Bab 2. Defleksi Dan Rotasi Balok Terlentur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II DEFLEKSI DAN ROTASI BALOK TERLENTUR A. Defleksi Semua balok yang terbebani akan mengalami deformasi (perubahan bentuk) dan terdefleksi (atau melentur) dari kedudukannya. Dalam struktur bangunan, seperti : balok dan plat lantai tidak boleh melentur terlalu berlebihan untuk mengurangi/meniadakan pengaruh psikologis (ketakutan) pemakainya. Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalanpersoalan defleksi dan deformasi pada balok, diantaranya adalah : metode integrasi ganda (”doubel integrations”), luas bidang momen (”Momen Area Method”), dan metode luas bidang momen sebagai beban. Metode integrasi ganda sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui defleksi sepanjang bentang sekaligus. Sedangkan metode luas bidang momen sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui defleksi dalam satu tempat saja. Asumsi yang dipergunakan untuk menyelesaiakan persoalan tersebut adalah hanyalah defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak-lurus terhadap sumbu balok, defleksi yang terjadi relative kecil dibandingkan dengan panjang baloknya, dan irisan yang berbentuk bidang datar akan tetap berupa bidang datar walaupun terdeformasi.



1. Metode Integrasi Ganda Suatu struktur sedehana yang mengalami lentur dapat digambarkan sebagaimana gambar 2.1, dimana y adalah defleksi pada jarak x, dengan x adalah jarak lendutan yang ditinjau, dx adalah jarak mn, d sudut mon, dan r adalah jari-jari lengkung. O



d



r A



 x



B y



m dx



n d



Gambar 2.1. Balok sederhana yang mengalami lentur



Berdasarkan gambar 2.1. didapat besarnya dx = r tg d karena besarnya drelatif sangat kecil maka tg ddsajasehingga persamaannya dapat ditulis menjadi : dx = r.d atau



1 d  r dx



Jika dx bergerak kekanan maka besarnya d akan semakin mengecil atau semakin berkurang sehingga didapat persamaan : 1 d  r dx



Lendutan relatif sangat kecil sehingga   tg 



dy , sehingga didapat persamaan : dx



 d2y  1 d  dy        2  r dx  dx   dx  Persamaan tegangan



M d2y 1 M   , sehingga didapat persamaan  2 r EI EI dx



 d2y  Sehingga didapat persamaan EI 2   M  dx 



(2.1)



Persamaan 2.1 jika dilakukan dua kali integral akan didapat persamaan  dy  dM EI   V  dx  dx



EIy  



dV q dx



Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode integrasi ganda, akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.



Contoh 2.1. Sebuah balok sederhana yang menahan beban merata seperti pada gambar 2.2 Dari gambar 2.2 besarnya momen pada jarak x sebesar Mx = R A . x Mx =



1 q x2 2



1 qL . x - q x2 2 2



Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 sehingga didapat 8



 d2 y  qL 1 EI 2    x  qx 2 2 2  dx  Diintegral terhadap x sehingga didapat



 d2 y  qL 1 2  EI dx 2     2 x  2 qx qLx 2 qx 3  dy  EI      C1 4 6  dx  q A



B



L



BMD



Mx x



Gambar 2.2. Balok Sederhana dengan beban merata



Momen maksimum terjadi pada x = L , dan pada tempat tersebut terjadi defleksi 2 maksimum, dy



dx



 0 , sehingga persamaannya menjadi 2



3



L L qL  q  2 2 0         C1 4 6



0



qL3 qL3   C1 48 16



qL3 C1  24 Sehingga persamaan di atas akan menjadi



qLx 2 qx 3 qL3  dy  EI      4 6 24  dx  Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi



qLx 2 qx 3 qL3  dy   EI dx     4  6  24 9



EI y  



qLx 3 qx 4 qL3x    C2 12 24 24



Pada x = 0, lendutan y = 0, sehingga didapat C2, dan persamaannya menjadi 0 = 0 + 0 + 0 + C2 C2 = 0 EI y  



qLx 3 qx 4 qL3x   0 12 24 24







y



qx  2Lx 2  x 3  L3 24EI



y



qx 3 L  2Lx 2  x 3 24EI



Pada x = L







2











akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat



L 2 3  3  L   L   2   L  2L     24EI   2   2   q



y max



y max 



y max



qL  3 L3 L3   L    48EI  2 8



qL  5L3     48EI  8 



Sehingga lendutan maksimum yang terjadi di tengah bentang didapat : y max 



5 qL4 384 EI



(2.2)



Contoh 2.2. Stuktur cantilever dengan beban merata seperti pada gambar 2.3. q



L Mx



BMD x



Gambar 2.3. Balok Cantilever dengan Beban Merata 10



Dari gambar 2.3 besarnya momen pada jarak x sebesar Mx = -



1 q x2 2



Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 sehingga didapat



 d2y  1 EI 2   qx 2  dx  2 Diintegral terhadap x sehingga didapat



 d2 y  1 2 EI   dx 2    2 qx



 dy  qx EI    C1 6  dx  3



Momen maksimum terjadi pada x = L, dan pada tempat tersebut tidak terjadi defleksi,



dy dx



 0 , sehingga persamaannya menjadi 0



qx 3  C1 6



C1  



qL3 6



Sehingga persamaan di atas akan menjadi 3 qL3  dy  qx EI    6 6  dx 



Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi



qx 3 qL3  dy  EI      dx   6  6 qx 4 qL3x EI y    C2 24 6



Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2 0



qL4 qL4   C2 24 6



C2 



qL4 8



Persamaannya menjadi



11



EI y 



y



qx 4 qL3x qL4   24 6 8







q x 4  4L3x  3L4 24EI







Pada x = 0 akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat







ymax 



q 0  0  3L4 24EI



y max 



3qL 24EI







Sehingga lendutan maksimum cantilever (pada ujung batang) didapat : y max 



qL4 8EI



(1.3)



Contoh 2.3. Struktur cantilever dengan titik seperti pada gambar 2.4



P



L



Mx



BMD x



Gambar 2.4. Balok Cantilever dengan Beban Titik



Dari gambar 2.4 besarnya momen pada jarak x sebesar Mx = - Px Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 sehingga didapat



 d2y  EI 2   Px  dx  Diintegral terhadap x sehingga didapat



 d2 y  EI   dx 2    Px 12



2  dy  Px EI    C1 2  dx 



Momen maksimum terjadi pada x = L, dan pada tempat tersebut tidak terjadi defleksi,



dy dx



 0 , sehingga persamaannya menjadi 0



PL2  C1 2



C1  



PL3 2



Sehingga persamaan di atas akan menjadi 2 PL2  dy  Px EI    2 2  dx 



Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi



Px 2 PL2  dy  EI      dx   2  2 Px3 PL2 x EI y    C2 6 2



EI y 











Px 3 L  3L2  C2 6



Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2



0



PL 2 L  3L2   C2 6



C2 



PL3 3



Persamaannya menjadi











EI y 



Px 3 PL3 x  3L2  6 3



EI y 



P 3 x  3xL2  2L3 6



y











q 3 x  3xL2  2L3 6EI











Pada x = 0 akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat y



q 0  0  2L3  6EI 13



y max 



PL3 3EI



Sehingga lendutan maksimum cantilever dengan bebat titik (pada ujung batang) didapat : y max 



qL4 8EI



(2.4)



Contoh 2.4. Struktur balok sederhana dengan beban titik, seperti pada gembar 2.5 P A



B



a



b L



BMD



Mx



x Gambar 2.5. Balok Sederhana dengan beban titik Dari gambar 2.5 besarnya reaksi dukungan dan momen sebesar RA 



Pb , L



Mx =



Pbx L



untuk x  a



Mx =



Pbx - P(x-a) L



untuk x  a



dan



RB 



Pa L



Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 persamaan garis elastis sehingga didapat : untuk x  a



 d2 y  Pbx EI 2    L  dx 



untuk x  a



 d2 y  Pbx EI 2     P( x  a ) L  dx 



Diintegral terhadap x sehingga didapat 14



Pbx  dy  EI     C1 2L  dx  2



Pbx P( x  a )  dy  EI      C2 2L 2  dx  2



2



Pada x = a, dua persamaan di atas hasilnya akan sama. Jika diintegral lagi mendapatkan persamaan : EI y  



Pbx3  C1x  C3 6L



untuk x  a



EI y  



Pbx3 P( x  a )3   C2 x  C4 6L 6



untuk x  a



Pada x = a, maka nilai C1 harus sama dengan C2, maka C3 = C4, sehingga persamaannya menjadi : EI y  



Pbx3 P( x  a )3   C1x  C3 6L 6



Untuk x = 0, maka y = 0, sehingga nilai C3 = C4 = 0 Untuk x = L, maka y = 0, sehingga persamaan di atas dapat ditulis menjadi : PbL3 P(L  a )3   C1L  0 6L 6



0



Besarnya L – a = b C1 



PbL Pb3  6 6L



C1 



Pb 2 L  b2 6L











Sehingga setelah disubstitusi menghasilkan persamaan : y







Pbx 2 L  b2  x 2 6EIL







untuk x  a



Pbx 2 Px  a  y L  b2  x 2  6EIL 6EI











3



untuk x  a



(2.5)



2. Metode Luas Bidang Momen Pada pembahasan di atas telah dihasilkan lendutan yang berupa persamaan. Hasil tersebut masih bersifat umum, namun mempunyai kelemahan apabila diterapkan pada



15



struktur dengan pembebanan yang lebih kompleks, maka dirasa kurang praktis, karena harus melalui penjabaran secara matematis. Metode luas bidang momen inipun juga mempunyai kelemahan yang sama apabila dipakai pada konstruksi dengan pembebanan yang lebih kompleks. Namun demikian metode ini sedikit lebih praktis, karena proses hitungan dilakukan tidak secara matematis tetapi bersifat numeris. O



d



r



A 



y



B m



n d



dx



B’ B” d



AB







x



M



BMD



Gambar 2.6. Gambar Balok yang mengalami Lentur



Dari gambar 2.6 tersebut didapat persamaan 1 d M =  r dx EI



atau dapat ditulis menjadi d 



M dx EI



(2.6)



Dari persamaan 2.6 dapat didefinisikan sebagai berikut : 16



Definisi I : Elemen sudut d yang dibentuk oleh dua tangen arah pada dua titik yang berjarak dx, besarnya sama dengan luas bidang momen antara dua titik tersebut dibagi dengan EI.



Dari gambar 2.6, apabila dx adalah panjang balok AB, maka besarnya sudut yang dibentuk adalah :



1 b 3



1 b 2



h



h



b A = bh



b A = bh/2



(a) Segi empat



(b) Segi tiga 1 b 4



3 b 8



h



h



b A = bh/3



b A = (2/3)bh



(c) Parabola pangkat 2



(d) Parabola Pangkat 2



n  1 b 2n  2



1 b n2



h



h



b



b



A



n bh n 1



(e) Parabola pangkat n



A



1 bh n 1



(f) Parabola Pangkat n Gambar 2.7. Letak titik berat



17



AB  



L



0



M dx EI



Berdasarkan garis singgung m dan n yang berpotongan dengan garis vertikal yang melewati titik B, akan diperoleh :



B' B"  d  x.d 



M.x dx EI



(2.7)



Nilai M.dx = Luas bidang momen sepanjang dx. M.x.dx = Statis momen luas bidang M terhadap titik yang berjarak x dari elemen M. Sehingga dari persamaan 2.7 dapat didefinisikan sebagai berikut : Definisi II : Jarak vertikal pada suatu tempat yang dibentuk dua garis singgung pada dua titik suatu balok besarnya sama dengan statis momen luas bidang momen terhadap tempat tersebut dibagi dengan EI. Jarak



BB'    



L



0



M.x dx EI



Untuk menyelesaikan persamaan tersebut yang menjadi persoalan adalah letak titik berat suatu luasan, karena letak titik berat tersebut diperlukan dalam menghitung statis momen luas M.dx.x. Letak titik berat dari beberapa luasan dapat dilihat pada gambar 2.7. Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode luas bidang momen, akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.



Contoh 2.5. Balok Sederhana dengan Beban Merata Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang menahan beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.8, dengan metode luas bidang momen.



Penyelesaian : Besarnya momen di C akibat beban merata sebesar MC = Letak titik berat dari tumpuan A sebesar =



1 2 qL 8



5 L 5 .  L 8 2 16



Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar : 18



C 



Luas bidang momen EI



2 1 2 L . qL . 2 C  3 8 EI C 



qL3 24EI



Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di C sebesar : CC’ = C =



Statis momen luas bidang EI



2 1 2 L 5L . qL . . 2 16 C  3 8 EI C 



5qL4 384EI q



A C



B



C C C’



L/2



BMD 5 L . 8 2



5 L . 8 2







Gambar 2.8. Balok sederhana yang menahan beban merata



Contoh 2.6. Cantilever dengan Beban Merata Hitung defleksi maksimum (B) yang terjadi pada struktur cantilever yang menahan beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.9, dengan metode luas bidang momen.



Penyelesaian :



1 Besarnya momen di A akibat beban merata sebesar MA = - qL2 2 19



Letak titik berat ke titik B sebesar =



3 L 4



Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar : B 



Luas bidang momen EI



1 1 2 L. qL B  3 2 EI B 



qL3 6EI



Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di B sebesar : BB’ = B =



Statis momen luas bidang EI



1 1 2 3 L. qL . L 4 B  3 2 EI



B 



qL4 8EI q A



B



B B’



B



L



BMD



1 qL2  2 3 L 4



Gambar 2.9. Cantilever yang menahan beban merata



Contoh 2.7. Cantilever dengan Beban Titik Hitung defleksi maksimum (B) yang terjadi pada struktur cantilever yang menahan beban titik, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.10, dengan metode luas bidang momen. 20



P A



B



B B’



B



L



PL 



BMD



2 L 3 Gambar 2.10. Cantilever yang menahan beban titik



Penyelesaian : Besarnya momen di A akibat beban merata sebesar MA = - PL Letak titik berat ke titik B sebesar =



2 L 3



Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar : B 



Luas bidang momen EI



1 L.PL 2 B  EI B 



PL2 2EI



Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di B sebesar : BB’ = B =



Statis momen luas bidang EI



1 2 L.PL . L 3 B  2 EI B 



PL3 3EI



Contoh 2.8. Balok Sederhana dengan Beban Titik



21



Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang menahan beban titik, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.11, dengan metode luas bidang momen. P A C



B



C C C’



L/2



BMD 1 PL  4 2 L . 3 2



Gambar 2.11. Balok sederhana yang menahan beban titik



Penyelesaian : Besarnya momen di C akibat beban merata sebesar MC = Letak titik berat dari tumpuan A sebesar =



1 PL 4



2 L 1 .  L 3 2 3



Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar : C 



Luas bidang momen EI



1 1 1 . L. PL C  2 2 4 EI C 



PL2 16EI



Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di C sebesar : CC’ = C =



Statis momen luas bidang EI



1 1 1 2L . L. PL. 32 C  2 2 4 EI



C 



PL3 48EI 22



3. Metode Luas Bidang Momen Sebagai Beban Dua metoda yang sudah dibahas di atas mempunyai kelemehana yang sama, yaitu apabila konstruksi dan pembebanan cukup kompleks. Metode ”Bidang Momen Sebagai Beban” ini pun dirasa lebih praktis dibanding dengan metode yang dibahas sebelumnya. Metode ini pada hakekatnya berdasar sama dengan metode luas bidang momen, hanya sedikit terdapat perluasan. Untuk membahas masalah ini kita ambil sebuah konstruksi seperti tergambar pada gambar 2.12, dengan beban titik P, kemudian momen dianggap sebagai beban. Dari gambar 6.12, W adalah luas bidang momen, yang besarnya 1 Pab Pab W  .L.  2 L 2



Berdasarkan definisi II yang telah dibahas pada metode luas bidang momen, maka didapat: 1 =



Statis momen luas bidang momen terhadap B EI



 Pab  1 1 1    L  b   2  3  EI



1 



PabL  b  6EI



Pada umumnya lendutan yang terjadi cukup kecil, maka berdasarkan pendekatan geometris akan diperoleh :



1  A .L A 



atau



A 



1 L



PabL  b  R A  6EIL EI



Dengan cara yang sama akan dihasilkan : B 



PabL  a  R B  6EIL EI



Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa : Sudut tangen di A dan B besarnya sama dengan reaksi perletakan dibagi EI. Berdasarkan gambar 2.12 sebenarnya yang akan dicari adalah defleksi pada titik C sejauh x meter dari dukungan A (potongan i-j-k) yaitu sebesar Zc. Zc = ij = ik – jk 23



Berdasarkan geometri, maka besarnya ik = A . x, maka RA x EI



ik 



Sedangkan berdasarkan definisi II adalah statis momen luasan A-m-n terhadap bidang mn dibagi EI, maka



luas A  m  n. jk =



x 3



EI



a



b P



A 



i



B



j k 



1



x



BMD m n



A



RA 



Pab  L



x  3



W



Pab  2



B



1 ( L  b)  3 PabL  a  RB   6L



PabL  b   6L



Gambar 2.12. Konstruksi Balok Sederhana dan Garis Elastika



Sehingga lendutan ZC yang berjarak x dari A, adalah : Zc = ij = ik – jk ZC 



1 x  R A x  luas Amn.  EI  3



(2.8) 24



Berdasarkan persamaan 2.8 didapat definisi III sebagai berikut : Definisi III : Lendutan disuatu titik didalam suatu bentangan balok sedrhana besarnya sama dengan momen di titik tersebut dibagi dengan EI apabila bidang momen sebagai beban. Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode luas bidang momen sebagai beban, akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.



Contoh 2.9. Balok Sederhana dengan Beban Merata Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang menahan beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13, dengan metode luas bidang momen sebagai beban. q



(a)



A C



C C C’



B



L/2 5 L . 8 2



(b)



BMD



5 L . 8 2



B



(c) A



5 L . 8 2



Gambar 2.13. Balok sederhana yang menahan beban merata



Penyelesaian : Langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah mencari momen terlebih dahulu, hasilnya sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.b. Hasil momen tersebut kemudian dijadikan beban, sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.13.c. Kemudian dicari atau dihitung besarnya reakasi dan momennya. Besarnya A adalah sebesar RA 25



akibat beban momen dibagi dengan EI, sedangkan B adalah sebesar RB akibat beban momen dibagi dengan EI, dan besarnya max adalah sebesar MC akibat beban momen dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penyelesaian dibawah ini. Berdasarkan gambar 2.13.a. didapat momen sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.b, yang besarnya sebesar MC =



1 2 qL 8



Dari bidang momen yang didapat pada gambar 2.13.b dibalik dan dijadikan beban sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.c. Dari gambar 2.13.c didapat reaksi yang besarnya : 1  2 L 1 R A  R B   qL2     qL3 (besarnya sama dengan Amn = W) 8  3  2  24



Dengan demikian sudut kelengkunagannya dapat dihitung, yaitu sebesar : A  B 



RA qL3  EI 24EI



Dari gambar 2.13.c. didapat juga momen dititik C, yaitu sebesar : MC 



qL3 L qL3 3 L 5qL4 .  . .  23 2 24 8 2 384



Besanya max dapat dihitung yaitu sebesar : C 



Mc EI



C 



5qL4 384EI



B. Deformasi Deformasi (perubahan bentuk) balok disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : Akibat beban luar yang bekerja (seperti beban merata, terpusat, segitiga, dan sebagainya), momen pada salah satu ujung balok, dan perpindahan (translasi) relatif ujung balok terhadap ujung balok yang lain. 1. Deformasi Akibat Beban Merata Deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban merata sebagaimana digambarkan pada gambar 2.14, dapat dihitung dengan metode luas bidang momen sebagai beban. 26



Besarnya momen maksimum (di tengah bentang) akibat beban merata sebesar Mmax =



1 2 qL . Dari hasil tersebut digambarkan bidang momennya berupa BMD (Bending 8



Moment Diagram), seperti gambar 2.14b, kemudian BMD tersebut dipergunakan sebagai beban, seperti gambar 2.14c, sehingga didapat reaksi perletakan pada tumpuan A dan B, yaitu sebesar luas bidang momen tersebut dibagi dua :



2 1 2 . qL .L Luas bidang momen qL3 3 8 = = RA  RB  24 2 2 Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar : A 



RA qL3 = 24EI EI



B  



qL3 RB =  EI 24EI



dengan E adalah Modulus Elastis dan I adalah Momen Inersia. q



A



B



(a)



B



A L/2



(b)



Mmax BMD



Mmax



(c)



A



Gambar 2.14. Balok sederhana yang menahan beban merata



2. Deformasi Akibat Momen Pada Salah Satu Ujung Balok Struktur balok yang menahan beban momen di ujung A sebagaimana digambarkan pada gambar 2.15. didapat bidang momennya berupa BMD. 27



MA



A



B



A



(a)



B L



MA



BMD



(b)



Gambar 2.15. Balok sederhana yang menahan beban momen di Ujung A



BMD tersebut, dipergunakan sebagai beban sehingga didapat reaksi perletakan pada tumpuan A dan B, yaitu sebesar: RA 



2 2 1 M .L Luas bidang momen = . .L.M A = A 3 3 2 3



1 1 1 M .L R B  Luas bidang momen = . .L.M A = A 3 3 2 6



Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :



A 



R A MAL = EI 3EI



B  



RB M L =  A EI 6EI



Jika beban momen terletak pada ujung B sebagaimana tergambar pada gambar 2.16, maka besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar : A 



R A M BL = EI 6EI



B  



RB M L =  B EI 3EI



A



B A



MB



(a)



B L MB



BMD



(b)



Gambar 2.16. Balok sederhana yang menahan beban momen di Ujung B 28



3. Deformasi Akibat Perpindahan (Translasi). Jika suatu balok mengalami perpindahan ujung sebesar sebagaimana pada gambar 2.17, maka besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar : A  B 



 L A



B 



A



B L



Gambar 2.17. Balok yang mengalami translasi terhadap ujung yang lain



4. Deformasi Akibat Beban Terpusat di Tengah Bentang Deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban terpusat di tengah bentang digambarkan sebagaimana pada gambar 2.18, dapat dihitung dengan metode luas bidang momen sebagai beban. P A



B



B



A



(a)



L Mmax



BMD



(b)



Gambar 2.18. Balok sederhana yang menahan beban merata



Besarnya momen maksimum (di tengah bentang) akibat beban merata sebesar Mmax = PL . Dari hasil tersebut digambarkan bidang momennya berupa BMD, kemudian BMD 4



tersebut dipergunakan sebagai beban sehingga didapar reaksi perletakan pada tumpuan A dan B, yaitu sebesar luas bidang momen tersebut dibagi dua :



1 PL . .L Luas bidang momen PL2 R A'  RB'  = 2 4 = 16 2 2 Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar : 29



A 



qL3 R 'A = EI 16 EI



B  



R 'B qL3 =  16EI EI



5. Deformasi Akibat Beban Segitiga Deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban segitiga digambarkan sebagaimana pada gambar 2.19. Metode yang relatif lebih mudah adalah dengan metode integrasi ganda.



q A



B



EI



q



(a)



L



A



B



B



A



x



RA = 1/3 qL



(b)



RB = 1/6 qL



Gambar 2.19. Balok sederhana yang menahan beban merata



Besarnya momen akibat beban segitiga sebesar Mx



1 1 = R B .x  q x .x. . x 2 3



=



1 q.x 1 1 qL.x  .x. . x 6 L 2 3



=



1 1 q.x 3 qL.x  6 6 L



Besarnya :



EI.



1 q.x 3 1 d2y  qL.x = – M = x dx 2 6 L 6 30



Intergrasi I : EI.



 1 q.x 3 1  =    qL.x dx 6 6 L 



dy dx



1 q.x 4 1  qL.x 2  C1 24 L 12



= Integrasi II :



 1 q.x 4 1  =    qL.x 2  C1 dx  24 L 12 



EI.y



=



1 q.x 5 1  qL.x 3  C1.x  C2 120 L 36



Berdasarkan persamaan tersebut : Jika x = 0 maka y = 0, sehingga didapat C2 = 0 Jika x = L maka y = 0, sehingga didapat



1 q.L5 1 0=  qL.L3  C1.L  C2 120 L 36



C1 = EI.



7 qL3 360



1 q.x 4 1 7 dy =  qL.x 2  qL3 360 dx 24 L 12



Nilai x dihitung dari B ke A, sehingga B terletak pada x = 0, pada titik tersebut y = 0. Sedangkan A terletak pada x = L, dan pada titik tersebut y = 0. Jika x dan y tersebut disubstitusi kedalam persamaan di atas maka nilaiA dan B akan didapat. EI.



1 q.L4 1 7 dy  qL.L2  qL3 = 360 dx 24 L 12



EI.A =



q.L3 q.L3 7q.L3   24 12 360



EI.  A = 



qL3 7qL3  24 360



=



15qL3 7qL3  360 360



=



8qL3 360



31



A = – EI.



8 qL3 360 EI



1 q.04 1 7 dy =  qL.02  qL3 360 dx 24 L 12



EI.B = B =



1 q.04 1 7  qL.02  qL3 24 L 12 360 7 qL3 360 EI



Untuk kondisi balok dengan pembebanan yang lain, hasilnya dipaparkan pada Tabel 2.1.



Contoh 2.10



32



33



Contoh 2.11.



34



35



36



Tabel 2.1. Rumus-rumus Deformasi Ujung Balok Akibat Beban Luar Gambar Pembebanan Struktur



Deformasi Ujung A



Deformasi Ujung B



B



PL3 A  16EI



B  



PL3 16EI



B



P.b.(L2  b 2 ) A  6EIL



B  



P.a.(L2  a 2 ) 6EIL



qL3 A  24EI



B  



qL3 24EI



B



9qL3 A  384EI



B  



7qL3 384EI



B M



A  0



B  



ML 4EI



ML A  3EI



B  



ML 6EI



B = 



7 qL3 360 EI



P A



EI L/2



L/2



P A



EI a



b L q



A



B



EI L q



A EI L/2



L/2



A L



M A



B L q B



A



B



A



A =



8 qL3 360 EI



L



37



C. Soal Latihan Hitung dan Gambarkan SFD dan BMD nya struktur tergambar dibawah ini.



38