14 0 296 KB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK R DENGAN SLE (SISTEMATIC LUPUS ERYTHEMATOSUS) DI RUANG ANAK RSUD BANTEN Untuk Memenuhi Tugas Salah Satu Matakuliah Keperawatan Anak
Disusun oleh : kelompok 3 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Endah Nursa’adah Yogaaditya Riza Aswar Muslim Kiki Rachmatullah Imas Komalasakti Elif Kurnia Aang Fahroji
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NASIONAL 2019-2020
KATA PENGANTAR Segala puji bagi ALLAH swt. Yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan asuhan keperawatan pada anak dengan SLE ini tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan
pada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad saw. Yang kita nanti-nantikan di hari akhir nanti. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak dan khususnya kepada dosen matakuliah keperawatan anak yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini. Demikian, penulisan makalah ini dan semoga dapat bermanfaat bagi pembacanya. Terima kasih Pandeglang, februari 2020
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................. KATA PENGANTAR............................................................................................. DAFTAR ISI........................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN Latar belakang.......................................................................................................... A. Rumusan masalah........................................................................................ B. Tujuan.......................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN A. B. Definisi......................................................................................................... C. Klasifikasi.................................................................................................... D. Etiologi......................................................................................................... E. Tanda dan gejala ......................................................................................... F. Patofisiologi.................................................................................................
G. Patoflow....................................................................................................... H. Manifestasi klinis......................................................................................... I. Komplikasi................................................................................................... J. Pemeriksaan penunjang............................................................................... K. Penatalaksanaan medis................................................................................ L. Asuhan keperawatan.................................................................................... BAB III PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................................. B. Saran ........................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk berkulit putih. Pada anak-anak prevelensi SLE antara 0/100.000 pada wanita berkulit putih dibawah usia 15 tahun sampai 31/100.00 pada wanita asia usia 10-20 tahun. Insiden SLE pada usia 10-20 tahun bervariasi yaitu 4,4/100.00 pada wanita kulit putih, 19,86/100.00 pada wanita kulit hitam. (Agus akar , 2012) Berdasarkan hasil survey dengan 1 orang meninggal dunia. Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. . Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Alasan mengapa kelompok meninggal dunia. Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Oleh karena itu penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit SLE terhadap kesehatan serta dampak psikologi dan sosialnya yang cukup berat untuk penderita maupun keluarganya. Kurangnya prioritas di bidang penelitian medik untuk menemukan obat-obat penyakit SLE yang baru, aman dan efektif, dibandingkan dengan penyakit lain juga merupakan masalah tersendiri (Yayasan Lupus Indonesia).
B. Rumusan masalah a. Apa pengertian SLE ?
b. c. d. e. f.
Sebutkan Anatomi fisiologi SLE? Bagaimana Patofisiologi SLE? Apa saja Pemeriksaan Penunjang SLE? Bagaimna penatalaksanaan medis penyakit SLE? Asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak penderita penyakit SLE?
C. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah : 1. Tujuan umum Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi
dan
pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan SLE. 2. Tujuan khusus 1. Mengetahui definisi SLE. 2. Mengetahui Anatomi fisiologi SLE. 3. Mengetahui Patofisiologi SLE. 4. Mengetahui pemeriksaan penunjang SLE. 5. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan SLE. 6. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan SLE.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Lupus berasal
dari bahasa
latin
yang berarti
anjing
hutan
atau
serigala,sedangkan erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Istilah lupus erythematosus pernah digunakan pada zaman Yunani kuno untuk menyatakan suatu penyakit kulit kemerahan di sekitar pipi yang disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi auto anti bodi dan
kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.( Lamont, David E, DO ;2006 ) SLE (Sistemisc lupus erythematosus)adalah suatu penyakit komplek yang bersifat genetis dan di duga lebih dari satu gen menentukan seseorang akan terkena atau tidak (Moore Sharoon, 2008). 2.2 Anatomi Fisiologi Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari system endokrin juga diedarkan melalui darah.. Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni. 2.3 Patofisiologi Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan
autoantibodi
yang
berlebihan.
Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atauobat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. 2.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.
Antibody Antinuclear
Prevalensi
Antigen yang
%
Dikenali
98
Multiple nuclear
antibodies (ANA) Anti-dsDNA
Clinical Utility Pemeriksaan skrining terbaik; hasil negative berulang menyingkirkan SLE
70
DNA
(double-
stranded)
Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE dan pada beberapa pasien berhubungan dengan aktivitas penyakit, nephritis, dan vasculitis.
Anti-Sm
Anti-RNP
25
40
Kompleks
protein
Spesifik
untuk
SLE;
tidak
ada
korelasi
klinis;
pada 6 jenis U1
kebanyakan pasien juga memiliki RNP; umum pada
RNA
African American dan Asia dibanding Kaukasia.
Kompleks
protein
Tidak spesifik untuk SLE; jumlah besar berkaitan dengan
pada U1 RNAγ
gejala yang overlap dengan gejala rematik termasuk SLE.
Anti-Ro (SS-A)
30
Kompleks
Protein
Tidak spesifik SLE; berkaitan dengan sindrom Sicca,
RNA,
subcutaneous lupus subakut, dan lupus neonatus disertai
terutama 60 kDa
blok jantung congenital; berkaitan dengan penurunan
dan 52 kDa
resiko nephritis.
pada
Anti-La (SS-B)
Antihistone
10
70
hY
47-kDa
protein
Biasanya terkait dengan anti-Ro; berkaitan dengan
pada hY RNA
menurunnya resiko nephritis
Histones
Lebih sering pada lupus akibat obat daripada SLE.
terkait
dengan DNA (pada nucleosome, chromatin) Antiphospholipid
50
Phospholipids,β2 glycoprotein
Antierythrocyte
60
Tiga tes tersedia –ELISA untuk cardiolipin dan β 2G1, 1
sensitive
prothrombin
time
pembekuan,
(DRVVT); kematian
merupakan
cofactor,
predisposisi
janin,
dan
prothrombin
trombositopenia.
Membran eritrosit
Diukur sebagai tes Coombs’ langsung; terbentuk pada hemolysis.
Antiplatelet
30
Permukaan perubahan sitoplasmik
dan
Terkait dengan trombositopenia namun sensitivitas dan
antigen
spesifitas kurang baik; secara klinis tidak terlalu berarti
pada
untuk SLE
platelet. Antineuronal (termasuk
60 anti-
Neuronal
dan
permukaan antigen
glutamate
Pada beberapa hasil positif terkait dengan lupus CNS aktif.
limfosit
receptor) Antiribosomal P
20
Protein ribosome
pada
Pada beberapa hasil positif terkait dengan depresi atau psikosis akibat lupus CNS
1. Pemeriksaan Autoantibodi Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid, DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.
Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi. Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih baik dengan nephritis 2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE a)
Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
b)
Ruam kulit atau lesi yang khas
c)
Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
d)
Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung
e)
Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
f)
Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
g)
Biopsi ginjal
h)
Pemeriksaan saraf.
2.5 Penatalaksanaan Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi: 1. Kelompok Ringan Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit kepala Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan; a)
Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.
b)
Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid
c)
Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d)
Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria (hydroxycloroquine)
e)
Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
f)
Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan
g)
Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata
2. Kelompok Berat Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan perdarahan paru. Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;
a) Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya b) Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai kelainan organ sasaran yang terkena. c) Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan d) Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang baik
terhadap
kortikosteroid
atau
yang
tergantung
kepada
kortikosteroid dosis tinggi. 3. Penatalaksanaan Umum : a) Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu b) c) d) e) f)
mengubah gaya hidup Hindari Merokok Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi Hindari stres dan trauma fisik Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00
sampai 15.00 g) Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen 4. Pengobatan Pada Keadaan Khusus a) Anemia Hemolitik Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan b) Trombositopenia autoimun Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut
c) Perikarditis Ringan Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari d) Perkarditis Berat Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari e) Miokarditis Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan dengan siklofosfamid f) Efusi Pleura Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase g) Lupus Pneunomitis Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu h) Lupus serebral Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturutturut
2.6 Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan 2.6.1 Pengertian Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur atau fungsi tubuh Yng kompleks dalam pola yang teratur, dapat diramalkan dan diperkirakan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi. (Markum,2001). Perkembangan (Depelopment) adalah perubahan secara berangsur-angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkatkan
dan
meluasnya
kapasitas
seseorang
melalui
pertumbuhan, kematangan, dan kedewasaan (maturation). Dan pembelajaran (learning). (Wong, 2002). Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan jumlah dan besar sel diseluruh tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan sel mensintesis protein-protein baru, menghasilkan penambahan jumlah dan berat secara keseluruhan atau sebagian (A. Hidayat Aziz. Alimul, 2005). Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multifikasi (pertambah banyak) sel-sel tubuh dan
juga karena
bertambah besaarnya sel. (Nursalam,2005). 2.6.2 Pola Tumbuh Kembang Berikut dijelaskan secara singkat pola yang terjadi selama proses tumbuh kembang anak : a. Pola pertumbuhan fisik yang terarah 1) Cephalocaudal, merupakan pola pertumbuhan dari arah kepala ke kaki (head to-tail-direction), berkembangnya bagian kepala pertama kali yang berukuran lebih kecil dan sederhana. 2) Proksimodistal, merupakan pola pertumbuhan dari arah yang dekat ke arah jauh (near to far direction), dimulai dengan menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat atau sumber tenaga, kemudian menggerakkan anggota gerak yanaag lebih jauh atau kearah bagian tepi, seperti menggerakkan bahu dulu kemudian jari-jari. 3) Defisiensi, merupakan pola pertumbuhan dari aktifitas dan fungsi yanng lebih komleks,. Seluruh area perkembangan b.
(fisik, mental, sosial, emosional) mwngikkuti pola diri. Pola perkembangan dari umum ke khusus
Pola tumbuh kembang umum ke khusus (mass to special) ini dimulai dari sederhana hingga kompleks, seperti gerakan melambai tangan dahulu, kemudian mulai menggerakkan jari atau menggerakkan lengan atas, meggerakkan bawah telapak tangan sebelum meggerakkan jari tangan atau menggerakkan badan atau tubuh sebelum menggunakan kedua tungkai untuk menyangga, c.
melangkah, dan berjalan. Pola perkembangan sejalan dengan tahapan perkembangan Pada pola ini, tahapan perkembangan dibagi menjadi beberapa bagian yang memiliki prinsip atau ciri khusus sesuai tahapannya yaitu : 1) Masa oranatal, terjadi pertumbuhan yang cepat pada alat dan jaringan tubuh. 2) Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan diluar rahim dan hampir sedikit merupakan pada aspek pertumbuhan fisik. 3) Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhi dan memiliki kemampuan untuk melindungi dan menghindari dari hal yang mengancam diri. 4) Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap, minat dan penyesuaian dengan lingkungan, hal ini keluarga dan teman sebaya. 5) Masa remaja, terjadi perubahan kearah dewasa, yaitu
pematangan pada tanda-tanda pubertas. d. Pola perkembangan sejalan dengan proses maturasi Pola tumbuh kembang ini mengikuti proses maturasi (kematangan) dari organ tubuh seperti ketika alat gerak (kaki) paada bayi berfungsi untuk berjalan, maka proses tumbuh kembang diawali denngan duduk, merangkak, berdiri, lalu berjalan
sedikit dan akhirnya berjaklan dengan beberapa langkah, proses tersebut mengikuti proses beberapp organ. (Singgih, D. Gunarsa, 2007). 2.6.3 Tahap Tumbuh Kembang Tahap tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu : a. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terjadi atas pranatal mulai dari masa embrio (mulai konsepsi-8 mingggu) dan masa fetus (9 – minggu sampai lahir), serta paska natal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari- 2 tahun), masa anak-anak (1-2 tahun), masa prasekolah (3-6 tahun). b. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, zterdiri atas masa sekolah (6-12 tahun), dan masa remaja (12-18 tahun). (A. Aziz Alimul Hidayat, 2005). 2.6.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbbuh Kembang Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak setiap individu akan mengalami sikluss yang berbeda setiap kehidupan manusia. Peristiwa tersebut dapat secara tepat maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan. Proses percepatan dan perlambatan tersebuut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya (A.Aziz Alimul Hidayat, 2005) : a. Faktor herediter Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar alam mencapai tumbuh kembang anak disamping faktor lain. Yang termasuk faktor herediter adalah bawaan, jenis kelamin, ras dan suku bangsa. b. Faktor lingkungan Lingkungan pranatal : merupakan lingkungan dalam kandungan, melalui konsepsi sampai lahir yang mnagandung gizi
pada ibu hamil, lingkungan melkanis seperti posisi janin pada uterus, zat kimina atau tokxin, seperti penggunaan obat-obatan, alkohol atau kebiasaan merokkok ibu hamil, hormonal seperti adanya somatotropin, plasenta, tyroid, insulin, dan lain-lain yang mempengaruhi janin. Sedanagkan lingkungan post natal seperti, budaya, lingkungan, sosial ekonomi, keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak dalam keluarga dan status kesehatan. 2.6.5 Teori Perkembangan Anak Beberapa teori tentang perkembangan anak (A. Aziz Alimul Hidayat, 2005). a. Perkembangan kognitif pada anaka menurut Piaget dibagi dalam empat tahap, yaitu : 1) Tahap sensori motor (umur 0-2 tahun), dengan perkembangan kemampuan sebagai berikkut anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh, dan aktivitas motorik. 2) Tahap pra-operasional (umur 2-7 tahun), dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak belum mampu mengoperasionalisasi apa yang dipikirkan melalui tindakan dan pikiran anak, perkembanngan anak masih bersifat egosentrik seperti dalam penelitian Piaget anak selalu menunjukan egosentrik seperti anak akan memilliki sesuatu atau ukuran yang bsaar walaupun sedikit. 3) Tahap kongkret (umur 7-11 tahun), dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak sudah memandang realistis dari dunianya dan mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain, sifat egosentriknya udah mulai hilang sebab anak
mempunyai keterbataandiri sendiri, sifat pikiran sudah mempunyai dua pandangan atau reversibilitas merupakan cara memandang dari arah berlawanan 9kebalikan). 4) Faktor operasional (lebih dari 11 tahun),
dengan
perkembangan kemampuan sebagai berikut, perkembangan pada anak pada masa inni sudah terjadi dalam perkembangan pikiran dengan membentuk gambaran mental dan mampu menyelesaikan aktifitas dalam pikiran, mampu menduga dan memperkirakan dalam pikiran yang abstrak. b. Perkembangan psikoseksual Sigmund Freud, 200 yang dikutip oleh Soedjiningsih, 1998. 1) Fase oral (lahir-1 tahun) a) Fokus primer dari ekstensi bayi adalah pada mulutnya. b) Bayi memperoleh kesenangan, kepuasan, kenikmatan dan kebahagiaan ada pada mulut, misalnya menghisap, menelan, memainkan bibir, makan kenyang, tidur , mengunyah serta bersuara. c) Menggigit mengeluarkan air liur, marah dan menangis bila tidak terpenuhi. d) Bayi sangat tergantung dan tidak berdaya. e) Dasar perkembangan mental yang sehat sangat tergantung dari hubungan ibu dan bayi. Pada fase ini terjadi
oral,
artinya
suatu
pengalaman buruk tentang masalah makan dan menyapih yang
menyebabkan
bayi
terfiksasi
sehingga
kelak
perilakunya hanya terarah hanya mencari kepuasan tidak di peroleh pada fase oral. 2) Fase anal (1-3 tahun) a) Kepuasan ada pada sekitar anus.
b) Daerah anal aktifitas yang meliputi pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido yang penting selama tahun kedua kehidupan. c) Anak mulai menunjukan kelakuannya. d) Sikapnya sangat narsistik (cinta terhadap dirinya sendiri) e) Mulai belajar kenal dengan tubuhnya sendiri dan mendapatkan dari pengalaman auto erotiknbya (merasa lega atau nikmat dari dirinya). f) Senang dapat melakukan BAB+BAK melakukannya
dengan
sendiri
mempermainkannya
dan untuk
mengontrol pengeluaran. 3) Fase falik/oedipal (3-5 tahun) a) Kepuasan dalam memegang alat genital. b) Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda. c) Usia 3 tahun anak melakukan rangsangan autorotic (meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya). d) Dekat dengan orangtua yang lawan jenisnya. e) Oedipus kompleks (anak laki-laki lebih dengan ibunya oleh karena itu perasaan cinta/tertarik dan menjauhi ayahnya). f) Elektra komplek (anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya karena rasa cinta). g) Egosentris. h) Bersaing dengan orang tua sejenisnya. i) Mempertahankan keinginannya. 4) Fase laten (6-12 tahun) a) Fase tenang. b) Periode integraasi, dimana harus berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial (pertumbuhan intelektual dan sosial) hubungan kelompok. c) Anak tertarik dengan teman segerup (kelompok sebaya). d) Dorongan libido mereda sebaya.
e) Erotik zora berkurang. 5) Fase genital a) Pemusatan seksual pada genital. b) Bertanggung jawab pada dirinya sendiri. c) Anak harus menghadapi berbagai perkembangan yang komplek. d) Anak diharapkan bisa bereaksi sebagai orang dewasa, sedangkan sebenarnya masih dalam masa transisi. e) Kebutuhan seksual dibangkitkan kembali yang mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenisnya. c. Perkembangan psikososial menurut Eric Ericson, meliputi : 1) Tahap percaya dan tidak percaya terjadi pada umur bayi ( umur 0-1 tahun), pada ahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya diri pada seseorang baik oranng tua baik orang yang mengasuhnya ataupun juga perawat yang merawatnya. 2) Tahap kemandirian dan ragu terjadi pada umur 1-3 tahun (toodler), tahap ini sudah mencoba mandiri dalam tugas tumbuh kembang dalam motorik, bahasa, latihan jalan sendiri, berbicara dan malu. 3) Tahap inisiatif, rasa
bersalah
pada
umur
4-6
tahun
(prasekolah), anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitas. 4) Tahap rajin dan rendah diri terjadi pada umur 6-12 tahun (sekolah), dimana anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau prestasinya sehhingga anak pada usia ini akan rajin dalam melakukan sesuatu akan tetapi apabila harapan ini tidak tercapai kemungkinan besar anak ini merasa rendah diri.
5) Tahap identitas dan kebingungan peran (masa adolesence), terjadi perubahan dalam diri anak khususnya fisik dan kematangan usia, perubahan hormonal akan menunjukan identitas dirinya. 6) Tahap keintiman dan perpisahan terjadi pada dewasa muda, anak mencoba melakukan hubungan dengan teman sebaya atau kelompok masyarakat dalam kehidupan sosial untuk menjalin keakraban dan apabila tidak mampu bergabunng maka kemungkinan dapat memisahkan diri dari anggota. 7) Tahap generasi dan penghentian terjadi pada masa dewasa muda, dimana seseorang ingin mencoba memperhatikan generasi berikutnya dalam kegiatan aktifitas dimayarakat dan selalu melibatkan keingginannya dalam membuat dunia menerimanya, jika terjadi kegagalan maka akan terjadi penghentian. 8) Tahap integrasi dan keputusasaan terjadi pada masa lanjut, diman seseorang memikirkan ttugas-tugas dalam mengakhiri kehidupannya, perasaan ptus asa akan mudah timbul. 2.7 KONSEP HOSPITALISASI 2.7.1 PENGERTIAN Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Stressor yang mempengaruhi permasalahan di atas timbul sebagai akibat dari dampak perpisahan, kehilangan kontrol ( pembatasan aktivitas ), perlukaan
tubuh dan nyeri, dimana stressor tersebut tidak bisa diadaptasikan karena anak belum mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dengan segala rutinitas dan ketidakadekuatan mekanisme koping untuk menyelesaikan masalah sehingga timbul prilaku maladaptifdari anak. Untuk mengurangi dampak rawat nginap di rumah sakit, peran perawat sangat berpengaruh dalam mengurangi ketegangan anak. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak stress hospitalisasi antara lain : a. Meminimalkan dampak perpisahan b. Mengurangi kehilangan kontrol c. Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri. Untuk dapat mengambil sikap sesuai dengan peran perawat dalam usahanya meminimalkan stress akibat hospitalisasi, perlu adanya pengetahuan sebelumnya tentang stress hospitalisasi, karena keberhasilan suatu asuhan keperawatan sangat tergantung dari pemahaman dan kesadaran mengenai makna yang terkandung dalam konsep-konsep keperawatan serta harus memiliki pengetahuan , sikap dan keterampilan dalam menjalankan tugas sesuai dengan perannya. Untuk itu, penelitian ini dibuat untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dalam meminimalkan stress akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah Berbagai perasaan yang muncul pada anak yaitu : cemas marah sedih Takut rasa bersalah Perasaan itu timbul karena menghadapi sesuatu yg baru dan belum pernah dialami Apabila anak stress selama dalam perawatan,orang tua menjadi sress pula, dan streess orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin miningkat. Sehingga asuhan kep tidak bisa hanya berfokus pada anak , tetapi juga pada orangtuanya. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Hospitalisasi pada anak 1. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing.àbinatang buas 2. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan 3. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit 4. Prosedur yang menyakitkan 5. Takut akan cacat atau mati. 6. Berpisah dengan orang tua dan sibling 2.7.2 REAKSI HOSPITALISASI Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan,kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri. Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai: 1.Pengalaman yang mengacam 2.Stressor
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga Bagi anak hal ini mungkin terjadi karena : 1.Anak tidak memahami mengapa dirawat / terluka 2.Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari 3.Keterbatasan mekanisme koping Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi : 1.Tingkat perkembangan usia 2.Pengalaman sebelumnya 3.Support system dalam keluarga 4.Keterampilan koping 5.Berat ringannya penyakit
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi: 1. Takut 1)Unfamiliarity 2)Lingkungan rumah sakit yang menakutkan 3)Rutinitas rumah sakit 4)Prosedur yang menyakitkan 5)Takut akan kematian 2. Isolasi Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak dibawah usia 12 tahun Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus ( masker, pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala ) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung. 3. Privasi yang terhambat Terjadi pada anak remaja ; rasa malu, tidak bebas berpakaian 2.7.3 Stressor pada Infant a. pengertian Pada usia 6 bulan akan memperlihatkan Separation Anxiety dimana bayi menenagis keras jika ditinggal ibunya. Perlukaan dan rasa sakit : ekspresi wajah tidak menyenangkan, pergerakan tubuh yg berlebihan dan menangis kuat. b. Separation anxiety ( cemas karena perpisahan ) -Pengertian terhadap realita terbatas hubungan dengan ibu sangat dekat -Kemampuan bahasa terbatas c. Respon Infant akibat perpisahan dibagi tiga tahap 1.Tahap Protes ( Fase Of Protes ) -Menangis kuat -Menjerit -Menendang -Berduka -Marah
2.Tahap Putus Asa ( Phase Of Despair ) -Tangis anak mula berkurang -Murung, diam, sedih, apatis -Tidak tertarik dengan aktivitas di sekitarnya -Menghisap jari -Menghindari kontak mata -Berusaha menghindar dari orang yang mendekati -Kadang anak tidak mau makan 3.Tahap Menolak ( Phase Detachment / Denial ) -Secara samar anak seakan menerima perpisahan ( pura-pura ) -Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya -Bermain dengan orang lain -Mulai membina hubungan yang dangkal dengan orang lain. -Anak mulai terlihat gembira d. Kehilangan Fungsi dan Kontrol Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas di rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak kehilangan mobilitas dan menimbulkan stress pada anak e. Gangguan Body Image dan Nyeri Infant masih ragu tentang persepsi body image Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari organ tubuhnya, missal : sedih/cemas jika ada trauma atau luka. Warna seragam perawat / dokter ( putih ) diidentikan dengan prosedur tindakan yang menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi infant. Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilangan control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari, botol. 2.7.4 STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL ( TODDLER & PRA SEKOLAH Reaksi emosional ditunjukan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi. Pada usia 6 bulan akan memperlihatkan Separation Anxiety dimana bayi menenagis keras jika ditinggal ibunya. Perlukaan dan rasa sakit : ekspresi wajah tidak menyenangkan, pergerakan tubuh yg berlebihan dan menangis kuat. Respon prilaku yang anak sesuai dgn tahapannya yaitu : 1. Tahap protes : nangis kuat, menjerit memanggil ortu, menolak perhatian orla. 2. Tahap putus asa : namgis berkurang, tidak aktif, kurang minat bermain dan makan, menarik diri, sedih dan apatis. 3. Tahap denial : samar menerima, membina hubungan dangkal, dan anak mulai menyukai lingkungan. a.Pengertian anak tentang sakit:
1.
Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar mereka. 2. Anak mempuyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bias bermain dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi. 3. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah. b.Separation /perpisahan -anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua -anak sering mimpi buruk c.Kehilangan fungsi dan control Dengan adanya kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.Restrain / Pengekangan dapat menimbulkan anak menjadi cemas d.Gangguan Body Image dan nyeri -Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi -Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan 2.7.5 STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan a.Pengertian tentang sakit anak usia 5 – 7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat mereka harus istirahat di tempat tidur Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang penyakit yang di alaminya. b.Separation /Perpisahan Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa perpisahan terjadi. Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsunng lama. Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas. c.Kehilangan Fungsi Dan Kontrol Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering membuat anak frustasi, marah dan depresi. Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka terhambat. d.Gangguan body image dan nyeri anak mulai menyadari tentang nyeri Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka insisi.
2.7.6 STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR a.pengertian: Anak mulai mulai memahami konsep sakit yang bias disebbkan oleh factor eksternal atau bakteri, virus dan lain-lain. Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah b.Separation / Perpisahan Perpisahan dengan orang tua buakan merupakan suatu masalah Perpisahan dengan teman sebaya / peer group dapat mengakibatkan stress Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman c.Kehilangan fungsi control Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya. d.Gangguan body Image Anak takut mengalami kecacatan dan kematian Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadap alat genitalianya 2.7.7 STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA a.Pengertian tentang sakit Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat kompleks Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bias mempengaruhi sakit. b.Separation / Perpisahan Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman sebayanya. Anak juga kadang menghinda dan mencoba membatasi kontak dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan. c.Kehilangan fungsi control bagi remaja sakit dapat mempengaruhi fungsi kemandirian mereka. Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengncam konsep diri remaja. Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri d.Gangguan body image sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh teman / peer groupnya. Mengalami stress apabila dilakukan pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan organ seksual. 2.7.7 STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN HOSPITALISASI ANAK Bagian integral dari keluargaàAnak Jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap angggota keluarga dan fungsi keluarga ( Wong & Whaley, 1999) Reaksi orang tua dipengaruhi oleh :
1.Tingkat keseriusan penyakit anak 2.Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi 3.Prosedur pengobatan 4.Kekuatan ego individu 5.Kemampuan koping 6.Kebudayaan dan kepercayaan 7 Komunikasi dalam keluarga Pada umumnya reaksi orang tua: 1.Denial / disbelief Tidak percaya akan penyakit anaknya 2.Marah / merasa bersalah Merasa tidak mampu merawat anaknya 3.Ketakutan, cemas dan frustasi -Tingkat keseriusan penyakit -Prosdur tindakan medis -Ketidaktahuan 4.Depresi -terjadi setelah masa krisis anak berlalu -Merasa lelah fisik dan mental -Khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah -Berhubungan dengan efek samping pengobatan -Berhubungan dengan biaya pengobatan dan perawatan 2.7.8 Reaksi sibling a.Pada umumnya reaksi sibling -merasa kesepian -Ketakutan -Khawatir -Marah -Cemburu -Rasa benci -Rasa bersalah b.Pengaruh pada fungsi keluarga -Pola Komunikasi -Komunikasi antar anggota keluarga terganggu -Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik c. Penurunan peran anggota keluarga -Pola komunikasi -Kehilangan peran orang tua -Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan di rawat -Kadang orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisocial. d. Cara mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak -Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan -Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga. -Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak
-Beri dukungan pada anak dan keluarga -Beri informasi yang adekuat. 2.7.9 REAKSI ORTU DAN SAUDARA KANDUNG TERHADAP ANAK YANG DIHOSPITAL 1. Reaksi ortu : · Perasaan cemas dan takut : perasaan tersebut muncul pada saat ortu melihat anak mendapat prosedur menyakitkan ( Perawat harus bijaksana dan bersikap pada anak dan ortu). · Cemas yang paling tinggi dirasakan ortu pada saat menunggu informasi ttg diagnosis penyakit anaknya. · Rasa takut muncul pada ortu terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit terminal. · prilaku yang sering ditunjukkan ortu : sering bertanya ttg hal yang sama secara berulang pada org berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah. 2. Perasaan Sedih : Muncul pada saat anak dalam kondisi terminal dan ortu mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh. 3. Perasaan frustasi : Muncul pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis. Reaksi saudara kandung · Marah · Cemburu · Benci dan bersalah
2.8 Pengkajian a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien. b. Kulit, Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher. c. Kardiovaskuler Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga. d. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. e. Sistem integumen Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. f. Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. g. Sistem vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. h. Sistem Renal Edema dan hematuria. i. Sistem saraf Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
2.8 Diagnosa Keperawatan 1) Gangguan integritas kulit b.d penumpukan kompleks imun, ketidakseimbangan nutrisi. 2) Nyeri berhubungan dengan inflamasi 2.9 Nurse Care Planning (Rencana Asuhan Keperawatan No 1
Diagnosa
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan Gangguan integritas Integritas jaringan: kulit dan Perawatan kulit kulit
b.d membrane mukosa
penumpukan kompleks
Defenisi:
Defenisi : keutuhan struktur mengumpulkan imun, dan fungsi fisiologis normal dan menganalisis
ketidakseimbangan
kulit dan membrane mukosa.
data pasien dalam
nutrisi.
Indicator:
memelihara
Defenisi: perubahn Temperature jaringan dalam integritas
kulit
epidermis
dan batas normal
dan
dermis
Sensasi
mukosa.
Batasan
Pigmentasi
Aktivitas:
karakteristik:
Tekstur
o
lapisan Lesi Jaringan
Gangguan
Mengobservasi warna,
panas,
kulit
Perfusi jaringan
pembengkakan,te
Gangguan
Keutuhan kulit
kstur, dan edema ekstremitas
penampilan kulit
membrane
Inflasi
o Menginspeksi kulit
struktur
dan
tubuh
membrane
mukosa Factor
kemerahan
yang
o Memonitoring area
Eksternal:
o Pengobatan
kulit
Internal
kemerahan
o
Perubahan
o
Ketidakseimbangan Gangguan
dan
gangguan Memonitor kulit dan
nutrisi o
yang
mengalami
warna
kulit o
atau
panas tinggi
berhubungan:
apakah
membrane
mukosa terhadap
status
perubahan warna
metabolic
dan memar
o Gangguan sensasi o
Monitor
warna
kulit 2
Ganggguan
rasa
nyaman nyeri kronik berhubungan dengan inflamasi Defenisi: ketidaknyamanan pengalaman sensoris
Monitor Control nyeri Defenisi:
perilaku
suhu
kulit individu
dalam mengontrol nyeri.
Pain management
Indicator:
(Manajemen
Mengakui factor penyebab
nyeri)
Mengetahui nyeri
Aktivitas:
dan
emosional Menggunakan obat analgesic
terhadap
gangguan Menjelaskan gejala nyeri
Lakukan
o
pengkajian nyeri
jaringan actual dan Melaporkan control nyeri yang secara potensial.
telah dilakukan
komprehensif
Batasan
termasuk
karakteristik:
karakteristik,
Anaroxia
durasi, frekuensi,
Lemah
kualitas,
Ekspreis tentang nyeri
lokasi
dan
factor presipitasi
verbal o
Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
o
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien o Kaji budaya yang mempengaruhi respion nyeri o Determinasi akibat nyeri
terhadap
kualitas hidup o Bantu pasien dan keluarga
untuk
mencari
dan
menemukan dukungan o
Control ruangan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri o
Kurangi
factor
presipitasi nyeri o Pilih dan lakukan penanganan nyeri o
Ajarkan
pasien
untuk memonitor nyeri o
Kaji
tipe
dan
sumber
nyeri
untuk menentukan intervensi o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi
o
keefektifan control nyeri Tingkatkan
o
istirahat Kolaborasikan
o
dengan
dokter
jika ada keluhan dan
tindakan
nyeri
tidak
berhasil Monitor
o
penerimaan pasien
tentang
manajemen nyeri
2.10 Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan,pada tahap ini yang dilakukan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan,membandingkan respon pasien dengan kriteria hasil,memodifikasi asuhan keperawatan, sesuai dengan hasil evaluasi dan mengkaji ulang asuahan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien (Deswani 2009)
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian Nama Mahasiswa : ELIF KURNIA Tempat Praktik : RSU BANTEN
NPM : 194291517011 Hari/Tgl : Jumat/2 4-01-
2020 1. Identitas Klien Nama : An R Tempat, tanggal lahir : Lebak,25 Desember 2005 Umur /JK : 15/Perempuan Nama ibu :Julaeni Usia Ibu : 42 Tahun Nama Ayah : Radiman Usia Ayah : 45 Tahun Pekerjaan Ayah : Petani Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Pasien 1) Keluhan Utama Ayah Pasien mengatakan pasien
masih mengeluh lemas dibagian
persendian 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Pada saatdilakukan pengkajian pada tanggal 24 Januari 2019 pasien mengeluh lemas,batuk dan tidak bisa tidur 3. Riwayat Kesehatan Dahulu a. Antenatal Selama kehamilan ibu Pasien memeriksakan diri rutin di bidan. Usia 67 bulan plasenta menutup jalan lahir,ibu klien minum penambah darah dan vitamin selama hamil, tidak ada riwayat penyakit selama kehamilan. b. Intranatal
Anak lahir spontan dengan VE, UK 36 minggu, BBL 2800 gram, PB 49 cm di Puskesmas. Anak langsung menangis,. c. Postnatal Tidak ada trauma lahir, imunisasi tidak lengkap d. Penyakit yang pernah diderita Lupus e. Riwayat Hospitalisasi Pasien sebelumnya pernah di rawat di RSUD Malingping f. Riwayat Injury Pasien tidak mempunyai riwayat injury atau kecelakaan g. Riwayat Alergi Ibu klien mengatakan anak hanya alergi dingin, tidak ada alergi obat dan makanan h. Riwayat Imunisasi Imunisasi dasar : Hepatitis : 3 kali (lahir, 1 bulan, 3 bulan) BCG : 1 kali (2 minggu) DPT : 3 kali Polio : 3 kali Campak : 1 kali i. Riwayat pengobatan Tidak terkaji 4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan a. Personal sosial Anak mudah berkenalan dan bergaul dengan orang lain, tidak suka ditinggal sendiri b. Motorik halus Anak dapat memegang mainan pada usia 6 bulan, dan mencoret-coret pada usia 1,5 tahun. c. Motorik kasar Anak malas beraktivitas terutama berjalan karena riwayat nyeri sendi d. Bahasa Anak mudah mengucapkan kata dan kalimat 5. Riwayat Keluarga a. Riwayat kesehatan keluarga
Ayah pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang mengalami penyakit kelainan kekebalan tubuh. Tidak ada riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM, dan penyakit menular lain. Genogram
Ayah Tn. R
Ibu Ny.J
Klien An.R
: meninggal : perempuan : laki-laki : garis perkawinan : garis keturunan : tinggal serumah 6. Pola Kesehatan Fungsional a. Aspek Fisik-biologis 1) Pola Nutrisi Selama sakit anak makan nasi 3x sehari, klien menghabiskan diet yang diberikan. Nafsu makan anak meningkat selama dirawat. Klien minum susu dan air putih sampai 1,5 liter dan mulai dibatasi minumnya. 2) Pola Eliminasi Selama dirawat anak tidak mengalami gangguan BAK, frekuensi 6x sehari warna dan bau khas. Klien BAB setiap hari sekali konsistensi lunak warna kuning. Sebelum dirawat anak BAB 3 hari sekali.
3) Pola Aktivitas Selama sakit anak sempat malas beraktivitas terutama berjalan karena nyeri sendi, aktivitas sudah mulai meningkat. 4) Kebutuhan Istirahat Pasien tidak bisa tidur selama di Rumah Sakit 7. Aspek Persepsi dan Psikososial orang tua a. Persepsi Orang tua Ayah pasien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakit SLE yang diderita anaknya, namun belum mengetahui cara perawatannya b. Psikososial Orang tua Kecemasan orang tua sudah mulai berkurang karena kondisi anaknya mulai membaik 8. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum KU : Sedang, composmentis TTV : Suhu : 37oC Nadi : 130x/menit Resp : 32x/menit Antropometri : BB : 35kg TB LLA :30 cm SG
: 130cm : Baik
LK : 45 cm
b. Pemeriksaan Sistemik Cepalo-Caudal 1) Kepala Bentuk kepala simetris, kesan wajah tenang, muka agak pucat, tidak tampak kemerahan/ butterfly rash, tidak ada alopesia, konjungtiva agak anemis, mulut bersih, mukosa lembab. 2) Integumen Sisa bintik- bintik kemerahan di kulit daerah perut sampai tungkai, turgor baik,CRT 2 detik, tidak ada lesi dan ruam 3) Thorax Paru-paru Inspeksi : ekspansi simetris, nafas pendek, tidak ada nyeri dan batuk, tidak ada retraksi Perkusi : Suara resonan pada intercosta 1-3 dada kiri. Suara resonan pada intercosta 1-5 dada kanan Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa abnormal, taktil fremitus simetris Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronkhi, stridor Jantung
Inspeksi : Tidak ada retraksi, warna kulit merata, iktus cordis normal Perkusi : Suara dullness di intercosta 1-4 kiri Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa abnormal Auskultasi: S1tunggal, S2 split tidak konstan, tidak ada bising jantung. 4) Abdomen Inspeksi : supel, simetris, tidak ada spidernevi, tidak ada asites. Auskultasi: Terdapat bising usus normal Perkusi :Suara timpani kuadran kiri atas, resonan di kuadran lain Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran limfe 5) Genitalia Genitalia bersih, tidak ada lesi, belum menarche 6) Ekstermitas Atas : terpasang threeway, kekuatan otot (+), akral kadang teraba dingin, palmar kadang pucat Bawah : simetris, kekuatan otot (+), udem (-), sendi bengkak (-) 9. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan kimia darah No 1 2 3
Pemeriksaan SGOT/AST SGPT/ALT Creatine
Hasil 44 11 0, 4
satuan u/L u/L Mg/dL
b. Pemeriksaan darah lengkap No 1 2 3 4 5 8
Pemeriksaan WBC RBC HGB HCT MCHC EOS%
Hasil 2,99 4,09 10,9 33 33 0
Nilai Rujukan 5-11 4-5 12-14 30-40 32-36 1-5
Satuan 103/uL 106/uL g/dL % fL g/dL
c. Pemeriksaan imunoserologi Komponen
Hasil
Nilai normal
Metode
Anti DS DNA
257,4
0,0-100,0
ELISA
10. Program terapi a. Protokol SLE fase akut: Obat Metil prednisolone
Dosis 360 mg/hari
Waktu 5 hari
Rute IV
30mg/kg BB/ hari Prednison
12 mg/hari
7 hari
Oral
0,5-2mg/kg BB/hari
1-1-0,5 tablet
b.Asam folat 1x1 Sucralfat 4 x 5cc Inj Omeprazole 1x20 ml Inj Ondansetron 3x4 Inj Paracetamol 3x400
3.2 Analisa Data Nama Klien : An. R Usia : 15 tahun
Tanggal Jam
Data
Masalah Intoleransi
DS : -
Ayah mengatakan anak tidak mau berjalan aktivitas
karena nyeri sendi tungkai DO : Anak tampak sering tiduran,
: 24Januari 2020 : 10.00 WIB Penyebab Nyeri pada persendian
hanya di
tempat tidur saja DS : -
Kurang
Kurang
terpapar
Ayah pasien mengatakan hanya mengetahui pengetahuan
informasi tentang
anak menderita kelainan imun dan belum orang tua
perawatan SLE
mengetahui perawatan anak SLE DO : -
Ibu klien tampak tidak paham dengan perawatan SLE - Pendidikan terakhir SLTP 3.3 Diagnosa Keperawatan 1. Intoleransi Aktivitas b.d nyeri pada persendian DS : -
Ayah Pasien mengatakan anak tidak mau berjalan karena nyeri sendi
tungkai DO : - Anak tampak sering tiduran, hanya di tempat tidur saja 2. Kurang pengetahuan orang tua b.d kurang terpapar informasi DS : -
Ayah pasien mengatakan hanya mengetahui anak menderita kelainan imun dan belum mengetahui perawatan anak SLE
DO : -
Ayah Pasien tampak tidak paham dengan perawatan SLE
Pendidikan terakhir SLTP
A. Rencana Keperawatan
Nama Klien Usia N
: An. LR : 15 tahun
Tanggal Jam
Diagnosis Keperawatan Tujuan
: 24 Januari 2020 :10.00 WIB
Perencanaan Intervensi
o 1 Intoleransi Aktivitas b.d
Jumat 24 Januari 2020 jam
1. Kaji rentang aktivitas yang
. nyeri pada persendian d.d
10.00
dapat dilakukan anak 2. Berikan latihan gerak sesuai
DS : -
Setelah diberi asuhan Ayah pasien
keperawatan selama 3x24
mengatakan anak tidak
jam anak dapat beraktivitas
mau berjalan karena nyeri
sesuai toleransi dengan
sendi tungkai
kriteria :
DO :
-
-
Anak tampak
sering tiduran, hanya di tempat tidur saja
Nyeri sendi berkurang TTV normal sesudah beraktivitas
ADL terpenuhi sesuai toleransi anak
toleransi 3. Anjurkan untuk mengubah posisi dan tidak malas bergerak 4. Kelola pemberian Metil Prednisolon 360 mg dan Prednison 12 mg
Rasional 1. Mengetahui tingkat intoleransi anak 2. Mencegah timbulnya kekakuan dan kelemahan sendi 3. Melancarkan peredaran darah dan mempercepat peningkatan aktivitas 4. Kortikosteroid menurunkan
artritis
2 Kurang .
pengetahuan
Jumat, 24 Januari 2020 jam
1.
Tentukan
tingkat
orang tua berhubungan
11.00 WIB
dengan kurang terpapar
Setelah
informasi
tentang
keperawatan selama 1x20
perawatan SLE di tandai
menit keluarga pasien paham
dengan :
perawatan
DS :
dirumah denan kriteria hasil :
gejala dan proses penyakit
1. Keluarga pasien mampu
pada keluarga.
-
Ayah
pasien
mengatakan
hanya
mengetahui
anak
menderita kelainan imun dan belum mengetahui perawatan anak SLE
dilakukan
menyebutkan
selama
definisi,
pasien
kesiapan
2. 3.
4.
Jelaskan
Jelaskan
definisi,
tentang
penyakit dari SLE
dilakukan ketika dirumah 5.
yang
klien 2.
tanda
cara harus
MMengetahui tingkat pengetahuan klien tentang 3.
tanda
gejala
gambaran tentang
proses penyakit. Dorong untuk 6.
Kaji ulang informasi tentang
penyakit dasar
memberikan
dan
bertanya.
proses
DDefinisi
Kaji ulang informasi tentang definisi,
perawatan
pasien selama dirumah
kebutuhan belajar
tentang proses penyakit
tanda gejala dan proses
1. Keluarga klien mampu
MMenentukan
Gali pengetahuan pasien
perawatan
macam Ayah
pasien
dan
belajar keluarga pasien.
asuhan
menyebutkan 5 dari 10
DO : -
pengetahuan
1.
4.
umum penyakit
SLE
PPerawatan
yang
tampak
bingung
dengan pertanyaan
cara perawatan yang harus
benar
dapat
dilakukan ketika dirumah
meningkatkan
tentang perawatan
risiko kekambuhan
SLE
anak
Tingkat pendidikan SLTP
5. MMeyakinkan terserapnya informasi 6.
yang
diberikan
RMedemonstrasi meningkatkan tingkat kepahaman klien
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Dx
Kegiatan Kep. 1. Jumat 24 Januari 2020 12.00
Evaluasi S :Pasien mengeluh masih lemas O : Prednison 1 tab masuk jam 12.00
Mengelola pemberian Prednison 12 rute oral mg tablet
A : Intoleransi aktivitas
Jumat 24 Januari 2020
P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE S: Ibu klien mengatakan paham dengan penjelasan perawat
14.00
O : Sendi tidak bengkak, anak tampak
Menganjurkan untuk meningkatkan lebih aktif aktivitas gerak sendi Sabtu 25 Januari 2020
A : Intoleransi aktifvitas S :-
06.00
O : Prednison 1 tab masuk jam 06.00
Mengelola pemberian Prednison 12 rute oral mg tablet
A : Intoleransi aktivitas
Minggu, 2 Januari 2020
P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE S :-
Jam 12.00
O : Prednison 1 tab masuk jam 12.00
Mengelola pemberian prednison 12 rute oral mg
A : Intoleransi aktivitas
Jumat 24 Januari 2020
P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE S : Ayah pasien mengatakan belum banyak tahu tentang perawatan SLE
Mengkaji tingkat pengetahuan ibu O : Ayah pasien tampak belum paham klien tentang SLE dan perawatannnya
dengan perawatan anak dengan SLE A : Kurang pengetahuan orang tua P
Jumat 24 Januari 2020
:
Berikan
informasi
tentang
perawtan SLE S : Ayah pasien mengatakan lebih paham dengan perawatan anak SLE
O : Ayah pasien tampak lebih paham Memberikan
informasi
perawatan anak dengan SLE
tentang A : Kurang pengetahuan orang tua P : Evaluasi pengetahuan Ayah Pasien
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengkajian Merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan tahap proses dari pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian asuhan keperawatan pada An R dilakukan pada tanggal 24 Januari 2020 dengan keluhan mengeluh lemas dibagian persendian. Hasil Pengkajian pada An R Klien mengatakan mengeluh lemas,batuk dan tidak bisa tidur.
4.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia(status kesehatan atau resiko perubahan pola)dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan,menurunkan,membatasi
,mencegah dan mengubah. Diagnosa keperawatan utama yang diangkat oleh penulis yaitu intoleransi aktifitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian .Diagnosa tersebut diangkat oleh penulis karena pasien mengeluh lemas dibagian persendian. 4.3 Intervensi Intervensi atau perencanaan keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah,tujuan,dan intervensi keperawatan,dan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada klien dalam
tahap ini yang dilakukan adalah menyusun prioritas masalah,merumuskan tujuan dan kriteria hasil,memilih strategi asuhan keperawatan,melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan lain,dan menuliskan atau mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan(Deswani 2009). Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan intervensi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktifitas tidak terjadi dengan kriteria hasil Nyeri sendi berkurang,TTV normal sesudah beraktivitas,ADL terpenuhi sesuai toleransi anak. Intervensi atau rencana keperawatan yang penulis susun yaitu kaji rentang aktivitas yang dapat dilakukan anak berikan latihan gerak sesuai toleransi anjurkan untuk mengubah posisi dan tidak malas bergerak kelola pemberian Metil Prednisolon 360 mg dan Prednison 12 mg 4.4 Implementasi Implementasi keperawatan
adalah tahap melakukan rencana yang telah dibuat
klien.Adapun tahap kegiatan yang ada dalam implementasi meliputi pengkajian ulang,memperbaharui data dasar,meninjau dan
merevisi rencana asuhan
keperawatan yang telah dibuat,dan melakukan intervensi keperawatan yang direncanakan ( Deswani,2009) Penulis melakukan semua implementasi berdasarkan semua tindakan yang telah direncanakan pada intervensi yaitu mengkaji rentang aktivitas yang dapat dilakukan anak berikan latihan gerak sesuai toleransi anjurkan untuk mengubah posisi dan tidak malas bergerak kelola pemberian Metil Prednisolon 360 mg dan Prednison 12 mg dan penulis tidak melakukan tindakan lain selain tindakan pada rencana keperawatan.
4.5 Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan,pada tahap ini yang dilakukan
adalah
mengkaji
respon
pasien
setelah
dilakukan
intervensi
keperawatan,membandingkan respon pasien dengan kriteria hasil,memodifikasi asuhan keperawatan, sesuai dengan hasil evaluasi dan mengkaji ulang asuahan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien (Deswani 2009). Evaluasi keperawatan pada pasien An R dengan menggunakan metode soap untuk mengetahui kefektifan dari tindakan keperawatan dengan memperhatikan pada tujuan dari kriteria hasil yang telah dibuat.Hasil evaluasi yang didapatkan yaitu didapatkan data subyektif pasien mengatakan masih lemas dibagian persendian.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) merupakan penyakit multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antar faktor genetik, dan faktor lingkungan, yang
semuanya dianggap ikut memainkan peran untuk menimbulkan aktivitasi hebat sel B, sehingga menghasilkan pembuatan berbagai auto antibody polispesifik. Selain itu, pada banyak penderita SLE gambaran klinisnya membingungkan. Sehingga sering terjadi keterlambatan diagnosis penyakit SLE.
Penyakit ini
berhubungan dengan deposisi auto anti bodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. B. Saran Oleh karena itu, penulis memberikan beberapa saran : 1. Perlu mengenali gejala-gejala pada penyakit lupus ini agar dapat ditangani dengan baik sejak awal untuk mempercepat proses penyembuhan dan atau merawat penyakit ini untuk menghindari penyebarannya keseluruh organ tubuh. 2. Perlu mengetahui tindakan-tindakan untuk proses penyembuhan penyakit ini. 3. Perlu mendapatkan informasi yang lebih dalam makalah ini tentang penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA https://www.academia.edu/34042189/ASKEP_LUPUS_ERIMATOSUS_SISTEMATI K_LES_1_ https://id.scribd.com/document/337773724/Asekp-SLE-Anak https://id.scribd.com/document/350699613-Asuhan-Keperawatan-Sle-Anak2