Bab 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI INDUSTRI FARMASI MAHASISWA PROGRAM STUDI D III FARMASI AKADEMI FARMASI TORAJA BAGIAN PRODUKSI DI INDUSTRI FARMASI LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT JALAN GUDANG UTARA NOMOR 25-26 BANDUNG (TANGGAL 4-25 FEBRUARI 2021)



Oleh : Arlin Alfrianti (1805007) Sonda Tangke Padang (1805011) Enci Sriwulandari P. (1805008) Mengetahui : Pembimbing 1



Dr. T.P.H. Simorangkir, M.,Si., Apt. Letkol Ckm (K) NRP 11940009051168



Pembimbing II



APT. Ayu Rana Esadini



LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI INDUSTRI FARMASI MAHASISWA PROGRAM STUDI D III FARMASI AKADEMI FARMASI TORAJA BAGIAN PRODUKSI DI INDUSTRI FARMASI LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT JALAN GUDANG UTARA NOMOR 25-26 BANDUNG (TANGGAL 3-25 FEBRUARI 2021)



Oleh : Arlin Alfrianti (1805007) Sonda Tangke Padang (1805011) Enci Sriwulandari P. (1805008)



LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI INDUSTRI FARMASI MAHASISWA PROGRAM STUDI D III FARMASI AKADEMI FARMASI TORAJA BAGIAN PRODUKSI DI INDUSTRI FARMASI LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT JALAN GUDANG UTARA NOMOR 25-26 BANDUNG (TANGGAL 3-25 FEBRUARI 2021)



Oleh : Arlin Alfrianti (1805007) Sonda Tangke Padang (1805011) Enci Sriwulandari P. (1805008) Mengetahui : Pembimbing 1



Dr. T.P.H. Simorangkir, M.,Si., Apt. Letkol Ckm (K) NRP 11940009051168



Pembimbing II



APT. Ayu Rana Esadini



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat, pada waktu yang telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di program D3 Farmasi. Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu dengan segala kerendahan hati hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut: 1. Ibu Apt. Estherina Allo Payung, S.Si.,Map.M selaku Direktur di Akademi Farmasi Toraja. 2. Letnan Kolonel Ckm Dr. T.P.H. Simorangkir, M.,Si., Apt., selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 3. Ibu Apt. Ayu Rana Esadini, selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan di Kampus Akademi Farmasi Toraja. Praktikan menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan laporan PKL ini jauh dari kata sempurna, walaupun telah berusaha dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapakan guna penyempurnaan penyusunan dan penulisan laporan selanjutnya agar laporan yang dibuat menjadi lebih baik.



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembagunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembagunan nasional. Tujuan pembagunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,baik secara jasmani,rohani dan sosial sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Salah satu sarana dalam melaksanakan tujuan pembagunan kesehatan adalah industry farmasi yang merupakan tempat bagi apoteker untuk mengaplikasikan ilmu dan keahliannya selain dirumah sakit,pemerintahan maupun apotek. Industri farmasi merupakan suatu badan usaha yang secara resmi terdaftar dan memiliki izin untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat dalam skala yang besar. Produk obat yang berkualitas dipengaruhi oleh banyak faktor yang terlibat dalam setiap prosesnya, mulai dari bahan baku, bahan kemas sampai dengan seluruh peralatan yang berkaitan dengan proses produksi obat tersebut. Guna mendapatkan obat yang bermutu (quality) baik, berefek (efficacy), serta aman (safety) saat digunakan maka dibutuhkan suatu pedoman bagi industri farmasi sebagai pedoman dalam melakukan proses produksi obat atau yang sering dikenal dengan istilah CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, pemastian mutu, inspeksi diri, audit mutu, dan audit persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi. Peran apoteker dalam suatu industri farmasi sangatlah penting, dan apoteker terdapat dalam aspek personalia CPOB dalam industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sehingga seorang apoteker dituntut untuk mempunyai wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman



praktis yang



memadai serta kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahanpermasalahan yang ada di industri farmasi.



2.1. Tujuan Untuk meningkatkan wawasan pengetahuan,pengalaman,kemampuan dan keterampilan didunia kerja 3.1. Manfaat a. Menambah ilmu pengetahuan dan melatih keterampilan praktikan sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Akfar Toraja b. Melatih kedisiplinan praktikan dan komitmen bekerja saat memasuki dunia kerja yang sesungguhnya c. Memberikan gambaran tentang kondisi lapangan pekerjaan yang sebenarnya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi 2.1.1 Defenisi Produksi Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengemas dan mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan (Anonim,2012). 2.1.2 Prinsip Produksi Dalam Industri Farmasi, produksi harus dilakukan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan serta sesuai dengan ketentuan dari CPOB untuk menjamin produk yang bermutu, serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi dimulai dengan pemilihan bahan baku sampai proses produksi yang akan menghasilkan produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat atau di dokumentasikan. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu. Selama proses pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan dalam setiap proses produksi. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sebaiknya dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu. Proses produksi antara lain: a. Bahan Awal Bahan awal atau bahan baku dimulai dari seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan awal serta pembelian dan penerimaannya. Setiap bahan awal harus memenuhi spesifikasi dan diberi label sesuai dengan nama yang



dinyatakan dalam spesifikasi sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan. Untuk setiap kiriman atau bets harus diberi nomor kiriman yang menunjukkan identitas yang jelas. Pada tiap penerimaan bahan awal, dilakukan permeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kemungkinan adanya kerusakan bahan, kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Dilakukan pengambilan sampel bahan awal untuk pengujian apakah sesuai dengan spesifikasinya oleh bagian Pengawasan Mutu. Kiriman bahan awal harus dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal yang diterima dan disimpan di area penyimpanan diberi label yang jelas. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab pengawasan mutu. Label harus setidaknya berisi nama bahan (bila perlu nomor kode bahan), nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan, status bahan



(misal:



karantina,



sedang



diuji,



diluluskan,



ditolak),



tanggal



kadaluarsa/tanggal uji ulang bila diperlukan. Pemeriksaan persediaan bahan awal harus selalu diperiksa secara berkala untuk meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label dengan benar dan dalam kondisi yang baik. Bahan awal, khususnya yang dapat rusak karena paparan panas, hendaknya proses penyimpanan dikendalikan suhunya secara ketat, untuk bahan yang peka terhadap kelembabapan maupun cahaya, disimpan dengan kondisi yang tepat. Penyerahan bahan awal dilakukan oleh personel yang berwenang dan catatan mengenai persediaan bahan disimpan dengan baik agar rekonsilasi persediaan dapat dilakukan. Setiap bahan dilakukan penimbangan dan diperiksa serta hasil penimbangan tersebut dicatat kembali. Semua bahan awal yang ditolak diberi penandaan yang mencolok, ditempatkan terpisah, dan bisa dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasoknya. b. Validasi Proses Validasi proses dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Hasil validasi dan kesimpulannya dicatat sebagai dokumentasi. Untuk formula pembuatan atau metode preparasi baru diterapkan hendaknya, mengambil langkah untuk membuktikan apakah prosedur baru tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi yang rutin. Untuk perubahan yang signifikan



juga perlu divalidasi. Menurut CPOB, perlu dilakukan re-validasi secara periodik untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap (protap). c. Pencegahan Pencemaran Silang Risiko pencemaran pasti bisa terjadi dan bisa didapat dari pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain dimana pencemaran ini harus dihindarkan. Pencemaran silang ini diperoleh akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa-sisa bahan yang tertinggal pada alat serta dari pakaian kerja operator. Pencemaran yang berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitivitas kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan berpotensi tinggi. Produk sediaan parenteral, sediaan dengan dosis besar, sediaan yang diberikan dalam jangka waktu panjang berpotensi terpengaruh oleh pencemaran. Dalam menghindarkan pencemaran silang ini, dapat dilakukan: a. Produksi di dalam gedung terpisah (bagi produk seperti β-laktam, non β-laktam, hormon, vaksin hidup, sediaan yang mengandung bakteri hidup, dan produk biologi lainya serta produk darah). b. Tersedianya ruang penyangga udara dan penghisap udara. c. Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang disirkulasi ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang diolah secara tidak memadai. d. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk tersebut berisiko tinggi terhadap pencemaran silang. e. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif. f. Menggunakan sistem self-contained. Pengujian residu dan menggunakan label status kebersihan pada alat. g. Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektivitasnya diperiksa secara berkala sesuai prosedur yang ditetapkan. d. Sistem Penomoran Bets/Lot Sistem penomoran bertujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran



selanjutnya harus saling berkaitan. Sistem penomoran harus menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara berulang. Alokasi nomor bets/lot segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut mencakup pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan. e. Penimbangan/Penyerahan Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan produk tercakup dalam prosedur tertulis. Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang boleh diserahkan apabila telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu. untuk menghindarkan terjadinya kecampurbauran, pencemaran silang, hilangnya identitas, maka bahan dan produk yang terkait dari satu bets/lot saja yang boleh ditempatkan dalam area penyerahan. Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal diperiksa kebenaran dari penandaannya, termasuk label pelulusan dari Pengawasan Mutu. Setelah penimbangan, penyerahan, dan penandaan, bahan dan produk-produk tersebut diangkut dan disimpan dengan benar sehingga terjamin keutuhannya sampai pengolahan berikutnya. f. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan harus didokumentasikan dengan baik dan direkonsiliasi. Semua bahan yang diperlukan untuk proses produksi tidak boleh dikembalikan ke gudang, kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. g. Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan Semua bahan dan peralatan yang akan digunakan harus diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan. Peralatan hendaknya dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan. Semua kegiatan pengolahan harus mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan yang terjadi wajib dipertanggung jawabkan dan dilaporkan. Wadah dan penutup untuk bahan dan produk harus selalu bersih dan terbuat dari bahan yang tepat, kemudian wadah dan peralatan yang berisi bahan dan produk harus diberi label yang tepat. Semua produk diberi label yang tepat yang



menunjukkan tahap pengolahan. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dengan akurat. Hasil sesungguhnya dari tahap pengolahan, harus dicatat dan disesuaikan dengan hasil teoritis. h. Bahan dan Produk Kering Masalah debu dan pencemaran silang adalah masalah yang terjadi saat proses produksi terjadi. Penggunaan sistem penghisap udara yang efektif dipasang dengan letak pembuangan untuk mencegah penyebaran debu. Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan. Produk juga harus dilindungi dari pencemaran serpihan logam atau gelas serta mencegah tablet atau kapsul tidak ada yang terselip atau tertinggal di dalam mesin. i. Pencampuran dan Granulasi Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem pengendalian debu. Parameter operasional yang kritis, seperti waktu, suhu, kecepatan untuk tiap proses produksi, harus tercantum dalam Dokumen Produksi Induk. Untuk bahan yang berisiko tinggi atau yang dapat menimbulkan senstivitas tinggi, digunakan kantong filter khusus bagi masing-masing produk. Pada pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran atau pertumbuhan mikroba. j. Pencetakan Tablet Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan untuk menghindari campur aduk antar produk. Untuk pemantauan bobot tablet selama proses, diperlukan alat timbang yang telah ditara. Tablet yang diambil untuk diuji tidak boleh dikembalikan dan tablet yang ditolak atau disingkirkan harus ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas serta dicatat pada Catatan Pengolahan Bets. Sebelum digunakan, Punch and Dyes alat cetak harus diperiksa kesesuaiannya terhadap spesifikasi. k. Penyalutan Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan, harus disaring sehingga memiliki mutu yang tepat. Larutan penyalut digunakan dengan cara yang tepat untuk mengurangi resiko pertumbuhan mikroba.



l. Pengisian Kapsul Keras Kapsul kosong/cangkang kapsul diperlakukan sebagai bahan awal dan disimpan dalam kondisi yang baik dimana dapat mencegah kekeringan dan kerapuhan atau efek lain yang disebabkan oleh kelembaban. m. Penandaan Tablet Salut dan Kapsul Campur baur selama proses penandaan tablet salut dan kapsul, proses pemeriksaan, penyortiran, dan pemolesan kapsul dan tablet salut harus dihindari. Tinta yang digunakan untuk penandaan harus tinta yang memenuhi persyaratan untuk bahan makanan atau food grade. n. Produk Cair, Salep dan Krim Produk cair, krim, dan salep mudah terkontaminasi, sehingga prosesnya harus terlindung dari pencemaran. Untuk melindungi produk dari kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer dimana area produksi diberi ventilasi yang efektif dengan udara yang disaring. Kualitas kimiawi dan mikrobiologi air harus dipantau. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap proses pencampuran dan proses akhir pengisian untuk memastikan kualitas produk. Jika produk ruahan tidak segera dikemas maka waktu paling lama produk boleh disimpan dan kondisi penyimpanan produk harus ditetapkan dan dipatuhi. o. Bahan Pengemas Pengadaan, penanganan dan pengawasan terhadap bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain perlu tindakan yang sama seperti pada bahan awal. Bahan cetak disimpan dan diawasi dengan ketat, label lepas dan bahan cetak lepas lain disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan ketercampuran, serta bahan pengemas diserahkan pada personel yang berwenang. Setiap penerimaan bahan pengemas primer diberi nomor spesifik sebagai identitas. Bahan-bahan pengemas yang tidak berlaku dimusnahkan dan didokumentasikan. p. Kegiatan Pengemasan Proses pengisian dan penutupan langsung diberi label agar terhindar dari kecampurbauran. Kegiatan pengemasan untuk membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi dan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat. Sebelum kegiatan pengemasan, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa



area kerja dan peralatan telah bersih. Semua penerimaan produk ruahan, bahan pengemas dan bahan cetak lain diperiksa dan diverifikasi kebenarannya terhadap Prosedur Pengemasan Induk. Label, karton dan bahan pengemas serta bahan cetak lain memerlukan prakodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal kadaluarsa, dan informasi lainnya. Proses prakodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain dilakukan di area yang terpisah dari kegiatan pengemasan lain serta dilakukan pemeriksaan sebelum ditransfer ke area pengemasan. Pemerikaan kesiapan jalur segera sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain oleh personel dari bagian pengemasan dilakukan untuk memastikan bahwa semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari kegiatan pengemasan sebelumnya telah disingkirkan dari jalur pengemasan dan area sekitarnya, memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya, dan memastikan kebersihan peralatan yang akan dipakai. Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru sebagian dikemas diberi label atau penandaan. Wadah yang akan diisi hendaknya diserahkan pada jalur atau tempat pengemasan yang bersih. Area pengemasan dibersihkan secara teratur. Risiko kesalahan yang terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil dengan cara: a. Menggunakan label b. Pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label c. Menggunakan alat pemindai dan penghitung label elektronis d. Desain label dan bahan cetak lain sedemikian rupa e. Pemeriksaan secara independen oleh Pengawasan Mutu selama dan pada akhir proses pengemasan Pengawasan pada jalur pengemasan selama proses pengawasan meliputi: a.



Tampilan kemasan secara umum



b.



Kelengkapan umum



c.



Kebenaran produk dan bahan pengemas yang dipakai



d.



Kebeneran prakodifikasi



e.



Monitoring pada jalur pengemasan yang berfungsi dengan benar Pada tahap penyelesaian pengemasan, dilakukan pemeriksaan secara cermat



agar sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal dari



satu bets dari satu kegiatan pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu palet. q. Pengawasan Selama Proses (In Process Control) Dalam rangka memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk harus dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu. Selama proses pengolahan dan pengemasan, diambil sampel pada awal, selama proses, dan akhir proses serta hasil pengujiannya dicatat dan menjadi bagian dari catatan bets. Spesifikasi pengawasan selama proses hendaknya konsisten dengan spesifikasi produk, yang asalnya dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan metode statistik yang sesuai bila ada. r. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan jelas dan disimpan terpisah diarea terlarang (Restricted Area). Bahan dan produk yang ditolak tersebut bisa dimusnahkan, dikembalikan ke pemasok atau diolah ulang berdasarkan keputusan Pengawasan Mutu. s. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke



gudang



dan



siap untuk



didistribusikan.



Prosedur



tertulis



hendaklah



mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk mempermudah pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Area karantina merupakan area terbatas hanya bagi personel yang diperlukan dan memiliki wewenang pada area tersebut. Pelulusan akhir harus memenuhi sebagai berikut: a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa akan datang c. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima



d. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh Pengawasan Mutu e. Produk Jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang. Setelah pelulusan suatu bets/lot maka produk tersebut dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi. Sewaktu menerima produk jadi maka dilakukan pencatatan pemasukan bets tersebut ke dalam kartu stok. t. Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan, dan Poduk Jadi Bahan Produk hendaklah tidak diletakkan langsung di lantai dan dengan jarak yang cukup terhadap sekelilingnya, serta hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang disimpan di area gudang hendaklah mempunyai kartu stok, yang secara periodik direkonsiliasi. a. Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemasan Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya cara elektronik) hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan atau produk yang ditolak, kadaluarsa, ditarik dari peredaran atau obat atau bahan kembalian.Semua bahan awal dan bahan pengemas yang diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa kebenaran identitas, kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh bagian Pengawasan Mutu. Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas dan yang mempunyai tanggal kadaluarsa paling dekat hendaklah digunakan terlebih dahulu sesuai dengan prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). b. Penyiapan produk antara, produk ruahan, dan produk jadi hendaklah dikarantina selama menunggu hasil uji mutu dan penentuan status.



BAB III Ruang Lingkup Produksi 3.I Lokasi dan Sarana Produksi LAFI PUSKESAD Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) berlokasi di Jl. Gudang Utara No. 25-26 Bandung.Lafi Puskesad memiliki tempat yang cukup luas dan memiliki bangunan-bangunan produksi yang cukup memadai. Lafi Puskesad memiliki beberapa gedung untuk melaksanakan fungsi produksi, yaitu : 1. Fasilitas gedung produksi β-laktam. 2. Fasilitas produksi non β-laktam. 3. Fasilitas produksi sefalosporin. 3.2 Jenis Produksi LAFI PUSKESAD Jenis produk yang diproduksi oleh Lafi Puskesad memiliki beberapa jenis, diantaranya berupa tablet, kaplet, sirup, dan injeksi. Beberapa obat yang diproduksi oleh Lafi Puskesad antara lain: Tabel 3.1 Daftar Produk LAFI PUSKESAD Bentuk Sediaan Kaplet



Tablet



Nama Sediaan 



Amoxad 500







Floxad







Posntad



 



Yudhavit Buscofiad







Clofenad (Na Diklofenak 50mg)







Dexad (Dexamethason 0,5 mg)







Dextro 15 (Dextrometorphan HBr 15 mg)







Fimol (Parasetamol 500mg)







Infenad (Ibuprofen 200mg)







Imodiad (Loperamida HCl 2mg)







Lafihistin (Mebhidrolin Basa 50 mg)







Lafitens (Kaptopril 25 mg)



Kapsul







Metron (Metronidazole 500mg)







Neo Lafimag







Neodiare (Atapulgit 600mg)







Neostopfluad







Neuralgad







Neurobiad







Solvonad (Bromheksin HCl 8 mg)



 



Sultrim Sangobid



3.3



Kegiatan LAFI PUSKESAD



3.3.I



Kegiatan Bagian Administrasi dan Logistik (Bagminlog) Ada beberapa prosedur dalam administrasi obat di Lafi Puskesad yaitu,



Kabagminlog menerima wewenang dari Kalafi Puskesad untuk merencanakan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Puskesad berdasarkan data yang didapatkan dari Direktur Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Dirbinyankes). Dirbinyankes adalah bagian dari Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Puskesad) yang salah satu tugasnya mengumpulkan data kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit yang berasal dari: 1.



Laporan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.



2.



Kesehatan Daerah Militer (Kesdam).



3.



Satuan Kesehatan (Satkes) di seluruh Indonesia untuk prajurit, PNS TNI AD dan keluarganya. Data tersebut dibuat Daftar Rencana Kebutuhan Obat Angkatan Darat (Renbut Obat



AD) yang disesuaikan dengan anggaran, sebagian dari kebutuhan obat juga dapat diperoleh dengan cara membeli obat jadi dengan sistem pengadaan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Selanjutnya daftar obat yang akan diproduksi oleh Lafi Puskesad dianalisis dan dievaluasi oleh Direktur Pembinaan Material Kesehatan (Dirbinmatkes) yang dikoordinasikan bersama kabagminlog, rencana kebutuhan ini diperkirakan untuk kondisi normal yang berisi informasi jenis dan jumlah bahan baku obat, bahan



pengemas, bahan penolong berdasarkan formula standar dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi Puskesad untuk 1 tahun. Sedangkan untuk kondisi khusus diperlukan kebijakan pimpinan dan penanganan khusus. Jika telah disetujui kemudian Renbut BBO (Bahan Baku Obat) tersebut dikirimkan kepada Kalafi Puskesad untuk dibuat rencana produksi obat Lafi Puskesad. Bagminlog juga berkoordinasi dengan instalasi lain yang mendukung proses produksi, seperti Instalasi Produksi dalam penyediaan bahan pendukung produksi (pembersih ruangan dan pakaian pelindung produksi: sepatu, baju, sandal, dll), Instalwastu dalam penyediaan reagensia untuk kebutuhan pengujian, Instalhar dan Sisjang dalam penyediaan dan pemeliharaan peralatan atau mesin, serta Instal Simpan dalam hal sisa stok bahan baku obat tahun produksi sebelumnya. Bagminlog memiliki tugas, yaitu: 1. Menyusun rencana kebutuhan (Renbut) 2. Menyusun rencana kebutuhan anggaran (RKA) 3. Menyusun rencana pengadaan Pembelian dilakukan oleh Puskesad melalui tender (lelang), sesuai dengan PERPRES No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah setiap penggunaan uang negara harus melalui sistem pelelangan. Tender (lelang) ini dilakukan untuk transparasi pembelian dan menghindari hal-hal seperti mark-up atau KKN antara pejabat minlog dan supplier. Setelah lelang disetujui dibuatlah kontrak antara Puskesad dengan PBF. Personil yang dapat melakukan pelelangan adalah personil yang memiliki sertifikat pengadaan dan berasal dari unit satuan instalasi terkait. Kainstalprod dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi dan dalam melaksanakan setiap tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh Wakalafi. Kegiatan produksi meliputi proses perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk obat yang dihasilkan oleh Lafi Puskesad berupa produk β-laktam dan produk Non β-laktam. Ruangan produksi di Lafi Puskesad dibagi menjadi beberapa bagian yaitu produksi β-laktam, produksi non β-laktam dan produksi Sefalosporin. Obat-obatan yang diproduksi oleh Lafi Puskesad tidak diperdagangkan untuk masyarakat umum namun akan ada rencana untuk kedepan agar bisa bergabung dengan program BPJS sehingga obat-obatan dapat dijangkau masyarakat luas, meskipun



demikian proses produksi tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi obat dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia. Semua proses produksi yang dilakukan, dicatat dan didokumentasikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record). Hal yang diuraikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets adalah kode produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan dan tanggal pengolahan atau pengemasan. 3.3.2



Kegiatan Instalasi Produk



Kegiatan produksi obat-obatan dilakukan oleh Instalasi Produksi. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten dalam hal ini seorang Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod), dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm (Apoteker). Kainstalprod dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, yang terdiri dari: a. Kepala Seksi Sediaan Non β-Laktam (Kasidia Non Beta-laktam) b. Kepala Seksi Sediaan β-Laktam (Kasidia Beta-laktam) c. Kepala Seksi Sediaan Sefalosporin (Kasidia Sefalosporin) d. Kepala Seksi Kemas (Kasi Kemas) Kainstalprod dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi dan dalam melaksanakan setiap tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh WaKalafi. Kegiatan produksi meliputi proses perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk obat yang dihasilkan oleh Lafi Puskesad berupa produk β-laktam dan produk Non β-laktam. Ruangan produksi di Lafi Puskesad dibagi menjadi beberapa bagian yaitu produksi β-laktam, produksi non β-laktam dan produksi Sefalosporin. Obat-obatan yang diproduksi oleh Lafi Puskesad tidak diperdagangkan untuk masyarakat umum namun akan ada rencana untuk kedepan agar bisa bergabung dengan program BPJS sehingga obat-obatan dapat dijangkau masyarakat luas, meskipun demikian proses produksi tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang



dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi obat dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia. Semua proses produksi yang dilakukan, dicatat dan didokumentasikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record). Hal yang diuraikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets adalah kode produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan dan tanggal pengolahan atau pengemasan.Selain itu, Catatan Pengolahan Bets juga menguraikan mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan, prosedur pengolahan dan rekonsiliasi. Pada Catatan Pengemasan Bets diuraikan tentang pengemasan meliputi penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan primer, kesiapan jalur pengemasan sekunder, prosedur pengemasan sekunder, hasil obat jadi, kelulusan oleh pengawasan mutu, rekonsiliasi proses pengemasan dan pengiriman obat jadi ke instalsimpan. Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan dikeluarkan dari Instalsimpan berdasarkan Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Instalsimpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan Non Beta-laktam, seksi sediaan Beta-laktam, dan seksi sediaan Sefalosporin. 3.8.2.1 Seksi Sediaan Non β-Laktam Seksi sediaan Non β-Laktam pada Lafi Puskesad memproduksi sediaan yang terdiri dari sediaan padat dan sediaan cairan berupa oral dan obat luar. Adapun tata ruang pada ruang produksi Non Beta-laktam di Lafi Puskesad terdiri dari: 1.



Ruang Produksi Kelas G a. Ruang ganti pria dan wanita b. Gudang cairan c. Gudang bahan pendukung d. Gudang bahan baku e. Ruang administrasi gudang



2.



Ruang Produksi Kelas F a. Ruang kemas sekunder



b. Ruang cuci botol 3.



Ruang Produksi Kelas E a. Ruang penimbangan b. Ruang staging c. Ruang produksi sediaan padat d. Ruang produksi sediaan cairan obatdalam e. Ruang produksi sediaan cairan obatluar f. Ruangstripping Antara ruang kelas kebersihan E dan F dibatasi dengan adanya buffer room.



Sistem tata udara pada fasilitas produksi Beta-laktam Lafi Puskesad menggunakan dua Unit Penanganan Udara (Air Handling Unit/AHU) dimana koridor dijaga dengan tekanan udara lebih tinggi daripada di dalam ruang produksi. Bangunan dan sarana di LAFI AD telah memenuhi persyaratan CPOB. A.



Personil Kepala bagian Produksi di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) merupakan seorang Apoteker dimana sesuai dengan ketentuan dalam CPOB. Personil untuk produksi sediaan non β-laktam dibagi menjadi personil untuk produksi sediaan padat berjumlah 21 orang, untuk produksi sediaan cair sebanyak 17 orang, serta personil dibagian pengemasan sebanyak 14 orang. Personil bekerja sesuai dengan pembagian kerja masingmasing pada jam kerja mulai pukul 08.00-12.00 dilanjutkan pukul 13.00-15.00. Personil sebelum memasuki ruangan maka perlu memastikan bahwa tubuhnya telah bersih dan siap untuk bekerja.Sebelum memasuki suatu ruangan yang berbeda kelas harus melawati ruang antara atau buffer room. Untuk masuk ke dalam ruang produksi, maka personil harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang khusus untuk bekerja sesuai dengan kelas kebersihan.



B.



Alur Produksi Pada alur barang, bahan baku dan bahan tambahan untuk produksi berasal dari Instalasi Penyimpanan. Bahan-bahan tersebut ditimbang sesuai dengan formula yang ada. Seluruh proses yang terjadi pada bahan baku obat mulai



penimbangan



hingga



pengemasan



dalam



kemasan



sekunder



didokumentasikan ke dalam batch record. Batch record merupakan catatan



batch dari awal penimbangan hingga produk jadi siap diedarkan. Batch record terdiri dari 2 bagian yaitu: Catatan Pengolahan Batch dan Catatan Pengemasan Batch. 1.



Catatan Pengolahan Batch terdiri dari: a. Formula standart obat b. Spesifikasi c. Peralatan d. Tabel penimbangan e. Prosedur pengolahan (tahapan proses dan hasil).Rekonsiliasi (proses mencocokkan antara hasil teoritis dengan hasil nyata)



2. Catatan Pengemasan Batch terdiri dari: a. Penerimaan bahan pengemas b. Prosedur striping dan hasil c. Kesiapan jalur pengemasan sekunder d. Kesiapan jalur pelipatan brosur e. Prosedur pengemasan sekunder f. Hasil obat jadi g. Rekonsiliasi h. Pemeriksaan oleh wastu i. Pengiriman obat jadi ke Instalasi Penyimpanan Setiap alur proses pada Lafi Puskesad mengikuti prinsip one work flow. Seluruh proses produksi berjalan sesuai urutannya dimana memastikan tidak ada suatu proses yang harus kembali lagi ke ruang sebelumnya. Sistem tersebut harus dibuat dengan baik agar seluruh proses dapat dilaksanakan dengan memenuhi syarat klasifikasi ruangan dan urutan kerja pada bagian produksi. Selain itu ruangan produksi di Lafi Puskesad dekat dengan Bagian Pengawasan Mutu, sehingga hasil pemeriksaan sampel dan pemberian sampel dapat berlangsung cepat sehingga akan mengurangi waktu perjalanan sampel. C.



Sediaan Padat Pengolahan sediaan padat dimulai dari proses penimbangan hingga pengemasan primer. Proses ini dilakukan di ruang kelas kebersihan E. Sedangkan untuk proses pengemasan sekunder dilakukan di ruang kelas



kebersihan F. Selama proses produksi, seluruh proses mulai dari penimbangan hingga pengemasan didokumentasikan dalam batch record. Dalam melakukan setiap tahap proses produksi sediaan padat selalu dilakukan pencucian alat dan pembersihan ruangan sebelum dan sesudah melakukan proses. Kebersihan alat akan diperiksa oleh bagian Wastu dan ditetapkan apakah ruangan dan alat tersebut layak untuk proses berikutnya. Bila lulus pemeriksaan, alat akan diberi label bersih dimana label bersih tersebut akan disertakan di dalam batch record sehingga seluruh proses akan terjamin mutunya. a. Sediaan tablet Ruang produksi tablet terdiri dari ruang timbang, ruang mucilago, ruang campur, ruang granulator, ruang pengering, ruang ayak, ruang cetak, ruang penyalutan, ruang stripping, dan ruang cuci alat. Ruangan-ruangan ini dilengkapi dengan lampu penerangan yang memadai, HVAC dengan penghisap debu, dan lapisan epoksi pada dinding dan lantai setiap ruangan. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tablet diantaranya adalah timbangan elektrik, mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap, mesin pencampur basah (super mixer), mesin pencampur kering (planetary mixer), oven pengering, instrumen FBD, granulator, mesin cetak tablet, mesin salut film, dan mesin strip tablet. Proses pembuatan tablet dimulai dari: 1.



Proses penimbangan bahan baku Proses penimbangan dimulai dari penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan lainnya yang dibutuhkan dalam pembuatan tablet dilakukan di ruang kelas E dan ditimbang oleh personel Instal simpan minimal 2 (dua) orang, dimana 1 orang menimbang dan 1 orang menyaksiksan. Parameter kritis dalam proses penimbangan adalah kalibrasi timbangan agar didapatkan hasil penimbangan yang tepat. Timbangan yang tidak tepat maka akan mempengaruhi mutu dari produk jadi yang dihasilkan, selain itu juga diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang protap penimbangan dari personil, agardiperoleh hasil yang tepat.



Hasil penimbangan disimpan di dalam ruang staging yang disertai dengan batch record dan label pada setiap bahannya. Jika ada bahan yang tidak berlabel walau secara organoleptis diketahui apa zat itu oleh bagian produksi, bahan tersebut tidak akan diambil dan dilanjutkan ketahap selanjutnya, melainkan akan dikembalikan kepada bagian penimbangan untuk dilakukan pemastian bahan.



2.



Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago) Sejumlah tertentu gliserin dididihkan dalam tangki pemanas double jacket. Setelah mendidih, dimasukkan sejumlah bahan pengawet (misalnya: nipagin) kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu, masukkan gelatin dan aduk homogen. Kemudian Amylum solani yang sebelumnya sudah dikembangkan dimasukkan dalam gliserin sedikit demi sedikit. Selanjutnya dilakukan pengadukan sampai terbentuk massa bening. Pemilihan gliserin sebagai penghantar panas dikarenakan karakteristik gliserin yang memiliki titik didih yang tinggi.



3.



Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam dan diaduk sampai homogen. Saat mencampur melihat sifat bahan baku seperti higroskopis, kristal, volumines, dan lain-lain, dicampur sedikit demi sedikit. Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah jumlah, putaran mesin, dan lama mencampur agar dihasilkan massa yang homogen.



4.



Proses granulasi basah Setelah proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam dilakukan proses granulasi. Metode granulasi yang digunakan di Lafi Puskesad adalah granulasi basah yaitu proses pembuatan granul dengan cara membasahi bahan-bahan yang digunakan hingga menjadi masa kempal.



5.



Proses pengeringan



Massa yang telah diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu ± 40-50˚C selama 15 jam sampai terbentuk massa setengah kering dengan kadar air kurang lebih 12% dan dengan kapasitas oven 500 kg. Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah suhu dan waktu pengeringan. 6.



Proses pengayakan Massa setengah kering diayak dengan ayakan ukuran mesh tertentu, tergantung dari jenis dan ukuran tablet.



7.



Proses pengeringan Massa yang telah diayak dikeringkan kembali di oven dengan suhu dan waktu yang sama seperti pengeringan sebelumnya sampai mencapai kadar air sekitar 2-5%, tergantung jenis tablet yang dibuat. Proses pengeringan di bagian produksi sediaan padat dilakukan menjadi 2 tahap agar didapat granul yang memiliki permukaan yang rata sehingga finest dust yang dihasilkan tidak banyak.



8.



Proses pengayakan kedua Massa yang telah kering dilakukan pengayakan kembali dengan ayakan ukuran mesh tertentu sampai diperoleh massa granul. Misalnya untuk tablet dengan ukuran 6,5 mm dan 7,5 mm menggunakan diameter mesh 16 sedangkan untuk tablet dengan diameter 12 mm dan 13 mm menggunakan mesh 10.



9.



Pengawasan mutu granul Terhadap granul yang telah dikeringkan dilakukan pengujian mutu (IPC), yakni kadar air dan pemeriksaan susut pengeringan. Granul yang memenuhi syarat dibuat massa cetak dengan penambahan fase luar dan dilakukan IPC dengan mengambil sampel sebanyak 3 x 7,5 g untuk dilakukan uji kadar oleh Instalwastu.



10.



Proses pembuatan massa cetak granul Granul yang telah lulus dalam uji mutu (IPC) kemudian dibuat massa



cetak



dengan



penambahan



pelincir



(untuk



mengurangi



gesekanantar zat), pelicin (untuk mengurangi gesekan antara zat dengan alat/mesin cetak) dan penghancur luar, lalu diaduk hingga homogen. 11.



Pengawasan mutu Massa cetak yang akan dicetak, sebelumnya dilakukan pengujian mutu (IPC) terhadap homogenitas kadar zat aktifnya.



12. Proses pencetakan tablet Massa cetak yang telah lulus uji mutu kemudian dicetak dengan mesin cetak tablet yang sebelumnya telah disesuaikan dengan ukuran dan diameter tablet yang akan dibuat. Selama proses pencetakan harus diperhatikan kekerasan, ketebalan, dan keragaman bobot tablet, kemudian hasil cetak tersebut dialirkan ke dalam alat deduster untuk menghilangkan debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet. Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah kecepatan putaran dan tekanan. 13. Pengawasan mutu tablet Selama pencetakan, dilakukan IPC di ruang produksi terhadap sisi kanan dan kiri mesin cetak yang meliputi keragaman bobot, kekerasan tablet dan ketebalan tablet sedangkan pengujian mutu oleh Instalwastu meliputi uji waktu hancur, keregasan, diameter, tebal, kekerasan, keragaman bobot tablet, kadar bahan aktif, dan uji disolusi untuk tablet tertentu pada hasil pencetakan. Sampling IPC tablet dilakukan setiap 15 menit sekali. Setiap 15 menit dilakukan IPC kepada tablet hasil cetak dengan menimbang bobot dari 10 tablet kanan dan kiri kemudian melihat dan mencatatnya di batch record apakah masuk spesifikasi yang sudah ditetapkan dan cek kekerasan dan ketebalan dari tablet. Bila



tidak



memenuhi



spesifikasi



maka



akan



dilakukan



penyesuaian dan cek kinerja mesin cetak. Masalah yang sering dihadapi ketika proses cetak adalah capping, yaitu rusaknya tablet sehingga tablet yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan. Capping dapat disebabkan oleh proses pengeringan yang tidak baik sehingga kadar air tidak sesuai dan mempengaruhi dalam proses pencetakan. Sebanyak 50 tablet dikirim ke Instalwastu untuk dilakukan



uji kualitas dari tablet yang dicetak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan di batch record. 14. Proses penyalutan Pada proses penyalutan, parameter yang harus diperhatikan adalah suhu, ketebalan,



tekanan



spray



gun,



frekuensi



penyemprotan,



lubang



penyemprotan, waktu penyemprotan, jarak penyemprotan, keseragaman warna dan kecepatan pemutaran panci. Sedangkan untuk tablet yang tidak disalut, langsung dikemas (stripping). 15. Pengawasan mutu Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah penampilan, waktu hancur, ketebalan dan keragaman bobot. Pengujian mutu yang dilakukan di ruang produksi terhadap hasil stripping meliputi uji kebocoran strip secara visual, penandaan ED (Expiration Date) dan nomor batch setiap 30 menit sekali. Tablet yang telah distrip akan dikirim ke Seksi Kemas untuk dikemas sekunder, lalu obat jadi dikirim ke Instalsimpan. Untuk pembuatan tablet dengan metode cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses granulasi. 16. Proses stripping Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah lulus uji mutu, distrip dengan menggunakan bahan pengemas Polycellonium sebagai kemasan primer, dengan suhu mesin ± 80°-100°C. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyetripan yaitu sebelum digunakan sealing roller pada mesin stripping harus dipanaskan terlebih dahulu. Suhu mesin tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan menyebabkan perlekatan yang buruk atau pelelehan pada stripnya. Selain suhu yang digunakan, hal yang perlu diperhatikan adalah kecepatan. D.



Sediaan Cair 1. Sediaan sirup



Sediaan sirup terdiri dari ruang pencucian botol, ruang penimbangan, ruang staging, ruang pencampuran, ruang pengisian dan pengemasan primer, ruang pengemasan sekunder, dan ruang pencucian alat. Peralatan yang digunakan antara lain mixer, colloid mill, panci double jacket, drum stainless, mesin pengisi sirup, penutup botol, dan pemasangan etiket yang merupakan satu rangkaian (In Line Process). Proses pembuatan sirup yakni: a. Penimbangan bahan baku Proses penimbangan bahan baku dan bahan tambahan lainnya dilakukan di ruang kelas E. Proses penimbangan dilakukan oleh minimal 2 (dua) orang personel Instalsimpan dimana 1 orang menimbang dan 1 orang menyaksikan. Hasil penimbangan dikelompokan sesuai masingmasing batch, kemudian disimpan dalam 1 kotak di ruang staging dengan keterangan yang lengkap pada semua bahan serta catatan batch record. b. Penyiapan kemasan primer Botol yang digunakan merupakan botol yang sudah bersih yang dicuci dengan aqua demineralisata dan dikeringkan di oven 900°C selama 4 jam. Pencucian botol dilakukan pada kelas F dan pengisian dilakukan pada kelas E, sehingga di Lafi Puskesad oven yang digunakan untuk pengeringan botol adalah oven double door, yang dapat dibuka dari 2 sisi. c. Pembuatan larutan gula pekat (syrupus simplex) Pembuatan larutan gula dilakukan dalam panci double jacket, di mana bahan baku dilarutkan dengan cara dipanaskan menggunakan pemanas dengan pemanas cair gliserin. d. Pencampuran Bahan yang telah ditimbang dalam ruang staging diambil untuk selanjutnya diproses di ruang pencampuran. Zat aktif dan zat tambahan lain (zat pewarna dan pengawet) yang telah ditimbang, masing-masing dilarutkan dalam pelarut yang sesuai sampai larut sempurna, kemudian dicampur dengan larutan gula pekat. Essence ditambahkan di akhir pencampuran dan dalam keadaan dingin. Selanjutnya ditambahkan air sampai tanda batas yang telah ditentukan sesuai dengan volume yang diinginkan.



e. Pengawasan mutu Pengujian mutu (IPC) dilakukan terhadap hasil pencampuran yang terdiri dari uji homogenitas larutan, kadar zat aktif, pH, dan berat jenis. f. Pengisian, penutupan, dan labeling. Setelah lulus uji mutu maka dapat dilakukan proses pengisian, penutupan dan pemberian etiket atau label. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan mesin ban berjalan yang bekerja secara semi otomatis. Pada proses ini dikontrol setiap 15 menit terhadap keseragaman volume, hasil penutupan, dan pemasangan label.



g. Pengemasan sekunder Setelah pengemasan primer, maka botol di biarkan jalan melalui pass box ke pengemasan sekunder, diberi label dan kemudian dimasukkan ke dalam kardus yang berisi 25 botol, diambil 1 dus produk untuk dijadikan sampel pertinggal. h. Pengawasan mutu Pemeriksaan mutu terhadap produk yang telah dikemas meliputi keseragaman isi atau volume, kadar zat aktif, pH larutan, dan bobot jenis. Setelah lulus uji mutu, dilakukan proses pengemasan untuk kemudian obat jadi diserahkan ke Instalsimpan. 3.8.2.2 Seksi sediaan ꞵ-Lactam A. Gedung Gedung produksi Beta-laktam diletakkan terpisah dengan gedung produksi non β-laktam dengan tujuan untuk mencegah hipersensitivitas yang dapat menyebabkan reaksi syok anafilaksis dan kontaminasi silang (cross contamination). Gedung produksi β-laktam di Lafi Puskesad telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air shower, ruang penyangga (air lock), lantai, dinding, dan langit-langit yang dilapisi oleh bahan epoksi. B. Ruangan Ruangan untuk produksi sediaan β-laktam terdiri dari: 1.



Ruang kelas E khusus, yaitu ruangan untuk pengolahan produk peroral.



2.



Ruang kelas F, yaitu ruangan untuk pengemasan sekunder.



3.



Ruang kelas G, yaitu ruangan untuk gudang Bahan Baku Obat (BBO) dan bahan kemas.



C. Kelas Kebersihan Ruangan untuk produksi sediaan Beta-laktam dapat dilihat dari sistem pengaturan udara (Air Handling System/AHS): a. Spesifikasi ruang kelas E, penambahan udara segar (fresh air) sebanyak 10- 20% dengan efisiensi saringan udara 99,95%, suhu ruangan 23-27°C dan RH antara 4070%. b. Spesifikasi ruang kelas F, suhu ruang pengemasan sekunder 23- 27°C. c. Spesifikasi ruang kelas G, suhu ruang/suhu kamar. D. Personel 1.



Sediaan Kaplet Proses produksi kaplet golongan Beta-laktam dilakukan dengan metode cetak langsung. Cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku selanjutnya proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan. Setelah dilakukan proses pencampuran dilanjutkan dengan uji homogenitas terhadap bahan yang dicampur, serta dilakukan uji keseragaman bobot terhadap kaplet yang telah dicetak. Pada saat proses penyetripan dilakukan uji kebocoran strip, setelah lulus uji maka dapat dilakukan tahap penyelesaian yang disebut finishing good (dilakukan proses pengepakan/pengemasan sekunder).



2.



Sediaan Kapsul Proses pembuatan kapsul pada seksi sediaan beta-laktam sama seperti proses pembuatan kapsul pada seksi sediaan Non Beta-laktam. Ruang produksi sediaan kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian, polishing serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kapsul antara lain mesin campur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing dan mesin stripping. Proses pembuatan sediaan kapsul secara umum adalah sebagai berikut : 1.



Penimbangan bahan baku Penimbangan bahan baku kapsul dilakukan di ruang timbang.



2.



Pencampuran



Setelah semua bahan ditimbang, dilakukan proses pencampuran hingga homogen. Ada beberapa bahan-bahan tertentu harus terlebih dahulu digranulasi sebelum diisikan ke dalam cangkang kapsul untuk memperbaiki sifat alirnya. Setelah proses pencampuran, dilakukan In Process Control terhadap homogenitas produk antara dan kadar zat aktif. 3.



Pengisian kapsul Setelah diluluskan oleh Instalwastu maka massa kapsul diisikan ke dalam cangkang kapsul. Ruang pengisian kapsul dilengkapi dengan dust collector, untuk menghisap debu- debu yang menempel pada cangkang kapsul.



4.



Polishing Sebelum kapsul distrip, dilakukan polishing terlebih dahulu untuk menghilangkan debu-debu yang menempel pada cangkang kapsul. Setelah proses polishing, dilakukan In Process Control terhadap produk ruah yaitu uji identifikasi keseragaman bobot, waktu hancur, disolusi, dan uji mutu meliputi keseragaman kandungan dan kadar zat aktif.



5.



Stripping Setelah polishing maka kapsul siap distrip. Dalam proses penyetripan perlu diperhatikan suhu sebagai parameter kritis yang mempengaruhi kualitas produk. Setelah proses stripping, dilakukan In Process Control yaitu tes kebocoran strip dan apabila tidak bocor, kapsul yang telah distrip siap dikemas.



BAB IV PEMBAHASAN 4.I



Instalasi Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang meliputi pengolahan bahan baku



menjadi produk ruahan dan pengemasan produk ruahan menjadi produk jadi. Obatobatan yang diproduksi oleh Lafi Puskesad tidak diperdagangkan untuk masyarakat umum, meskipun demikian proses produksi tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM agar produk yang dihasilkan memiliki mutu yang terjamin.Lafi Puskesad memiliki gedung produksi untuk obat golongan β-laktam dan non β-laktam. Gedung produksi obat β-laktam dibagi menjadi dua bagian yaitu Penisilin dan Sefalosporin. 4.I.1



Gedung Produksi Non β-Laktam



Kegiatan produksi non β-laktam dijabat oleh seorang apoteker. Pada tata ruang produksi Non β-laktam di Puskesad terdiri dari beberapa ruangan yaitu: -



Ruang Kelas G yaitu ruang ganti pakaian pria dan wanita serta gudang bahan awal dan obat jadi.



-



Ruang Kelas F yaitu ruang pengemasan sekunder.



-



Ruang Kelas E yaitu ruang pengolahan dan pengemasan primer obat non steril.



-



Antara ruang kelas kebersihan E dan F dibatasi dengan adanya buffer room.



Sistem tata udara pada fasilitas produksi Non β-laktam Puskesad menggunakan 2 Unit Penanganan Udara (Air Handling Unit/AHU) di mana koridor dijaga dengan tekanan udara lebih tinggi daripada di dalam ruang produksi. Bangunan dan sarana di Lafi Puskesad telah memenuhi persyaratan CPOB.  Alur Proses Pada Gedung Produksi Sebelum personil mem8asuki ruangan maka perlu memastikan bahwa tubuhnya telah bersih dan siap untuk bekerja. Sebelum memasuki suatu ruangan yang berbeda kelas harus melawati ruang antara atau buffer room. Untuk masuk ke dalam ruang produksi, maka personil harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang khusus untuk bekerja sesuai dengan kelas kebersihan. Pada alur barang, bahan baku dan bahan tambahan untuk produksi berasal dari Instalasi Penyimpanan. Seluruh proses yang terjadi pada bahan baku obat mulai penimbangan hingga pengemasan dalam kemasan sekunder didokumentasikan ke dalam batch record. Batch record merupakan catatan batch dari awal penimbangan hingga produk jadi siap diedarkan. Batch record terdiri dari 2 bagian yaitu Catatan Pengolahan Batch dan Catatan Pengemasan Batch. Alur proses pada Lafi Puskesad telah mengikuti prinsip one work flow yang berarti seluruh proses produksi berjalan sesuai urutannya dimana tidak ada suatu proses yang harus kembali lagi ke ruang sebelumnya. Sistem tersebut harus dibuat dengan baik agar seluruh proses dapat dilaksanakan dengan memenuhi syarat klasifikasi ruangan dan urutan kerja pada bagian produksi. Hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bagian produksi di Lafi Puskesad telah memenuhi syarat CPOB karena alur kerja di Lafi Puskesad telah sesuai dengan urutan proses produksi dan memenuhi syarat ruangan. Selain itu ruangan produksi di Lafi Puskesad dekat dengan Bagian Pengawasan Mutu, sehingga hasil pemeriksaan sampel dan pemberian sampel dapat berlangsung cepat dengan mengurangi waktu perjalanan sampel. A.3.1 Gedung Produksi β-Laktam (Penisilin) Gedung produksi produk β-laktam diletakkan terpisah dengan gedung produksi non β-laktam dengan tujuan untuk mencegah hipersensitifitas dan kontaminasi silang (cross contamination). Personel yang bekerja di ruang β-



laktam



diharuskan



menggunakan



pakaian



khusus,



lengkap



dengan



perlengkapannya yang berupa masker, penutup kepala, sepatu, dan sarung tangan sesuai dengan tempat atau ruangan dimana personel melakukan tugasnya untuk mencegah hipersensitivitas dan kontaminasi silang baik kontaminasi personel terhadap sediaan ataupun sebaliknya. 



Kepala: Kegiatan produksi β-laktam dijabat oleh seorang apoteker.







Bangunan dan Fasilitas: Gedung produksi produk β-laktam di Lafi Puskesad telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air shower, dan ruang penyangga, serta air lock, selain itu lantai, dinding, dan langit-langit telah dilapisi oleh bahan epoksi. Untuk mencegah kontaminasi dari luar dan agar kontaminan β-laktam tidak terbawa keluar dari gedung produksi, maka dilengkapi dengan ruang antara yang memiliki perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan yang dimaksudkan adalah tekanan yang ada di koridor lebih tinggi (positif) dibandingkan tekanan dalam ruangan produksi.







Alur Proses Pada Gedung Produksi Setelah memasuki ruang pengolahan β-laktam personel melewati air shower yang dengan tujuan untuk menghindari adanya partikel-partikel βlaktam keluar dari ruang produksi dan menghilangkan partikel-partikel pengotor yang melekat pada pakaian. Personel keluar dari ruang pengolahan β-laktam terlebih dahulu melewati air shower kembali kemudian personel diharuskan untuk mandi.







Produk yang Diproduksi Sediaan β-laktam meliputi sediaan kaplet, kapsul, dan sirup kering.



A.3.2 Gedung Produksi β-Laktam (Sefalosporin) 



Kepala: Kegiatan produksi β-laktam dijabat oleh seorang apoteker.







Bangunan dan Fasilitas:



Gedung produksi sefalosporin belum berproduksi dikarenakan fasilitas bangunan beserta prasarana masih dalam tahap sertifikasi ke BPOM agar dapat melakukan produksi. Namun, fasilitas bangunan beserta prasaran untuk sediaan injeksi alat sterilnya sudah tersedia, bangunan sudah jadi, dalam tahap validasi Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC). Ruangan untuk produksi sediaan injeksi sefalosforin terdiri dari: -



Ruangan kelas A merupakan ruang di dalam cubicle untuk pengisian serbuk injeksi yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) dan HEPA filter. Di ruang ini terdapat juga ruang antara yang dilengkapi dengan air lock in dan air lock out.



-



Ruang kelas B merupakan latar belakang kelas A.



-



Ruang kelas C merupakan ruangan bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih rendah.



-



Ruang kelas antara untuk mengganti pakaian.



-



Ruang kelas D, merupakan ruang pencucian vial/kemasan primer, dan ruang penutupan vial.



-



Ruang kelas F, merupakan ruangan untuk pengemasan sekunder.



-



Ruang kelas G, adalah ruangan untuk gudang bahan baku obat, bahan kemas dan obat jadi. Dalam ruangan produksi dilengkapi dengan Sistem pengaturan udara



(Air Handling System). Untuk ruang kelas A adalah dengan sistem tertutup (closed system). Spesifikasi ruang kelas B hampir sama dengan kelas A, namun ada penambahan udara segar (fresh air). Hal ini dimaksudkan karena ruang kelas B merupakan ruang kerja personil sehingga membutuhkan udara segar yang lebih banyak. Ruang kelas C dan D menggunakan fresh air. Secara umum, udara kotor di dalam ruangan disedot melalui grill outlet kemudian disaring dengan beberapa filter yakni pre filter dan medium filter. Khusus untuk ruang kelas B ditambah HEPA filter. Udara segar (air fresh) yang berasal dari luar ruangan mengalami proses yang sama. Sebelum masuk ke dalam ruangan, udara segar yang telah disaring dan udara yang berasal dari grill outlet yang juga telah disaring akan dicampur dan



melewari filter lagi sebelum akhirnya masuk ke ruangan melewati grill inlet. 



Produk yang Diproduksi Produksi yang direncanakan untuk sediaan sefalosporin yang akan diproduksi Lafi Puskesad adalah sediaan injeksi sefalosporin generasi ketiga (Cefiksim dan Ceftriakson).



BAB V PEMBAHASAN Lafi Ditkesat merupakan badan pe;laksana pusat di tingkat Ditkesat yang bertugas membantu Dirkesat dalam memproduksi obat-obatan, administrasi logistic, penyimpanan dan pendistribusian material kesehatan, pemeriksaan laboratorium terhadap bahan-bahan farmasi dan obat jadi, penelitian dan pengembangan serta tugastugas lain yang ditentukan oleh Dirkesat. Lafi Ditkesat memiliki kebijakan dan alur kerja berdasarkan komando sehingga berbeda dengan prosedur dan manajemen industry farmasi lain. Ditkesat mempunyai tugas pokok dalam memberikan pelayanan kesehatan dan dukungan kesehatan untuk kepentingan TNI AD, PNS dan keluarganya. Sebagai industry farmasi Lafi Ditkesat dituntut untuk menghasilkan obat jadi yang bermutu tinggi, aman dan berkhasiat meskipun obat-obat tersebut untuk kebutuhan TNI AD dan tidak untuk dipasarkan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. Untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan dalam proses produksinya Lafi Ditkesat selalu mengacu pada CPOB. Sertifikasi dilakukan oleh BPOM dan merupaka pengakuan BPOM kepada industry farmasi yang menjalankan prinsip CPOB yang telah ditetapkan.



Obat-obat yang diproduksi Lafi Ditkesat adalah berdasarkan pertimbangan “Make Or Buy”, diproduksi di Lafi Ditkesat bila secara ekonomis menguntungkan. Pembelian obat dilaksanakan bila biaya pembelian lebih murah dari pada biaya produksi. Obat yang diprosuksi Lafi Ditkesat merupakan “Me to product” yaitu dengan mencontoh sediaan yang telah beredar dipasaran. Obat yang diproduksi tidak didaftarkan ke depkes RI karena hanya digunakan di lingkungan intern TNI angkatan Darat. Pelaksanaan produksi telah mengikuti protap yang berisis prosedur pengolahan dan pengemasan induk yang disertai pemeriksaan dan pengawasan mutu dimulai dari penyediaan bahan baku, tahapan produksi, tahap pengemasan sampai obat siap didistribusikan. Setipa produk yang akan diproduksi telah memiliki catatan pengolahan bets tersendiri sehingga produk yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Setiap personil yang terlibat dalam proses produksi telah menyadari akan pentingnya mengikuti petunjuk catatan pengolahan dan pengemasan bets. Penerapan kedisiplinan setiap personil produksi untuk mencatat semua kegiatan selama proses produksi berlangsung pada catatan pengolhan dan pengemasan bets sangat diperlukan karena merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Dalam tiap alur produksi terhadap parameter kritis yang harus diperhatikan seperti proses pencampuran (homogenitas dan lamanya pencampuran), proses granulasi (frekuensi fibrasi dan lamanya granulasi), proses pengeringan (suhu dan durasi), proses pencetakan tablet (gaya tekan mesin cetak) dan proses stripping (suhu dan kecepatan). Berdasarkan CPOB parameter kritiss ini didokumentasikan dalam dokumen produksi induk, dipantau selama proses berlangsung dan dicatat dalam catatan pengolahan dan pengemasan induk. Hal ini telah dilaksanakan oleh Lafi Ditkesat namun diperlukan suatau sistem yang dapat memudahkan dalam pemantauan, pencarian data dan penelusuran informasi.



BAB V PENUTUP



5.1. Kesimpulan Berdasarkan PKL industry online yang telah dilaksanakan di Lembaga Farmasi Pusat Keshatan Angkatan Darat pada tanggal 4 februari sampai dengan 25 februari 2021 dapat disimpulkan bahwa : a. Pelaksanaan produksi dan di Lafi Pusat Keshatan Angkatan Darat telah menerapkan aspek-aspek CPOB. b. Produk yang diproduksi oleh Lafi Pusat Keshatan Angkatan Darat yaitu produk βlactam, sefalosporin dan produk non β-lactam. 5.2. Saran Perlu penambahan personil pada setiap produksi untuk meningkatkan efektivitas pada proses produksi karena beberapa personil harus merangkap ke beberapa bagian.



DAFTAR PUSTAKA



Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Kepala Badan



Pengawas



Obat



dan



Makanan



Republik



Indonesia



nomor



HK.03.01.23.09.10.9030 tahun 2018 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.031.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Petunjuk Teknis Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk Teknis Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi



Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan



Atas



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Nomor



1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi Direktorat



Kesehatan



Angkatan



Darat.



2007.



Peraturan



Kasad/219/XII/2007tentangOrganisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan TNIAD. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentangPengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentangPekerjaan Kefarmasian. Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 1960. Surat Keputusan DirekturKesehatanAngkatan Darat No. KPTS/61/10/IX1960 tentang LaboratoriumKimia Angkatan Darat (LKAD) dan Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) disatukanmenjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (Lafiad). Pusat



Kesehatan



Angkatan



Darat.



2005.



Surat



Keputusan



KasadnomorSKEP/336/X/2005 tentang Pengadaan Barang atau Material danJasa Logistik di Lingkungan TNI AD. Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 2006. Keputusan Kepala Staf AngkatanDaratNomor Kep/28/IX/2006 tentang Struktur Organisasi Pusat KesehatanAngkatan Darat. Pusat



Kesehatan



Angkatan



Darat.



2007.



Peraturan



Kasad/219/XII/2007tentangOrganisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan TNI AD Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.