Audit Maternal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AUDIT MATERNAL-PERINATAL



SOP



No. Dokumen No. Revisi Tanggal Terbit Halaman



: : : :1/4



UPTD PUSKESMAS TAMIANG LAYANG



1. Pengertian



2. Tujuan



3. Kebijakan 4. Langkah dan kegiatan



Tuberta Hartano,SKM, MM NIP.19700215 199202 1 001



Pengertian Audit maternal-perinatal adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta penatalaksaannya, dengan menggunakan informasi dan pengalaman dari suatu kelompok terkait, untuk mendapatkan masukan mengenaai intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayana KIA di suatu wilayah. Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan dengan pendekatan pemecahan masalah. Tujuan umum audit maternal-perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah suatu kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan perinatal Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Langkah-langkah dan kegiatan ditingkat AMP di tingkat kabupaten/kota sebagai berikut: 1. Pembentukan tim AMP 2. Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP 3. Menyusun rencana kegiatan (POA) AMP 4. Orientasi pengelola program KIA dan pelaksanaan AMP 5. Pelaksanaan kegiatan AMP 6. Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan audit oleh dinkes kabupaten/kota bekerja sama dengan RS 7. Pemantauan dan evaluasi



Rincian kegiatan AMP yang dilakukan adalah sebagai berikut: a) Tingkat kabupaten/kota 1. Menyampaikan informasi dan menyamakan persepsi dengan pihak terkait mengenai pengertian dan pelasksanaan AMP di kabupaten/kota 2. Menyusun tim AMP di kabupaten/kota, yang susunannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Secara umum, susunan tim disarankan sebagai berikut: Pelindung : Bupati/walikota kepala daerah Ketua : Kadinkes kab/kota Wakil ketua : Direktur RS kab/kota Sekretaris :Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan RS Dokter spesialis anak RS Tim ahli : SpOG SpA Dokter ahli lainnya



1. Kasubdin dan kasi yang menangani program KIA 2. Kasubdin dan kasi yang menangani Yankes dasar dan rujukan 3. Dokter umu dibagian kebidanan kandungan dan bagian anak di RS kab/kota 4. Wakil dari unit pelayanan KIA lainnya yang berpotensi dalam memberikan masukan atau sumbangan pemikiran ( misalnya RS swasta, puskesmas, organisasi profesi, dll)



3.



4. 5. 6. 7.



Tim ini juga menghimpun sumber daya yang dimanfaatkan dan mengidentifikasi “siapa mengerjakan apa” Melaksanakan AMP secara berkala dengan melibatkan: Para kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA di puskesmas dan jajarannya Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta dokter spesialis anak/ dokter ahli lain RS kab/kota dan staf yang terkait Kepala dinas kab/kota dan staf pengelola program terkait Pihak yang terkait, sesuai kebutuhan, misalnya bidan praktik swasta, petugas rekam medik kab/kota, dll Pada awal kegiatan, pihak yang mutlak perlu dilibatkan adalah puskesmas di wilayah kab/kota dan RS kab/kota. Secara bertahap sesuai kebutuhan, dinkes kab/kota dapat melibatkan pihak lain tersebut diatas Melaksanakan kegiatan AMP lintas batas kab/kota/propinsi Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan tim AMP Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit serta tindak lanjutnya dan melaporkan hasil kegiatannya ke dinas kesehatan propinsi untuk memohon dukungan Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan program KIA secara berkelanjutan



b. b) Tingkat puskesmas 1. Menyampaikan informasi kepada staf puskesmas terkait mengenai upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA melalui kegiatan AMP 2. Melakukan pencatatan atas kasus kesakitan dan kematian ibu serta perinatal dan penanganannya atau rujukannya untuk kemudian dilaporkan ke dinas kesehatan kan.kota 3. Mengikuti pertemuan AMP kab/kota 4. Melakukan pelacakan sebab kematian ibu/perinatal (otopsi verbal) selambat-lambatnya 7 hari setelah menerima laporan. Informasi ini harus dilaporkan ke dinkes kab/kota selambatlambatnya dalam waktu 1 bulan. Temuan otopsi verbal dibicarakan dalam pertemuan audit di kab/kota. Mengikuti atau melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan KIA sebagai tindak lanjut dari temuan kegiatan audit 6. Membahas kasus pertemuan AMP di kab/kota 7. Membahas hasil tindak lanjut AMP non medis dengan LS terkait c. c)Tingkat propinsi 1. Menyebarluaskan pedoman teknis AMP kepada seluruh kab/kota 2. Menyamakan kerangka pikir dan menyusun rencana kegiatan pengembangan kendali mutu pelayanan KIA melalui AMP bersama kab/kota yang akan difasilitasi secara intensif 3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di kab/kota 4. Memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada kab/kota sesuai kebutuhan 5. Merintis kerjasama dengan sektor lain untuk kelancaran pelaksanaan tindak lanjut temuan dari kegiatan audit yang berkaitan dengan sektor diluar kesehatan 6. Memfasilitasi kegiatan AMP lintas batas kab/kota/profinsi d. d)Tingkat pusat



Melakukan fasilitasi pelaksanaan AMP sebagai salah satubentuk upaya peningkatan mutu pelayanan KIA di wilayah kab/kota serta peningkatan kesinambungan pelayanan KIA ditingkat dasar dan di tingkat rujukan primer 5. metoda



Metoda pelaksanaan AMP sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan pertemuan dilakukan teratur sesuai kebutuhan oleh dinas kesehatan kab/kota bersama dengan RS kab/kota, berlangsung sekitar 2 jam. Pertemuan sebaiknya dilakukan di RS kab/kota dan kadinkes/direktur RS memimpin acara tetapi moderator pembahasan klinik adalah dokter ahli. Presentasi kasus dilakukan oleh dokter/bidan RS kab/kota atau puskesmas terkait, tergantung dimana kasus ditangani 2. Kasus yang dibahas dapat berasal dari kab/kota atau puskesmas. Semua kasus ibu/perinatal yang meninggal di RS kab/kota/puskesmas hendaknya di audit, demikian pula kasus kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran darinya 3. Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus sejak dari: Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga/tenaga kesehatan dirumah Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah dilakukan Sampai kemudian meninggal atau dapat dipertahankan hidup. Dari pengkajian tersebut diperoleh indiksai dimana letak kesalahan/kelemahan dalam penanganan kasus. Hal ini memberi gambaran kepada pengelola program KIA dalam menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mencegah kesakitan/kematian ibu/perinatal yang tidak perlu terjadi. Kesimpulan hasil dicatat dalam from MA untuk kemudian disampaikan dan dibahas oleh tim AMP dalam merencanakan kegiatan tindak lanjut secara nyata 4. Pertemuan ini bersifat pertemuan penyelesaian masalah dan tidak bertujuan untuk menyalahkan atau memberi sanksi salah satu pihak 5. Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir, notulen hasil pertemuan dan rencana tindak lanjut yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP yang akan datang 6. RS kab/kota dan puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu perinatal ke dinas kab/kota dengan memakai format yang disepakati



6. Pencatatan Dan Pelaporan



Dalam melaksanakan AMP ini diperlukan mekanisme pencatatan yang akurat baik ditingkat puskesmas maupun di tingkat RS kab/kota. Pencatatan yang diperlukan adalah sebagai berikut: Tingkat puskesmas Selain menggunakan rekam medis yang suadah ada di puskesmas, ditambahkan pula; 1. Form R (formulir Rujukan Maternal dan Perinatal) 2. Form OM dan OP (formulir otopsi Verbal maternal dan perinatal) form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas dan perinatal yang meninggal, sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal. Untuk mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga puskesmas RS kabupaten/kota Formulir yang dipakai adalah



1. Form MP (formulir maternal dan perinatal) form ini mencatat semua data dasar ibu bersalin/nifas dan perinatal yang masuk ke RS. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat 2. Form MA (formulir Medical Audit) form ini dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun perinatal, yang mengisi format ini adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)



Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang yaitu: 1. Laporan dari RS kab/kota ke dinkes (LAP RS) laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab kematian) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian anak 2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kab/kota (LAP PUSK) 3. Laporan dari dinkes kab/kota ke tingkat dinkes propinsi (LAP KAB/KOTA) laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal yang ditangani oleh RS kab/kota, puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnyaserta tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi. Laporan ini merupakan rekapitulasi dari form MP dan form R yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS. pada tahap awal, jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu maternal dan perinatal