6 0 340 KB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.D dengan SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS (SLE) Di Ruang Anak Rsud Malingping
MOCHAMAD FUZI SUBAKTI 2014201113
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG TAHUN 2020/2021 ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. D dengan SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)
A. Definisi SLE adalah penyakit autoimun multisystem kronik dari jaringan ikat dan pembuluh darah yang ditandai dengan peradangan pada jaringan tubuh. Perjalanan penyakit dan gejalanya beragam dan tidak dapat diperkirakan, dari komplikasi ringan sampai mengancam hidup. Selain SLE, ada bentuk lain dari lupus, seperti lupus neonatus, yang terjadi ketika autoantibodi maternal melintasi plasenta dan menyebabkan gejala mirip lupus yang sementara pada bayi baru lahir yang berpotensi menimbulkan komplikasi blok jantung serius (Wong, D.L; Eaton, M.H; Wilson, D; Winkelstein, M.L; Schwartz, P, 2009). Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya inflamasi tersebar luas, mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatan kerusakan jaringan.
B. Insidensi Insidens minimum SLE diperkirakan 0,28 per 100.000 anak-anak yang berusia kurang dari 16 tahun. SLE lebih sering diderita anak perempuan, dengan perbandingan perempuan dan laki-laki kira-kira 5:1, dan secara khas terjadi di antara usia 10 dan 19 tahun. Ada kecenderungan penyakit ini diturunkan dari keluarga, meskipun banyak pasien yang baru terdiagnosis tidak menyadari anggota keluarga yang terkena lainnya. SLE dilaporkan diderita oleh semua suku bangsa, tetapi di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini dilaporkan lebih tinggi dengan proporsi yang rendah pada anak-anak Afrika-Amerika, Asia dan Amerika Latin (Wong, D.L; Eaton, M.H; Wilson, D; Winkelstein, M.L; Schwartz, P, 2009).
C. Faktor Penyebab Penyakit SLE tidak diketahui secara pasti. Pencetus yang mungkin adalah ketidakseimbangan hormonal, abnormalitas imun dan pajanan lingkungan termasuk obat, infeksi, sinar matahari, stress dan zat kimia (Wong, D.L; Eaton, M.H; Wilson, D; Winkelstein, M.L; Schwartz, P, 2009).
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis lupus eritematosus sistemik yang berhubungan dengan jarigan yang terkena
SLE kutaneus Eritema atau plak eritema bersisik di atas jembatan hidung dan meluas ke setiap pipi secara simetris (“ruam kupu-kupu”); dapat meluas ke kulit kepala, leher, dada dan ekstremitas; kadang-kadang gatal; memyerupai terbakar sinar matahari atau urtikaria atau menjadi bullae.
System musculoskeletal kelemahan umum, biasanya di sertai artritis, myalgia, pembengkakan sendi, dan kekakuan; biasanya dari kondisi yang tidak cukup parah sampai menyebabkan deformitas, nyeri menyebabkan disabilitas sementara.
System saraf pusat bervariasi dari kelupaan, eksitabilitas, dan sakit kepala sampai kejang dan psikosis, kejang merupakan tanda awal; saraf kranial dapat terkena, paralisis (ketelibatan medulla spinalis).
Jantug dan Paru lapisan serosa dapat meradang; pleuritis (Paru-paru), pericarditis (jantung); biasanya membaik dengan istirahat.
Ginjal glomerulus biasanya tempat terjadinya destruksi; proteinuria; gagal ginjal.
Darah anemia akibat penurunan eritrosit umu terjadi, amenorea sekunder karena anemia, trombosit, dan protein plasmadapat terkena.
Sistem limfoid limfa dan nodus servikal, aksila, dan inguinal membesar (kadangkadang), dapat terjadi hepatitis
Traktus gastrointestinal mungkin muncul mual, muntah, diare dan nyeri abdomen.
E. PATOFLOW Epstein Barr Virus (EBV) Faktor lingkungan (obat, sinar matahari, stress, dan zat kimia)
Faktor genetic dan hormon
hiperaktivitas sel T helper dan sel B
gangguan mekanisme downregulating
respon imun abnormal
produksi autoantibodi, terbentuknya kompleks imun, dan episode aktivasi komplemen yang tidak terkendali
depositnya jaringan menimbulkan kerusakan.
antigen, antibody, dan kompleks imun bertahan dalam jangka waktu lama yang menyebabkan inflamai muncul dan berkembang
Aktivasi imun disertai peningkatan sekresi agen pro inflamasi seperti tumor necrosis faktor (TNF) dan interferon (IFN) tipe 1 dan 2, B-Lymphosit stimulator (BLyS) dan interleukin (IL) 10
Lupus T dan Natural killer (NK) gagal memproduksi IL-2 dan transforming growth factor (TGF) yang cukup untuk menginduksi regulasi CD4+ dan menghambat CD8+ sel T, sehingga produksi autoantibodi pathogen dan kompleks imun terus berlangsung
Aktivasi komplemen dan sel imun mendorong pengeluaran kemotaksin, sitokin, kemokins, peptide vasoaktif dan enzim destruktif
Inflamasi kronis
Tindakan kemotrafi Menyerang hematologi Rambut botak
Hb menurun
Menyerang ginjal Menyerang ginjal
Gangguan citra tubuh
glomerulonefritis CKD
O2 menurun
Kerusakan di ginjal Retensi Na
Perfusi jaringan tidak efektif
Kompensasi jantung
Sekresi protein terganggu
Menurunya GFR CES meningkat
Gangguan keseimbangan asam basa
Hipertrofi Tekanan kapiler meningkat
respirasi meningkat, nadi meningkat
Gangguan pertukaran gas
Produksi asam dan asam lambung
Penurunan fungsi ginjal
Volume cairan interstisisial meningkat
Mual dan anoreksia
ketidakefektifan perfusi jaringan renal Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
oedem
Preload meningkat
Beban jantung meningkat
Hipertrofi kiri
Payah jantung kiri
COP menurun
Aliran darah ke ginjal turun
RAA turun
Retensi Na dan H2O
Kelebihan volume cairan
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED) 2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin urin 3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid) 4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid 5. Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4) 6. Foto polos thorax Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk monitoring Setiap 3-6 bulan bila stabil Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif. Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA generik. Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada LES. Pada penderita LES ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai LES misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD), artritis reumatoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal G. Kriteria Diagnosis Ruam kupu-kupu Ruam discoid Sensitive terhadap cahaya Ulkus oral Artritis Serositis Gangguan ginjal Gangguan neurologic (psikosis, koma, kejang, paresis) Gangguan hematologic (anemia, trombositipenia, leukopenia) Gangguan imunologik (anti-DNA, anti-SM, STS, antibody antifosfolipid) Antibody antinuclear (ANA)
H. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan SLE adalah memastikan kesehatan anak dengan menyeimbangkan obat-obat yang diperlukan untuk menghindari eksaserbasi dan komplikasi serta mencegah atau menurunkan morbiditas yang terkait dengan pengobatan. Terapi SLE meliputi penggunaan obat-obat spesifik dan perawatan suportif umum. Obat-obat yang digunakan untuk mengendalikan inflamasi adalah kortikosteroid dengan dosis yang tepat untuk mengendalikan peradangan, kemudian dosis diturunkan sedikit demi sedikit ke dosis supresif terendah. Obat-obat lain meliputi sediaan anti malaria, yang bermanfaat untuk ruam dan artritis; NSAID, yang mengurangi peradangan otot dan sendi; dan obat imunosupresif seperti siklofosfamid, untuk penyakit ginjal dan system saraf pusat. Antihipertensif, aspirin, dan antibiotic hanya menjadi obat tambahan yang diperlukan untuk mengobati atau menidari komplikasi. Perawatan suportif umum mencakup nutrisi yang cukup, tidur dan istirahat, serta latihan. Pemajanan terhadap cahaya matahari dan ultraviolet (UVB) diatasi karena berhubungan dengan eksaserbasi SLE .
I. Asuhan Keperawatan 1. Riwayat Singkat Klien An.D usia 14 tahun 7 bulan merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dilahirkan tanggal 13 Januari 2007. Pada saat pengkajian Ibu An.D mengatakan 3 bulan yang lalu anak di rumah kesehatannya semakin memburuk. Anak mengeluh sesak nafas, bengkak dibagian kaki, cepat lelah jika beraktivitas, dan tidak nafsu makan, sehingga anak di bawa berobat ke Puskesmas Malingping. anak diberi obat metilprednisolon, amlodipine, irbesartan, dan lisinopril. Keadaan anak sedikit membaik namun anak keadaannya memburuk lagi akhirnya di rujuk ke RSUD Malingping. 2 hari sebelum masuk rumah sakit ibu An.D mengatakan timbul merahmerah pada bagian tangan dan paha anak,serta sesak nafas, bengkak seluruh badan yang diawali dari bagian kaki hingga ke muka, cepat lelah jika beraktivitas, nyeri pada seluruh tubuh dan tidak nafsu makan, TD 200/100 mmHg dan BB 51,8 Kg pada saat diperiksa di IGD serta ibu mengatakan An.D sudah menjalani kemoterapi sampai siklus ke 23. Pada saat dikaji tanggal 22 November 2017 An.D mengeluh sesak nafas, nampak ada retraksi suprssternal, retraksi interkosta, PCH +, sesak terasa saat berbaring, sesak berkurang jika setengah duduk, nafas pendek, pada saat diperkusi suara redup, pada saat diauskultasi saura nafas crackles, anak tampak menggunakan oksigen NRM sebanyak 6 liter/menit, RR 47 x/menit, CRT