Askep Sle KMB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN pada Ny. B Denga Diognosa Medis SLE (SISTEMIK LUPUS ERYTHEMSTOSUS), Dan Diognosa Keperawatan Prioritas Hiperteremia Dirumah Sakitnya



OLEH : KELOMPOK II 1. MARIA A.P LAMAN 2. MARIA G.P UTAMI 3. MARIA R. KESSE 4. MEGA LUISA ITO 5. MELKISEDEK TANONI 6. NESLY M.E TANAEM 7. NOMENSON MANIMOY



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA PRODI S-I KEPERAWATAN KUPANG 2021



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sistemik Lupus Eritematosus” dengan sebaik-baiknya. Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya maklah ini, maka dengan tulus kami sampaikan terimakasi kepada pihak-pihak yang turut membantu. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik padaa teknik penulisan penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkam dalam, menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.



Kupang, 19 April 2021 Penulis.



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTA..................................................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................................................. BAB I LAPORAN PENDAHULUAN......................................................................................... A.DEFINISI.................................................................................................................................. B.ETIOLOGI................................................................................................................................ C.PATOFISIOLOGI..................................................................................................................... D.MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................................... E.KLASIFIKASI........................................................................................................................... F.PENATALAKSANAAN MEDIS............................................................................................. G.PEMERIKSAAN PENUNJANG.............................................................................................. H. KOMPLIKASI......................................................................................................................... BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATA............................................................................ A.PENGKAJIAN.......................................................................................................................... B. DIOGNOSA KEPERAWATAN.............................................................................................. C.IMPLEMENTASI..................................................................................................................... D.EVALUASI............................................................................................................................... BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................................................... A.PENGKAJIAN.......................................................................................................................... B.RIWAYAT KESEHATAN....................................................................................................... C. PEMERIKSAAN FISIK........................................................................................................... D. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................................................. E. PENGOBATAN....................................................................................................................... F.ANALISIS DATA..................................................................................................................... G DIOGNOSA KEPERAWATAN.............................................................................................. H. IMPLEMENTASI.................................................................................................................... I.EVALUASI................................................................................................................................ BAB IV PENUTUP...................................................................................................................... A.KESIMPULAN......................................................................................................................... B. SARAN.................................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................



BAB I LAPORAN PENDAHULUAN



A. Definisi Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan ( Elizabeth 2009). Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya. Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi,ginjal,paru-paru seta jantung (Glade,1999). SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan erythema dengan pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody beredar terhadap IgG dan imunokompleks,yakni kompleks antigen-antibodi-komplemen yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga merupakan penyakit auroimun,tetapi jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada prempuan. Sebabnya tidak diketahui,penanganannya dengan



kortikosteroida atau secara



alternative dengan sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg + vitamin E 10mg) 2 dd 1 kapsul (tan&kirana,2007) Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi,ginjal,selaput serosa permukaan dan dinding pembuluh darah yang belum jelas penyebabnya. Peradangan kronis ini mengenai prempuan muda dan anak-anak 90% penderita [penyakit SLE adalah prempuan.



Obat yang digunakan pada SLE mencakup agens sitotoksik,seperti siklofosfamida. Konseling prakehamilan dapat membantu menemukan terapi yang aman digunakan baik pada kehamilan maupun menyusui. B. Etiologi Antibody anti RO dan anti LA dapat menyebabkan sindrom lupus neonates dengan melinitasi plaseta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit atau blok jatung congenital. Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE mempunyai kerabatdekat yang menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan bahwa banyak gen yang berperan antara lain haptolip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi peningkatan komplomen yaitu : Crg, Cir, Cis, C3, C4 dan C2 serta gen-gen yang mengode reseptor drl T, immunoglobulin dan sitokin (Albar 2003). Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menyadi lambat, obat banyak terakumulas ditubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing tersebut (Herfindal et al,2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente 2002). Selain intu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan peningkatan antibody entiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et al,2000). Observasi klinis menunjukan pernan hormone seks steroid sebagai penyebab SLE. Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita usia produktif,peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan resiko yang sedikit lebih tinggi padaa wanita pascamenoupause yang menggunakan suplementasi



estrogen. Walapun hormone seks steroid dipercaya sebagai penyebab SLE,namun studi yang dilakukan oleh petri dkk menunjukan bahwa pemberian kontrasepsi hormonal oral tidak meningkatkan risiko terjadinya peningkatan aktivitas penyakit pada wanita penfderita SLE yang penyakitnya stabil.



C. Patofisiologi Faktor Lingkungan Faktor Genetik



Faktor Hormonal



Faktor Imunologi



SLE (Systemic Lupus Evythomatasus)



Gejala & gambaran menurut ACR (American Collage Of Rheumatology 1997)



Sistemik



Arthritis



Kulit



Serositis



Butterfly rash



Ganggua n ginjal



Discoid rash



Ganggua n saraf



Fotosensi tivitas



Oral Xerostomin



Laboratorium



Lesi Ulserasi Lesi Diskoid Lesi Mirip lichen plamus kandidiasis



Gangguan darah Gangguan imun Antibody antinuklir (ANA)



Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali dengan faktor pencetus yang ada dilingkungan, dapat pula infeksi, sinar ultraviolet atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respon imun didalam tubuh yaitu : 1. Sel T dan B menjadi autoreaktif 2. Pembentukan silokin yang berlebihan 3. Hilangnya regulator control pada sistem imun anatara lain : a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun maupun sitokin didalam tubuh b. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis c. Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karena adanya mimikri molekul Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody didalam tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibody 2 yang membentuk kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan / organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan. Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika, hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama usia prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin,



prokainamid,



isoniazid,



klorpromazin



dan



beberapa



preparat



antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-alfa turut terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.



Pathway SLE



D. Manifestasi Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ pada suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ tersebut. Sebagai tambahan,perjalanan penyakit berbeda antarpasien. Keparahan dapat bervariasi dari ringan ke sedang sehingga parah atau bahkan membahayakan hidup. Karena



perbedaan multisystem dari manifestasi kliniksnya,lupus telah menggantikan sifilis sebagai great imitator. Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan samapai sedang dengan gejala kronis,diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit secara terhadap atau tiba-tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan dengan peningkatan aktivitas penyakit dan remisi klinik sempurna. Pada keadaan yang sangat jarang,pasien mengalami episode aktif SLE singkat diikuti dengan remisi lambat. Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama,walapun SLE dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan gejala pada pasien dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat menyerupai SLE. Kedua, efek samping pengobatan,khususnya penggunaan glukokortikoid jangka panjang, harus dibedakan dengan tanda dan gejala. 1. Manifestasi Konstitusional Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif,namun penyebab infeksius tetap harus dipikirkan,terutama pada pasien dengan terapi imunosupresi. Penurunan berat badan dapat timbul awal penyakit,dimana peningkatan berat badan, khusus pada pasien yang diterapi dengan glukokortikoid, dapat menjadi lebih jelas lebih jelas pada tahap selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang paling umum dan seringkali merupakan gejala yang memperberat penyakit. Penyebab pasti gejala-gejala ini belum jelas. Aktivitas penyakit, efek samping pengobatan, gangguan neuroendokrinologis, dan faktor psikogenik terlibat dalam timbulnya gejala konstitusional. Pada kasus ini dijumpai gejala demam namun gejala ini mungkin juga disebabkan oleh infeksi pneumonia. Penurunan berat badan juga ditemukan pada pasien. Sesuai dengan teori yang mengatakan kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang paling umum yang memperberat penyakit,gejala ini turut ditemukan kasus ini. 2. Manifestasi Mukokutan Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam, eksaserbasi ruam yang telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar matahari yang berlebihan (exaggerated sunburn), atau gejala sepereti gatal atau parastesisi setelah



terpajan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Zfotosensitivitas sering ditemukan dan dapat terjadi pada semua kelompok ras dan etnis, walapun belum ada studi mengenai prevalensinya dipopulasi umum. Ruam berbentuk kupu-kupu yang khas, yaitu ruam kemerahan di area malar pipi dan persambungan hidung yang membagi lipatan nasolabial, lebih dikenal sebagai malar rash atau butterfly ras. Ruam ini dapat ditemukan pada 20-25% pasien. Gejala ini dapat meningkat dan sangat meradang, bertahan selams bermingguminggu atau berbulan-bulan. Gejala ini hilang tanpa jaringan parut. Plak eritematosa dengan adherent scale dan telangiektasis umumnya terdapat diwajah,leher dan kulit kepala. Lupus kutis akut dalam bentuk eritema inflamasi yang jelas dapat dipicu oleh pacaran sinar ultraviolet. Lesi lupus subakut dan kronik lebih sering ditemukan di kulit yang terpapar sinar matahari dalam waktu lama (lengan depan, daerah V dileher ) tanpa pacaran sinar matahari dalam waktu dekat. Lesi kulit lainnya termasuk livedo riticularis, eritema periungual, eritema palmaris, nodulpalmaris, vesikel atau bula, urtikaria akut atau kronik, panniculitis, purpuravaskulitis, dan ulkus vaskulitis. Alopesia dapat timbul akibatlesi pada kulit kepala, namun biasanya muncul pada puncak SLE. Alopesia bersifat reversible, kecuali jika terdapat lesi discoid kepala. Ulkus oral dan nasal cukup sering terjadi dan harus dibedakab dari infers virus maupun jamur. Mata dan mulut kering (sindrom Sicca) dapat disebabkan oleh inflamasi autoimun pada kelenjar lakrimal dan saliva, yang mungkin tumpang tindih dengan sindrom sjogren. Umumnya mata dan mulut kering merupakan efek samping pengobatan. Pada kasus ini ditemukan manifestasi mukokutan. Sesuai dengan teori, pada pasien ini ditemukan fotosensitivitas, yaitu eksaserbasi ruam dengan pajanan pada sinar matahari. Pada kasus ini juga ditemukan ruam berbentuk kupu-kupu (malar rash atau butterfly rash) pada bagian pipi dan hidung pasien. Alopesia juga ditemukan pada pasien ini yang mengeluh rambutnya yang sering rontok waktu menyikat rambut. 3. Manifestasi Muskuloskeletal



Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan sinovitis dan nyeri, bersifat nonerosif dan nondeforming. Manifestasi yang jarang adalah deformitas jaccoud yang menyerupai artritis rheumatoid namun berkurang dan tidak terbukti secara radiologis menyebabkan desttruksi kartilago dan tulang. Kelemahan otot biasanya merupakan akibat terapi glukokortikoid atau antimalaris, namun myositis dengan peningkatan enzim otot jarang ditemukan dan biasannya merupakan gejala yang tumpah tindih. Tenosinovitis dan bursitis jarang ditemukan. Ruput tendon dapat merupakan komplikasi terapi glukokortikoid. Ostenekrosis (nekrosisavaskuler) dapat disebabkan oleh penyakit maupun efek pengobatan gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput femoralis, kaput hormonal, lempemg tibia dan talus. Artralgia dan myalgia merupakan gejala lain yang sering ditemukan, dapat disebabakanoleh penyakit, efek samping pengobatan, glucocorticoid withdrawal syndrome, endokrinopati dan faktor psikogenik. Pada kasus ini, ditemukan nyeri pada sendi yaitu nyeri pada sendi jari pada kedua tangan yang tidak disertai dengan gangguan pergerakkan. Ini sesuai dengan manifetasi muskuloskletal yang ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non deforming arthritis. 4. Manifestasi Kardiovaskular Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal posisional dan terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat menunjukkan efusi atau dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis pericardium. Tamponade atau hemodinamik konstriktif jarang ditemukan, namun dapat diinduksi oleh karbamazepin. Miokarditis jarang terjadi, namun harus dicurigai pada pasien dengan SLE aktif dan gejala dada tidak khas, perubahan ECG minimal, aritmia atau perubahan hemodinamik. Miokarditis dapat mengakibatkan kardiomiopati dilatasi dengan tanda gagal jantung kiri. Endokarditid trombotik nonifeksi (Libman-sacks) jarang dan seringkali tidak menimbulkan gejala, namun dapat menimbulkan disfungsi katup mitral atau katup aorta atau embilisasi. Arterisklerosis premature dengan angina pektrois dan infark miokardium merupakan sumber mortalitas dan morbilitas jangka panjang yang paling serius.



Penyakit



sendiri,



hiperkoagulasi,



terapi



glukokortikoid



kronik,menopause premature, serta faktor diet dan gaya hidup dapat menyebabkan arterosklerosis. Fenomena Raynaud, vasospasme yang diindikasi dingin pada jari.sering ditemukan pada SLE. Penyempitan arteri ireversibel ditangan dan kaki sering tumpang tindih dengan scleroderma. Gambaran patologis yang sama pada sirkulasi paru dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, komplikasi yang jarang namun seringkali fatal. Sebagian besar cedera vascular trombotik pada pasien SLE dimediasi oleh antibody antifosfolipid (aPL), ditemukan pada sekitar 30% pasien SLE. aPL dapat menyebabkan thrombosis arteri dan vena spontan pada semua ukuran pembuluh darah. Keadaan hiperkoagulasi lain, seperti defisiensi protein C dan protein S, faktor V Leiden dan antitrombin III dapat menyebabkan terjadinya trombisis, namun defisiensi faktor-faktor ini lebih dihubungkan dengan terjadinya thrombosis vena dibandingkan trpmbosis arteri. 5. Manifestasi Paru Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub, dan efusi dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian pasien, namun sebagian lain mungkin hanya berupa gejala tanpa temuan obyektif. Infeksi parenkim paru pneumonitis atau alveolitis dan dibuktikan dengan batuk, hemoptysis, serta infiltrate paru jarang terjadi namun dapat membahayakan hidup. Perdarahan alveolus difus dapat timbul atau tanpa pneumonitis akut dan memilik angka mortalitas yang sangat tinggi. Pneumonitas lupus kronik dengan perubahan fibrotic dan paru mirip dengan fibrosis paru idiopatik, dengan perjalanan yang progresif dan prognosis yang buruk. Penyakit paru restriktif juga dapat diakibatkan oleh perubahan pleuritik jangka panjang, miopati atau fibrosis otot pernapasan, termasuk diafragma dan bahkan neuropati nervus frenikus. Emboli paru rekuren disebabkan oleh antibody antifosfilipid harus disingkirkan pada pasien dengan gejala paru yang tidak dapat dijelaskan. 6. Manifestasi Ginjal Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum keterlibatan patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang sama



sekali



tidak



menimbulkan



gejala



sampai



glumerulonefritis



membranoproliferatif difus agresif yang menuju gagal ginjal. Gambaran klinis ditandai dengan temuan minimalis, termasuk proteinuria ringan dan hematuria mikroskopik, sindrom nefrotik, dengan proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema perifer, hipertrigliseridemia, dan hiperkoagulasi atau sindrom nefritik dengan hipertensi, sedimen eritrosit atau Kristal eritrosit pada sediaan sedimen urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus progresif dengan peningkatan kreatinin serum dan uremia. Pada kasus ini ditemukan kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan proteinuria 25,00mg/dL dan leucocyte pada urin 25,00 leu/πL 7. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan terkadang merujuk pada SLE neuropsikiartrik atau serebritis lupus. Pasien dapat memiliki manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis atau meningoensefalitis, kejang, khorea, ataksia, stroke dan myelitis tramsversa. Pada pasien seperti ini diagnosis dapat didukung oleh temuan abnormal pada analisis cairan serebrospinal, seperti peningkatan kadar protein, pleiositosi, dan /atau autoantibodi karakteristik, pada CT scan atau MRI, dapat ditemukan lesi inflamasi pada substansia alba dan grisea atau bahkan pada biopsy leptomeningeal dengan bukti inflamasi. Gambaran alternatis lupus SSP adalah gangguan psikiatrik mayor yaitu psikosis. Pada kasus ini cairan serebrospinal dan pencitraan menujukkan hasil normal dan diagnosis banding dari penysakit psikogenik primer dan/atau reaksi obat sangat sulit untuk ditentukan. Masalah ini adalah gangguan kognitif dan kepribadian ringan. Sakit kepala sering ditemukan dengan intesitas yang beragam. Sakit kepala lupus yang berat dan menyerupai migren yang hanya responsive terhadap glikokortikoid merupakan kasus yang jarang. Neuropati kranial dan perifer dapat terjadi dan dapat menggambarkan vaskulitis pembuluh darah kecil atau infark pada pasien ini disuspek lupus serbri karena penurunankesadaran. 8. Manifestasi Gastrointestinal



Gejala gastrointestinal nonspesifik, termasuk nyeri perut difus dan mual, kas untuk pasien SLE. Peritonitis steril dengan asites jarang namun merupakan komplikasi abdomen yang serius. Banyak gejala gastrointestinal atas berhubungan dengan terapi yaitu NSAID dan atau gastropati terkait glukokortikoid. Duodenitis dapat menimbulkan gejala. Pada kasus jarang, vaskulitis usus dapat menimbulkan kegawatan bedah akut. Terkadang pankreatitis dapat merupakam gejala penyakit atau merupakan efek pengobatan. Peningkatan enzim hati terkafdang dihubungkan dengan hepatiris noninfeksi pada SLE, yang tidak dapat dibedakan dengan hepatitis autoimun melalui gambar histologis. Peningkatan enzim hati juga dapat disebabkan oleh penggunaan NSAID, azatrioprin atau metotreksat dan penggunaan jangka panjang glukokortikoid yang dapst menyebablkan perlemakan hati dengan peningkatan transaminase ringan. 9. Manifestasi Hematologi Splenomegali dan limafadenopati difus sering merupakan temuan yang sering namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan temuan khas, dapat disebabkan oleh hemolysis dengan hasil tes coombs positif, kadar haptoglobin rendah dan kadar laktat dehydrogenase tinggi atau dengan mielosupresi. Mekanisme tidak langsung mencakup penurunan sintesis eritropoietin dan mielosupresi uremikum pada pasien nefritis lupus. Hal ini dapat diperberat dengan perdarahan ringan kronik dan ketidask cukupan asupan makanan. Leukopenia dan limfopenia sangat sering terjadi namun jarang mencapai kadar kritis. Studi oleh Ng dkk menghungkan limfopenia dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi pada pasien SLE. Leukositosis dapat sdisebabkan oleh glukokortikoid. Trombisitopenia ringan (100000-150000/πL) dapat disebabkan oleh an tibody antifosfolipid. Trombositopenia autoimun berat (kurang dari 50000/πL), disebabkan oleh antibody antiplatelet dapat mempersulit diagnosis SLE dan awalnya mungkindidiagnosis sebagai purpura trombositopenik idiopatik. Pada kasus ini ditemukan kelainan atau manifestasi hematologi sesuai dengan gambaran yang sering ditemukan pada pasien SLE. Pada kasus ini, ditemukan gejala anemia dengan nilai haemoglobin yang rendah.



10. Manifestasi Mata Eksudat dan infarks retina (baan sitoid) relative jarang dan merupakan temuan nonspesifik. Konjungtivitas dan episkleritis terkadang dapat ditemukan pada penyakit aktif. Mata kering dapat menunjukan tumpang tindih dengan sindrom sjogren. Kebutaan singkat atau permanen dapat disebabkan oleh neuritis optic atau oklusi arteri atau vena retina. E. Klasifikasi Subcommitte for systemic lupus erythematosus criteria of the America rheumatism association diagnostic and therapeutic criteria committw tahun 1982 merevisi kreteria untuk klasifikasi SLE. Subcommitte ini mengajukan diagnosis SLE jika terdapat empat diantra 11 kriteria berikut beruntun atau secara stimultan, selama sati interval observasi : 1. Ruam dibagian malar wajah 2. Ruam berbentuk discoid 3. Fotosensitivitas 4. Ulkus dimulut 5. Setositosis (pleuritis, pericarditis) 6. Gangguan ginjal 7. Gangguan neurologis ( kejang atau psikosis ) 8. Arthritis 9. Gangguan hematologis (anemia hemolitik,leucopenia,trombositopenia) 10. Gangguan imunologi 11. Antibody nuclear R leonard mengusulkan jembatan keledai berikut untuk mengingat kriteria diagnosis SLE. A Rash Points MD. Arthritis renal disease ( penyakit ginjal), ANA serositis, Hematologi disrders, photosensitivita, oral ulcers ( ulkus dimulut) immunological disorder,neurologic disorder, Malar rash,Discoid rash Ann Rheum Dis 2001. F. Penatalaksanaan Medis Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :



1. Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan kecacatan dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan. 2. Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid. 3. Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif. 4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis oral tinggil tradisional. 5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-obat antimalarial. 6. Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang serius G. Pemeriksaan Penunjang SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang menujukan berbagai manifestasi,paling sering berupa artitis. Dapat juga timbul manifestasi dikulit, ginjal dan neorologis. Penyakit ini ditandai dengan adanya periode aktivitas (ruam) dan remisi. SLE ditegakan atas dasar gambaran klinis disertai dengan penanda serologis, khususnya beberapa autoantibodi yang paling sering digunakan adalah antinukelar antibody ( ANA, terapi antibody ini juga dapat ditemukan pada wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang kurang spesifik adalah antibouble standed DNA antibody (anti DNA), pengukuran bermanfaat untuk



menilai



ruam



pada



lupus.



Anti-Ro,



anti-La



dan



antibody



antifosfolipidpenting untuk diukur karena meningkatkan resiko pada kehamilan. Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan secara multidisiplin. Priode aktifitas penyakit dapat sulit untuk didiagnosa. Keterlibatan ginjal sering kali disalah artikan dengan pre-eklamsia, tetapi temuan adanya peningkatan antibody anti DNA serta penurunan tingkat komplemen membantu mengarahkan pada ruam. Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko keguguran. Temuan pemeriksaan laboratorium : 1.



Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif dengan titer



tinggi pada 98% penderita SLE.



2.



Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE



3.



Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE



4.



Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.



5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody) berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri, vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan trombositopeni. Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa pada penderita SLE atau lupus meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibodyantinuklir (ANA), anti-AND, SLE, CRP, analyses urin, komplemen 3 dan 4 pada pemeriksaan diagnosis yang dilakukan adalah biopsy. H. Kompilkasi 1. Ginjal Sebagaian besar penderita menunjukan adanya penimbunan protein didalam sel-sel tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap) pada akhirnya bias terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu mengalami dialysis atau pencangkokan ginjal. 2. Sistem saraf Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah dispungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bias terjadi pada bagaiamanapun dari otak, korda spinalis, maupun sistem saraf. Kejang, pesikosa, sindroma otak organic dan sekitar kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bias terjadi. 3. Penggumplan darah Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk bekuan darah didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah thrombosis berkurang dan tubuh membentuk antibody yang melawan faktor pembekuan darah yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. 4. Kardiovaskuler



Perdangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut. 5. Paru-paru Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut timbul nyeri dada dan sesak napas. 6. Otot dan kerangka tubuh Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jaringan tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri didaerah tersebut. 7. Kulit Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.



BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1.



 



Anamnesis



a. Penyakit lupus eritematosus sistemik bisa terjadi pada wanita maupun pria, namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan perbandingan wanita dan pria 8:1 b. Biasanya ditemukan pada ras-ras tertentu seperti negro, cina dan filiphina c. Lebih sering pada usia 20-4- tahun, yaitu usia produktif d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini 2. Keluhan Utama Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah,



nyeri,



kaku,



demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra dari pasien 3. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun yang lain. 4. Riwayat Penyakit Sekarang a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa menimbulkan : artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, pericarditis, bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut. b. Mulai kapan keluhan dirasakan. c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan. d. Keluhan-keluhan lain menyertai. 5. Riwayat Pengobatan Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin. 6. Riwayat Penyakit Keluarga Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakityang sama atau penyakit autoimun yang lain



7. Pemeriksaan Fisik Dikaji secara sistematis : a. B1 (Breath) Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan otot nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri saat inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi pleuritis atau efusi pleura. b. B2 (Blood) Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3), bunyi systolic click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur. Friction rup pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki dan permukaan ekstensor lengan dibawah atau sisi lateral tangan. c. B3 (Brain) Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale secara kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai coma (kualitatif), orientasi pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis juga serangan kejang-kejang. d. B4 (Bladder) Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai filtrasi glomelorus) e. B5 (Bowel) Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan, turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly, pembesaran limpa.



B. DIOGNOSA KEPERWATAN 1.



(D.0130) Hipertermia b.d proses penyakit (mis.infeksi,kanker), d.d suhu tubuh diatas nilai normal,kulit terasa hangat,takipnue.



2. (D.0078) Nyeri kronis b.d kondisi muskuloskletal kronis, d.d klien tampak meringis,gelisah,tidak mampu menuntaskan aktivitas. C. IMPLEMENTASI Tindakan keperawatan adalah pelaksaan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasein terpenuhi secara optimal. D. EVALUASI Evaluasi merupakan langka akhir dari proses keperawatan yaitu prose penilaian tujuan dalam rencana perawatan , tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post asfiksia sedang, disesuaikan dengan criteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil sesuai dengan criteria evaluasi.



BAB III TINJAUAN KASUS Kasus : Ny.B,45 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan demam sejak 2 hari yang



lalu



dan



nyeri



sendi



1



tahun



yang



lalu,lokasinya



yaitu



sendi



bahu,siku,pergrlangan tangan,pergelangan kaki,dan lutut.nyeri sendi dirsasakan setiap hari,terus menerus dan sifat panas.memberat jika kelelahan.pemeriksaan fisik didapatkankeadaan



umum



lemah



akral



hangat,terdapat



sedikit



malar



rash



dihidung,tekanan darah 110/80mmhg,nadi 60x/menit,pernapasan 2x/menit,suhu 38°cc.pasien kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium. A. Pengkajian Nama : Ny. B Umur : 45 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Penfui Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Suku : Jawa



B. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengalami nyeri sendi pada bahu, siku, pergelangan tangan , pergelangan kaki dan lutut a) Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit Klien mengalami demam



b) Keluhan Utama Saat Dikaji Klien mengatakan bahwa ia merasakan lemah, akral, hangat, terdapat sedikit maralras dihidung,tekanan darah110/80mmhg, nadi 60x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu 38°cc. C. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Klien : Penampilan   : Composmentis Tanda Tanda Vital TD              :   110/80 mmHg              Suhu   :  38˚cc Respirasi      :    22x/menit                    Nadi    : x/60menit 2. Kulit   : Sawo matang, turgor kulit kurang baik 3. Kepala dan Rambut                   o    Kepala        Bentuk   : Bulat, Simetris o    Rambut    : Distribusi       : Merata Warna            : Hitam Kebersihan    : Bersih Rontok          : Tipis dan Rontok 4. Wajah dan Leher            o    Wajah  : Bentuk          : Simetris Warna            : Pucat



Lesi                : Tidak ada Bekas trauma : Tidak ada o    Leher   : Simetris tidak ada benjolan 5. Mata Bentuk kedua mata  : Menonjol Kongjungtiva           : Anemis (Pucat) Pupil                         : Baik Sklera                       : Warna putih Reflek cahay  : Baik, pupil refleks terhadap cahaya ada terbukti ketika di beri cahaya pupil berkontraksi dan ketika cahaya di jauhkan pupil dilatasi 6. Telinga Bentuk                         : Simetris Kebersihan                  : Bersih 7. Hidung Bentuk hidung            : Simetris Lesi                             : Tidak ada Sekret                          : Ada, lendir cair dan tidak ada kotoran Mukosa Hidung          : Sedikit kemerahan Kebersihan                  : Tidak terdapat kotoran 8. Mulut Bentuk bibir          : Simetris Keadaan bibir   



: Kering, pecah-pecah



Gigi                         : Lengkap jumlah 32 Buah Lidah                       : Bersih 9. Dada



Bentuk                  : Simetris Bunyi nafas paru: Vesikuler (bernada rendah) Perkusi paru           : Resonant (suara perkusi paru yang normal) Pola nafas               : cepat Ekspansi paru     : Seimbang Irama Jantung     : Reguler (teratur) 10. Abdomen Bentuk                 : Simetris Nyeri tekan



      : Tidak ada



Bising usus           : 14x/menit Lesi                     : Tidak ada



11. Repreduksi Keadaan genetalia       : Bersih Lesi                             : Tidak ada Kateter  



: Tidak terpasang



Hemoroid                    : Tidak ada 12. Ekstremitas atas/bawah Atas    : Bentuk    : Simetris dan lengkap  Keadaan kuku : Pendek, bersih   Bawah  : Bentuk        : Simetris dan lengkap Keadaan kuku  : Pendek bersih



f. Data Psikologis 1) Status Emosi           : Emosi klien tidak stabil, terbukti klien tidak tenang 2) Kecemasan      



 : Klien tampak cemas



3) Pola Koping        : Klien mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada tim medis   tentang kondisi penyakitnya. Dalam mengatasi masalah klien sering meminta bantuan orang lain 4) Gaya Komunikasi   : Klien berbicara dengan cepat dan tanpa henti 5) Konsep Diri a) Gambaran Diri : Klien tampak gelisah b) Harga Diri c) Peran  



: Klien ingin cepat pulang agar dapat berkumpul kembali dengan  keluarga dan temannya



: Klien berperan sebagai anak ke 1 dari 2 bersaudara



d) Identitas Diri : Klien berjenis kelamin perempuan, klien merasa tidak berdaya e) Ideal Diri           : Klien dapat berinteraksi dengan perawat mahasiswa g). Data Sosial          : Klien mengatakan ingin cepat sembuh agar bisa beraktifitas seperti biasanya h). Data Spiritual  Pelaksanaan ibadah     : Selama di rawat klien melakukan ibadah ditempat tidur              Kepercayaan/Keagaamaan : Yakin (Klien banyak berdoa)



D. Pemeriksaan Penunjang a. Hasil Laboratorium Tanggal



Pemeriksaan



Hasil



Nilai



Interpretasi



Normal 01-01-



Hb



2019



WBC



17,3 gr% 15.000/mm



13-16 gr% 5.00010.000/mm



b. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Rontgen tidak ada kelainan E. Pengobatan No



Nama obat



1.



Paracetamol trip



2.



F. Analisa Data



Dosis



Indikasi



Kontraindikasi



NO 1



Data



Interpretasi (Penyebab)



DS: Klien mengeluhkan demam DO:



Masalah



lingkungan, Hipertermia



Genetic,



hormone, obat tertentu ↓ Produkasi autoimun



Suhu tubuh di atas nilai normal Kulit terasa hangat Takipnue



berlebih ↓ Autoimun menyerang orang tubuh ↓



TD:110/80mmHg



Terjadi reaksi inflamasi ↓



N:60x/menit



Peningkatan suhu tubuh



R:22x/menit



(hipertermia)



Suhu klien: 38˚C



DS:



Genetic, lingkungan,



Klien mengatakan nyeri pada sendi yaitu bagian bahu,siku,pergelangan kaki dan lutut.



↓ Produksi autoimun berlebihan ↓



Merasa depresi



Autoimun menyerang



DO: Klien meringis



hormonal, obat tertentu



organ tubuh tampak



Gelisah Tidak mampu menuntaskan aktivitas



↓ SLE ↓ Kerusakan jaringan ↓ Nyeri kronis



Nyeri kronis



TD:110/80mmHg N:60x/menit R:22x/menit Suhu klien: 38˚C



G. Diagnosa keperawatan 3. (D.0130) Hipertermia b.d proses penyakit (mis.infeksi,kanker), d.d suhu tubuh diatas nilai normal,kulit terasa hangat,takipnue. 4. (D.0078) Nyeri kronis b.d kondisi muskuloskletal kronis, d.d klien tampak meringis,gelisah,tidak mampu menuntaskan aktivitas. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Kode (D.01 30)



Diagnosa (SDKI)



Kode



Hipertermia (L.14 b.d proses 134) penyakit (mis.infeksi,k anker), d.d suhu tubuh diatas nilai normal



Tujuan (SLKI)



Kod e



Intervensi (SIKI)



Setelah I.155 Tindakan : dilakukan 06 Observasi : tindakan - Identifikasi penyebab keperawatan hipertermia(mis. selama 1x24 Dehidrasi,terpapar jam lingkungan hipertermia panas,penggunaan membaik dengan kriteria incubator) hasil: - Monitor suhu tubuh - Monitor kadar elektrolit 1. Suhu



tubuh (3)seda ng 2. Tekana n darah (5) membai k



-



Monitor pengeluaran urine Monitor komplikasi akibat hipertermia Terapeutik : - Sediakan lingkungan yang dingin - Longgarkan atau lepaskan pakaian - Basahi dan kipasi permukaan tubuh - Berikan cairan oral Edukasi : - Anjurkan tirah baring Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu



(D.00 78)



Nyeri kronis L.080 b.d kondisi 66 muskulosklet al kronis, d.d klien mengeluh nyeri



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam nyeri kronis menurun dengan kriteria hasil: 1. Keluha n nyeri(3) sedang 2. Meringi s (3) sedang 3. Gelisah (3) sedang



Tindakan : Observasi : - Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,fr ekuensi,kualitas,intensitas nyeri - Identifikasi skala nyeri - Identikasi respon nyeri nonverbal - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri - Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik: - Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri - kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri - fasilitasi istirahat dan tidur - pertimbangan jenis dan



sumber nyeri pemilihan meredakan nyeri



dalam strategi



Edukasi: - jelaskan penyebab , periode,dan pemicu nyeri - jekaskan strategi meredakan nyeri - anjurkan memonitor nyeri secara mandiri - anjurkan menggunakan analgetik secara tepat - ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi: - kolaborasi pemberian analgetik



H. IMPLEMENTASI No HARI/TGL DIAGNOSA JAM



1



Senin ,19 Hipertermia April 2021



IMPLEMENTASI



08:00



-



Memonitoring suhu



08:20



-



Memonitoring intake output Memonitoring hasil laboratorium



-



2



Senin , 19 Nyeri kronis April 2021



08:30



-



09:40



1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, lokasi atau durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus. 2. Memberikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab, berapa lama nyeri dan antisifasi dari ketidak nyamanan nyeri.



10:00



1



Selasa ,20 Hipertermia April 2021



Memberi kompres pada lipatan paha dan axila Memberikan cairan intravena dan paracetamol drip



3. Mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan tepat. 4. Memastikan pemberian analgesik dan atau strategi nonfarmakologi (teknik relaksasi nafas dalam).



08:00



-



Memonitoring suhu



08:20



-



Memonitoring intake output Memonitoring hasil laboratorium



-



Beri kompres pada lipatan paha dan axila Memberikan cairan



-



2



Selasa , 20 Nyeri kronis April 2021



08:30



intravena dan paracetamol drip



09:40



5. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, lokasi atau durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus. 6. Memberikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab, berapa lama nyeri dan antisifasi dari ketidak nyamanan nyeri.



10:00



1



2



Rabu ,21 Hipertermia April 2021



Ra byvbu , Nyeri kronis 19 April 2021



7. Mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan tepat. 8. Memastikan pemberian analgesik dan atau strategi nonfarmakologi (teknik relaksasi nafas dalam).



08:00



-



Memonitoring suhu



08:20



-



Memonitoring intake output Memonitoring hasil laboratorium



-



Beri kompres pada lipatan paha dan axila Memberikan cairan intravena dan paracetamol drip



08:30



-



09:40



9. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, lokasi atau durasi, frekwensi,



kualitas, intensitas dan faktor pencetus. 10. Memberikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab, berapa lama nyeri dan antisifasi dari ketidak nyamanan nyeri.



10:00



11. Mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan tepat. 12. Memastikan pemberian analgesik dan atau strategi nonfarmakologi (teknik relaksasi nafas dalam).



I .EVALUASI NO



Hari/Tgl



Waktu



1.



Senin,19



08.00



Diagnosis keperawatan Hipertermia



april



Evaluasi S : Pasien mengatakan masih sedikit pusing dan demam O: KU lemah Kesadaran Composmentis Suhu 37,8˚C, akral teraba hangat, terpasang infus RL 20 tpm dengan triway paracetamol drip



2021



A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan



2



Senin,19 april 2021



09.40



Nyeri kronis



S : Pasien mengatakan nyeri pada sendi berkurang O : Skala nyeri berkurang dari 1 menjadi 3  Pasien tampak hemodinamik stabil



riles



ditandai



dengan



Pasien dapat melakukan teknik relaksasi nafas



dalam A: Masalah belum teratasi



1



Selasa,20 08.00



Hipertermia



april



P: Intervensi dilanjutkan S : Pasien mengatakan masih sedikit pusing dan demam O: KU lemah Kesadaran Composmentis Suhu 37˚C, akral teraba hangat, terpasang infus RL 20 tpm dengan triway paracetamol drip



2021



A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan



2



Selasa,20 09.40



Nyeri kronis



april



S : Pasien mengatakan masih merasa nyeri sendi



sedikit



O : Skala nyeri berkurang dari 3 menjadi 4



2021



Pasien tampak riles ditandai dengan hemodinamik stabil Pasien dapatmelakukan teknik relaksasi nafas dalam A: Masalah belum teratasi



1



Rabu,21



08.00



Hipertermia



april



P: Intervensi dilanjutkan S : Pasien mengatakan tidak merasa demam lagi O: Composmentis Suhu 36,8˚C, akral teraba hangat, terpasang infus RL 20 tpm



2021



A : masalah teratasi P:-



2



Rabu,21 april 2021



09.40



Nyeri konis



S : Pasien mengatakan tidak merasa demam lagi O: Composmentis Suhu 36,8˚C, akral teraba hangat, terpasang infus RL 20 tpm A : masalah teratasi P:-



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan ( Elizabeth 2009).Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya. Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi,ginjal,paru-paru seta jantung (Glade,1999). SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan erythema dengan pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody beredar terhadap IgG dan imunokompleks,yakni kompleks antigen-antibodi-komplemen yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga merupakan penyakit auroimun,tetapi jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada prempuan. Sebabnya tidak diketahui,penanganannya dengan



kortikosteroida atau secara alternative dengan



sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg + vitamin E 10mg) 2 dd 1 kapsul (tan&kirana,2007) Peyakit ini disebabkan oleh faktor genetic, faktor imunologi ,faktor hormonal dan faktor lingkungan. Manifestasi klinik dari penyakit ini dapat berupa konstitusional, integument, musculoskeletal, paru-paru, kardivaskuler, ginjal, gastrointestinal, hemopoetik dan neuropsikiatrik. Pemeriksaan diagnostic dari penyakit ini adalah pemeriksaan laboratorium pemeriksaan laboratorium lainnya dan pemeriksaan penunjang. 1



Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika, hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama usia prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-alfa turut terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.



2



DAFTAR PUSTAKA Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2008). Nursing Interventions Classifivation (NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver. Burn, Catherine E, et all. (2004). Pediatric Primary Care : A Handbook for Nurse Practitioner. USA : Saunders Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. UK: Wiley‐ Blacwell, A John Wiley & Sons Ltd Kasjmir, Yoga dkk. (2011). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia King, Jennifer K; Hahn, Bevra H. (2007). Systemic lupus erythematosus: modern strategies for management – a moving target. Best Practice & Research Clinical Rheumatology Vol. 21, No. 6, pp. 971–987, 2007 doi:10.1016/j.berh.2007.09.002 available online at http://www.sciencedirect.com Malleson, Pete; Tekano, Jenny. (2007). Diagnosis And Management Of Systemic Lupus Erythematosus In Children. Paediatrics And Child Health 18:2. Published By Elsevier Ltd. Symposium: Bone & Connective Tissue. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., Swansosn, E. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth edition. St. Louis: Mosby Elseiver. Sutarna, Agus, dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (Wong’s Essentials of Pediatric Nursing). ED.6. Jakarta: EGC



3