6 0 373 KB
MAKALAH FARMASETIKA II INKOMPATIBILITAS SEDIAAN CAIR
Oleh: Yoga Anung Setya A
K100140078
Derry Santriani Pratama
K100150114
Eka Fadilla
K100160101
Kodrat Bangun W
K100160102
Audina Okta Rina
K100160103
M Faisal Dwi Kuncoro
K100160104
Imanda Noor Arlita
K100160105
Ummi Hamidah
K100160106
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2019
ii
DAFTAR ISI
Halaman sampul...............................................................................................i Daftar Isi...........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................1 B. Rumusan Masalah......................................................................1 C. Tujuan........................................................................................1 BAB II ISI A. Jenis Inkompatibilitas Pada Sediaan Cair...............................2 B. Mekanisme Inkompatibilitas Pada Sediaan Cair......................3 C. Contoh Inkompatibilitas Pada Sediaan Cair.............................14
BAB III PENUTUP………………………………………………………......16 DAFTAR PUSTAKA…………………………………….………………18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inkompatibilitas obat adalah reaksi fisik dan kimia yang terjadi in vitro antara dua atau lebih obat ketika larutan digabungkan dalam tabung, atau botol yang sama. Reaksi fisik menyebabkan perubahan yang terlihat, termasuk presipitasi; perubahan dalam warna, konsistensi; atau produksi gas. Reaksi kimia disebabkan oleh perubahan molekuler, dianggap signifikan ketika terjadi lebih dari 10% degradasi satu atau lebih komponen. Salah satu cara untuk membedakan keduanya jenis inkompatibilitas didasarkan pada waktu kontak antara satu obat dan yang lainnya. Ketidakcocokan obat dapat menyebabkan aktivitas obat berkurang atau tidak aktif, pembentukan bahan aktif baru yang beracun atau tidak berefek, peningkatan toksisitas dari satu atau lebih obat yang terlibat, dan perubahan organoleptik. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelumnya secara bersamaan memberikan dua atau lebih obat untuk mengurangi risiko ketidakcocokan. Dua obat yang tidak kompatibel juga dapat diberikan secara berurutan. Cara lain untuk meminimalkan risiko inkompatibilitas salah satunya penggunaan resep elektronik dengan peringatan tentang kemungkinan inkompatibilitas antara obat ditentukan. Beberapa penelitian telah menunjukkan hal itu peringatan terkomputerisasi dapat memengaruhi resep obat dan menghindari kemungkinan efek samping.
B. Rumusan Masalah 1. Apa saja jenis inkompatibilitas pada sediaan cair? 2. Bagaimana mekanisme inkompatibilitas pada sediaan cair? 3. Apa contoh inkompatibilitas pada sediaan cair?
C. Tujuan 1. Mengetahui Jenis inkompatibilitas pada sediaan cair 2. Mengetahui mekanisme inkompatibilitas pada sediaan cair 3. Mengetahui contoh inkompatibilitas pada sediaan cair.
4
BAB II ISI A. JENIS INKOMPATIBILITAS PADA SEDIAAN CAIR Inkompatibilitas farmasetis dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu: 1.
Inkompatibilitas Fisika Inkompatibilitas
fisika
atau
tak
tercampurnya
obat
secara
fisika
merupakan terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada saat mencampurkan obat atau bahan obat secara fisika tanpa ada perubahan susunan kimianya. Bahan obat yang dicampurkan tidak menghasilkan suatu campuran yang homogen dan efek yang tidak sesuai dengan tujuan terapi. Obat tidak dapat (immiscibility),
larut terjadinya
(insolubility),
Obat
tidak
dapat campur
pengendapan
secara
fisika
(precipitation),
terjadinya pencairan zat padat (liquifaction), pemadatan (solidification), adsorpsi (adsorption). Adapun pengentasan dalam inkompatibilitas Fisika yaitu: a.
perubahan urutan pencampuran / pencampuran dapat dipisah
b.
Penambahan pelarut
c.
Pergantian bentuk eksipien/bahan aktif (Asetosal tidak boleh dalam larutan karena akan terurai menjadi asam salisilat + asam asetat )
d.
Emulsifikasi (cairan-cairan tidak bisa bersatu maka perlu + emulgator)
e.
Pembuatan suspensi (suspensi: padatan – cairan, sukar larut maka perlu + suspending agent)
f.
Penambahan / pengurangan bahan
g.
Pemisahan obat (obat 1 diminum terlebih dahulu, selang beberapa jam obat 2 baru diminum)
2.
Inkompatibilitas kimia Inkompatibilitas
kimia
atau
tak
tercampurkan
obat
secara kimia
adalah peristiwa terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada waktu mencampurkan obat atau bahan obat karena terdapat reaksi kimia sehingga terjadi perubahan susunan kimia. Bahan obat yang dicampurkan tiak 5
memberikan hasil yang homogen dan efek yang tidak sesuai terapi.
dengan
tujuan
Beberapa peristiwa yang terjadi pada inkompatibilitas kimia antara lain
reaksi pengendapan, asam dengan basa, oksidasi atau reduksi, terjadinya perubahan warna, terjadinya peruraian, reaksi dengan sediaan galenik. B. MEKANISME INKOMPATIBILITAS PADA SEDIAAN CAIR Inkompatibilitas Fisika 1.
Perubahan viskositas Inkompatibilitas sediaan cair yang dapat menyebabkan perubahan pada viskositas, diantaranya yaitu:
a.
Perubahan sediaan yang mengandung hidrokoloid Penambahan berulang-ulang pada sediaan yang mengandung hidrokoloid
organik dan anorganik, umumnya akan mengalami perubahan viskositas secara drastis karena bahan ini dapat berperan sebagai bahan pembantu peningkat viskositas. b.
Pengaruh etanol Pada kadar yang tinggi, etanol dapat mengakibatkan adanya flokulasi
hidrokoloid dalam sediaan cair. Penambahan etanol
konsentrasi rendah
menyebabkan pengendapan pada natrium karboksimetilselulosa dan dekstrin yang memicu peningkatan viskositas. Contoh: metilselulosa akan meningkat viskositasnya jika ditambah etanol 30%. Pada kadar etanol yang lebih tinggi viskositas akan menurun drastis. Viskositas pada metilselulosa juga akan meningkat dengan adanya gliserol. c.
Pengaruh pH Sediaan obat turunan selulosa semisintetik, contohnya metil-, hidroksietil-,
dan natrium karboksimetil-selulosa, pada pH 3-11 tidak menunjukkan perubahan viskositas. Sediaan gom arab seperti halnya tragakan dan asam poliakrilat, pada hakekatnya lebih peka terhadap harga pH. Penambahan asama atau basa pada preparat dengan gom arab akan menunjukkan penurunan viskositas. Pada pH=7-8 dan pH=6-8 untuk sediaan asam poliakrilat, viskositas tragakan akan optimum. d.
Pengaruh penambahan elektrolit
6
Penambahan ion-ion atas dasar afinitas hidratasi yang dimilikinya dapat memicu pengkerutan akibatnya viskositasnya akan turun.. Ion-ion bervalensi banyak seperti Ca2+ dan Mg2+ menyebabkan turunnya viskositas hampir pada seluruh bahan. Contoh: efek penurun viskositas dari natrium sitrat (1%) terhadap sediaan natrium karboksimetilselulosa dan dalam skala yang lebih rendah juga terhadap sediaan metil-selulosa. Elektrolit penambahan
juga
dapat
Alumunium
meningkatkan
Klorida
ke
viskositas.
dalam
Contohnya
preparat
gomarab
menyebabkan peningkatan viskositas. e.
Pengaruh bahan pengawet dan tensid Bahan yang berefek antimikrobial dan tensed dapat mempengaruhi
viskositas, tetapi memberikan efek yang rendah, sepanjang tidak memberikan reaksi pengendapan. Penambahan bahan pengawet pada umumnya akan menurunkan sedikit viskositas. Hal yang sama terjadi dengan penambahan tensid bukan ionik dari jenis Tween. Akan tetapi senyawa amonium kuartener dan senyawa piridium terhadap sediaan aerosil memiliki efek yang berbeda terhadap perilaku reologinya. Pada daerah konsentrasi pembentukan misel kritis, viskositas meningkat kuat, sedangkan pada konsentrasi penambahan yang lebih tinggi, harga viskositasnya akan bergerak kembali menuju harga yang semula. f.
Pengaruh hidrokoloid lain Harga viskositas lebih rendah daripada yang diharapkan pada campuran
hidrokoloid. 2.
Pengurangan kondisi disperse Emulsi
dapat
mengalami
penurunan
kondisi
dispersinya
melalui
terdepositnya bahan obat dan bahan pembantu pada batas antar fase. Pada kasus ekstrim menyebabkan kerusakan sistem emulsi total. Penyebab pecahnya sistem emulsi pada umumnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut : a.
Emulgator bereaksi dengan salah satu komponen obat membentuk suatu garam sukar larut. Misalnya emulgator anionik (natrium alkil sulfat) yang terkandung dalam salep teremulsifikasi yang mengandung air dengan senyawa kationik, seperti basa amonium kuartener, efedrin hidroklorida, tak
7
tersatukan. Oleh karena itu emulgator akan kehilangan sifat emulsifikasinya melalui pembentukan suatu garam sukar larut. Peristiwa tak tersatukan ini dapat dihindari dengan menggunakan emulgator bukan ionik. b.
Bahan obat yang berkarakter tensid bersaing dengan emulgator pada batas antar permukaan dan mengakibatkan terjadinya pelemahan lapisan tipis film emulgator. Contohnya adalah tak tersatukannya amonium sulfobituminat anionik dengan tensid anion aktif (misalnya natrium alkil sulfat). Tetapi juga bodi fenolik seperti amonium sulfobituminat yang telah diuraikan sebelumnya dan juga tumenol, tak tersatukan dengan sistem emulsi dari jenis A/M, yang mengandung tensid bukan ionik. Pada tabel ini, menunjukkan jumlah tumenol amonium yang mengakibatkan pecahnya campuran euserinair.
3.
Penurunan kelarutan
a.
Penambahan pelarut yang tidak cocok ke dalam sediaan bahan makromolekul Flokulasi pembentuk hidrogel dapat disebabkan oleh Dengan menambahkan
bahan pelarut polar, terutama etanol dan aseton ke dalam sediaan bahan makromolekul dalam air. Pengendapan ini disebabkan oleh proses dehidratasi dari makromolekul. Pada tabel ini menginformasikan tentang konsentrasi batas dari etanol yang menyebabkan flokulasi.
8
b.
Penambahan elektrolit ke dalam sediaan bahan makromolekul Seperti
halnya
alkohol,
garam
dalam
konsentrasi
tinggi
dapat
mengakibatkan pengendapan bahan makromolekul yang disebabkan oleh peristiwa dehidratasi. Efek “salting out” ini mengikuti deret ion liotrop dari hofmeister, yaitu ion yang dihidratasi baik memiliki efek “salting out” yang sangat kuat dan yang kurang mampu berhidratasi memiliki efek “salting out” yang lebih lemah. Pada tabel ini menggambarkan tentang kepekaan akan garam dari sediaan metilselulosa dan natrium karboksimetilselulosa.
9
Inkompatibilitas Kimia 1.
Terbentuknya senyawa sukar larut a.
Pergeseran harga pH yang memicu pengendapan
asam dan basa lemah Asam lemah yang sukar larut akan mengalami protolisa di dalam air. Pada pembuatan sediaan obat yang umumnya digunakan garam asam lemah, seperti natrium salisilat, natrium benzoat, fenobarbital natrium, dan lain-lain, maka kelarutannya harus sedemikian tinggi, sehingga kelarutan yang rendah dari asam yang tidak terdisosiasi praktis diabaikan. Harga pH pengendapan artinya pH dimana asam sukar larut dapat dipisahkan, sehingga dengan diketahui harga pH dari suatu senyawa, yang memungkinkan dihitungnya konsentrasi HA dan kelarutan maksimal, dapat digunakan untuk mengetahui peristiwa tak tersatukan. Pada tabel ini ada beberapa senyawa asam lemah yang kelarutannya tergantung pada pH, jika harga pH dibawah harga pH yang telah ditetapkan, maka akan terjadi pengendapan asam sukar larut.
Dengan demikian untuk basa lemah sukar larut dimungkinkan untuk mengetahui peristiwa tak tersatukan berupa pengendapan yang disebabkan oleh pH. Pada tabel ini ada beberapa senyawa basa lemah yang kelarutannya tergantung pada pH, jika harga pH dibawah harga pH yang telah ditetapkan, maka akan terjadi pengendapan basa sukar larut.
10
Perubahan pH dari larutan tidak hanya disebabkan oleh penambahan asam atau basa langsung. Pengendapan yang disebabkan oleh harga pH juga disebabkan oleh penambahan garam yang bereaksi asam atau basa ke dalam larutan bahan obat. Dengan demikian, untuk meramalkan dan menjelaskan reaksi tak tersatukan memerlukan pengetahuan kondisi pH b.
Pengendapan yang disebabkan oleh penambahan ion sesama Pada sediaan yang berada dalam kondisi sebagai larutan jenuh atau hampir
tidak jenuh, dengan adanya penambahan garam yang mempunyai ion garam sehingga menyebabkan terjadinya pengendapan. Misalnya pada pembuatan larutan yang mengandung hidroklorida atau nitrat, dan diisotoniskan dengan natrium klorida atau natrium nitrat. Pada prinsipnya efek pengendapan juga dapat disebabkan oleh terlampauinya batas kelarutan garam akibat penambahan ion asing (efek salting out). Akan tetapi juga dihasilkan suatu perbaikan kelarutan melalui penambahan garam (efek salting in) c.
Pengendapan disebabkan oleh garam sukar larut Suatu reaksi ion dari komponen yang terdapat dalam sistem bahan obat,
yang terbentuknya garam yang sukar atau sedikit larut, yang menyebabkan terjadinya endapan atau kekeruhan akibat terlampauinya hasil kali kelarutan. d.
Pembentukan garam alkaloid sukar larut Alkaloid sering digunakan dalam bentuk hidroklorida atau nitratnya sebagai
penyediaan obat. Penambahan ion halogen akan menyebabkan terjadinya endapan karena hidrobromida dan hidroiodida yang sesuai, memiliki kelarutan yang lebih rendah dari pada garam terdahulu, disebabkan oleh terlampauinya hasil kali
11
kelarutannya. Demikian pula ion salisilat, asetat, benzoat, tanat, sitrat, dan lainlain menyebabkan terbentuknya garam alkaloid sukar larut. e.
Pembentukan garam basa nitrogen sintesis sukar larut, terutama senyawa amonium kuartener Senyawa yang mengandung nitrogen dari jenis sabun invert dan
setilpiridium dapat membentuk garam sukar larut dengan anion anorganik dan anion organik. Jadi benzalkonium klorida bereaksi dengan nitrat, salisilat, dan iodida dengan disertai pengendapan. Hal ini sama berlaku untuk setilpiridium klorida. Garam benzalkonium lebih lajut tak tersatukan dengan fluoreseinnatrium, garam benzilpenisilin, natrium lauril sulfat dan lain-lain. f.
Pembentukan senyawa sukar larut dengan turunan fenilraksa Fenil raksa nitrat, asetat, dan borat akan menghasilkan endapan dengan
iodida dan bromida. Sejak pada konsentrasi bahan pengawet kira-kira 0,005% telah terjadi pengendapan fenil raksa iodida atau bromida yang sukar larut. g.
Pembentukan senyawa sukar larut dengan tensid anionik dari jenis natrium lauril sulfat Natrium lauril sulfat seperti halnya tensid anionik lainnya, tak tersatukan
dengan disertai terbentuknya endapan dengan bahan obat kation aktif, seperti efedrin HCl, kodein fosfat, prokain HCl, tetrakain HCl dengan ion-ion kalsium, barium dan logam berat serta dengan akriflavin.
12
Inkompatibilitas Fisika-Kimia 1.
Peristiwa adsorpsi pada hidrokoloid yang menyebabkan penurunan mutu Peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat yang lain yang biasa
disebut dengan fenomena adsorpsi terjadi karena adanya penimbunan bahan pada batas antar permukaan fasa suatu bahan dengan bahan lainnya. Stabilitas kompleks adsorpsi yang terbentuk, disebabkan oleh gaya ikatan yang tidak spesifik dan adanya penghubung hidrogen. Sifat alami dan adsorptif adsorben yang menentukan skala adsorpsi (misalnya polaritas atau elektronegativitas), faktor lingkungan juga sangat berpengaruh seperti pH, polaritas, tegangan permukaan. a.
Adsorpsi melalui hidrokoloid anorganik Dalam kasus ini, hidrokoloid anorganik yang sering digunakan untuk
meningkatkan kekentalan, bahan penghancur, pentiksotropi, dan pelicin serta sebagai bahan dasar dan bahan pembantu untuk membuat salep hydrogel. Contohnya bolus alba dan bentonit, silisiumdioksida terdispersi tinggi. Bahan yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap air, proses penginaktivasian umumnya tidak dikhawatirkan, karena bahan yang terikat akan segera terdesak dari permukaan adsorben dengan adanya air. Contohnya seperti silisiumdioksida. Ikatan yang terjadi reversibel dari kationik (sabun invert) dengan konsentrasi diatas konsentrasi pembentukan misel, hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya hambatan efektivitas bakteriostatik. Sebab serupa juga dapat menimbulkan ikatan pada bahan pewarna kationik yang nampak, contoh perubahan warna tersebut adalah hijau malakhit, kristal ungu, dan etakridin. Adsorpsi kationik pada bentonit khusus yang disebabkan oleh pertukaran kation dapat sangat mengurangi mutu bahan obat organik. Kationik dapat mengalami inaktivasi total sejak konsentrasi bentonit 1-2%. Sebaliknya, bentonit memiliki kemampuan ikatan yang rendah untuk senyawa anionik dan bukan ionik.
13
b.
Pembentukan kompleks adsorpsi dengan hidrokoloid dan hidrokoloid organik Jenis obat seperti natrium karboksimetilselulosa, garam alkali dari asam
alginat dan asam poliakrilat, menunjukkan peristiwa tak tersatukan karena adanya muatan dengan zat-zat organik, kationik. Oleh karena itu dia dapat memicu viskositas turun, bahkan menyebabkan pengendapan pada konsentrasi tinggi. Contoh pada gambar di bawah ini, tampak adanya penurunan kerja antibakteri sebesar 80-90% dari sediaan yang mengandung karboksimetilselulosa 1%. Juga senyawa bukan kationik seperti sulfisomidin natrium aniodida, etil merkuritiosalisilat natrium dan bukan ionik seperti nitrofural, terikat pada Na karboksimetilselulosa.
C. Contoh Inkompatibilitas sediaan Cair A.
Larutan (Solutions) Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut (FI IV). R/
Papaverini Hydrochoridi
1
Belladonae extr.
0,2
Sol. Charcot
300
Tinc. Aurant. Cort
5
S.3.d.d.c. Dalam air, kelarutan suatu garam dapat berkurang karena penambahan suatu garam. Peristiwa ini digunakan pada pembuatan sabun
14
natrium. Penambahan NaCl pada larutan sabun akan mengendapkan sabun natriumnya. Penambahan mengurangi
kalium,
kelarutan
natrium,
garam
ammonium
Quininum
dan
halogenida
dapat
Papaverinum.
Cara
membuatnya dengan melarutkan garam bromide dari solution charcot di dalam mortir kemudian dibuat mucilago dengan pulvis Gummosus lalu ditambahkan Papaverin Hidrokloridum. Jumlah pulvis Gummosus yang digunakan adalah 2% dari jumlah larutan. Ekstrak Belladonae dan sisa air setelah itu dicampur dengan larutan garam bromida tadi. B.
Suspensi Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh. 1987). R/
carb.adsorb
10
Natrii sulfas Magnesia sulfas aa
5
Aqua ad
100
Carbo adsorben mempunyai daya adsorpsi terhadap toksi dan bakteri oleh karena itu bahan ini sering digunakan sebagai obat diare. Oleh karena itu
penambahan
lendir
akan
mengurangi
daya
kerjanya.
Jadi,
pembuatannya hanya digerus dengan air dan bila terdapat sirup maka digerus dengan sirup. C.
Emulsi Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan kecil (FI IV). R/
parrafin.liq.
25
Tragacanthae
2
Oleinanisi gtt.III Aqua ad
150
S.Vesp.c.
15
Emulgator selain PGA yang sering digunakan adalah tragacanthae. Tetapi tragacanthae di dalam air tidak akan larut, oleh karena itu fase emulsi menjadi tidak stabil. Pengatasan dari hal itu, diperlukan kombinasi tragacanthae dari PGA yang dapat membantu menaikkan viskositas dari fase kontinu hingga dapat meningkatkan viskositas emulsi. Pengatasan Inkompatibilitas Pada Sediaan Cair a.
Menghilangkan bahan yang memicu masalah inkompabilitas.
b.
Mengubah urutan pencampuran.
c.
Penambahan bahan yang sifatnya inert seperti bahan pensuspensi (untuk dibuat sediaan suspensi) atau emulgator (sediaan emulsi).
d.
Memodifikasi pelarut.
e.
Mengubah volume.
f.
Penggantian bahan aktif atau bahan tambahan yang digunakan.
g.
Obat dibuat secara terpisah. Hal-hal
yang
harus
diperhatikan
untuk
memperkirakan
adanya
inkompatibilitas dan pengatasannya yaitu: 1.
Memastikan bagaimana inkompatiblitas dapat terjadi
2.
Bahan yang secara spesifik dapat memicu inkompatibilitas
3.
Jenis inkompatibilitas
4.
Menentukan solusi yang cocok untuk mengatasi inkompatibilitas tersebut.
16
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Inkompatibilitas pada sediaan cair
merupakan ketidakcampuran bahan
obat /obat pada saat mencampurkannya, bisa secara fisik/chemis dan secara farmakologi. Secara fisika, ketidakcampuran bisa berupa Obat tidak dapat larut (insolubility),
Obat
tidak
pengendapan
secara
fisika
dapat campur (immiscibility),
terjadinya
(precipitation), terjadinya pencairan zat padat
(liquifaction), pemadatan (solidification), adsorpsi (adsorption). Sedangkan secara kimia bisa berupa reaksi pengendapan, asam dengan basa, oksidasi atau reduksi, terjadinya perubahan warna, terjadinya peruraian, reaksi dengan sediaan galenik. Namun peristiwa peristiwa ini dapat diatasi dengan beberapa cara, antara lain: mengubah urutan bahan pencampuran, menambah volume, mengganti pelarut, obat dicampur secara terpisah. B. SARAN Hal-hal
yang
harus
diperhatikan
untuk
memperkirakan
adanya
inkompatibilitas dan pengatasannya yaitu: 1.
Memastikan bagaimana inkompatiblitas dapat terjadi
2.
Bahan yang secara spesifik dapat memicu inkompatibilitas
3.
Jenis inkompatibilitas
4.
Menentukan solusi yang cocok untuk mengatasi inkompatibilitas tersebut.
Daftar Pustaka
17
Anief, Moh, 1987, Ilmu Meracik Obat, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta Anonim. 1978. Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Ansel, Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, UI Press, Jakarta Melsugen, B.B., 2011, Drug Incompability Risk Prevention in Infusion Therapy, Hospital Care, Germany Jenkin G.L. et al., 1957, Scovitte's The Art Compounding, 19th Ed., Mc.Graw Hill Book Co, Inc., New York, Toronto, London Voight, R., 1971, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
18