Atresia Ani [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ATRESIA ANI DI RUANGAN PERISTI RSUD UNDATA PALU



JIHAN RIZKI ANNISA, S.Kep 2020032038



CI LAHAN



CI INSTITUSI



(.............................................)



(.............................................)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2021



ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI Ny “S” DENGAN DIAGNOSA ATRESIA ANI DI RUANGAN PERISTI RSUD UNDATA PALU



JIHAN RIZKI ANNISA, S.Kep 2020032038



CI LAHAN



CI INSTITUSI



(.............................................)



(.............................................)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2021



LAPORAN PENDAHULUAN



A. KONSEP TEORITIS 1. Definisi Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran



yang



memisahkan



bagian



endoterm



mengakibatkan



pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.  Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2010). Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran



yang



memisahkan



bagian



entoderm



mengakibatkan



pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2010). 2. Epidemiologi Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran. Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal (Suriadi & Yuliani, R, 2010). 3. Etiologi a. Secara pasti belum diketahui b. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourynari Namun ada sumber yang mengatakan kelainan anus bawaan disebabkan oleh :



a. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. d. Kelainan bawaan , dimana sfingter internal mungkin tidak memadai. (Betz. Ed 7. 2012) 4. Patofisiologi Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal. Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,



maka



urin



akan



diabsorbsi



sehingga



terjadi



asidosis



hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada lakilaki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau



ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis). (Mediana,2011) 5. Klasifikasi Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : a. Tanpa



anus



tetapi



dengan



dekompresi



adequate



traktus



gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu. b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1) Anomali rendah Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2) Anomali intermediet Rectum



berada



pada



atau



di



bawah



tingkat



otot



puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3) Anomali tinggi Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak



ada.



Hal



ini



biasanya



berhungan



dengan



fistuls



genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan).



Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm. (Rahardjo dan Marmi, 2012)



6. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti : a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi. c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula). e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal. g. Perut kembung. (Rahardjo dan Marmi, 2012)



7.



Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.



8. Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : a. Pemeriksaan radiologist Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal b. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.



c. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. d. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. e. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. f. Pemeriksaan fisik rectum Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. g. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. (Betz. Ed 7. 2012) 9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Hidayat (2010) adalah sebagai berikut : a. Penatalaksanaan Medis 1) Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti perineal ( prosedur penarikan perineum abdominal ). Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel. 2) Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B 3) Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada pasca operasi. 4) Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.



b. Penatalaksanaan Keperawatan 1) Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output ) dan ukur TTV tiap 3 jam. 2) Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit, bising usus, jumlah asupan parental dan enteral. 3) Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi, jaga kulit tetap kering. 4) Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy. 5) Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan cara membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan



dan



daerah



sekitar



ostoma



diberi



zing



zalf,



colostomybag diganti segera setiap ada produksi. 10. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain : a. Obstruksi b. Perforasi c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah). d. Komplikasi jangka panjang. e. Eversi mukosa anal f. Stenosis g. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training. h. Inkontinensia (akibat stenosis awal ) i. Prolaps mukosa anorektal. j. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi) k. Sepsis (Hidayat, 2010)



KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Biodata klien 2. Riwayat keperawatan a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang b. Riwayat kesehatan masa lalu 3. Riwayat tumbuh kembang a. BB lahir abnormal b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium 4. Pola nutrisi – Metabolik Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi. 5. Pola Eliminasi Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi 6. Pola Aktivitas dan Latihan Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot. 7. Pola Persepsi Kognitif Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. 8. Pola Tidur dan Istirahat Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.



9. Konsep Diri dan Persepsi Diri Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi 10. Peran dan Pola Hubungan Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran 11. Pola Reproduktif dan Sexual Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi 12. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan 13. Pola Keyakinan dan Nilai Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah. 14. Pemeriksaan fisik Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Mediana,2011) B. Diagnosa Keperawatan 1.



Pre Operasi a. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi



2.



Post Operasi a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur c. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan pembedahan



DAFTAR PUSTAKA Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2012. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC. Hidayat, A. Azis Alimul. 2010. Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana Rahardjo dan Marmi. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah. Jakarta : Pustaka Belajar Suriadi & Rita Yuliani, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi 2. Jakarta : Penebar swadaya. Wong, Donna L. 2011. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Monica Ester (Alih Bahasa). Sri Kurnianianingsih (ed),. edisi ke-4. Jakarta : EGC. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI