Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS



Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis



Dosen Pengampu: Ns. Diah Tika Anggraeni, S.Kep., M.Kep.



Disusun oleh: Ummi Nurahmah



1710711111



Farras Jihan Afifah



1710711119



Ridha Tiomanta P



1710711128



Sonya Lapitacara S



1710711129



Tri Andhika Dessy W



1710711138



Firna Nahwa Firdausi



1710711139



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronis ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis makalah menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini degan sebaik-baiknya. Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca.



Jakarta, September 2020



Penulis



DAFTAR ISI:



KATA PENGANTAR...............................................................................................................2 DAFTAR ISI:.............................................................................................................................3 A. Definisi Penyakit Ginjal Kronis..........................................................................................4 B. Prevalensi Gagal Ginjal Kronik..........................................................................................4 C. Klasifikasi PGK..................................................................................................................5 D. Faktor Risiko.......................................................................................................................6 E. Etiologi................................................................................................................................6 F.



Patofisiologi........................................................................................................................7



H. Manifestasi Klinis.............................................................................................................10 I.



Terapi................................................................................................................................11



J.



Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................13



TINJAUAN KASUS................................................................................................................14 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DI ICU..........................................................16 A. Pengkajian.........................................................................................................................16 B. Analisis data......................................................................................................................27 C. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................................28 D. Intervensi Keperawatan....................................................................................................28 REFERENSI:...........................................................................................................................32



A. Definisi Penyakit Ginjal Kronis Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalens dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Penyakit Ginjal Kronis adalah end stage dari gagal ginjal akut, dimana Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami PGK pada stadium tertentu . Hasil systematic review dan meta-analysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung. Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan ditanggulangi dan kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih awal. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ginjal untuk kesehatan secara menyeluruh dan menurunkan frekuensi dan dampak penyakit ginjal dan problem kesehatan terkait, diperingati World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia setiap hari Kamis pada minggu kedua di bulan Maret. Peringatan ini dimulai sejak tahun 2006 dan tahun ini Hari Ginjal Sedunia jatuh pada tanggal 9 Maret 2017 dengan tema “Penyakit Ginjal dan Obesitas, Gaya Hidup Sehat untuk Ginjal yang Sehat (Kidney disease and obesity, healthy lifestyle for healthy kidneys)”.



B. Prevalensi Gagal Ginjal Kronik Data mengenai penyakit ginjal didapatkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018 dalam KEMENTENRIAN KESEHATA, 2018), Indonesian Renal Registry (IRR), dan sumber data lain. Riskesdas 2018 mengumpulkan data responden yang didiagnosis dokter menderita penyakit gagal ginjal kronis, juga beberapa faktor risiko penyakit ginjal yaitu hipertensi, diabetes melitus dan obesitas.



Hasil Riskesdas 2018, pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis di Indonesia sebanyak 3,8% yang mengalami peningkatan dari 2,0% pada tahun 2013, dengan wilayah tertinggi yaitu di Kalimantan Utara sebanyak 6,4%.



C. Klasifikasi PGK Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Melihat



nilai laju filtrasi glomerulus ( LFG ) baik secara



langsung atau melalui perhitungan berdasarkan nilai pengukuran kreatinin, jenis kelamin dan umur seseorang. Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi hasil estimasinya dapat dinilai melalui bersihan ginjal dari suatu penanda filtrasi. Salah satu penanda tersebut yang sering digunakan dalam praktik klinis adalah kreatinin serum. Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKD KDIGO) proposed classification, dapat dibagi menjadi :



Berdasarkan albumin didalam urin (albuminuia), penyakit ginjal kronis dibagi menjadi :



* berhubungan dengan remaja dan dewasa ** termasuk nephrotic syndrom, dimana biasanya ekskresi albumin > 2200mg/ 24 jam



D. Faktor Risiko Proporsi terbesar pasien hemodialisis dilatarbelakangi penyakit hipertensi dan diabetes, sedangkan faktor risiko yang menjadi tema Hari Ginjal Sedunia tahun ini adalah obesitas. 1. Hipertensi Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 25,8%. Sedangkan yang berdasarkan wawancara telah terdiagnosis hipertensi oleh dokter hanya 9,4%. 2. Diabetes Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi penderita diabetes di Indonesia adalah sebesar 5,7%, dan hanya 26,3% yang telah terdiagnosis. 3. Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko kuat terjadinya penyakit ginjal. Obesitas meningkatkan risiko dari faktor risiko utama dari PGK seperti hipertensi dan diabetes. Pada obesitas, ginjal juga harus bekerja lebih keras menyaring darah lebih dari normal untuk memenuhi kebutuhan metabolik akibat peningkatan berat badan. Peningkatan fungsi ini dapat merusak ginjal dan meningkatkan risiko terjadinya PGK dalam jangka panjang. Hasil Riskesdas 2013 obesitas pada penduduk umur >18 tahun sebesar 14,8% dan berat badan lebih sebesar 11,5%. Sedangkan obesitas sentral terjadi pada 26,6% penduduk. Persentase tersebut menunjukkan peningkatan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2007 dan 2010. E. Etiologi •



Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis







Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis 2







Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif







Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal







Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis







Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal







Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.







Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis



F. Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan 3 produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialysis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448) Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium : 



Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.







Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.







Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.



K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG : 



Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2







Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2







Stadium



3



:



kelainan



ginjal



dengan



LFG



antara



30-59



mL/menit/1,73m2 



Stadium



4



:



kelainan



ginjal



dengan



LFG



antara



15-



29mL/menit/1,73m2 



Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.



Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg ) 72 x creatini serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85



G. PATHWAY



H. Manifestasi Klinis 1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):



a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. 2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat



retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). 3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat



perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. b. Gangguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental



dan riak, suara krekels. c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan



dengan



metabolisme



protein



dalam



usus,



perdarahan



pada



saluran



gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. d. Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga



selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama 5 ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas. e. Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –



kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. f.



Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.



g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi



garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. h. System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi



eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni. I. Terapi Penyakit ginjal kronis yang telah memasuki stadium 5 atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) memerlukan terapi pengganti ginjal (TPG). Ada tiga modalitas TPG yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal. (Depkes, 2017) 1. Unit Pelayanan Dialisis Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 812 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dialisis adalah tindakan medis pemberian pelayanan terapi pengganti fungsi ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya mempertahankan kualitas hidup yang optimal yang terdiri dari dialisis peritoneal dan hemodialisis. Dialisis peritoneal merupakan terapi pengganti ginjal dengan mempergunakan peritoneum pasien sebagai membran semipermeabel, antara lain Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Ambulatory Peritoneal Dialysis (APD). Sedangkan hemodialisis adalah terapi pengganti fungsi ginjal yang menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksis uremik dan mengatur cairan elektrolit tubuh. Fasilitas pelayanan dialisis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan dialisis, baik di dalam maupun di luar rumah sakit. Berdasarkan data IRR tahun 2015, fasilitas pelayanan dialisis di Indonesia berdasarkan institusi diklasifikasikan menjadi dua yaitu instalasi rumah sakit sebanyak 92,1% dan klinik sebanyak 7,9%. Jenis pelayanan yang diberikan pada fasilitas pelayanan dialisis di antaranya hemodialisis, transplantasi, CAPD, dan Continous Renal Replacement Therapy (CRRT). Berdasarkan IRR tahun 2014 mayoritas layanan yang diberikan pada fasilitas pelayanan dialisis adalah hemodialisis (82%). Sisanya berupa layanan CAPD (12,8%), transplantasi (2,6%)



dan CRRT (2,3%). Pelayanan CRRT biasanya dilakukan di ICU tetapi ada beberapa fasilitas layanan dialisis yang melayani CRRT. Pada tahun 2015, dari total 4.898 mesin hemodialisis yang terdata, proporsi terbanyak terdapat di wilayah DKI Jakarta (26%) dan Jawa Barat (22%). Provinsi Jawa Tengah 12%, Jawa Timur 11%, Sumatera Utara 7%, Bali 4%, Sumatera Barat 4%, Sumatera Selatan 4%, DI Yogyakarta 3%, Kalimantan 2%, dan provinsi lainnya sekitar 1%. Pelayanan dialisis lainnya yaitu CAPD dan transplantasi masih minim dilakukan di Indonesia karena beberapa kendala. CAPD masih kurang sosialisasinya di masyarakat. Selain itu, jumlah dokter dan perawat yang mahir CAPD masih sedikit dan membutuhkan biaya operasional yang cukup besar untuk proses distribusi cairan kepada fasilitas layanan dialisis yang membutuhkan. Sedangkan untuk layanan transplantasi, kekurangannya ada pada ketersediaan donor ginjal. Belum adanya dasar hukum yang memayungi tindakan transplantasi di Indonesia dan beragamnya kemampuan dokter di setiap daerah juga menjadi kendala pelayanan ini. Penting untuk melakukan deteksi dini PGK yang dapat dilihat dalam diagram di bawah ini: Tabel 1. Diagram Deteksi Dini Penyakit Ginjal Kronik Siapa yang berisiko tinggi



Apa



yang



perlu Seberapa sering?



menderita penyakit ginjal? • Umur >50 tahun



dilakukan? Periksa



• Diabetes



• Tekanan darah



• Hipertensi



• Urine dipstick



• Perokok



(microalbuminuria jika



• Obesitas



diabetes)



• Riwayat keluarga



• CCT atau eGFR



menderita penyakit ginjal Keterangan : CCT = Creatinin Clearance Test eGFR = perkiraan laju filtrasi glomerulus Sumber : Comprehensive Clinical Nephrology, 2015



Tiap 12 bulan



J. Pemeriksaan Penunjang Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain : 1. Pemeriksaan lab darah 



Hematologi: Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit







RFT ( renal fungsi test ): ureum dan kreatinin







LFT (liver fungsi test )







Elektrolit: Klorida, kalium, kalsium







Koagulasi studi: PTT, PTTK







BGA



2. Urine 



Urine rutin







Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu



3. Pemeriksaan kardiovaskuler 



ECG







ECO



4. Radidiagnostik 



USG abdominal







CT scan abdominal







BNO/IVP, FPA







Renogram







RPG ( retio pielografi )



TINJAUAN KASUS



Tn.D (78 tahun) dirawat di ICU dengan diagnosis CKD Pro HD, Asidosis metabolic, Ketosis DM, Anemia. Riwayat penyakit Sekarang : Pasien tidak mau makan, mual, nyeri ulu hati, demam hilang timbul sejak 3 hari sebelum masuk RS. Hasil pengkajian : GCS : E4M5V4, kesadaran : apatis. TTV : TD : 101/51 mmHg, MAP :67, HR: 78x/menit, Suhu : 36,5 oC, RR: 17x/menit dengan Rebreathing Mask 8 lpm. Diameter pupil : 2mm/2mm, Refleks cahaya: +/+. Hasil pemeriksaan Hematologis : Hb : 10,4 g/dl Hematokrit : 33% Leukosit : 10,7 x103/uL Trombosit : 204x103/uL Eritrosit : 4,12x106/uL GDS : 120 mg/dl SGOT: 12 U/L SGPT: 9 U/L Ureum : 293 mg/dL Kreatinin : 10,66 mg/dL Natrium : 151 mmol/L Kalium : 4,70 mmol/L PT/PTT : 16,2 detik/ 35,6 detik Hasil AGD : PH : 7,35 PCO2 : 30 mmHg HCO3: 13,9 mmol/L PO2: 181,5mmHg SpO2 : 98 % Hasil Rontgen :Cardiomegali dengan konfigurasi RVH pneumonia.



Pasien mendapatkan terapi : IVFD NaCl 0,9% 500cc, Omeprazol 2x4 mg, Ceftriaxone : 1x2 gr, Ondancentron 3x4 mg, Furosemide 2x40 mg, Novorapud 5 unit. Oral : Asam folat 3x1 tab, Bicnat 2x1 tab, Simvastatin 1x20 mg, Bisoprolol 1x1,25 mg.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DI ICU A. Pengkajian



A. Identitas



a. Identitas Pasien



Nama



: Tn. D



Umur



: 78 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Agama



: Islam



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: Pensiunan



Alamat



: Jl. Limo Raya



Suku/ Bangsa



: Betawi



Tanggal Masuk RS



: 28-09-2020



Tanggal Pengkajian



: 28-09-2020



Diagnosa Medis



: Chronic Kidney Disease Pro HD, Asidosis metabolic, Ketosis DM, Anemia.



b. Identitas Penanggung Jawab



Nama



: Ny. A



Umur



: 50 tahun



Hub. Dengan Pasien: Anak



B. Riwayat Kesehatan



a. Keluhan utama



Pasien merasa mual, nyeri ulu hati.



b. Riwayat Penyakit Sekarang



Riwayat saat masuk RS: Pasien tidak mau makan, mual, nyeri ulu hati, demam hilang timbul sejak 3 hari sebelum masuk RS.



c. Riwayat Penyakit dahulu:



CKD, DM.



d. Riwayat Penyakit Keluarga



DM.



C. Pemeriksaan Fisik



a. Keadaan Umum: tingkat kesadaran apatis. b. Tanda-tanda Vital



1) Tekanan Darah



Sistolik



: 101 mmHg



Diastolik



: 51 mmHg



MAP



: 67 mmHg



Heart Rate



: 78 x/menit



Respirasi



: 17 x/menit (RM 8 lpm)



2) Suhu



: 36,5˚C



3) GCS



: E4M5V4



c. Pemeriksaan Sistem Tubuh



1) Sistem Perepsi sensori



Mata



Inspeksi : a. Kelopak mata : pucat b. Sklera : pucat c. Conjungiva : anemis d. Pupil dan refleks : +/+ e. Visus : Normal f. Ukuran pupil : 2mm/2mm Palpasi a. Tekanan bola mata : normal



 



Hidung dan sinus Inspeksi a. Nasal septum : tegak lurus b. Membrane mukosa : warna merah muda c. Obstruksi : tidak ada Palpasi a. Sinus frontalis : nyeri (-) b. Sinus Maksilaris : nyeri (-)



 



Telinga Inspeksi a. Bentuk : simetris b. Daun telinga



- Warna : kuning langsat - Lesi : tidak ada



c. Liang Telinga



- Serumen : tidak ada - Otore : tidak ada - Peradangan : tidak ada



d. Fungsi pendengaran : baik



 



Mulut



Inspeksi a. Bibir - Bentuk : simetris - Kondisi : baik - Warna : merah muda - Lesi : tidak ada b. Mukosa Mulut



- Warna : merah muda - Tekstur : lembut - Lesi : tidak ada



c. Geligi



- Warna : kuning, terdapat caries



d. Lidah - Warna : merah muda - Tekstur : halus - Tremor : tidak Palpasi a. Pipi - Nyeri Tekan : tidak ada



- Pembengkakan : tidak ada b. Palatum



- Pembengkakan : tidak ada



c. Lidah - Nyeri Tekan : tidak ada - Pembengkakan : tidak ada - Massa : tidak ada



2) Sistem Pernapasan



Inspeksi: pergerakan dada statis dan dinamis, ukuran dada simetris. Palpasi: nyeri dada ketika menarik nafas. Perkusi: sonor di kedua lapang paru. Auskultasi: suara nafas ronkhi (+) basah halus dikedua basal paru.



3) Sistem Kardiovaskuler



Inspeksi: terdapat pembengkakan Palpasi: terdapat pembengkakan Perkusi: dullnes Auskultasi: detak jantung tidak beraturan



4) Sistem Pencernaan



Inspeksi: asites, tidak ada lesi. Palpasi: terdapat nyeri tekan, hepar teraba, permukaan licin.



Perkusi: sonor Auskultasi: bising usus 4x/menit



5) Sistem Perkemihan



Inspeksi a. Peradangan/Warna kemerahan : tidak ada b. Cairan yang keluar : 30ml/jam c. Hernia : tidak ada d. Kateter : terpasang



6) Sistem Muskuloskeletal



Ekstremitas Superior: kuku pucat, akral hangat, CRT