Askep Neonatal Pneumonia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY. K (USIA 2 HARI) DENGAN NEONATAL PNEUMONIA



Disusun untuk memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Anak di Ruang 11 Perinatologi RSSA Malang



Disusun Oleh : PUPUT NOVIA KUMALASARI 190070300111030 Kelompok 1A



PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020



1. Definisi Pnemounia a. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai pada jaringan parenkim paru yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri dengan tanda dan gejala seperti batuk, sesak napas, demam tinggi, disertai dengan penggunaan otot bantu napas dan adanya bercak infiltrate pada jaringan paru (Depkes RI 2002). Pneumonia



adalah



proses



inflamatori



parenkim



paru



yang



umumnya



disebabkan oleh agens infeksius (Smeltzer, 2002). b. Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita pada anak-anak diseluruh dunia. Pneumonia merupakan penyebab penting infeksi neonatal dan untuk angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan, pada periode neonatal. c. Pneumonia



neonatal adalah infeksi paru-paru pada neonatus. Dengan



menyajikan gambaran klinis dari gangguan pernapasan, terkait dengan temuan radiologi dada menunjukkan pneumonia dan bertahan selama minimal 48 jam. Onset bisa terjadi pada saat lahir dan bagian dari sindrom sepsis atau setelah 7 hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009). d. Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari RS (hospitalacquired pneumonia), misalnya dari perawat, dokter, atau pasien lain; atau dari alat kedokteran, misalnya penggunaan ventilator. Disamping itu, infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari masyarakat (communityacquired pneumonia). Pada neonatus gejala dan tanda pneumonia lebih beragam, gejala dan tanda pneumonia tidak selalu jelas terlihat. Gambaran klinis pneumonia neonatus tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. e. Pneumonia neonatal merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang disebabkan terutama oleh bakteri, yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering



adalahstreptococcus pneumonia (pneumokokus), hemophilus influenza tipe b (Hib) dan staphylococcus aureus. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian di antara semua kelompok umur. Pada anak-anak, banyak dari kematian



ini



terjadi pada masa neonatal. Organisasi Kesehatan Dunia



memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia, Lebih dari dua juta meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Pneumonia neonatal merupakan penyebab signifikan kematian pada bayi yang baru lahir, yang terjadi dalam 30 hari pertama kehidupan bayi. Bayi dengan pneumonia yang terkomplikasi oleh infeksi melalui darah memiliki resiko kematian. (Walukouw, 2011) f.



Pada neonatus, agen penyebab infeksi umumnya bakteri daripada virus. Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi. Tanda-tanda klinis dan radiografi pneumonia pada neonatal dapat nonspesifik.



Kegagalan



untuk



mengobati



pneumonia



pada



neonatal



dapat



mengakibatkan kematian, karena itu semua neonatus menunjukkan tanda-tanda distress pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi yang jelas harus dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik secara rutin.



2. Epidemiologi/Insiden Kasus Insiden Pneumonia neonatal diperkirakan 1% pada bayi cukup bulan, 10% pada bayi kurang bulan, serta kejadian meningkat pada neonates yang dirawat di NICU.



3. Etiologi Pneumonia Neonatal Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia pada umumnya, yaitu: -



Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E. Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella



-



Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.



-



Jamur: Candida.



Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Neonatus sejak lahir sampai usia 3 minggu, kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan ialah B streptokokus dan bakteri gram negatif. Infeksi bakteri ini merupakan penularan yang bersumber dari ibu. Streptococcus pneumoniae paling sering didapatkan pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan. Pada umur 3 bulan sampai umur prasekolah,



virus dan Streptococcus pneumoniae yang paling dominan menyebabkan pneumonia, sedangkan



bakteri



lain



yang



berpotensi



termasuk



Mycoplasma



pneumoniae,



Haemophilus influenzae tipe B dan non-typeable strain, Staphylococcus aureus, dan Moraxella catarrhalis. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Kecurigaan klinis yang disebabkan oleh agen pathogen dapat dijadikan petunjuk disamping riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Sementara hampir setiap mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus, jamur, dan mikobakteri. Usia pada saat terkena infeksi, sejarah eksposur, faktor risiko terhadap agen patogen, dan riwayat imunisasi semuanya dapat memberikan petunjuk yang mengarahkan kepada agen yang menginfeksi. Dalam sebuah studi multicenter prospektif, dari 154 anak dirawat di rumah sakit dengan Community-acquired pneumonia (CAP), didapatkan 79% anak terinfeksi agen patogen. Bakteri piogenik menyumbang 60% dari kasus, dimana 73% adalah karena Streptococcus



pneumoniae,



sedangkan



bakteri



atipikal



pneumoniae



seperti



Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia terdeteksi masing-masing 14% dan 9%, Sedangkan virus didapatkan 45%. Sebanyak 23% dari anak-anak dapat memiliki penyakit virus dan bakteri bersamaan akut. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa suhu yang tinggi (38,4°C) dalam waktu 72 jam dan adanya efusi pleura secara bermakna dikaitkan dengan pneumonia bakteri. Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), beberapa organisme bertanggung jawab terhadap terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi sepsis neonatorum dini. Hal ini tidak mengherankan mengingat peran dari genitourinari ibu dan flora saluran pencernaan merupakan proses yang dapat mengakibatkan infeksi pada neonatus. Infeksi oleh kelompok B Streptococcus, Listeria monocytogenes, atau gram negatif batang (misalnya, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae) merupakan penyebab umum pneumonia bakteri. Agen patogen ini dapat diperoleh di dalam rahim, melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau melalui kontak pascakelahiran dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi. Grup B Streptococcus (GBS) merupakan bakteri yang paling umum didapatkan pada tahun 1960-an sampai 1990-an, ketika dampak kemoprofilaksis intrapartum dalam mengurangi infeksi neonatal dan maternal oleh organisme ini menjadi jelas, bakteri E coli telah menjadi yang paling umum didapatkan pada bayi dengan berat 1500 gr atau kurang, lain organisme bakteri potensial seperti; Nontypeable Haemophilus influenzae (NTHI), Basil Gram negative, enterococci, dan Staphylococcus aureus. Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B paling sering ditularkan ke janin dalam rahim, biasanya sebagai akibat dari kolonisasi vagina dan leher rahim ibu. Agen infeksi



kongenital kronis, seperti CMV, Treponema pallidum (penyebab pneumonia alba), Toxoplasma gondii, dan lain-lain, dapat menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama kehidupan. Gambaran klinis biasanya melibatkan sistem organ lain. Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi pada pada bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua. Virus yang paling sering terisolasi adalah respiratory syncytial virus (RSV). Antibodi yang berasal dari ibu penting dalam melindungi bayi baru lahir dari infeksi tersebut. Pada bayi prematur diduga tidak mendapatkan cukup imunoglobulin transplasenta IgG, sehingga sangat rentan untuk mendapatkan infeksi. Penyebab



dari



Community-Acquired



Pneumonia



(CAP)



berdasarkan



kelompok usia Umur



Penyebab tersering



Penyebab terjarang



Lahir-20 hari



Bacteria Escherichia coli



Bacteria Anaerobic organisms



Group B streptococci



Group D streptococci



Listeria monocytogenes



Haemophilus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum Viruses Cytomegalovirus Herpes simplex virus



3 mgg - 3 bln



Bacteria



Bacteria



Chlamydia trachomatis



Bordetella pertussis



S. pneumonia



H. influenzae type B and nontypeable Viruses



Adenovirus



Moraxella catarrhalis



Influenza virus



Staphylococcus aureus



Parainfluenza virus 1,2,and 3



U. urealyticum Respiratory syncytial virus Virus Cytomegalovirus



4 Bln – 5 Thn



Chlamydia pneumoniae



H. influenzae type B



Mycoplasma pneumoniae



M. catarrhalis



S. pneumonia



Mycobacterium tuberculosis



Viruses Adenovirus



Neisseria meningitis



Influenza virus



S. aureus



Parainfluenza virus



Virus Varicella-zoster virus



Rhinovirus Respiratory syncytial virus 4. Klasifikasi pneuonia neonatal Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi : a. Intrapartum pneumonia Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir. Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya. Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir. b. Pneumonia pascalahir 1) Pneumonia pasca kelahiran dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah bayi lahir. Radang paru-paru pasca kelahiran dapat diakibatkan dari beberapa proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses kelahiran. 2) Seringnya penggunaan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme pathogen resisten yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan oleh bayi sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses. 3) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan potensial.



Selang



makanan



mungkin



lebih



gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.



lanjut



dapat



mempengaruhi



5. Patofisiologi Penumonia Neonatal Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah: a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia): Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin (hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama). b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia): Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru- paru. Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang sering. c. Transnatal Pneumonia: Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus. d. Nosokomial Pneumonia: Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi antara lain BBL 60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus.WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak hamper sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada (36-91% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis (12-40%), dan batuk (30-84%). Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki, radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi. Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifer rendah, letargi, tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC



7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik a. Pemeriksaan fisik Hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru berupa perkusi paru pekak, auskultasi terdapat ronchi nyaring dan suara pernapasan bronchial, inspirasi rales dan terdapat penggunaan otot aksesori. b. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) : Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral). c. Pemeriksaan laboratorium: 



DL,



Serologi,



LED:



leukositosis



menunjukkan



adanya infeksi bakteri,



menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat. 



Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.







Analisis gas darah menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2.







Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme penyebab.







Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion (risiko pneumonia tinggi).







Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia



8. Pengobatan Pneumonia Neonatal WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam, ditambah dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan ampicilin seperti benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin atau tobramycin. Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten terhadap penicillin seperti flucloxacillin atau cloxacillin maka harus diganti dengan ampicillin. Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari sekali gentamicin dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2 mg/kb, sedangkan pada bayi > 2 kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama kehidupan. Pemberian 4 mg/kg pada bayi yang berat < 2 kg atau 6 mg/kg dengan berat > 2 kg dalam minggu kedua tau lebih. Jika bayi tidak berespon terhadap pemberian antibiok lini pertama, WHO merekomendasikan untuk mengganti antibiotic dengan generasi



ketiga cephalosporin atau kloramfenikol terutama pada bayi yang tidak premature dan level obat dapat di monitor. Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-pyretics dan ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5 mg/kg, untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau coamoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan Benzylpenicillin atau erythromycin, jika tidak berespon segera ganti dengan cefuroxime atau amoxicillin. Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika penyebabnya Chlamydia dan mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40–50 mg/kg/hari dan diberikan peroral. Jika pneumonia yang disebabkan oleh pneumocystis carinii dapat diberikan cotrimoxazole 18–27 mg/kg/hr. Prioritas awal pada anak dengan pneumonia meliputi identifikasi dan pengobatan gangguan pernapasan, hipoksemia dan hiperkarbia. Mendengus, melebar, tachypnea parah dan retraksi harus meminta dukungan pernapasan langsung. Anak-anak yang berada dalam kesulitan pernapasan yang parah harus menjalani intubasi trakea jika mereka tidak mampu untuk mempertahankan oksigenasi atau mengalami penurunan tingkat kesadaran. Amoksisilin digunakan sebagai agen lini pertama untuk anak-anak dengan pneumonia komunitas tanpa komplikasi, Generasi kedua atau ketiga dari sefalosporin dan antibiotik macrolide seperti azitromisin merupakan alternatif yang bisa diterima. Pada pasien rawat inap biasanya diobati generasi sefalosporin intravena, dan seringkali dikombinasikan dengan macrolide. Pneumonia Influenza A yang sangat parah atau bila terjadi pada pasien berisiko tinggi dapat diobati dengan oseltamivir atau zanamivir. Pneumonia Virus Herpes Simplex diobati dengan asiklovir parenteral, sedangkan Infeksi jamur invasif, seperti yang disebabkan oleh Aspergillus atau spesies Zygomycetes, dapat diberikan amfoterisin B atau vorikonazol. Amoxicillin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, pada bayi dan anak yang diduga pneumonia rigan sampai sedang. Pemberian amoxicillin efektif pada bakteri pathogen invasive streptococcus pneumoniae. Ampicillin or penicillin G dapat juga diberikan pada bayi dan usia sekolah. Terapi empiris dengan pemberian cephalosporin



generasi ketiga seperti ceftriaxone atau cefotaxime pada bayi dan anak yang dirawat di rumah sakit dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. 9. Perawatan Suportif Pneumonia Neonatal Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan hasil akhir yang lebih baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk penggunaan oksigen, deteksi dan pengobatan hipoksemia dan apnea, termoregulasi, deteksi dan pengobatan hipoglikemia, dan meningkatkan penggunaan cairan intravena dan suplemen gizi melalui nasogastrik. Pemberian ASI yang sering sangat dianjurkan kecuali bila ada kontraindikasi yang pasti, seperti muntah, intoleransi gastrointestinal atau risiko tinggi aspirasi. Pemberian intravena yang mengandung garam isotonik dengan dextrose 5- 10% yang lebih sedikit dibanding dosis maintenance merupakan rekomendasi, disebabkan karena ekskresi air cairan bebas bebas menurun pada bayi dengan infeksi pneumonia akut. 10. Pencegahan Pneumonia Nenonatal Strategi untuk mencegah dan mengobati pneumonia neonatal membutuhkan intervensi di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan, yaitu masyarakat, perawatan primer, kabupaten dan rumah sakit tersier. Langkah-langkah yang telah terbukti efektif dalam pencegahan pneumonia neonatal meliputi: a. Manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban b. Inisiasi menyusi dini dan pemberian ASI eksklusif, dan c. Menghindari pneumonia nosokomial pada unit perawatan intensif di mana akibat infeksi yang umum ditemukan seperti enterik basil Gram negatif (E. coli, Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas spp), staphylococcus koagulase negatif dan S.aureus multiresisten. Bakteri kolonisasi pada tabung endotrakeal, humidifers, ventilator tabung, infus, probe temperatur. Peralatan (misalnya stetoskop) dan sarung tangan tangan merupakan awal terjadinya infeksi neonatal. Mencuci tangan adalah hal yang paling sederhana dan dan paling efektif untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Identifikasi dan pembersihan peralatan yang terkontaminasi juga mencegah infeksi nosokomial. d. Selain menghindari kontak menular, vaksinasi merupakan adalah modus utama pencegahan. Sejak diperkenalkannya vaksin HIB terkonjugasi, tingkat pneumonia HIB



telah



menurun



secara



signifikan.



Namun,



diagnosis



masih



harus



dipertimbangkan pada orang yang tidak divaksinasi, termasuk yang pada umur yang lebih muda dari 2 bulan, yang belum menerima suntikan pertama mereka.



Bayi yang berisiko tinggi seperti bayi prematur dan bayi yang baru lahir dengan penyakit jantung bawaan, pemberian profilaksis RSV intramuskular bulanan palivizumab dengan dosis 15 mg / kg volume 1 mL maksimum per injeksi. DOWN SCORE Pemeriksaan Down Score adalah pemeriksaan yang dilakukan pada bayi yang baru lahir, bertujuan untuk mengevaluasi status gawat nafas. Berikut kriteria yang perlu dikaji: Nilai



0



1



2



Frekuensi Nafas



≤ 60x/mnt



60-80x/mnt



≥ 80x/mnt



Retraksi



Tidak ada



Retraksi ringan



Retraksi berat



Sianosis



Tidak ada



Hilang dengan O2



Menetap dengan O2



Air Entry (udara masuk)



Ada



Menurun



Tidak terdengar



Merintih



Tidak ada



Terdengar dengan stetoskop



Terdengar tanpa alat bantu



Jumlah skor Keterangan: Skor < 3 : Tidak ada gawat nafas Skor 3-6 : Gawat nafas Skor > 6 : Ancaman gawat nafas



Asuhan Keperawatan Pneumonia Nenonatal 1. Pengkajian a. Anamnesa: 1. Identitas



meliputi



nama,



umur,



jenis



kelamin,



nomor



RM,



Nama



penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat. 2. Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP). 3. Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam, keputihan, riwayat terapi. 4. Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan lainnya. 5. Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan indikasinya 6. KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi, pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, APGAR score. b. Pemeriksaan fisik 1. Breathing Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum. 2. Blood Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang (>3 det). 3. Brain Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya 4. Bladder Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu



memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine. 5. Bowel Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus. 6. Bone Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital, bagaimana ATR (activity tonus respon). 2. Diagnosa Keperawatan (Yang Mungkin Muncul) a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif. c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan



transportasi



oksigen. d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer. 3. Rencana Tindakan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret. . Tujuan: jalan napas bersih dan efektif. Kriteria evaluasi: 1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan. 2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit. 3) Batuk efektif. 4) Sianosis tidak ada. 5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space. 6) Nafas cuping hidung tidak ada Rencana intervensi 1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada. Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan. 2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi napas. Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan, krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan/secret. 3) Penghisapan sesuai indikasi.



Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya penurunan tingkat kesadaran. 4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi. Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan sensorium 5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus. b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif Tujuan: pola nafas efektif. Kriteria evaluasi: 1)



Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit).



2)



Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit).



3)



Tidak ada penggunaan otot bantu napas.



4)



Napas cuping hidung tidak ada.



Rencana intervensi: 1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi. 2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada kontraindikasi. . Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru. 3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi. 4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ). Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya komplikasi. 3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi O2. Tujuan: pertukaran gas efektif. Kriteria evaluasi:



1) Hasil AGD dalam batas normal. . 2) Sianosis tidak ada. 3) Pasien tidak pucat. Rencana intervensi: 1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi. 2) Pertahankan pemberian oksigen Head box sesuai indikasi. Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke otak untuk kebutuhan sirkulasi. 3) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( AGD ). Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya komplikasi. d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral dingin, pucat, CRT