Autoimun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH IMUNOLOGI



AUTOIMUN



Disusun Oleh: MUHAMAD RAHMAT



(17334003)



KHAERUNNISA



(17334010)



OLIVIA OCTAVIANTI



(17334011)



HANIF MIFTA FINANTI



(19334707)



NUR AMRINA NOFIANI



(19334715)



SELA DWI AGRAINI



(19334732)



KUNTHI S.HAPSARI NP



(19334739)



Dosen : Teodhora, S.Farm., M.Farm., Apt PROGRAM STUDI FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2019



Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Autoimun , Makalah ini membahas tentang Autoimun Makalah ini masih memiliki banyak sekali kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembacanya agar makalah ini agar dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca lebih khusus dapat membantu memahami tentang penyakit Autoimun.



Jakarta, Oktober 2019



Penulis



i



DAFTAR ISI Kata Pengantar .........................................................................................................



i



Daftar Isi....................................................................................................................



ii



BAB I



PENDAHULUAN.......................................................................................



I. 1 Latar Belakang ..............................................................................................



1



I. 2 Perumusan Masalah.......................................................................................



1



I. 3 Tujuan Penulisan............................................................................................



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ II.1Pengertian autoimun ......................................................................................



3



II.2Penyebab autoimun ......................................................................................



4



II.3Mekanisme terjadinya autoimun....................................................................



4



II.4 Faktor-faktor yang berpengaruh pada penyakit autoimun.............................



5



II.5 Jenis – jenis penyakit autoimun.....................................................................



5



II.6 Cara mendiagnosa penyakit autoimun...........................................................



8



II.7 Cara mengobati autoimun..............................................................................



8



BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................... III.1 Definisi LES.................................................................................................



10



III.2Gejala LES....................................................................................................



11



III.3Penyebab & Mekanisme penyakit LES ........................................................



12



III.4Patogenesis....................................................................................................



18



III.5Expresi CD3 dan CD26 pada limfosit T.......................................................



19



BAB IV PENUTUP................................................................................................... IV.1 Kesimpulan .................................................................................................



22



IV.2 Saran............................................................................................................



22



Daftar Pustaka............................................................................................................



23



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan self antigen (antigen tubuh sendiri) dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen (self-tolerance), tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimunitas.Idealnya, system imun dapat memelihara keseimbangan antara respon yang efektif terhadap antigen lingkungan dansistem pengendalian terhadap sejumlah molekul yang mempunyai kemampuan merusak diri sendiri. Autoimunitas terjadi karena self-antigen yang dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Respons terhadap self-antigen melibatkan komponen-komponen yang juga terlibatdalam respons imun, seperti antibodi, komplemen, kompleks imun, dan cell mediated immunity. Baik antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam patogenesis penyakit autoimun. Dalam populasi, sekitar 3,5 % orang menderita penyakit autoimun. 94 % dari jumlahtersebut berupa penyakit Grave (hipertiroidism), diabetes melitus tipe 1, anemia pernisiosa, artritisreumatoid, tiroiditis, vitiligo, sklerosis multipel dan LES (Lupus eritematosus sistemik). Penyakit ditemukan lebih banyak pada wanita (2,7 kali dibanding pria). Dalam autoimunitas, antigen disebut autoantigen, sedang antibodi disebut autoantibodi.Selautoreaktif



adalah



limfosit



yang



mempunyai



reseptor



untuk



autoantigen.Bila sel tersebut memberikan respon autoimun, disebut SLR (sel limfosit reaktif).Pada orang normal, meskipunSLR terpajan dengan autoantigen, tidak selalu terjadi respons autoimun oleh karena ada sistem yang mengontrol reaksi autoimun. ` 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian autoimun? 2. Apa penyebab autoimun? 3. Bagaimana mekanisme terjadinya autoimun? 1



4. Apa faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan penyakit autoimun? 5. Apa jenis-jenis penyakit autoimun? 6. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit autoimun? 7. Bagaimana cara mengobati penyakit autoimun? 8. Definisi LES? 9. Gejala LES? 10. Penyebab dan mekanisme penyakit LES? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian autoimun 2. Untuk mengetahui penyebab autoimun. 3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya autoimun. 4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan penyakit autoimun. 5. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit autoimun. 6. Untuk mengetahui cara mendiagnosa penyakit autoimun. 7. Untuk mengetahui cara mengobati penyakit autoimun. 8. Untuk mengetahui pengertian LES 9. Untuk mengetahui gejala LES



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Pengertian Autoimun Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan. Setiap penyakit yang dihasilkan dari seperti respon imun yang menyimpang, kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun disebut penyakit autoimun. Penyakit Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimun tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk. Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Beberapa antigen, seperti molekul serbuk sari atau makanan, ada di mereka sendiri. Sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendiri. Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun.



3



2.2 Penyebab Autoimun Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal : a. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya. b. Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya. c. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari demam rheumatik). d. Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan. e. Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan kekacauan, dari pada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita. 2.3 Mekanisme Terjadinya Autoimun Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya 4



sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998). Ada 80 grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan tanda kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh manusia. Gejalagejala yang ditimbulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal, endokrin sistem, kulit dan jaringan ikat lainnya, mata, darah, dan pembuluh darah. Pada gangguan penyakit tersebut diatas, problema pokoknya adalah terjadinya gangguan sistem immune yang menyebabkan terjadinya salah arah sehingga merusak berbagai organ yang seharusnya dilindunginya. 2.4 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Perkembangan Penyakit Autoimun Penyakit autoimun timbul akibat patahnya toleransi kekebalan diri dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (multi faktor). Faktor-faktor yang bersifat predisposisi dan/atau bersifat kontributif adalah: 1. Genetik, yaitu haplotipe HLA tertentu meningkatkan risiko penyakit autoimun. Reaksi autoimun dijumpai . 2. Kelamin (gender), yaitu wanita lebih sering daripada pria. 3. Infeksi, yaitu virus Epstein-Barr, mikoplasma, streptokok, Klebsiella, malaria, dll, berhubungan dengan beberapa penyakit autoimun; 4. Sifat autoantigen, yaitu enzim dan protein (heat shock protein) sering sebagai antigen sasaran dan mungkin bereaksi silang dengan antigen mikroba; 5. Obat-obatan, yaitu obat tertentu dapat menginduksi penyakit autoimun; 6. Umur, yaitu sebagian besar penyakit autoimun terjadi pada usia dewasa. 2.5 Jenis-Jenis Penyakit Autoimun 1. Penyakit Anemia Hemolitik Autoimun Penyakit ini menyerang sel darah merah, ditandai dengan gejala Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia bisa hebat dan bahkan fatal. 2. Penyakit Bullous Pemphigoid



5



Penyakit ini menyerang kulit, ditandai dengan Lepuh besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan pengobatan, prognosis baik. 3. Penyakit Sindrom Goodpasture Penyakit ini menyerang paru-paru dan ginjal, ditandai dengan Gejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin berkembang. Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paruparu atau ginjal hebat terjadi. 4. Penyakit Graves Penyakit ini menyerang kelenjar tiroid, ditandai dengan kelenjar gondok dirangsang dan membesar, menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid (hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak tahan panas, tremor, berat kehilangan, dan kecemasa. Dengan pengobatan, prognosis baik. 5. Penyakit Tiroiditis Hashimoto Penyakit ini menyerang kelenjar tiroid, ditandai dengan kelenjar gondok meradang



dan



rusak,



menghasilkan



kadar



hormon



thyroid



rendah



(hypothyroidism). Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup dengan hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna. 6. Penyakit Multiple Sclerosis Penyakit ini menyerang Otak dan spinal cord, ditandai dengan Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya. Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan otot, dan sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin datang dan pergi. Prognosis berubahubah. 7. Penyakit Myasthenia Gravis Penyakit ini menyerang Koneksi antara saraf dan otot (neuromuscular junction), ditandai dengan otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal intensitas. Pola progresivitas bervariasi secara luas. Obat biasanya bisa mengontrol gejala. 8. Penyakit Pemphigus



6



Penyakit ini menyerang kulit, ditandai dengan Lepuh besar terbentuk di kulit. Gangguan bisa mengancam hidup. 9. Penyakit Pernicious Anemia Penyakit ini menyerang sel tertentu di sepanjang perut, ditandai dengan Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk produksi sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf). Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang belakang mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi, kelemahan, dan sukar menahan hajat. Risiko kanker perut bertambah. Juga, dengan pengobatan, prognosis baik. 10. Penyakit Rheumatoid Arthritis Penyakit ini menyerang Sendi atau jaringan lain seperti jaringan paru-paru, saraf, kulit dan jantung, Banyak gejala mungkin terjadi. termasuk demam, kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak bentuk sendi, pendeknya nafas, kehilangan sensasi, kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan bengkak di bawah kulit. Progonosis bervariasi 11. Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (Lupus) Penyakit ini menyerang sendi, ginjal, kulit, paru-paru, jantung, otak dan sel darah, ditandai dengan Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat. Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan ringan-headedness, dan yang dipunyai ginjal, paru-paru, atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan, pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada, mungkin terjadi. Bercak mungkin timbul. Ramalan berubahubah secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif meskipun ada gejolak kadang-kadang kekacauan. 12. Penyakit Diabetes Mellitus Tipe Penyakit ini menyerang Sel beta dari pankreas (yang memproduksi insulin), ditandai dengan Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air kecil, dan selera makan, seperti komplikasi bervariasi dengan jangka panjang. Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks iinsulin yang cukup. Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan hingga waktu yang lama



7



13. Penyakit Vasculitis Penyakit ini menyerang pembuluh darah, Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-paru, atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit abdominal, kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan, batuk, rasa sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal) bergantung pada bagian badan mana yang dipengaruhi. Prognosis bergantung pada sebab dan berapa banyak jaringan rusak. Biasanya, prognosis lebih baik dengan pengobatan. 2.6 Cara Mendiagnosa Penyakit Autoimun Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (eritrosit) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi mereka. Tetapi radang mempunyai banyak sebab, banyak di antaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun. 2.7 Cara Mengobati Autoimun Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi. Obat



yang



menekan



sistem



kekebalan



tubuh



(imunosupresan),



seperti



azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka 8



panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat. Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang digunakan dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi, kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas. Gangguan autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan. Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu. Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan. Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.



9



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Definisi LES (Lupus Erimatosus Sistemik) Penyakit LES merupakan penyakit inflamasi autoimun kronik, dengan etiologi yang belum diketahui. Manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis Penyakit LES sangat beragam. Sistem kekebalan tubuh pada penyakit ini akan mengalami kehilangan kemampuan untuk melihat perbedaan antara substansi asing dengan sel dan jaringan tubuh sendiri. Pada Penyakit LES terjadi produksi antibodi yang berlebihan namun tidak menyerang kuman atau antigen tetapi menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuh sendiri. Antibodi seperti ini disebut “auto-antibodi” yang bereaksi dengan antigen “sendiri” membentuk kompleks imun. Kompleks imun yang terdapat dalam jaringan akan mengakibatkan terjadinya peradangan dan kerusakan pada jaringan. Manifestasi Penyakit LES sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat dan sistem imun. Sebagian besar pasien LES adalah wanita berusia antara 15 dan 30 tahun. Pasien pria hanya memperhitungkan sepersepuluh dari jumlah total. LES tidak menular atau turun-temurun. Kadang-kadang, wanita hamil dengan LES dapat melepaskan antibodi pada janin melalui plasenta. Dalam kasus tersebut, bayi mungkin menunjukkan gejala yang mirip dengan ruam kulit lupus, yang akan hilang setelah beberapa saat dalam banyak kasus. Sejumlah kecil bayi mungkin menderita blok jantung kongenital, yang menyebabkan denyut jantung lambat. Namun ini tidak berakibat fatal dan pengobatan tidak perlu dilakukan. Hanya dalam kasus yang sangat jarang terjadi, bayi mengembangkan blok jantung yang serius.



10



3.2 Gejala LES



1. Fatig Fatig (kelelahan) merupakan keluhan tersering, ditemukan pada 80100% penderita dan dapat sangat melemaskan yang seing berhubungan dengan deoresi, gangguan tidur dan fibromilagia. 2. Demam Demam dapat merupakan manifestasi penyakit aktif, ditemukan pada lebih dai 50% penderita LES. Membedakan demam oleh LES dan kekambuhan dari sebab lain seperti infeksi, reaksi obat dan keganasan adalah susah. Tidak ada pertanda khas yang dapat membedakan demam oleh LES atau sebab lain. Namun, riwayat penyakit dapat membantu untuk menunjukkan respon terhadap AINS, parasetamol dan/atau dosis rendahsedang glukokortikosteroid menunjukkan dugaan adanya infeksi. 3. Myalgia Myalgia sering ditemukan pada penderita LES, sedang kelemahan otot yang berat atau myositis relative jarang. 4. Perubahan berat badan Perubahan berat badan sering ditemukan dan dapat berhubungan dengan penyakit atau pengobatan. BB turun sering sudah ditemukan sebelum diagnosa ditetapkan. BB turun juga dapat disebabkan karena nafsu makan 11



berkurang akibat efek samping obat yang diberikan dan gangguan gastrointestinal. Peningkatan BB dapat terjadi karena retensi air dan garam yang berhubungan dengan hypoalbuminemia (misalnya akibat sindrom nefrotik atau protein losing enteropathy) atau karena nafsu makan yang meningkat akibat penggunaan glukokortikosteroid. 5. Artritis dan artralgia Artritis dan atralgia ditemukan pada 65-70% penderita, sering merupakan manifestasi paling dini. Artritis menimbulkan rasa sakit yang sedang, biasanya tidak menimbulkan erosi dan jarang terjadi perubahan bentuk sendi seperti yang terlihat pada artritis rheumatoid. 6. Kulit dan selapur lendir Kelainan kulit tersering berupa lesi fasial khas berupa Acute Cutaneous Lupus Erythema (ACLE) yang juga dikenal sebagai ruam kupukupu, eritema malar/pipi dan hidung yang nampak setelah terpapar sinar matahari. 3.3 Penyebab dan Mekanisme penyakit LES Para dokter dan peneliti belum dapat mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan penyakit ini. Hereditas memegang peranan yang cukup besar, karena jika kita memiliki kerabat yang menderita SLE ada potensi pada tubuh kita untuk menderita SLE. Namun faktor gen ini bukan satu-satunya penyebab, karena sepertinya timbulnya penyakit ini dipicu dengan cara yang belum diketahui. Beberapa pemicu yang banyak diajukan oleh peneliti sebagai pemicu SLE diantaranya adalah infeksi virus, stress, diet, toksin, termasuk beberapa jenis obat-obatan yang diresepkan dokter. Pemicu-pemicu ini, sedikit dapat menjelaskan mengapa penyakit ini timbul dan hilang silih berganti. Pada penderita lupus, sistem imun tubuh memproduksi antibodi yang melawan tubuhnya sendiri, terutama protein yang terdapat di nukleus. SLE juga dipicu oleh faktor lingkungan yang tidak diketahui (mungkin termasuk virus) pada orang- orang yang memiliki kombinasi gen-gen tertentu dalam sistem imunnya.



12



Gambar 2. Terbentuknya kompleks imun pada peredaran darah penderita SLE Semua komponen kunci dalam sistem imun terlibat dalam mekanisme yang melandasi terjadinya SLE. Dan SLE adalah prototipe penyakit autoimun. Sistem imun seharusnya memiliki keseimbangan (homeostasis) agar dapat cukup sensitif terhadap infeksi dan dapat mengenali tubuh sendiri sehingga tidak terlalu sensitif dan menyerang tubuh sendiri. Beberapa faktor lingkungan yang menjadi pemicu munculnya SLE diantaranya adalah sinar ultraviolet, obat-obatan dan virus, yaitu Epstein- Barr Virus (EBV). Stimuli ini menyebabkan kerusakan sel dan menyebabkan DNA, histon dan protein lain terutama bagian-bagian yang ada di dalam inti sel terekspos. Karena variasi genetik dalam komponen imun sistem yang berbeda, pada beberapa orang sistem imun menyerang protein yang berhubungan dengan inti sel dan membentuk antibodi untuk menyerang mereka. Akhirnya, kompleks antibodi ini merusak pembuluh darah di area kritis tubuh, seperti glomerulus pada ginjal, dan menyebabkan SLE. Mekanisme pertama yang dicurigai sebagai penyebab SLE adalah faktor genetis. Beberapa gen yang paling penting dalam kejadian SLE adalah yang terdapat pada Major Histocompatibility Complex (MHC). Gen-gen ini berhubungan dengan respons imun pada sel limfosit T, sel B,makrofag dan sel dendritik, karena mengkode peptida pada molekul reseptor di permukaan sel (Rahman & Isenberg, 2008). Beberapa gen yangdiduga memiliki peran dalam insiden lupus diantaranya terdapat pada tabel 1 13



berikut ini. Tabel 1. Lokasi gen yang diduga berkaitan dengan insiden SLE



Gambar 3. Struktur glikoprotein pada permukaan membran sel (limfosit) Akar penyebab lupus adalah disfungsional sistem imun. Pada orang sehat, sel-sel limfositnya memiliki permukaan yang tertutup molekul glikoform dan protein 14



komplemen yang akan membentuk struktur glikoprotein (gambar 3). Pada penderita SLE, sel-sel ini kehilangan struktur glikoprotein tertentu, sehingga bentuk permukaan sel menjadi berbeda dibandingkan dengan sel-sel sehat yang mengakibatkan sel-sel imun melakukan kesalahan dengan menganggap sel-sel tubuhnya sendiri sebagai musuh dan melakukan penyerangan terhadapnya (gambar 4). Hal inilah yang menyebabkan gejala-gejala seperti peradangan kulit dan sendi, kelelahan yang ekstrim, kerusakan ginjal dan seterusnya.



Gambar 4. Sel yang sehat (kiri) dan sel yang kehilangan glikoprotein tertentu pada permukaan selnya (kanan). Organ yang paling banyak terpengaruh pada penderita SLE adalah ginjal dan kulit. Pada ginjal penderita lupus terdapat antibodi yang mengikat DNA utas ganda yang berasal dari tubuh sendiri. Reaksi ini adalah reaksi autoimun, dan pentingnya antibodi anti Double-Stranded DNA (anti DS-DNA) ini telah diteliti dan terdapat pada 70% pasien lupus. Antibodi ini juga yang menyebakan kerusakan jaringanjaringan tubug lain, terutama karena sifatnya yang menyerang inti sel. Selain itu ditemukan pula antibodi lain yang mengikat protein-protein yang berhubungan dengan inti sel seperti yang terlihat pada tabel 2 berikut ini. Kehadiran antibodi antiRo dan anti-La menyebabkan komplikasi jantung fetus pada ibu hamil. Ini yang menyebabkan SLE berbahaya bagi bayi yang dikandung ibu yang menderita SLE. Selain itu juga, kedua antigen ini bertanggunng jawab pada gejala SLE yang berupa lesi kulit. Tabel 2. Antigen yang membentuk autoantibodi pada penderita SLE



15



Autoantibodi dapat terjadi pada seseorang yang sehat dengan tidak



membahayakan dan justru memegang peranan dan memproteksi tubuh. Namun autoantibodi pada SLE tidaklah sama dan menyebabkan kerusakan jaringan. Proses terbentuknya antibodi Ig-G berafinitas tinggi yang mengikat DS-DNA dengan sangat kuat disebabkan oleh antigen. Permukaan sel yang membawa antigen (antigen presenting cel-APC), memiliki molekul major histocmpatibility complex (MHC) yang mengikat antigen, berikatan dengan Sel T padareseptorsel-T (TCR) (Gambar 5). Hal ini menstimulasi interaksi antara B7 dan CD28 yang mengakibatkan pelepasan sitokin, sel B help dan peradangan atau penghambatan interaksi antara B7 dengan CTLA yang menekan aktivasi.



Gambar 5. Interaksi antara sel T dan sel yang memiliki antigen



16



Pada penderta lupus, sel B berperan sebagai sel yang memiliki antigen, berikatan dengan sel T pada situs CD 40. Sel T dan sel B saling mempengaruhi, sel T menghasilkan TNF-α, interferon-γ dan interleukin-10 yang menstimulasi sel B untuk menghasilkan antibodi terhadapantigen yang terikat tersebut (Gambar 6). Mekanisme ini diketahui dan membuka peluang untuk pengembangan pengobatan lupus dengan mencari molekul yang menghambat interaksi kedua sel tersebut.



Gambar 6. Interaksi antara sel T dan sel B Pada proses apoptosis yang normal, sel yang rusak mengeluarkan/mengekspos antigen untuk dikenali oleh antibodi, yang selama ini terkubur/tertutup oleh kepingan-kepingan sel penutup antigen. Pada penderita lupus hal ini terjadi secara tidak normal pada sel sehat yang yang distimulasi oleh faktor pemicu dari lingkungan, sehingga mengakibatkan pemusnahan sel sejenis oleh produksi antibodi.



17



Gambar 7. Mekanisme komunikasi antar komponen sistem antibodi dalam kasus SLE Jalur-jalur ini membuka peluang untuk tritmen pengobatan pada penderita lupus. Selama ini, tritmen dokter pada penderita SLE biasanya dengan pemberian obat-obatan yang hanya mengurangi gejalanya saja, tidak pada peyebabnya. Misalnya pemberian obat-obatan antiinflamasi, antimalaria dan immunosupressant. Kini, sudah ada obat yang dapat digunakan untuk membantu meringankan serangan SLE yang disebut LymphostatB, yang berfungsi menghambat protein yang menstimulasi limfosit B (BLyS= B lymphocyte stimulator). Limfosit B adalah sel yang berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Jadi dapat memulihkan aktivitas autoimun menjadi normal, kemudian menghambat aktivitas protein tersebut sehingga limfosit B tidak bisa berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Berkurangnya produksi antibodi menyebabkan aktivitas penyakit lupus mudah dikontrol.



3.4 Patogenesis Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, stress, infeksi ). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. 18



Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. Kerusakan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini menimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh, yaitu : a. Sel T dan sel B menjadi otoreaktif b. Pembentukan sitokin yang berlebihan c. Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun yaitu : 1) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun maupun sitokin dalam tubuh 2) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis 3) Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karena adanya mimikri molekuler Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody di dalam tubuh yang disebut sebagai autoantibody. Selanjutnya antibody-antibodi yang tersebut membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan atau organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.



3.5 Expresi CD3 dan CD26 pada limfosit T Pada penelitian Ekspresi CD3 dan CD26 pada Limfosit T sebagai Biomarker Potensial Penyakit Systemic Lupus Erythematosus, sel-sel sistem imun innate meningkat dan sel-sel sistem imun adaptif



menurun dalam sirkulasi darah pasien SLE.



Limfositopenia pada pasien SLE ditandai oleh penurunan ekspresi CD3 dan CD26.Setelah fraksi sel mononuklear pasien SLE dikultur dan distimulasi dengan PHA, ekspresi CD3 dan CD26 juga menurun dan lebih rendah dibanding dengan ekspresi CD3 dan CD26 dalam sirkulasi darah. Hal ini memperlihatkan bahwa penyakit SLE secara imunologis ditandai oleh penurunan.



19



Ekspresi CD3 dan CD26 dalam Sirkulasi Darah Pasien SLE



Ekspresi CD3 dan CD26 dalam Kultur Limfosit T Pasien SLE



Jumlah limfosit T walaupun studi lanjutan masih diperlukan untuk mengidentifikasi apakah semua subtipe limfosit T terpengaruh dan semua penanda permukaan limfosit T juga mengalami abnormalitas. Jumlah leukosit dan granulosit dalam darah pasien SLE pada penelitian ini berlawanan dengan jumlah leukosit dan granulosit pada penelitian lain yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Peneliti telah melaporkan bahwa sebagian besar penderita SLE aktif mempunyai jumlah leukosit menurun atau leukopenia. Bahkan, leukopenia dan granulositopenia tidak jarang ditemukan pada pasien SLE di berbagai negara di belahan dunia. Perbedaan hasil pemeriksaan hematologi ini kemungkinan besar disebabkan oleh remisi penyakit SLE setelah pasien minum obat-obat imunosupresif (data tidak ditunjukkan). Penurunan jumlah limfosit pada pasien SLE dalam studi ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Studi lain melaporkan bahwa limfositopenia pada SLE kemungkinan besar mempunyai korelasi negatif dengan peningkatan laju apoptosis limfosit T. Selain itu, data dalam studi ini menunjukkan bahwa limfositopenia pada pasien SLE juga ditandai dengan penurunan ekspresi CD3 dan CD26 dibanding dengan dengan ekspresi CD3 dan CD26 kontrol pada orang sehat (pada diagram di atas). Selain penurunan ekspresi CD3 dan CD26, beberapa abnormalitas penanda permukaan sel juga ditemukan pada limfosit pasien SLE seperti peningkatan ekspresi CD154 yang merupakan ligan CD40 pada sel B, penurunan sekresi IL-2, dan peningkatan IFN-γ.16 Sebagai konsekuensinya, banyak limfosit T mengalami apoptosis dan juga merupakan sumber poten untuk mengaktifkan dan menginduksi antigen presenting cell imatur, meningkatkan kapasitas limfosit T yang autoreaktif, memproduksi sitokin, dan menstimulasi limfosit B yang autoreaktif. Selanjutnya, interaksi CD154 dan CD40 akan mengaktifkan limfosit B untuk meningkatkan produksi autoantibodi yang disertai peningkatan sel-sel B dari berbagai tingkat perkembangan Berdasarkan atas pengetahuan peneliti, sejauh ini belum ada



20



pusat studi yang melaporkan penurunan ekspresi CD3 dan CD26 pada penyakit SLE baik dalam sirkulasi dan kultur limfosit T. 1.



21



22



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan. Obat yang menekan sistem kekebalan



tubuh (imunosupresan), seperti



azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat. B. Saran Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai ilmu pengetahuan dan wawasan umum. Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan sarana yang saya miliki. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun selalu saya harapkan sehingga dimasa mendatang makalah ini dapat menjadi lebih baik.



23



DAFTAR PUSTAKA 1. Baratawidjaja Karnen Garna, Iris Rengganis.2018.Imunologi Dasarr Edisi ke 12.Jakarta:Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-paru-kronik-dangangguan-imunologi/les-lupus-eritematosus-sistemik tanggal 7 Oktober 2019 pukul 19:46 WIB 3. Muthusam, Vikneshwaran.systemic lupus erythematous (SLE).Jakarta.2017 4. Cervera R, Espinosa G, D’Cruz D. Systemic Lupus Erythematous: Pathogenesis, Clinical Manifestation and Diagnosis. Eular On-line Course onRheumaticDiseases– modulen°17.2007-2009. 5. Roviati,Evi, systemic lupus erithematosus (sle): kelainan autoimun bawaan yang langka dan mekanisme biokimiawiny,jurnal scientiae educatia volume 1 edisi 2.2012 6. file:///C:/Users/Administrator/Downloads/843-3106-1-PB.pdf 7. http://beritanda.com/gaya-hidup/berita-gaya-hidup/kesehatan/5605-kenali-3-penyakitautoimun.html



24