 5 tahap menjelang ajal menurut teori Elisabeth Kuebler Ross, 2004: 1.



Tahap pertama (penolakan/denial) Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya sikap itu ditandai dengan komentar, selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa mau menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia bahkan telah menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber professional dan nonprofessional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa mau sudah ada di ambang pintu.



2.



Tahap kedua (marah/anger) Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Sering kali klien lanjut usia akan mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang telah mereka lakukan.pada tahap ini, klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan ini merupakan mekanisme pertahanna diri klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini merupakan hikmah, dari pada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme pertahanan diri kliebn lanjut usia. Pada saat ini, perawat kesehatan harus hati-hati dalam member penilaiaan sebagai reaksi yang normal terhadap kematiaan yang perlu diungkapkan.



3.



Tahap ketiga (tawar-menawar / bergaining) Kemarahan



biasanya



mereda



dan



klien



lanjut



usia



dapat



menimbulkan kesan dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya. Akan tetapi pada tahap tawar-menawar ini banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan.Selama tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan sebelum mati. Misalnya, klien lanjut usia



7



mempunyai permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membuat klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya. 4.



Tahap keempat (sedih/depresi) Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersama dengan itu, ia harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum meninggal.



5.



Tahap kelima (menerima/acceptance) Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini, klien lanjut usia telah membereskan segala



urusan yang belum



selesai dan mungkin dan mungkin tidak ingin bicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan lewat dan tibalah saat kedamaiaan dan ketenangan.Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap meneriam, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah pada maut bukan berarti menerima maut.



8



2.5 Pemenuhan Kebutuhan Lansia Menjelang Kematian Menurut Nugroho, 2008 pemenuhan kebutuhan lansia menjelang ajal yaitu: 1.



Kebutuan jasmaniah. Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda padasetiap orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia (mis: sering mengubah posisi tidur, perawatan fisik, dan sebagainya).



2.



Kebutuhan emosi.untuk menggambarkan unggkapan sikap dan perasaan klien lanjut usia dalam menghadapi kematian. a.



Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat (ketakutan yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya bahwa dirinya tidak mampu mencegah kematian).



b.



Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya. Misalnya, lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masalalu dan kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan waktu sejenak. Ingat, tidak semua orang senang membicarakan kematian.



c.



Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.



2.6 Hak Asasi Lansia Menjelang Ajal Menurut Nugroho, 2008 lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai ia mati. Berikut hak-hak klien lanjut usia menjelang ajal : 1.



Berhak tetap untuk merasa mempunyai harapan meskipun fokusnya dapat sajah berubah.



2.



Berhak dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan walaupun dapat berubah.



3.



Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah mendekat dengan caranya sendiri.



4.



Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatnya.



9



5.



Berhak untuk mengharapkan terus mendapatkan perhatian medis dan perawatan walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberi rasa nyaman.



6.



Berhak untuk tidak mati kesepian.



7.



Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.



8.



Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.



9.



Berhak untuk tidak di tipu.



10. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima kematian. 11. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat. 12. Berhak untuk mempertahakan individualitas dan tidak dihakimi atas keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain. 13. Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian. 14. Berhak untuk mengharapkan bahwa sesudah tubuh manusia akan di hormati sesudah mati. 2.2.7 Pertimbangan Khusus Dalam Perawatan 1. Tahap I (penolakan dan rasa kesendirian) Mengenal atau mengetahuai proses bahwa ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya kematian atau ancaman maut. a. Beri kesempatan kepada klien lan jut usia untuk mempergunakan caranya sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak. b. Memfasilitasi



klien



lanjut



usiadalam



menghadapi



kematian.



Luangkan waktu 10 menit sehari, baik dengan bercakap-cakap atau sekedar bersamanya. 2. Tahap II (marah) Mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda-tandanya. a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan kemarahannya dengan kata-kata. b. Ingat bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan, “ mengapa hal ini terjadi pada diriku?“



10



c. Seringkali perasaanm ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien lanjut usia bertingkah laku. 3. Tahap III (tawar-menawar) Menggambarkan proses yang berusaha menawar waktu. a. Klien lanjut usia untuk mempergunakan ungkapan, seperti seandainya “ saya…” b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian dengan tawar-menawar. c. Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara ademikian dapat menunjukkan kemampuan perawat untuk



mendengarkan



ungkapan perasaannya. 4. Tahap IV (depresi) Lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak lagi kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedian akan kematian itu sudah membayanginya. a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa tindakan ini sebenarnya



hanya memenuhi kebutuhan petugas.



Jangan takut menyaksikan klien lanjut usia atau keluarganya menangis.



Hal



ini



merupakan



ungkapan



pengekpresian



kesedihannya. Anda boleh saja ikut berduka cita. b. “ apakah saya akan mati?” sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut usia tersebut hanya sekedar mengisi dan menghabiskan waktu untuk membincangkan perasaannya, bukannya mencari jawaban. Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Apakah anda merasa akan meninggal dunia? 5. Tahap V menerima Membedakan antar sikap menerima kematian dan penyerahan terhadap kematian yang akan terjadi. Sikap meneriama: klien lanjut usia telah meneriama, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tidak akan menolak. Sikap menyerah: sebenarnya klien lanjut usia tidak



11



menghendaki kematian ini terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal ini akan terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai. a.



Luangkan waktu untuk klien lanjut usia (mungkin beberapa kali dalam sehari). Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klien lanjut usia. Oleh karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusikan mereka.



b.



Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan perhatiannya sebanyak mungkin. Tindakan ini akan member ketenangan dan perasaan aman.



12



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA MENJELANG AJAL 3.1 Pengkajian Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitusuatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek  pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial lainnya.Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji data psikososial pada klien terminalyaitu dengan menggunakan metode “PERSON”. P: Personal Strenghat yaitu kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau pekerjaan.Contoh yang positif : Bekerja ditempat yang menyenangkan bertanggung jawab penuh dan nyaman, Bekerja dengansiapa saja dalam kegiatan sehari-hari. Contoh yang negatif: Kecewa dalam pengalaman hidup. E: Emotional Reaction yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien. Contoh



yang



positif



:



Binggung



tetapi



mampu



memfokuskan



keadaan.Contoh yang negative : Tidak berespon (menarik diri). R: Respon to Stress yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu.Contoh yang positif : Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi, Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan olah raga. Contoh yang negative : Menyangkal masalah, Pemakaian alcohol. S: Support System yaitu keluarga atau orang lain yang berarti. Contoh yang positif : Keluarga, Lembaga di masyarakat. Contoh yang negative: Tidak mempunyai keluarga. O: Optimum Health Goal yaitu alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi). Contoh yang positif : Menjadi orang tua, Melihat hidup sebagai pengalaman positif. Contoh yang negative : Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat, Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik.



13



N:Nexsus yaitu bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau mempunyai gejala yang serius. Contoh yang positif : Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan. Contoh yang negative : Tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan, Menunda keputusan. A. Faktor Predisposisi Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit terminal, sistem pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan yaitu: 1. Riwayat psikosisial, termasuk hubungan-hubungan interpersonal, penyalahgunaan zat, perawatan psikiatri sebelumnya. 2. Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis. 3. Kemampuan koping. 4. Sosial support sistem termasuk sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan support tambahan. 5. Tingkat perkembangan 6. Fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan. 7. Identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup. 8. Adanya reaksi sedih dan kehilangan. 9. Pengetahuan klien tentang penyakit. 10. Pengalaman masa lalu dengan penyakit. 11. Persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal, persepsi terhadap dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas kesehatan dan beratnya perjalanan penyakit. 12. Kapasitas individu untuk membuat psikosial kembali dalam penderitaan. B. Fokus Sosiokultural Klien mengekpresikannya sesuai dengan tahap perkembangan, pola kultur atau latar belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan kematian yang dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal. C. Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu: 1. Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian. 2. Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian. 3. Support dari keluarga dan orang terdekat.



14



4. Hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga klien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup. Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor presipitasi, diantaranya: 1. Penyakit kanker 2. Penyakit akibat infeksi yang parah/kronis 3. Congestif Renal Failure (CRF) 4. Stroke Multiple Sklerosis 5. Akibat kecelakaan yang fatal. D. Faktor Perilaku 1. Respon terhadap klien Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis dan keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga secara langsung dapat menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh. 2. Respon terhadap diagnose Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock atau tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi klien dapat berupa emosi kesedihan dan kemarahan. 3. Isolasi social. 3.2. Diagnosa Keperawatan 1. D.0080 Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian 2. D.0082 Distress spiritual berhubungan dengan menjelang ajal



15



3.3. Intervensi Keperawatan No 1.



SDKI SLKI D.0080 Ansietas L. 09093 Tingkat Ansietas : berhubungan dengan Kondisi ancaman kematian



emosi



dan



SIKI 1.09314 Reduksi Ansietas



pengalaman



subyektif Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman



terhadap terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik subjektif terhadap objek yang tidak jelas dan akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan spesifik



akibat



antisipasi



bahaya



yang



individu melakukan tindakan untuk menghadapi memungkinkan individu melakukan tindakan ancaman.



untuk menghadapi ancaman.



Kriteria hasil :



Tindakan :



1.



Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang Observasi : dihadapi dari skala 2 (cukup meningkat)



1.



menjadi skala 4 (cukup menurun). 2.



menurun).



menjadi



skala



4



tingkat



ansietas



(mis.



kondisi,waktu,stressor).



Perilaku gelisah dari skala 2 (cukup meningkat)



Identifikasi



2.



(cukup



Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)



Terapeutik : 1.



Ciptakan



suasana



terapeutik



untuk



menumbuhkan kepercayaan 2.



Temani



pasien



untuk



mengurangi



kecemasan. 3.



Pahami situasi yang membuat ansietas



22



dengarkan dengan penuh perhatian. Edukasi : 1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami. 2. Informasikan



secara faktual mengenai



diagnosis, pengobatan, dan prognosis. 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien. 4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan 2.



D.0082



Distress L.09091 Status Spiritual



spiritual



persepsi. 1.09276 Dukungan spiritual



Keyakinan atau sistem nilai berupa kemampuan Memfasilitasi peningkatan perasaan seimbnag



berhubungan dengan merasakan makna dan tujuan hidup melalui dan terhubung dengan kekuatan yang lebih besar. menjelang ajal



hubungan diri, oranglain, lingkungan atau tuhan.



Tindakan :



Kriteria Hasil :



Observasi :



1. Perilaku marah pada tuhan dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun). 2. Verbalisasi menyalahkan diri sendiri drai



1. Identifikasi perasaan khawatir, kesepian, dan ketidakberdayaan. 2. Identifikasi pandangan tentang hubungan antara spiritual dan kesehatan.



skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 Terapeutik : (cukup menurun).



1. Berikan



kesempatan



mengekspresikan 23



3. Perasaan takut dari skala 2 (cukup meingkat)



menjadi



skala



4



menurun).



(cukup



perasaan tentang penyakit dan kematian. 2. Berikan kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah secara tepat. 3. Yakinkan



bahwa



mendukung



perawat selama



bersedia masa



ketidakberdayaan. 4. Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas spiritual. Edukasi : 1. Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman, dan atau orang lain.



3.4 Implementasi dan Evaluasi No



SDKI



IMPLEMENTASI



EVALUASI



24



1.



D.0080 berhubungan ancaman



Ansietas dengan terhadap



kematian



1. Menciptakan suasana terapeutik untuk S menumbuhkan kepercayaan pasien.



setelah mengungkapkan perasaan dan



2. Menemani pasien untuk mengurangi kecemasan. 3. Memahami ansietas



: Pasien mengatakan merasa lebih baik persepsi kepada perawat dan kepada keluarga.



situasi



dan



yang



membuat O : Pasien masih belum dapat menerima



mendengarkan



dengan



penuh perhatian. 4. Menganjurkan



kondisinya tampak



keluarga



untuk



tetap



bersama pasien.



saat



sedih



ini ketika



dan



eksperinya



bercerita



dan



mengungkapkan perasaannya sekarang kepada perawat dan keluarganya.



5. Memberi anjuran kepada pasien untuk A : Masalah ansietas pada pasien teratasi mengungkapkan perasaan dan persepsi. 2.



D.0082 Distress spiritual berhubungan menjelang ajal



dengan



1. Memberikan



kesempatan



mengekspresikan



perasaan



sebagian



P : Intervensi 1 dihentikan. pasien S : Pasien mengatakan merasa lebih baik tentang



penyakit dan kematian.



setelah mengungkapkan perasaan dan persepsi,



2. Memberikan kesempatan pada pasien



serta



amarahnya



kepada



perawat dan kepada keluarga.



mengekspresikan dan meredakan marah O : Pasien tampak lebih tenang dan secara tepat. 3. Meyakinkan



eksperinya tampak damai ketika bercerita kepada



pasien



bahwa



dan



mengungkapkan kepada



perasaannya



perawat bersedia mendukung pasien



sekarang



perawat



dan



selama masa ketidakberdayaan.



keluarganya. Pasien mampu meredakan 25



4. Menyediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas spiritual pasien. 5. Menganjurkan



pada



pasien



amarah dan dapat menerima kondisi nya saat ini dengan ikhlas. Pasien juga dapat



untuk



berinteraksi dengan anggota keluarga dan



berinteraksi dengan keluarga, teman, dan



tetangga sekitar rumahnya ketika datang



atau orang lain.



menjenguk pasien. A : Masalah ansietas pada pasien sudah teratasi P : Intervensi 1 dan 2 dihentikan



---------------------------------------------



26



BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi sakarotul maut tidaklah selamanya mudah, klien lanjut usia akan memberikan



reaksi-reaksi  yang



berbeda



–beda,



bergantung



kepada



kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi hidup. tetapi bagaimanapun keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus dapat menguasai keadaan terutama terhadap keluarga klien lanjut usia. Klien akan mengalami tahap-tahap dalam menghadapai kematian seperti Tahap I (penolakan dan rasa kesendirian), Tahap II (marah), Tahap III (tawar-menawar), Tahap IV (depresi), Tahap V (menerima), Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. 4.2 Saran Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan dalam aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya. Serta aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Dan dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman baik bagi pembaca maupun tenaga kesehatan khusus nya perawat dalam pemberian asuhan keperawatan menjelang ajal.



27



DAFTAR PUSTAKA Azizah & Lilik Ma’rifatul, (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu. Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik penduduk lanjut usia di Indonesia. https://www.bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_Keb udayaan/Statistik%20Penduduk%20Lanjut%20Usia%20Indonesia %202019.pdf. diakses tanggal 11 november 2020 Harapan P, Sabrian F, Utomo W. 2014. STUDI FENOMENOLOGI PERSEPSI LANSIA DALAM MEMPERSIAPKAN DIRI MENGHADAPI KEMATIAN. JOM PSIK Jurnal. Vol. 2, No. 1, 1 – 9 Kozier B. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakart: EGC. Nugroho.Wahyudi. 2008. Kep gerontik dan geriatric. Jakarta : EGC Nugroho. 2006. Gerontik dan geriatric, Edisi 3. Jakarta : EGC Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Siti nur kholifah. 2016. Keperawatan Gerontik.Jakarta:P2M2 Tamher,dkk.2009. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan Jakarta : Salemba Medika Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik, Jakarta : PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018. Standar intervensi keperawatan indonesia (SLKI): Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed ). Jakarta:DPP PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI



28