Bab 2 Fess [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Rhinosinusitis merupakan peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal (Singh, 2016). Rhinosinusitis disebabkan karena adanya gangguan drainase pengeluaran sekret di dalam sinus sehingga terjadi penumpukan sekret yang menjadi media pertumbuhan kuman yang menyebabkan peradangan pada mukosa. Rhinosinusitis dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup seperti gangguan tidur, depresi, cemas, rasa lelah, disfungsi seksual hingga kematian (Schalek, 2015). Data terbaru di Eropa menjabarkan bahwa Rhinosinusitis mengenai 5-15% populasi umum (Bachert, 2014). The National Health Interview Survey menyatakan sekitar 14-16% populasi di US terkena Rhinosinusitis (Rosenfold, 2007). Survey yang dilakukan pada 73.364 orang di US menyatakan bahwa prevalensi terjadinya Rhinosinusitis sebanyak 3,4% pada pria dan 5,7% pada wanita (Hastan, 2011). Data DEPKES RI 2003, penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke25 dari 50 dari penyakit yang sering dijumpai atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Data Divisi Rinologi Departemen THT RSCM JanuariAgustus 2005 menyebutkan bahwa jumlah pasien rinologi sebesar 435 orang dengan jumlah penderita Rhinosinusitis sebanyak 69% (Arivalagan, 2013). Rokok mengandung lebih dari 7000 senyawa kimia diantaranya nikotin, tar, carbonmonoksida (CO), dan timbal. Saat senyawa kimia tersebut masuk kedalam tubuh, mereka akan menyebabkan kerusakan. Senyawa kimia dalam rokok dapat 1



mencapai paru dengan cepat saat dihirup, lalu akan memasuki pembuluh darah dan mengikutialiran darah. Darah yang mengandung senyawa kimia ini dibawa ke seluruh jaringan tubuh manusia. Kondisi ini akan menyebabkan kerusakan jaringan tubuh mulai dari paru, pembuluh darah, organ lainnya, dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian (Benjamin, 2010). Penelitian epidemiologi tembakau di dunia menunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut, diperkirakan terjadi 10 juta kematian akibat rokok di tahun 2020 (Depkes RI, 2015). Asean Tobacco Control Report Card tahun 2008 melaporkan ada 124,69 juta dari populasi penduduk di Asia Tenggara adalah perokok. Indonesia menyumbangkan bilangan terbesar dengan jumlah 57,56 juta perokok yaitu 46,16% dari jumlah keseluruhan perokok di Asia Tenggara. Persentase perokok aktif di Indonesia berdasarkan usia adalah 5-9 tahun (1,7%), 10-14 tahun (17,5%), 15-19 tahun (43,3%), dan 20-24 tahun (14,6%) (World Health Organization, 2012).



2.



RUMUSAN MASALAH a. Apa yang dimaksud dengan Rhinosinusitis? b. Apa penyebab dari Rhinosinusitis? c. Apa tanda dan gejala dari Rhinosinusitis? d. Apa saja komplikasi dari Rhinosinusitis? e. Bagaimana penatalaksanaan dari Rhinosinusitis? f. Bagaimana konsep keperawatan dari Rhinosinusitis?



2



3.



TUJUAN  Tujuan Umum Mampu memahami tentang konsep penyakit Rhinosinusitis dan tindakan pembedahan FESS, serta memberikan asuhan keperawatan perioperatif di ruangan OT RSUS Tangerang.  Tujuan Khusus a. Mampu



melakukan pengkajian selama memberikan asuhan keperawatan



perioperatif pada pasien di ruangan OT RSUS Tangerang. b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pre operasi, intra operasi, post operasi selama memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien di ruangan OT RSUS Tangerang. c. Mampu melakukan tindakan keperawatan perioperatif selama memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien di ruangan OT RSUS Tangerang. d. Mampu melakukan evaluasi keperawatan selama memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien di ruangan OT RSUS Tangerang.



4.



SISTEMATIKA PENULISAN Bab I: Pendahuluan Berisi tentang latar belakang, identifikasi, dan perumusan masalah, batasan/ruang lingkup masalah, maksud dan tujuan dan sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan teori Bab ini berisi teori-teori pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, patofisiologi dan patoflow, manifestasi klinis, komplikasi, test diagnostik,



3



yang menunjang, komplikasi dan penatalaksanaan medis dan konsep asuhan keperawatan perioperatif rhinosinusitis. Bab III: Tinjauan kasus Bab ini menjelaskan tentang status kesehatan pasien, diagnosa keperawatan perioperatif yang ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang didapatkan, intervensi keperawatan perioperatif, implementasi keperawatan perioperatif dan evaluasi atau keberhasilan dari implementasi keperawatan perioperatif yang telah dilakukan terhadap pasien di ruangan OT RSUS Tangerang. Bab IV: Pembahasan Bab ini berisi mengenai kesamaan dan penyimpangan atau perbedaan antara teori (BAB II) dan kasus (BAB III). 5. Bab V: Penutup Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil tindakan keperawatan dalam rangka menjawab tujuan penulisan, serta saran-saran yang penulis berikan untuk lebih memaksimalkan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien di ruangan RSUS Tangerang yang akan datang.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. DEFINISI Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung, sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis (Rosendfeld dkk, 2015; Johnson dan Rosen 2016). Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakter. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu : 



Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis







Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung







Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung







Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata



Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi didalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak keluar & terperangkap di dalam rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri. 5



Sinusitis paling sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.



B.



ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS 1. ANATOMI Sinus paranasal adalah rongga berisi udara yang berbatasan langsung dengan rongga hidung. Bagian lateralnya merupakan sinus maksila (antrum) dan sel-sel dari sinus etmoid, sebelah kranial adalah sinus frontal, dan sebelah dorsal adalah sinus sphenoid. Sinus sphenoid terletak tepat di depan klivus dan atap nasofaring.



Sinus paranasal juga dilapisi dengan epitel berambut-getar. Lendir yang dibentuk di dalam sinus paranasal dialirkan ke dalam meatus nasalis. Alirannya dimulai dari sinus frontal, sel etmoid anterior, dan sinus maksila kemudian masuk ke meatus-medius. 6



Sedangkan aliran dari sel etmoid posterior dan sinus sfenoid masuk ke meatus superior. Aliran yang menuju ke dalam meatus inferior hanya masuk melalui duktus nasolakrimalis. Secara klinis, bagian yang penting ialah bagian depan-tengah meatus medius yang sempit, yang disebut kompleks ostiomeatal. Daerah ini penting karena hampir semua lubang saluran dari sinus paranasal terdapat di sana. (Ballenger, 2016). Pada saat lahir, sinus paranasal belum terbentuk, kecuali beberapa sel etmoid. Kemudian baru pada sekitar umur dua belas tahun, semua sinus paranasal terbentuk secara lengkap. Kadang-kadang, salah satu dari sinus frontal tidak terbentuk. Bagian belakang nasofaring berbatasan dengan fossa sfeno-palatina (Ballenger, 2016). Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai dari pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid sudah ada sejak saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun (Ballenger, 2016). Bagian-bagian Sinus Paranasal : a. Sinus Maksila Sinus maksila disebut juga antrum Highmore merupakan sinus paranasal terbesar. Dasar sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris os maksila dan palatum durum.



7



Dinding



anteriornya



berhadapan



dengan



fosa



kanina.



Gigi premolar ke dua, gigi molar pertama dan ke dua tumbuh dekat dengan dasar sinus dan hanya dipisahkan oleh membran mukosa, sehingga proses supuratif di sekitar gigi tersebut dapat menjalar ke mukosa sinus. Silia sinus maksila membawa mukus dan debris langsung ke ostium alamiah di meatus media. Perdarahan sinus maksila dilayani oleh cabang a. maksila interna yaitu a. infraorbita, a. sfenopalatina cabang nasal lateral, a. palatina descendens, a. alveolar superior anterior dan posterior. Inervasi mukosa sinus maksila dilayani oleh cabang nasal lateroposterior dan cabang alveolar superior n. infraorbital (Ballenger, 2016) b. Sinus Etmoid Sinus etmoid terdiri dari sel etmoid anterior yang bermuara ke infundibulum di meatus media dan sel etmoid posterior yang bermuara ke meatus superior (Ballenger,2016)



8



Cabang nasal a. sfenopalatina dan a. etmoid anterior dan posterior, cabang a. oftalmika dari sistem karotis interna melayani sinus etmoid dan aliran venanya menuju sinus kavernosus. Inervasi 10 dilayani oleh cabang nasal posterior nervus V2 dan cabang etmoid anterior dan posterior nervus V1 (Ballenger, 2016). c. Sinus Sfenoid Sinus sfenoid merupakan sinus terakhir yang mengalami perkembangan yaitu pada usia dewasa awal. Struktur penting yang terletak dekat dengan sinus ini yaitu n.optikus dan kelenjar hipofisis yang terletak di atas sinus, pons serebri di posterior, di lateral sinus sfenoid terdapat sinus kavernosus, fisura orbitalis superior, a.karotis dan beberapa serabut nervus kranialis.



9



Perdarahan dilayani oleh cabang a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior. Inervasinya dipersarafi oleh cabang etmoid posterior nervus V1 dan cabang sfenopalatina nervus V2 (Ballenger, 2016) d. Sinus Frontal Sinus frontal merupakan pneumatisasi superior os frontal oleh sel etmoid anterior. Sinus ini mengalirkan drainasenya melalui resesus frontal.



Perdarahan dilayani oleh cabang supratroklear dan suborbital a. oftalmika, sedangkan vena dialirkan ke sinus kavernosus. Inervasi mukosa dilayani oleh cabang supratrokhlear dan supraorita n. V1 (Ballenger, 2016).



2. FISIOLOGI Perdarahan hidung berasal dari a. etmoid anterior, a. etmoid posterior cabang dari a. oftalmika dan a. sfenopalatina. Bagian anterior dan superior septum dan dinding lateral hidung mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior, sedangkan cabang a. etmoid posterior yang lebih kecil hanya mensuplai area olfaktorius. Terdapat anastomosis di antara arteri-arteri hidung di lateral dan arteri etmoid di daerah antero-inferior septum yang disebut pleksus Kiesselbach. Sistem vena di hidung tidak memiliki katup dan hal ini menjadi predisposisi penyebaran infeksi menuju sinus kavernosus.



10



Persarafan hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksila nervus trigeminus (Ballenger, 2016). Fungsi fisiologi hidung adalah penghidu, filtrasi, proteksi, humidifikasi, penghangat udara dan resonansi suara. Sistem vaskuler dan sekresi hidung berperan penting dalam mempersiapkan udara inspirasi sebelum masuk ke saluran napas atas dan trakeobronkial (Metson, 2005; Krouse dan Stachler, 2006; Walsh dan Kern, 2006). Saat inspirasi udara masuk ke vestibulum dengan arah vertikal oblik dan mengalami aliran laminar. Ketika udara mencapai nasal valve terjadi turbulen sehingga udara inspirasi langsung mengadakan kontak dengan permukaan mukosa 7 hidung yang luas (Dhillon dan East, 1999). Aliran turbulen tersebut tidak hanya meningkatkan fungsi penghangat dan humidifikasi tetapi juga fungsi proteksi (Krouse dan Stachler, 2006; Walsh dan Kern, 2006) Fungsi utama sinus paranasal adalah mengeliminasi benda asing dan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi melalui tiga mekanisme, yaitu: terbukanya kompleks ostiomeatal, transpor mukosilia dan produksi mukus yang normal. Faktor yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasalis adalah patensi KOM, fungsi transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi KOM memiliki peranan yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta memelihara tekanan oksigen dalam keadaan normal sehingga mencegah tumbuhnya bakteri. Faktor transport mukosiliar sangat tergantung pada karakteristik silia yaitu 11



struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi mukus juga bergantung kepada volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat mempengaruhi transport mukosiliar (Jackman dan Kennedy, 2006).



C. ETIOLOGI Pada Sinusitis Akut, yaitu: 1.



Infeksi virusSinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).



2.



Bakteri Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.



3.



Infeksi jamur Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus



4.



Peradangan menahun pada saluran hidung Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.



5.



Septum nasi yang bengkok



6.



Tonsilitis yg kronik



12



Pada Sinusitis Kronik, yaitu: 1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh. 2. Alergi 3. Karies dentis ( gigi geraham atas ) 4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa. 5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal 6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.



D. PATOFISIOLOGI Patogenesis sinus dipengaruhi oleh patensi dari ostium-ostium sinus dan kelancaran pembersihan mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila terdapat gangguan di daerah KOM seperti peradangan, edema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka 13 media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya (Johnson dan Rosen, 2014). Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM, berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa di tempat ini berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih. Apabila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. Gangguan ventilasi akan menyebabkan penurunan pH dalam sinus, silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan media yang baik untuk tumbuh 13



kuman patogen. Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator seperti vasoactive amine, proteases, arachidonic acid metabolit, imune complek, lipolisaccharide dan lainlain. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa hidung dan akhirnya menyebabkan disfungsi mukosiliar yang mengakibatkan stagnasi mukus dan menyebabkan bakteri semakin mudah untuk berkolonisasi dan infeksi inflamasi akan kembali terjadi (Johnson dan Rosen, 2014). Bakteri dapat berkembang menjadi kuman patogen bila lingkungannya sesuai. Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga bakteri anaerob akan berkembang baik. Bakteri juga akan memproduksi toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid atau terbentuk polip dan kista. Kuman di dalam sinus 14 dapat berasal dari rongga hidung sebelum ostium tertutup ataupun merupakan kuman komensal di dalam rongga sinus. Virus dan bakteri yang masuk ke dalam mukosa akan menembus ke dalam submukosa, yang diikuti adanya infiltrasi sel polimorfonuklear, sel mast dan limfosit, kemudian akan diikuti lepasnya zat-zat kimia seperti histamin dan prostaglandin. Zat-zat kimia ini akan menyebabkan vasodilatasi kapiler, sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat dan terjadilah udema di submukosa. Faktor predisposisi lain terjadinya rinosinusitis antara lain kelainan anatomi, seperti septum deviasi, hipertrofi konka, dan rinitis alergi (Johnson dan Rosen, 2014). Polip bukan hanya edema mukosa yang sederhana, tetapi mukosa dengan bentuk menyerupai anggur, lembut, permukaan mulus, bebas bergerak yang dapat terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Polip tumbuh dari dinding lateral hidung dan visualisasi terbaik di dapatkan dengan endoskopi ketika polip terbatas pada meatus superior dan meatus media. Polip inflamasi seringkali bilateral tetapi bisa unilateral. Penyebab dan hubungan polip nasi dengan RSK masih banyak diperdebatkan. Polip terbentuk dari 14



infeksi kemudian terjadi infiltrasi eosinophil mukosa hidung sebagai respon terhadap inflamasi.



Pembesaran



polip



menyebabkan



penutupan



ostium



yang



kemudian



menyebabkan stasisnya sekresi dan superinfeksi bakteri. 85% dari RSK dengan polip nasi memiliki eosinofil sebagai sel inflamasi yang predominan. RSK dengan polip nasi juga berhubungan dengan penyakit sistemik seperti aspirin-sensitive asthma (Trias Samter), asma intrinsik, primary ciliary dyskinesia dan kistik fibrosis (Woodworth dan Schlosser, 2016).



E. MANIFESTASI KLINIS 1. Sinusitis maksila akut Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah. 2 . Sinusitis etmoid akut Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing. 3 . Sinusitis frontal akut Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang. 4 . Sinusitis sphenoid akut Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring 5 . Sinusitis Kronis Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam. 15



F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Rinoskopi anterior Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. 2 . Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). 3 . Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1) 4. Transiluminasi (diaphanoscopia) Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal. 5. X Foto sinusparanasalis: Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteror anterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air



fluidlevel)



pada



sinus



yang



sakit.



Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid. 6. Pemeriksaan CT-Scan Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : 16



penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).



G. KOMPLIKASI 1 . Kelainan pada Orbita Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga. Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan : a). Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini. b). Selulitis orbita Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. c). Abses subperiosteal Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. d). Abses orbita Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang 17



lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah. e). Thrombosis sinus kavemosus Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. 2 . Kelainan intracranial a). Meningitis akut Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. b). Abses dura Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial. c). Abses subdural Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura. d). Abses otak Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. 3 . Osteitis dan Osteomylitis. Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah



18



infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil. 4 . Mukokel Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. 5 . Pyokokel. Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.



H. PENATALAKSANAAN 1.



Penatalaksanaan Medis a. Drainage 1). Dengan pemberian obat, yaitu Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak). Dekongestan oral



sedo efedrin 3 X 60 mg.



2). Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris. b. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu : 1). Ampisilin 4 X 500 mg 2). Amoksilin 3 x 500 mg 19



3). Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet 4). Diksisiklin 100 mg/hari. c. Pemberian obat simtomatik Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg. 4. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan 1). Cabut geraham atas bila penyebab dentogen 2). Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20) 3). Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).



2. Penatalaksanaan Pembedahan Tatalaksana pembedahan yang dilakukan ada beberapa cara, antara lain : bedah sinus endoskopi fungsional dan operasi sinus terbuka, seperti operasi Caldwell-Luc, etmoidektomi eksternal, trepinasi sinus frontal dan irigasi sinus : a. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/ FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur (Mangunkusumo, 2010). b. Operasi Caldwell-Luc Operasi dengan metode Caldwell-Luc dilakukan pada kelainan sinus maksilaris. Indikasi operasi dengan metode ini yaitu jika terlihat manifestasi klinis seperti mukokel sinus maksilaris, polip antrokoanal, misetoma, atau benda asing yang tidak dapat dijangkau melalui endoskopi intranasal (Lund, 2008). c. Etmoidektomi Eksternal Etmoidektomi eksternal telah banyak digantikan oleh bedah endoskopi. Meskipun begitu, masih ada keuntungan dalam menggunakan metode operasi ini. Misalnya, biopsi dapat dilakukan secara eksternal pada lesi sinus etmoid atau frontal. 20



Manfaat lain dari metode ini yaitu dapat memperbaiki komplikasi orbita dari sinusitis etmoid akut atau frontal dengan cepat dan aman (Lane, 2003). d. Trepinasi Sinus Frontal Metode operasi ini bermanfaat untuk infeksi akut ketika endoskopi nasal sulit dilakukan akibat perdarahan mukosa hidung. Operasi ini aman dan dekompresi pus pada sinus frontalis cepat dilakukan (Lane, 2003). e. Irigasi Sinus Irigasi sinus bermanfaat sebagai diagnostik sekaligus terapi. Irigasi sinus dilakukan pada sinusitis maksilaris akut yang tidak dapat ditangani dengan pengobatan konservatif dan juga dijadikan sebagai prosedur tambahan untuk drainase eksternal pada komplikasi orbita yang akut. Pungsi antrum biasanya dilakukan pada meatus inferior hidung (Lund, 2008).



2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



A. Pengkajian 1). Pengkajian a. Data Demografi Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya. b. Riwayat sakit dan kesehatan 1. Keluhan utama: biasanya klien mengeluh nyeri kelapa sinus dan tenggorokan. 2. Riwayat penyakit saat ini: klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.



21



3. Riwayat penyakit dahulu: 



Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.







Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.







Klien pernah menderita sakit gigi geraham.



4. Riwayat penyakit keluarga: adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang. d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual: 



Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih).







Interpersonal : hubungan dengan orang lain.



e. Pola fungsi kesehatan: 



Pola persepsi dan tatalaksana hidup. Contohnya, untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.







Pola nutrisi dan metabolisme. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.







Pola istirahat dan tidur. Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.







Pola persepsi dan konsep diri. Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri menurun.







Pola sensorik. Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus (baik purulen, serous maupun mukopurulen).



f.



Pemeriksaan fisik







Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.







Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).



22



g. Data subyektif 1. Observasi nares: 



Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya.







Riwayat pembedahan hidung atau trauma.







Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.



2.



Sekret hidung: 



Warna, jumlah, konsistensi sekret.







Epistaksis.







Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.



3.



Riwayat sinusitis: 



Nyeri kepala, lokasi dan beratnya.







Hubungan sinusitis dengan musim / cuaca.



4.



Gangguan umum lainnya: kelemahan.



5.



Data obyektif : 



Demam







Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang.



 6.



Kemerahan dan Odema membran mukosa Pemeriksaan penunjung :







Kultur organisme hidung dan tenggorokan.







Pemeriksaan rongent sinus.



23



B. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi  Nyeri Akut b/d iritasi jalan nafas atas sekunder akibat infeksi  Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan yang akan dilakukan. Intra Operasi  Resiko Infeksi b/d tindakan pembedahan  Resiko perdarahan b/d tindakan pembedahan



Post Operasi  Resiko Aspirasi b/d luka insisi pada rongga sinus  Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d adanya sekret dan peradangan didalam rongga sinus



24



BAB III TINJAUAN KASUS



1. PENGKAJIAN Hari/Tanggal : Sabtu, 29/02/2020 Tempat



: OT RSUS



Jam



: 15.45



Metode



: Wawancara dan Observasi



Sumber



: Pasien



Oleh



: Rucky



A. Identitas Pasien Nama



: Ny. Y



Umur



: 40 tahun



Jenis kelamin: Perempuan Alamat



: Tanggerang



Pekerjaan



: IRT



Status



: Menikah



Diagnosa



: Rhinosinusitis



No. RM



: 00-90-10-51



Tgl. Masuk : 28/02/2020 B. Penanggung jawab Nama



: Tn. S



Umur



: 42 tahun



Alamat



: Tanggerang



Hubungan dengan pasien



: Suami 25



C. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama Pasien mengatakan mengatakan hidung sering tersumbat kurang lebih sejak 2005, dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan memberat saat terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit bernapas, hidung berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata. 2. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakan mengatakan hidung sering tersumbat kurang lebih sejak 2005, dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan memberat saat terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit bernapas, hidung berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata dan di diagnosa rhinosinusitis dan di rawat di ruang rawat inap lantai 5. 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat sakit yang sama atau riwayat penyakit yang lain. 4. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang di alami seperti pasien maupun penyakit lain. D. Keadaan Umum TD



: 120/80 mmHg



HR



: 76 x/menit



RR



: 18 x/menit



Suhu : 36,5 °C BB



: 60 kg



TB



: 155 Cm 26



E. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Pasien tampak tenang Kesadaran : Composmentis, GCS: E : 4, V: 5, M : 6 Pemiraksaan Head to – toe : 1) Kepala Bentuk :Mesosephal Ekspresi :Ekspresif Simetris wajah :Simetris Nyeri tekan sinus :Tidak terdapat nyeri tekan sinus Rambut :Hitam,distribusi merata 2) Mata Bentuk :Normal, kedudukan bola mata simetris Palpebra :Normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan, blefaritis, maupun xanthelasma Gerakan :Normal Konjungtiva :Ananemis Sklera :Anikterik Pupil :Bulat, didapatkan isokor, diameter 4 mm, reflex cahaya miosis pada mata kanan dan kiri 2 mm. 3) Telinga Bentuk :Normotia Liang telinga :Lapang Serumen :Tidak ditemukan penumpukan serumen pada telinga kanan maupun kiri



27



Nyeri auricular :Tidak ada nyeri tarik pada auricular kiri maupun kanan Nyeri tekan tragus :Tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri 4) Hidung Bagian luar : Normal, tidak terdapat deformitas Septum : Terletak ditengah, simetris Mukosa hidung : Tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi Cavum nasi : Tidak ada perdarahan 5) Mulut dan tenggorok Bibir : Normal, pucat, tidak sianosis Gigi : Hygiene baik Mukosa mulut : Normal, tidak hiperemis Lidah : Normoglosia, tidak tremor, kotor Tonsil : Ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis Faring : Tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah 6) Leher Bendungan vena : Tidak ada bendungan vena Kelenjar tiroid : Tidak membesar, mengikuti gerakan Trakea : Di tengah, fungsi menelan baik. 7) Thorax PARU-PARU : Inspeksi :Simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal pada saat statis dan dinamis Palpasi :Gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithorax



28



Perkusi :Sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga VI pada linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-lambung pada sela iga ke VIII pada linea axilatis anterior sinistra. Auskultasi :Suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing JANTUNG : Inspkesi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi :Terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, di linea midklavikularis sinistra Perkusi : - Batas jantung kanan : ICS III - V , linea sternalis dextra



- Batas jantung kiri : ICS V , 2-3 cm dari linea midklavikularis sinistra



- Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra - Auskultasi :Bunyi jantung I, II regular, tidak terdengar murmur maupun gallop 8) Abdomen Inspeksi :Abdomen simetris, datar, tidak terdapat jaringan parut, striae dan kelainan kulit, tidak terdpat pelebaran vena Palpasi :Hepar dan lien teraba, ada nyeri tekan, maupun nyeri lepas, Perkusi :Timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok CVA, ballotment (-) Auskultasi : bising usus positif 13x/menit



29



9) Genetalia Tidak terkaji 10) Ekstremitas Atas : Simetris, tangan masih lengkap, tidak cacat,capillary refill time (CRT) < 3 detik kanan, kiri 3 detik. tidak ada oedema, pada tangan kanan terpasang infus RL 20 tpm dan tidak ada lesi. Balutan infus terlihat bersih. Bawah : kaki kanan normal, kaki kiri normal, CRT < 3 detik kaki kanan, CRT kiri < 3 detik. 5



5



5



5



F. Pemeriksaan Penunjang  Hasil Laboratorium



Test



Result



Unit



Reference Range



H 111



mmoI/L



98 - 107



Electrolyte (Na,K,Cl) Chloride (CI)



 Hasil CR – Thorax PA : Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal



30



2. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN OPERASI 







Consumable -



Gamex



-



Kassa non x-ray



-



Gauze Depper



-



Tampon THT



-



Epineprine 4 ampul



-



Pehacain 1 ampul



-



Syringe 10 cc dan 1 cc



-



Suction connecting



-



\Suction pump



-



Spongestan



-



Surgicell



-



Betadine



-



Xilocain



-



Net cell.



Persiapan Mayor -



Gown pack



-



ABD pack



-



Fess Set



31











Instrument Fess Set -



Pinset circugis dan pinset anatomis



-



Blade



-



Towel clip



-



Lensa 0 dan 30



-



Nasal forcep lurus, atas



-



Nasal forcep cutting lurus, atas, bawah, kiri, kanan



-



Antrum kuret



-



Probe



-



Antrum canula sucton tube



-



Gunting benang



Alat Penunjang -



Shaver cable



-



Endoscope monitor



-



Light sourch



-



Kamera endoscopy 32



LEMBAR SURGICAL CHECK LIST



1. ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERASI a. Data focus Data Subjektif : Pasien mengatakan mengatakan hidung sering tersumbat kurang lebih sejak 2005, dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan memberat saat terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit bernapas, hidung berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata, dan pasien mengatakan khawatir terhadap sakit dan tindakan operasi yang akan di lalui nanti. Data obyektif : • Tampak gelisah, klien tampak tidak tenang dan tegang. • TTV: TD: 110/80 mmHg, HR: 8 x/menit RR: 22 x/menit S: 36,5 °C, SPO2 : 100 %



33



b. Analisa Data Pre Operasi No 1



Hari/Tgl/jam



Data



Sabtu, 29/02/2020



DS:



Jam : 16.00



Pasien



Masalah



Etiologi



Ansietas



Etiologi: virus, bakteri, dentogen, berenang dan



mengatakan merasa merasa



menyelam, trauma, garutrauma



takut dan tidak tenang karena



Infeksi pada sinus



akan di operasi DO: peradangan sinus Pasien tampak gelisah dan raut wajah tampak



sinusitis



tegang TTV : TD: 120



proses inflamasi



/80 N: 76 x/mnt RR: 18 x/mnt Spo2: 98 %



pelepasan mediator kimia



mengiritatif ujung-ujung saraf



34



Mrangsang respon nyeri



Klien cemas terhadap perubahan status kesehatan



Ansietas



 Rumusan Diagnosa Keperawatan Pre operasi



1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan pembedahan ( FESS ).



 Intervensi Keperawatan Pre operasi No



Diagnosa



1



Tujuan A



Intervensi



Setelah dilakukan



1) Kaji tingkat



1) Menentukan



n



tindakan keperawatan



s



1 x 15 menit, diharapkan



i



ansietas dapat teratasi



kenyamanan dan



e



dengan criteria hasil :



ketentraman pada



penerimaan



t



1) Pasien tampak



klien dengan,



klien terhadap



- Temani klien



informasi yang



- Perlihatkan rasa



diberikan.



a



rileks dan tenang



s



2) TTV dalam batas



kecemasan pasien



Rasional



2) Berikan



35



tindakan selanjutnya. 2) Memudahkan



/



normal



c



3) Klien dapat



empati ( datang



3) Untuk



dengan



mengurangi rasa



menyentuh klien )



tegang pasien



e



menggambarkan



m



tingkat keemasa



a



dan pola



relaksasi nafas



mengurangi rasa



s



kopingnya.



dalam



ketakutan pada



3) Ajarkan teknik



4) Klien mengetahui



4) Untuk



4) Beri dorongan



dan mengerti



pasien untuk



tentang penyakit



mengungkapkan



yang di deritanya



perasaan



pasien.



serta pengobatannya.



 Pelaksanaan Dan Evaluasi Pre Op



No. Diagnosa



Tgl/jam



Implementasi



1



29/02/2020



1) Memberikan



Jam : 16. 10



Evaluasi S : pasien mengatakan



posisi tidur yang



memahami apa yang



nyaman



dijelaskan oleh perawat.



2) Mengajarkan



O : pasien tampak



teknik distraksi



rileks, KU : baik, wajah



relaksasi



sudah terlihat ceria dan



3) Memberikan



rileks



dorongan dan



A : Ansietas dalam



motivasi berdoa



observasi



36



sebelum masuk



P : - Monitoring



ke kamar



Hemodinamik dan



operasi



KU -



Monitoring intake dan output



-



Kaji tingkat kecemasan pasien sebelum masuk ke ruang operasi



-



Memberikan posisi nyaman



-



Memastikasn bed rail terkunci



2. ASUHAN KEPERAWATAN INTRA OPERASI a. Data focus Data Subjektif : Tidak terkaji, pasien di bius GA Data obyektif : 



Pasien di posisikan supine







Pasien di bius GA







Terpasang ETT







TTV: TD: 100/70 HR: 69x/menit RR: 18x/mnt S: 36,5 °C, SPO2 : 98 %



37



b. Analisa Data Dan Intra Operasi



No 1



Hari/Tgl/jam Senin, 29/02/2020 Jam : 16.15



Data DS: Tidak terkaji



Etiologi



Resiko Infeksi



Etiologi: virus, bakteri, dentogen,



DO: -



Masalah



berenang dan menyelam, trauma,



Pasien di bius



garutrauma



GA -



Posisi supine



-



TTV: TD: 100 Infeksi pada sinus /70 N: 69x/mnt RR: 18x/mnt, Spo2: 100 %



-



peradangan sinus



Operasi di mulai jam 16.10 – sinusitis



16.45



Tindakan pembedahan: FESS



Resiko infeksi



38



39



 Rumusan Diagnosa Keperawatan Intra operasi Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan intra operasi



 Intervensi Keperawatan Intra operasi



No 1



Diagnosa Resiko infeksi



Tujuan Setelah



Intervensi 1) Memastikan



Rasional 1) Mencegah



dilakukan



ruangan operasi



penyebaran



tindakan



dalam keadaan



bakteri



keperawatan



bersih



1 x 15 menit,



2) Gunakan



2) Dapat mencegah



diharapkan tidak



pakaian khusus



kontaminasi



terjadi infeksi



ruang operasi



kuman pada



pada pasien



3) Menghitung



daerah operasi



dengan kriteria



jumlah



kasa,



hasil :



jarum,



bisturi,



1) Tidak



dapper,



dan



3) Menghindari infeksi yang di akibatkan bila



ada



instrumen



kassa, jarum



tanda-



bedah



dan blade



tanda



4) Melakukan



terjadi



time out



infeksi 2) TTV



5) Melakukan sign out



40



tertinggal dalam tubuh pasien 4) Time out wajib dilakukan untuk



dalam



memastikan



batas



benar pasien,



normal



benar prosedur, benar area operasi 5) Sign out dilakukan pada saat setelah pembedahan selesai untuk memastikan tidak ada instrument yang tertinggal di dalam tubuh paisen.



 Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi



No.



Tgl/jam



Implementasi



Evaluasi



Diagnosa 1



29/02/202



1) Memaastikan



S : Tidak terkaji



0



safety bell tetap



O : pasien tampak



Jam :



terpasang



tertidur dan lemas,



17.15



pasien



pada sampai



KU : baik, TTV : TD :



pasien sadar dan



100/70 mmHg, HR:



di pindahkan ke



89 x/menit, RR: 21



ruang RR 2.



x/menit, S:36,3 °C,



Mengecek



Spo2: 98 %



daerah



A : Resiko infeksi



dan



operasi integritas



kulit



dalam observasi P : - Monitoring



2) Menghitung



Hemodinamik



jumlah



kasa,



jarum,



bisturi,



dapper,



dan KU -



dan



intake dan



instrumen bedah 3) Membersihkan kulit



output -



pasien



dengan Nacl dan



Monitoring



Memberikan posisi nyaman



-



Memastikasn



kassa bersih



bed rail



4) Memindahkan



terkunci



pasien



dengan



menggunakan pad slide.



3. ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI a. Data focus



Data Subjektif : Tidak terkaji Data obyektif : -



Pasien tampak lemas karena masih terpengaruh obat bius



-



Terdapat luka insisi di maxila dan nassal



-



Terpasang tampon maxila



-



Terpasang O2 simple mask 5 lt/menit



-



TTV: TD: 130/80 HR: 89 x/menit RR: 17 x/mnt S: 36,5 °C, SPO2 : 99 %



b.



No 1



Analisa Data Dan Post Operasi



Hari/Tgl/jam Sabtu, 29/02/2020 Jam : 17.15



Data DS: Tidak terkaji DO: -



Pasien tampak



Masalah



Etiologi



Ketidakefektifan



Etiologi: virus, bakteri,



bersihan jalan



dentogen, berenang dan



nafas



menyelam, trauma, garutrauma



tertidur lemas, pasien masih Infeksi pada sinus terpengaruh obat bius. -



Terdapat luka



peradangan sinus



insisi di maxila -



Terpasang tampon, surgy



sinusitis



cell dan spongestan -



Terpasang O2



Tindakan pembedahan: FESS



simple mask 5 lt/menit -



TTV: TD: 100 /70 HR: 76 x/menit RR: 17



Terdapat luka insisi maxila



x/menit, S: 36,6



Terpasang tampon,



°C, Spo2: 98 %.



surgy cell, dan spongestan



Jalan napas terganggu



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



 Rumusan Diagnosa Keperawatan Post operasi Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan luka insisi sinus maxila dan adanya tampon di maxila.



 Intervensi Keperawatan Post Operasi



N



Diagnosa



Tujuan



Intervensi



Rasional



o 1



Ketidakefekt



Setelah dilakukan



1)



Monitor



1) Mengkaji seberapa besar



ifan bersihan



tindakan keperawatan 1 x



tingkat



resiko terhadap terjadinya



jalan nafas



15 menit, diharapkan jalan



kesadaran,



aspirasi.Gerak pasif dapat



nafas tetap paten, denngan



batuk



Kriteria hasil :



kemampuan



dengan cara disangga,



menelan.



agar tidak terjadi



-



Klien dapat bernafas dengan



2)



mudah -



dan



mencegah kontraktur, dan



pergeseran pada tulang



Pelihara



yang fraktur



jalan nafas.



Pasien mampu



3)



menelan dan



2) Memastikan jalan nafas



Lakukan



tetap paten.



suction jika



mengunyah tanpa



3) Menyingkirkan faktor



diperluka.



yang dapat menghambat



terjadinya aspirasi 4) -



Naikan jalannya aspirasi.



TTV dalam batas kepala



304) Mempermudah fungsi



normal 45



derajat pernapasan dan



pada



saat meminimalisir gangguan



berbaring. aspirasi



 Pelaksanaan Dan Evaluasi Post Operasi



No.



Tgl/jam



Implementasi



Evaluasi



Diagnosa 1



29/02/2020 Jam : 17.20



1) Mengobservasi TTV



dan



pasien 2) Mengobservasi



S : Tidak terkaji KU



O : pasien tampak lemas karena masih dalam pengaruh obat bius, terdapat luka insisi



luka post op



maxila, terpasang tampon,



3) Memastikan



bed



rail terkunci



surgy cell, spongestan, terpasang O2 SM 5 lt/menit,



4) Memberikan posisi nyaman 5) Memberikan



terpasang infus RL 20 tpm, KU : baik, TTV : TD : 100/70 mmHg, HR: 89 x/menit, RR:



terapi O2 simple



21 x/menit, S:36,3 °C, Spo2:



mask 5 lt/menit



98 %



6) Ajarkan relaksasi



teknik



A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas dalam observasi P : - Monitoring Hemodinamik dan KU -



Monitoring intake dan output



-



Observasi luka post op



-



Memberikan posisi nyaman : HU 30-45 º



-



Memastikasn bed rail terkunci



BAB IV PEMBAHASAN



Pasien datang ke RSUS dengan keluhan Pasien mengatakan hidung sering tersumbat kurang lebih sejak 2005, dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan memberat saat terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit bernapas, hidung berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata. pasien datang ke poli dr.M, Sp.THT-KL dan didiagnosa Rhinosinusitias. Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung, sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis (Rosendfeld dkk, 2015; Johnson dan Rosen 2015). Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif minimal yang dilakukan pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan “mucociliary clearance” dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Tindakan ini hampir menggantikan semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal (HTA, 2006; Mangunkusumo, 2007).



Patogenesis sinus dipengaruhi oleh patensi dari ostium-ostium sinus dan kelancaran pembersihan mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila terdapat gangguan di daerah KOM seperti peradangan, edema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka 13 media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya (Johnson dan Rosen, 2016). Gejala awal mungkin ringan, penderita sering tidak mencari pengobatan pada tahap awal, gejala dapat berupa : -



Demam



-



Pusing



-



ingus kental di hidung, hidung tersumbat



-



nyeri pada pipi terutama sore hari



-



ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.



-



Halitosis (bau mulut) Pada kasus Pasien mengatakan Pasien mengatakan hidung sering tersumbat



dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan memberat saat terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit bernapas, hidung berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata. Pada jam 15.45 WIB Ketika masuk ruang persiapan di kamar operasi pasien tampak cemas dengan tindakan operasi yang akan dilakukan, TTV:TD: 120 /80



mmHg, N:76x/m, S:36,5°C, RR:18x/m, SPO2: 100%. Antibiotic profilaxis injeksi ceftriaxone 2 gr intra OP. pasien sudah puasa makan dan minum. Pasien terpasang IV line pada metacarpal kiri RL 500 ml, tidak ada tanda-tanda plebitis, tetesan infus lancar. Sebelum pasien masuk kamar operasi F , dilakukan prosedur SIGN IN di ruangan persiapan sebagai prosedur safety pasien, Jam 15.55 WIB pasien masuk ke kamar operasi F dengan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, TTV : BP: 113/87mmHg ,N : 85 x/menit, RR : 19 x/menit, S : 36,5 oC, pasien puasa makan dan minum dari jam 10.00 WIB. Jam 16.00 WIB pasien dibius umum dengan posisi supine, SPo2 : 100 %. Peran dan Tugas Scrub Nurse dalam Intra Operatif  Untuk scrub nurse melakukan cuci tangan bedah dengan tahapan sebagai berikut : o



Tahap 1



- Lepaskan semua perhiasan - Pastikan telah APD dengan baik - Memeriksa fungsi kelayakan keran air dan tersedianya clorhecidine 4% - Singsingkan lengan baju hingga 10cm diatas siku -



Basahi tangan dengan air mengalir sampai melebihi siku ( ¾ lengan )



-



Gunakan sabun antiseptik dan lakukan cuci tangan 6 langkah hingga melebihi siku o



-



Tahap 2



Ambil antiseptik menggunakan siku untuk membersihkan kuku, jari-jari tangan, punggung tangan, telapak tangan sebanyak 10 hitungan



-



Kemudian dilanjutkan dengan mengusap tangan hingga ½ di atas siku dengan membaginya menjadi 4 kuadran dengan hitungan sebanyak 10x



-



Bilas dengan air mengalir dimana jari-jari tangan posisinya lebih tinggi dari siku



o



Tahap 3



- Ambil antiseptik dengan siku lalu melakukan cuci tangan 6 langkah hingga ⅓ lengan bahan - Dengan posisi kedua tangan saling menyilang di atas dada namun tidak menyentuh baju, scrub nurse masuk ke ruang operasi  Mengeringkan telapak tangan dan punggung tangan dengan handuk steril pada kedua tangan kemudian bentuk handuk menjadi segitiga untuk mengeringkan tangan kiri lalu membalik handuk pada sisi lainnya untuk mengeringkan tangan kanan.  Menggunakan jas operasi Tahapan : -



Ambil jas operasi steril dengan posisi ibu jari di bawah jas 4 jari di atas jas



-



Mundur 1 langkah dari meja linen kemudian lepas jas operasi hingga menjuntai kurang lebih 30 cm dengan tetap memegang bagian masuk lengan pada jas operasi



-



Dari posisi kedua lengan dari jas operasi kemudian di masukan kedua lengan dan pastikan jari tangan tidak keluar dari jas operasi



-



Tali belakang diikat oleh perawat sirkuler



 Memakai sarung tangan steril -



Sebelumnya scrub nurse sudah membuka sarung tangan di meja linen



-



Memakai sarung tangan steril dengan tahap pertama, yaitu ambil sarung tangan kanan, balik, dan letakkan pada telapak tangan kanan, jepit bagian bawah sarung tangan dengan jempol kanan dan pegang bagian atas sarung tangan dengan tangan kiri



lalu



masukkan



jari



tangan



kanan



kedalam



sarung



tangan



dengan



mempertahankan prinsip steril, lakukan hal sama pada tangan kiri -



Rapikan sarung tangan kanan dan kiri, perhatikan agar manset selalu di dalam sarung tangan



 Setelah memakai sarung tangan steril, buka ikatan depan jas,bungkus tali ikatan dengan pembungkus sarung tangan steril dan berikan ujungnya pada perawat sirkuler untuk diambil lalu perawat sirkulasi berputar dan kita ikat  Kemudian scrub nurse membungkus meja mayo dengan linen mayo steril dan melapisi meja mayo dengan duk steril dan membuat gulungan duk pada meja mayo  Menyiapkan 2 kom steril dan 2 kom bengkok di atas meja tray dimana 1 bengkok kemudian di isi betadine 7,5% + hibiscrub dan 1 kom steril di beri betadine 10% oleh perawat sirkuler.  Mengambil peralatan steril yang telah di buka perawat sirkuler dengan prinsip steril kemudian menyiapkannya pada meja mayo.  Menghitung kasa steril ( kassa x-ray kecil 10 buah dan depper ball 5 buah, tampon THT 1, surgy sel 1, spongestan 1) , instrumen yang di saksikan oleh perawat sirkuler  Menyiapkan 3 kassa depper ball pada kom betadine 10% untuk melakukan teknik aseptic pada area operasi  Asisten dokter melakukan aseptik area operasi  Kemudian di lanjutkan drapping  Menyiapkan peralatan yang akan di gunakan operasi arteroscopy



 Scrub nurse mendekatkan meja mayo ke area operasi serta mendekatkan meja tray dan waskom  Time out dilakukan pukul 16.05 WIB  Proses operasi di mulai : pukul 16.10



TEKNIKAL FLOW: Dokter memasukan lensa di area cavum nasi dan dimasukan tampon yang telah dibuat, setelah menunggu 3-5 menit tampon dikeluarkan,kemudian dilakukan tindakan membuka dan pembersihan, lanjut polipektomi, control perdarahan dengan bipolar dan tampon, tindakan berulang sampai jaringan polip bersih . Setelah dilakukan tindakan operasi, Penutupan area cavum nasi dilakukan kembali dengan memasukan tampon, tampon dicabut dan memasukan surgicell, Nett cell untuk hemostatic. -



Perawat Scrub : hitung Tampon dan alat instrument sebelum dilakukan penutupan



-



Circulating Nurse: Perdarahan :200 cc (Botol Suction + Tampon



-



Pengelolaan Spesimen: Spesimen Polip difiksasi dengan formalin buffer 10% dan diberi Label sticker pasien oleh circulating nurse untuk di PA



-



Balutan : Surgicell, spongostan, Netcell,Kassa, fiksasi dengan Hepafix Bersihkan area operasi dengan kasa lembab sampai bersih. sign out ( kasa,



tampon, & instrumen lengkap) Operasi selesai pukul 16.45 WIB



- Scrub nurse membereskan alat-alat dan memasukkan instrumen kotor ke dalam box instrumen kotor yang telah di beri alkazyme dan memisahkan peralatan yang bersihnya - Perawat sirkuler kemudian membereskan linen kotor, selang suction, melepaskan lempeng elektrosurgical, dan melepaskan ikatan tali pada jas operasi scrub nurse - Scrub nurse melepaskan jas operasi dan menaruhnya pada tempat linen kotor dan membuka sarung tangan serta membuangnya pada tempat sampah infeksius  Scrub nurse lalu mencuci tangan Pasien tiba diruang pemulihan pukul 17.00 WIB, keadaan umum baik, pasien tampak lemas karena masih terpengaruh obat bius, kesadaran Composmentis TTV : BP: 107/72mmHg, N:87 x/menit S: 36oC RR: 19 x/menit, SpO2 : 100%. Setelah pasien tersebut dijemput oleh pihak perawat ruangan, pasien di pindahkan ke bed transfer ruangan, selanjutnya dilakukan operan antara perawat kamar operasi dengan perawat ruangan, baik kelengkapan dokumen selama pembedahan administrasi, resep dokter, laporan pembedahan, asuhan keperawatan, dll. Dari masalah yang ditemukan dari keluhan sampai diagnose keperawatan yang di temukan di teori dan di lapangan terdapat persamaan diagnose yaitu Cemas pada Pre operasi dan intra Operasi resiko infeksi, Post operasi Ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan untuk teknikal Flow prosesnya sama dengan teori.



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



1.



Kesimpulan Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung, sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis (Rosendfeld dkk, 2015; Johnson dan Rosen 2015). Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif minimal yang dilakukan pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan “mucociliary clearance” dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Tindakan ini hampir menggantikan semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil



yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal (HTA, 2006; Mangunkusumo, 2007). Rhinosinusitis dipengaruhi oleh patensi dari ostium-ostium sinus dan kelancaran pembersihan mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila terdapat gangguan di daerah KOM seperti peradangan, edema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka 13 media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya (Johnson dan Rosen, 2016). 2.



Saran Makalah yang kami susun mungkin terdapat kekurangan maupun kesalahan, oleh karena itu saran dan masukan dari pembaca menjadi harapan penulis demi kesempurnaan makalah yang penulis susun ini.



DAFTAR PUSTAKA



Rosenfeld RM, Piccirilo, JF, Chandrasekhar, SS, et al. Clinical practice Guildeline (Update): Adult Sinusitis. Otolaryngology-Head and Neck Surgery, 2015. Al Sayed, AA, Aqu R.U, and Massoud, E. Models for the study of nasal and sinus physiology in health and desease: A riview of the literature Laryngoscope Investig Otolaryngol, 2017. Moore, Keith L, Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. Essential Clinically Oriented Anatomy, 2015. Kent L, Robert S, and Robert C.K. The Etiology and pathogenesis of Choronic Rhinosinusitis: a Riview of Current Hypotheses. Curr Allergy Asthma Rep, 2015.