Atresia Ani [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Clinical Science Session *Program Studi Profesi Dokter /G1A114039/Agustus2018 **Pembimbing



ATRESIA ANI Nabila Davega*dr. Willy Hardy Marpaung, Sp. BA



Oleh : Nabila Davega (G1A114039) Dosen Pembimbing : dr. Willy Hardy Marpaung, Sp. BA



KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH RSUD RADEN MATTAHER JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI



2018 LEMBAR PENGESAHAN Clinical Science Session (CSS)



ATRESIA ANI



Oleh: Nabila Davega (G1A114039)



Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Jambi RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi 2018



Jambi, Agustus 2018 Pembimbing,



dr. Willy Hardy Marpaung, Sp. BA



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan referat yang berjudul “ATRESIA ANI”. Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Willy Hardy Marpaung, Sp. BA selaku dosen pembimbing yang memberikan banyak ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah. Penulis menyadari bahwa laporan referat ini jauh dari sempurna, penulis juga dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, saya berharap semoga laporan clinical science session (CSS) ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan pengetahuan kita.



Jambi,



Agustus 2018



Penulis



BAB I PENDAHULUAN Atresia ani, yang kini dikenal sebagai malformasi anorektal (MAR) adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Atresia ani adalah kelainan kongenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat masa kehamilan. Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang sering kita jumpai pada kasus bedah anak yang melibatkan anus dan rektum serta saluran urogenitalia baik pada anak laki-laki maupun pada perempuan.¹ Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki.² Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran. Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.² Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung dari klasifikasinya dan derajat kelainannya. Manajemen operasi tahap awal bergantung dari diagnosis kelainan pada bayi dengan malformasi anorektal.³



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi dan Anatomi Anorektal Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, Hindgut membentuk sepertiga distal kolon tranversum, kolon desenden, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Endoderm hindgut ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian akhir hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ectoderm permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membrana kloaka. Pada embrio tahap awal, hindgut masih berupa struktur sederhana, dimana bagian kranialnya berhubungan dengan midgut dan pada bagian kaudal berhubungan dengan ectoderm. Pada bagian ectoderm terbentuk struktur yang disebut membran kloaka. Ketika perkembangan berlanjut, bagian ujung dari hindgut yaitu kloaka berdefirensi menjadi dua sistem organ yang berbeda. Sistem organ tersebut yaitu sistem urogenital dan sistem anorektal. Kelainan pemisahan kedua sistem organ ini akan berakibat terjadinya kelainan perkembangan kloaka. Rectum mengalami migrasi selama perkembangan normal dari posisi yang tinggi menuju daerah yang lebih rendah yang merupakan tempat anus pada saat lahir. Bila proses migrasi ini terhenti sebelum anus mencapai posisi normalnya di daerah perineum, terjadilah kelainan malformasi anorektal.1 2.1.2 Kanalis Ani Panjang kanalis ani kurang lebih 4 cm menuju ke bawah dan ke belakang dari sambungan anorektal. Dua pertiga bagian atas kanalis ani



merupakan derivat dari hindgut sedangkan sepertiga bagian bawah merupakan lanjutan dari anal pit. Sedangkan epitelnya adalah derivat dari ectoderm dari anal pit dan endoderm dari hindgut. Pada peralihan dari kedua bentuk epitel, yaitu dari epitel kolumner menjadi epitel pipih belapis bertingkat, terletak garis dentata dan merupakan tempat membran ani. Kanalis ani merupakan bagian akhir dari traktus gastrointestinalis pada manusia dan merupakan bagian yang terbuka sebagai anus. Anterior dari kanalis ani pada laki-laki terdapat bangunan perineal body yang memisahkan antara kanalis ani dengan otot tranversus perinei, membrana urethrae dan bulbus penis. Sedangkan pada perempuan perineal body ini memisahkan kanalis ani dengan sepertiga inferior vagina. Posterior kanalis ani berhubungan dengan anococcygeal body yang merupakan anyaman pada jaringan fibrosa yang membentang antara kanalis ani dengan tulang coccygeus, dan kemudian ke atas menyatu dengan rafe media dari otot levator ani. Pada kedua sisi kanalis ani, otot puborektalis (levator ani) memisahkan kanalis ani dari fossa Ischiorectalis.⁵ 2.1.3 Sistem Otot Rectum berjalan ke bawah mengikuti lengkung os sacrum dan os coccygis dan berakhir di depan ujung cocygis dengan menembus diafragma pelvis dan melanjutkan diri sebagai canalis analis. Bagian bawah rectum melebar membentuk ampulla recti. Rectum mengikuti lengkung anterior os sacrum sebelum melengkung ke bawah dan belakang pada perbatasannya dengan canalis analis.7 Kontrol sfingter, yang merupakan bagian paling penting dalam proses defekasi, berhubungan dengan kelainan malformasi anorektal. Anal kanal, secara embriologi merupakan bagian dari proktoderm, yang terletak diantara linea pektineal dengan orificium anus. Bagian ini dikelilingi oleh struktur kompleks dari otot anal sfingter yang terdiri dari otot sfringter interna, lapisan otot longitudinal dan otot sfingter eksterna. Lapisan epitel dari anal kanal berubah secara kontras di daerah linea pektineal, dari epitel skuamous stratifikasi yang merupakan epitel kulit menjadi epitel kolumner stratifikasi yang merupakan epitel jaringan mukosa. Garis ini juga



merupakan penanda bagian dalam dari otot sfringter ekterna, bagian terbawah otot puborektalis dan perbatasan terbawah otot sfringter interna. Anal kanal terdiri dari otot dengan mekanisme persarafan otonom dan somatik. Otot polos dari sfingter interna merupakan bagian intrinsik dari dinding usus dan terletak sampai bagian distal anal kanal. Otot ini merupakan penebalan otot sirkuler bagian dalam dari dinding usus. Otot ini bekerja secara involunter. Otot sfingter eksterna terletak dari bagian bawah anal kanal sampai orifisium anus yang dikelilingi oleh perineal body dan annocygeal body. Otot ini bekerja secara volunter. Otot-otot lain yang terletak pada diafragma pelvis adalah levator ani. Otot ini terdiri dari 3 otot yang berfungsi membentuk bagin terbawah dari pelvis yaitu otot illiococcygeus, pubococcygius dan puborektalis. Otot iliococcygius berasal dari fascia obturator, bagian posterior dari nervus obturtoria dan bergabung dengan otot pada sisi yang berlawanan unuk membentuk lamina kaudal dari



bagian



posterior



diafragma



pelvis.



Otot



pubococcygeus



memiliki



perlengkapan linier dengan bagian belakang pubis dan bagian anterior kanalis obturatoria. Serat otot ini melekat ke tulang coccyx yang memebentuk lamina diafragma pelvis pada posisi lebih cranial terhadap illioccygeus. Otot puberrektalis adalah otot ketiga dari levator ani yang disarafi oleh miotom S1-S4. Otot ini merupakan sling yang melingkari rectum dengan tulang pubis. 1 2.1.4 Sistem Saraf Persarafan parasimpatik dikendalikan oleh saraf sakralis ketiga dan keempat bagian depan yang memberikan percabangan ke rektum. Saraf tersebut melanjutkan rangsangan dari ganglia pada pleksus Auerbach. Saraf tersebut bertindak sebagai saraf motorik pada dinding usus dan rektum, menghambat kerja sfingter internus dan serabut sensoris pada distensi rektal. Persarafan simpatik berasal dari cabang kedua, ketiga, dan keempat ganglia lumbalis dan pleksus preaorticus. Saraf tersebut membentuk pleksus hipogastricus pada vertebra lumbalis kelima, kemudian turun melalui dinding pelvis bagian posterolateral sebagai saraf presakralis dan bergabung dengan ganglion pelvik di bagian posterolateral. Saraf tersebut bekerja sebagai penghambat kerja dinding usus dan saraf motorik dari otot sfingter internus. Sebagian besar otot levator terutama pada



bagian atas (kelompok ischiococcygeus) dan bagian anterior (termasuk serabut vertikal / muscle complex) yang disebut dengan kelompok pubococcygeus, menerima inervasi dari cabang anterior saraf sakralis ketiga dan keempat. Percabangan ini membentuk persarafan yang berjalan di bagian atas permukaan otot levator. Saraf pudendus yang berasal dari saraf sakralis kedua, ketiga, dan keempat juga memberikan inervasi otot levator ini. Bagian bawah otot levator dikenal sebagai kelompok puborektalis seperti pada otot sfingter eksternus menerima inervasi dari cabang perineal nervus sakralis keempat dan dari cabang hemorhoidalis inferior dan perineal dari saraf pudendus. Kanalis ani termasuk 1 cm diatas garis pektinea sampai ke bawah dekat kulit sensitif terhadap rangsang nyeri {intraepitelial), raba (korpuskulum Meissner), dingin {bulbus Krause), tekanan (korpuskulum Paccini dan Golgi MazzonI), serta gesekan (korpuskulum genital). Rektum tidak sensitif terhadap rangsang tersebut, tetapi adanya sensasi berupa distensi rektal karena persarafan parasimpatis otot polos dan oleh reseptor propioseptif di otot volunter akan merangsang rectum. 2.1.5 Sistem Vaskularisasi dan Limfatik Vaskularisasi kanal anal berasal dari : » A. Hemorrhoidalis superior  cabang a. mesenterika inferior » A. Hemorrhoidalis media   cabang a. iliaca eksterna » A. Hemorrhoidalis inferior  cabang a. Pudenda Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis ani langsung ke vena cava inferior. » V. Hemorrhoid superior Berasaldari plexus venosus hemorrhoidalis internus bermuara ke  v.mesenteruca inferior v.porta Vena ini tidak mempunyai valvula, sering untuk penyebaran kanker » V. Hemorrhoid inferior Mengalirkan darah dari v.pudenda interna v.iliaca interna à vena cava. Sering menimbulkan gejala hemorrhoid.



Aliran limfe dari garis dentata ke proksimal mengikuti aliran arteri hemoroidalis superior. Aliran di sebelah distal garis dentata mengalir ke limfonodi hemorhoidalis inferior dan ke limfonodi inguinalis. Aliran limfe diatas valvula analis ke limfonodi pararektalis kemudian ke limfonodi mesenterika inferior, sedangkan aliran di bawah valvula ke limfonodi iliaka interna dan inguinalis superfisialis.1 2.2 Fungsi Anorektal dan Fisiologi Defekasi 2.2.1 Fungsi Anorektal Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu mengeluarkan isi feses dari kolon ke rektum, fungsi kedua adalah fungsi defekasi yaitu mengeluarkan feses secara intermitten dari rektum, sedang fungsi ketiga adalah menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi. Fungsi tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidakseimbangan akan menyebabkan ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing fungsi.¹ 2.2.2 Motilitas Kolon Motilitas kolon berbeda dengan motilitas usus halus dimana gelombang peristaltic diganti oleh adanya gerakan masa feses yang propulsif di sepanjang kolon. Motilitas kolon diatur oleh aktivitas listrik myogenic yang diperantarai oleh persarafan intrinsik dan pleksus myenterikus. Sebaliknya, hal ini juga dirangsang oleh inversi ekstrinsik dan reflek humoral seperti gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk absorbsi cairan dan pendorongan massa pada wakwtu defekasi. Gerakan dari sigmoid ke rektum dihambat oleh beberapa mekanisme yang digunakan untuk kontinensia.¹ 2.2.3 Kontinensia Kontinensia adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dan hal ini sangat tergantung pada konsistensi feses., tekanan dalam anus, tekanan rektum serta sudut anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus. Semakin encer fese, makin sukar untuk menahannya di dalam usus.⁷



Konsistensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang menjaga hambatan secara anatomis dan fisiologis jalannya feses ke rektum dan anus. Penghambat terbesar secara fisiologis adalah sudut antara anus dan rektum yang dihasilkan oleh otot levator ani bagian puborektal anterior dan superior dan otot ini berkontraksi secara involunter. Adanya perbedaan antara tekanan dan aktivitas motorik anus, rektum dan sigmoid juga menyebabkan progresifitas pelepasan feses terlambat. Kontraksi sfingter ani eksternus seperti pada puborektalis diaktivasi secara involunter dengan distensi rektum dan dapat meningkatkan secara volunter selama 1-2 menit. Tekanan istirahat dalam anus kurnag lebih 25-100 mmHg, dalam rektum 5-20 mmHg. Apabila sudut antara anus dan rektum lebih dari 80 derajat maka feses akan sulit dipertahankan.¹ˑ⁷ 2.2.4 Defekasi Pada



bayi



baru



lahir



defekasi



bersifat



otonom



tetapi



dengan



perkembangan, maturitas defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rektum kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rektum terisi feses maka akan dirasakan oleh rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai kemampuan yang khas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair dan gas. Syarat untuk terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensibel untuk sensasi isi rektum dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi, peristaltik kolon dan rektum normal dan struktur organ panggul yang normal. Sikap badan waktu defekasi juga memegang peranan yang penting. Sikap jongkok atau duduk memudahkan mengedan sehingga membantu terjadinya defekasi. Defekasi terjadi akibat peristaltik rektum, relaksasi sfingter ani eksternus dan dibantu mengejan.¹ˑ⁷ 2.3 Atresia Ani 2.3.1 Definisi atresia ani



Atresia (tresis) berarti keadaan tidak ada atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubulur secara kongenital, disebut juga clausura. Sedangkan ani berarti anus. Atresia ani atau anus imperforata, seringkali disebut sebagai malformasi anorectal atau anomali anorectal, adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Atresia ani termasuk kelainan kongenital yang cukup sering dijumpai, Angka kejadiannnya mencapai 1 dari 4000 - 5000 kelahiran.¹ 2.3.2 Epidemiologi Secara 1:5000



epidemiologi,



atresia



ani



diperkirakan



terdapat



dalam



kelahiran, dengan insiden yang sama antara laki-laki dan perempuan.



Pada laki-laki, yang lebih sering terjadi adalah atresia ani rektouretral, diikuti fistula rektoperineal sedangkan



pada



perempuan



adalah



dengan fistula



kemudian fistula fistula



rektovagina



rektovesika, dan



fistula



rektovestibuler kemudian kloaka persisten. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan kelainan ini, diikuti defek pada vertebra, ekstremitas, dan sistem kardiovaskular.⁹ 2.3.3 Etiologi Etiologi secara pasti dari atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan



bahwa



kelainan



bawaan



anus



disebabkan



oleh



gangguan



pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Menurut penelitian beberapa ahli, diduga faktor genetik berpengaruh terhadap terjadinya atresia ani, namun masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom, atau kelainan kongenital lain juga berisiko untuk menderita atresia ani, contohnya adalah penderita Down Syndrome.² Atresia ani dapat disebabkan karena:²



1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. 2. Gangguan organogenesis dalam kandungan. 3. Berkaitan dengan sindrom down. Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik.⁷ 2.3.5 Patofisiologi Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, , muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis) ⁹ 2.3.6 Klasifikasi Berdasarkan Letak:  Letak Tinggi (Supralevator): Rektum berakhir di atas M.Levator Ani dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Kelainan seperti Agenesis Anorektal dan Atresia Rektalis



 Intermediate: Rektum terletak pada M.Levator ani tidak menembusnya.  Letak rendah: Rektum berakhir dibawah M.Levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. Kelainan sepertiFistula perineal, Stenosis anus, dan Fistula anovestibular. Atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit.⁸ 2.3.7



Manifestasi klinis



Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa : ¹⁰ 1. Perut kembung. 2. Muntah. 3. Tidak bisa buang air besar. 4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan. 5. Inspeksi daerah perineum, tidak didapatkan anus, kemungkinan ada fistula. Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari



rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada. Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler. Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah: 1. Kelainan kardiovaskuler. Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect. 2. Kelainan gastrointestinal. Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-2%). 3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis. Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal. 4. Kelainan traktus genitourinarius. Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul



bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality)



dan



VACTERL



(Vertebrae,



Anorectal,



Cardiovascular,



Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality)¹⁰



2.3.8 Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi Perianal - Apakah



terdapat



anus



atau



tidak,



bisa



juga



tidak



ada



anus



dan



hanya berupa lengkungan (anal dimple). - Jika tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula. - Bila terdapat mekonium pada perineum mengindikasikan defek letak rendah dan mekonium di urine merupakan bukti adanya fistula di saluran kemih. Bila terdapat mekonium bercampur urin, maka terdapat 2 kemungkinan, yaitu fistula rektouretral atau rektovesika. Pada fistula rektouretral didapatkan mekoneum mula-mula keluar bersama jernih,



dan



Sedangkan



dapat pada



miksi,



urine



juga mekoneum



fistula



selanjutnya keluar



makin



tanpa



lama



melalui



makin miksi.



rektovesika, didapatkan miksi bercampur bersama



dengan mekoneun dan dari awal sampai akhir miksi berwarna kehitaman. Selain itu, cara membedakannya juga dapat dengan menggunakan kateter. Jika setelah dipasang kateter didapatkan urin jernih, maka fistula rektouretral karena fistula tertutup oleh kateter, sedangkan bila terdapat urin bercampur mekonium maka fistula rektovesika. - Pada perempuan diperiksa genitalia eksterna (fistula vestibulum). - Pada perempuan jika urine bercampur mekonium dan terdapat hematuria maka defek berupa letak tinggi. Jika dari uretra keluar mekonium, kencing jernih, dan terdapat fistula pada perineum maka defek letak rendah. - Dilihat pada saat anak menangis apakah anus menonjol atau tidak, jika menonjol maka anomali letak rendah, sedangkan jika tidak maka anomali letak tinggi. - Pada bayi yang baru lahir, hal yang harus kita lakukan adalah mengukur suhu rektum



sekaligus



melihat



apakah



terdapat



adanya



dengan menggunakan termometer yang sudah diberi gel.



lubang



pada



anus



- Pemeriksaan abdomen: Inspeksi = perut tampak kembung Palpasi = distensi, nyeri tekan tidak dijumpai. Perkusi = hipertimpani Auskultasi = Peristaltik meningkat, dapat terdengar metalic sound - Jika dalam 24 jam pertama tidak tampak mekonium baik pada perineum ataupun urin, dapat dilakukan cross table lateral x-ray dengan posisi bayi tengkurap.¹⁰ 2.3.9 Pemeriksaan Penunjang Meskipun diagnosis atresia ani dapat dibuat dengan pemeriksaan fisik, sering kali sulit untuk menentukan apakah bayi memiliki lesi tinggi atau rendah. Sebuah radiograf polos dari perut dapat membantu menemukan lesi. Selain itu, harus dicari adanya kelainan lain yang terkait (Sindrom VACTERL) sampai tidak terbukti adanya kelainan tersebut. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : Radiografi Abdomen 



Dapat bervariasi tergantung pada letak atresia (tinggi atau rendah), ketinggian impaksi mekonium dan efek fisiologis seperti straining.







Dapat menunjukkan dilatasi loop usus multipel dengan absensi udara rectal



a. Invertogram Radiografi pelvis lateral pada 24 jam: bayi yang tidak dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik, dilakukan invertogram, yang dilakukan dengan sebuah koin/metal sebagai penanda diletakkan pada posisi anus seharusnya dan bayi diposisikan terbalik (knee-chest position) selama setidaknya 3 menit, dan melakukan observasi terhadap letak udara pada distal rektum. Jarak gambaran udara di distal rektum dari koin



penanda dicatat:>2 cm, berarti atresia letak tinggi, sedangkan