Tindakan Bedah FESS [PDF]

  • Author / Uploaded
  • TMI
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tindakan bedah sistem telinga hidung tenggorokan



1. Pengertian FESS adalah singkatan dari Functional Endoskopic Sinus Surgery, atau



Bedah



Endoskopi Sinus Fungsional, adalah bedah sinus yang dilakukan dengan penggunaan alat endoskopi dengan tujuan melakukan eradikasi penyakit, memperbaiki pengudaraan (aerasi) dan drainase sinus dengan prinsip mempertahan fungsi sinus secara fisiologis. FESS adalah singkatan dari functional endoscopic sinus surgery, atau bedah endoskopi sinus fungsional, adalah bedah sinus yang di lakukan dengan penggunaan alat endoskopi dengan tujuan melakukan eradikasi penyakit, memperbaiki pengudaraan dan drainase sinus dengan prinsip mempertahan fungsi sinus secara fisiologis 2. Tujuan u n t u k m e n d a p a t k a n pandangan yang jelas dan akurat organ sinus paranasal sehingga



ahli THT-KL akan



dapat



bekerja



lebih



akurat,



jelas



dan



dapat



mengangkatkelainan sinus saja tanpa merusak jarungan yang sehat dan masih perludipertahankan secara fungsional. Operasi FESS ini dapat dimasukkan dalam kategori operasi Minimal Invasif, yaitu operasi yang seminimal mungkin merusak jaringan sehat untuk eradikasi penyakitnya dan mempertahankan fungsi organ yang dioperasi semaksimal mungkin. 3. Indikasi FESS a. FESS paling banyak untuk penanggulangan Sinusitis Menahun (Rinosinustis Kronik) yang sebelumnya telah mendapatkan pengobatan konservatif selama 2- 3 bulan,



kecuali sinusitis yang mengalami komplakasi perlu pertimbangan lain untuk melakukan FESS lebih awal. b. Pengobatan sinusitis secara konservatif adalah antibiotika yang tepat , kortikosteroid oral atau topikal, cuci hidung dengan air garam fisiologis, antialergi, dan atau fisioterapi. Diagnosis sinusitis harus ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang endoskopi dan CT Scan. Foto Rontgen sinus ikhtisar kurang dianjurkan untuk penunjang diagnosis sinusitis. Sinusitis dapat disertai dengan adanya polip hidung. Perlu diperhatikan sinusitis pada anak harus lebih hati-hati untuk pertimbangan operasi FESS, sebaiknya pengobatan konservatif lebih dutamakan kecuali adanya komplikasi pada sinutis kroniknya c. FESS dapat untuk penanggulangan tumor hidung baik jinak atau ganas. Secara endoskopi dapat untuk operasi koreksi sekat hidung yang bengkok (septum deviasi), operasi memperkecil turbin hidung (konka hipertrofi) pengangkatan adenoid dsbnya. 4. Kontra Indikasi FESS a. FESS tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit kelainan darah (lekemia,anemi dsb) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan perdarahan yang yang sulit diatasi. Pasien yang mengkonsumsi obat-obat anti-koagulasi (golongan salisilat) sebaiknya sudah menghentikan konsumsi obat tsb 6-8 hari sebelum operasi. Pasien dengan penyakit sistemik kronik sebaiknya sangat dipertimbangkan untuk dengan hati-hati untuk dilakukan FESS. b. FESS tidak dianjurkan pada sinusitis akut, kecuali terjadi komplikasi sinusitis berat dan setelah pengobatan koservatif yang adekuat. 5. Persiapan pra -pedah a. Persiapan Kondisi Pasien. Pra-operasi kondisi pasien perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Jika ada inflamasi atau udem, harus dihilangkan dahulu, demikian pula jika ada polip, sebaiknya diterapi dengan steroid dahulu (polipektomi



medikamentosa). Kondisi pasien yang hipertensi, memakai obat-obat antikoagulansia juga harus diperhatikan, demikian pula yang menderita asma dan lainnya. b. Naso-endoskopi prabedah untuk menilai anatomi dinding lateral hidung dan variasinya. Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung, anatomi dan variasi dinding lateral misalnya meatus medius sempit karena deviasi septum, konka media bulosa, polip meatus medius, konka media paradoksikal dan lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan mengantisipasi kesulitan dan kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi. c. CT Scan. Gambar CT scan sinus paranasal diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit dan perluasannya serta mengetahui landmark dan variasi anatomi organ sinus paranasal dan hubungannya dengan dasar otak dan orbita serta mempelajari daerah – daerah rawan tembus ke dalam orbita dan intra kranial. Konka-konka, meatus-meatus terutama meatus media beserta kompleks ostiomeatal dan variasi anatomi seperti kedalaman fossa olfaktorius, adanya sel Onodi, sel Haller dan lainnya perlu diketahui dan diidentifikasi, demikian pula lokasi a.etmoid anterior, n.optikus dan a.karotis interna penting diketahui.1 d. Gambar CT scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk panduan operator saat melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT tersebut, operator dapat mengetahui daerah-daerah rawan tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hatihati sehingga tidak terjadi komplikasi operasi. Untuk menilai tingkat keparahan inflamasi dapat menggunakan beberapa sistem gradasi antaranya adalah staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan. 6. Prosedur operasi Jika dibandingkan dengan bedah sinus terdahulu yang secara radikal mengangkat jaringan patologik dan jaringan normal, maka FESS jauh lebih konservatif dan morbiditasnya dengan sendirinya menjadi lebih rendah. Teknik operasi FESS adalah secara bertahap, mulai dari yang paling ringan yaitu infundibulektomi, FESS mini sampai frontosfenoidektomi total. Tahap operasi disesuaikan dengan luas penyakit, sehingga tiap individu berbeda jenis atau tahap operasi. Karenanya tidak ada tindakan rutin seperti bedah sinus terdahulu. Berikut ini dijelaskan tahapan-tahapan operasi. Selama bedah endoskopik sinus, foto intraoperatif harus diambil sebelum pembedahan dimulai. Foto endoskopik sebagai rekaman patologi yang dilihat secara



signifikan. Foto juga sebagai sesuatu yang dimasukkan pada kesimpulan dari prosedur yang dilakukan. Teknologi dengan sistem InstaTark mengambarkan lokasisasi triplanar, intraoperatif menunjukka lapangan operasi endoskopi, baik sebagai axial, coronal, dan sagittal pada gambaran CT Scan. a. Infundibulektomi dan pembesaran ostium sinus maksila Pertama-tama perhatikan akses ke meatus medius, jika sempit akibat deviasi septum, konka bulosa atau polip, koreksi atau angkat polip terlebih dahulu. Tidak setiap deviasi septum harus dikoreksi, kecuali diduga sebagai penyebab penyakit atau dianggap akan mengganggu prosedur endoskopik. Sekali-kali jangan melakukan koreksi septum hanya agar instrumen besar bisa masuk. Tahap awal operasi adalah membuka rongga infundibulum yang sempit dengan cara mengangkat prosesus uncinatus sehingga akses ke ostium sinus maksila terbuka. Selanjutnya ostium dinilai, apakah perlu diperlebar atau dibersihkan dari jaringan patologik. Dengan membuka ostium sinus maksila dan infundibulum maka drenase dan ventilasi sinus maksila pulih kembali dan penyakit di sinus maksila akan sembuh tanpa melakukan manipulasi di dalamnya. Jika kelainan hanya di sinus maksila, tahap awal operasi ini sudah cukup. Tahap operasi semacam ini disebut sebagai Mini FESS atau FESS Mini. b. Eksenterasi sinus maksila Pengangkatan kelainan ekstensif di sinus maksila seperti polip difus atau kista besar dan jamur masif, dapat menggunakan cunam bengkok yang dimasukkan melalui ostium sinus maksila yang telah diperlebar. Dapat pula dipertimbangkan memasukkan cunam melalui meatus inferior jika cara diatas gagal. Jika tindakan ini sulit, lakukanlah bedah Caldwell-Luc, tetapi prinsip FESS yang hanya mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan melebarkan ostium asli di meatus medius dianjurkan untuk dilakukan disini. Operasi Caldwell-luc yang dilakukan pada sinusitis kronik untuk memperbaiki drainase sinus maksila, salah satu cavum terletak di bawah mata. Untuk memasuki sinus maksila melalui rahang atas pada gigi molar kedua. “Jendela” ini dibuat untuk menghubungkan sinus maksila dengan hidung, kemudian memperbaiki drainase. c. Etmoidektomi retrograde Jika ada sinusitis etmoid, operasi dilanjutkan dengan etmoidektomi, sel-sel sinus dibersihkan termasuk daerah resesus frontal jika ada sumbatan di daerah ini dan jika disertai sinusitis frontal. Caranya adalah retrograde sebagai berikut. Setelah tahap



awal tadi (FESS Mini), sebaiknya mempergunakan teleskop 0 0, dinding anterior bula etmoid ditembus dan diangkat sampai tampak dinding belakangnya yaitu lamina basalis yang membatasi sel-sel etmoid anterior dan posterior. Jika ada sinus lateralis, maka lamina basalis akan berada dibalakang sinus lateralis ini. Lamina basalis berada tepat di depan endoskop 00 dan tampak tipis keabu-abuan, lamina ditembus di bagian infero-medialnya untuk membuka sinus etmoid posterior. Selanjutnya sel-sel etmoid posterior (umumnya selnya besar-besar) di observasi dan jika ada kelainan, sel-sel dibersihkan dan atap sinus etmoid posterior yang merupakan dasar otak diidentifikasi. Identifikasi dasar otak di sinus etmoid posterior sangat penting mencegah penetrasi dasar otak pada pengangkatan sel etmoid selanjutnya. Dengan jejas dasar otak sebagai batas atas diseksi, maka diseksi dilanjutkan ke depan secara retrograde membersihkan partisi sel-sel etmoid anterior sambil memperhatikan batas superior diseksi adalah tulang keras dasar otak (fossa kranii anterior), batas lateral adalah lamina papirasea dan batas medial konka media. Disini mempergunakan teleskop 00 atau 300. Cara membersihkan sel etmoid anterior secara retrograde ini lebih aman dibandingkan cara lama yaitu dari anterior ke posterior dengan kemungkinan penetrasi intrakranial lebih besar. Keuntungan melakukan diseksi etmoid posterior terlebih dahulu adalah karena dasar otak yang merupakan atap sinus etmoid posterior lebih mudah ditemukan dan diidentifikasi sebagai tulang keras yang letaknya agak horisontal sehingga kemungkinan penetrasi lebih kecil dari pada di etmoid anterior dimana dasar otaknya lebih vertikal. 1) Arteri etmoid anterior. Identifikasi arteri sangat penting. Ia berada di atas perlekatan bula etmoid pada dasar otak. Setelah diseksi, arteri akan tampak dalam kanal tulang di batas belakang atap resesus frontal. Hindari trauma pada arteri ini. 2) Sel Onodi. Sel Onodi tampak pada gambar CT dan menurut Sethi akan ditemukan 1: 2-3 pada spesimen Asia. Bahaya keberadaan sel Onodi adalah kemungkinan melekatnya n.optikus dan a.Karotis Interna pada dinding lateralnya. Saat diseksi di sinus etmoid posterior, harus ingat adanya sel Onodi. Jika ada sel etmoid posterior yang sangat berpneumatisasi, berbentuk piramid dengan dasarnya menghadap ke endoskop, ini adalah sel Onodi. Perhatikan apakah ada penonjolan n.optikus dan / atau a.karotis di sisi lateralnya. Hindari trauma pada organ penting ini, terutama trauma pada a.karotis interna dapat berakibat fatal bagi pasien.



d. Sinus frontal Untuk memperbaiki drenase sinus frontal dan membuka ostium sinus frontal, resesus frontal harus dibersihkan terlebih dahulu. Diseksi disini menggunakan cunam Blakesley upturned dipandu endoskop 300. Setelah partisi sel-sel resesus frontal dibersihkan, ostium biasanya langsung tampak. Lokasi ostium dapat di identifikasi berdasar tempat perlekatan superior dari prosesus unsinatus. Jika perlekatan tersebut pada orbita, maka drenase dan lokasi ostium ada di sebelah medial perlekatan unsinatus. Jika unsinatus melekat pada dasar otak atau konka media, maka drenase dan ostium ada disebelah lateral perlekatan. Panduan ini terutama diperlukan jika ostium tersembunyi oleh polip, sel-sel frontal dan variasi anatomi. Hati-hati saat diseksi di sisi medial,terutama jika pada gambar CT scan ditemukan lamina lateralis kribriformis yang panjang (Keros tipe III), hindarkan ujung cunam menghadap daerah ini. Beberapa penyebab ostium sinus frontal tersembunyi adalah jaringan udem, polip/popipoid, sisa prosesus uncinatus di bagian superior, variasi anatomi seperti selsel agger nasi yang meluas ke posterior, bula etmoid meluas ke anterior, sel supraorbital sangat cekung menyerupai kedalaman sinus frontal dan lainnya. Semua ini dibersihkan dengan cunam Blekesley upturned, cunam-cunam jerapah atau kuret J dipandu endoskop 30 dan atau 70, dengan memperhatikan luasnya sinus frontal pada gambar CT, serta mengingat lokasi drenase sinus frontal, kekeliruan membuka ostium sinus frontal dapat dihindari. Adanya gelembung udara atau turunnya sekret menunjukkan lokasi ostium yang sebenarnya. Kista atau polip di sinus frontal dapat dibersihkan dengan menarik ujung polip yang dapat dicapai dengan cunam jerapah, biasanya seluruh polip ikut tertarik keluar. Cunam jerapah ini khusus dibuat untuk bekerja di atap resesus frontal. Polip yang berada di ujung lateral sinus frontal merupakan kontraindikasi tindakan FESS karena tidak dapat dicapai dengan teknik ini, dalam hal ini harus dilakukan pendekatan ekstranasal. Jaringan parut masif yang menutup ostium juga merupakan kontraindikasi FESS. Pada keadaan ini operasi trepanasi sinus frontal yang dikombinasi endoskopi merupakan pilihan. Setelah resesus frontal dan infudibulum dibersihkan, maka jalan ke sinus frontal dan maksila sudah terbuka, drenase dan



ventilasi akan pulih dan kelainan patologik di kedua sinus tersebut akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu tanpa dilakukan suatu tindakan didalamnya. Ada beberapa teknik yang bisa dilakukan mencegah trauma a.etmoid anterior dan dasar otak antaranya Intact Bulla Technique dan Axillary Flap. e. Sfenoidektomi Biasa yang dilakukan bukan sfenoidektomi tetapi sfenoidotomi, yaitu hanya membuka sinus sfenoid. Ini bukan prosedur rutin FESS. Di dalam sinus ada kanal n.optikus



dan



a.karotis,



sehingga



manipulasi



daerah



ini



dapat



berakibat



kebutaan,kebocoran likuor atau perdarahan hebat dengan kemungkinan fatal. Sfenoidektomi memerlukan perencanaan yang matang. Manipulasi di sinus sfenoid harus dilakukan secara hati-hati. Karena n.optikus dan a.karotis berada di daerah laterosuperior, maka sebaiknya diseksi di bagian medial dan inferior saja. Jika ingin mengangkat septum intersfenoid, harus yakin bahwa ujung septum tidak bertaut pada a.karotis interna atau n.optikus. Prinsip ini penting dalam menunjang hasil terapi. Kennedy mengemukakan bahwa dengan mempertahankan mukosa sedapat mungkin, penyembuhan terjadi lebih cepat dan lebih baik. 7. Komplikasi Semenjak diperkenalkan teknik BSEF sangat populer dan diadopsi dengan cepat oleh para ahli bedah THT di seluruh dunia. Seiring dengan kemajuannya, muncul berbagai komplikasi akibat operasi bahkan komplikasi yang berbahaya. a. Komplikasi Intranasal 1) Sinekia. Masalah yang sering timbul berkaitan dengan bedah sinus endoskopik adalah terjadinya sinekia yang disebabkan melekatnya dua permukaan luka yang saling berdekatan, umumnya permukaan konka media dan dinding lateral hidung. Disfungsi penciuman dapat terjadi bila celah olfaktori obstruksi akibat sinekia konka media dengan septum. Untuk mencegah ketidak stabilan konka media, maka perlekatan superior dan inferior dari konka media harus dipertahankan. 2) Stenosis ostium sinus maksila. Stenosis ostium sinus maksila pasca pembedahan terjadi sekitar 2 %. Pembukaan ostium sebesar diameter 3 mm diperkirakan sudah dapat menghasilkan drainase fisiologik. Metode terbaik memperlebar ostium adalah dengan membuka ke salah satu atau beberapa dari arah ini yaitu ke



anterior, posterior, dan inferior. Bila stenosis terjadi bersamaan dengan timbulnya gejala maka revisi bedah mungkin diperlukan. 3) Kerusakan duktus nasolakriamalis. Komplikasi ini sangat jarang karena duksus nasolakrimalis berada di sepanjang kanal keras sakus lakrimalis dan bermuara di meatus inferior. Duktus ini dapat terluka saat pelebaran ostium maksila ke arah anterior. Rekomendasi untuk mencegah hal ini adalah melakukan pelebaran ostium sinus maksila terutama dari arah posterior dan / inferior. b. Komplikasi Periorbital/Orbital 1) Edema kelopak mata/ekimosis/emfisema. Edema kelopak mata, ekimosis, dan atau emfisema kelopak mata secara tidak langsung terjadi akibat trauma pada lamina papirasea. Proyeksi medial lamina papirasea pada rongga hidung dan struktur tulangnya yang lembut menyebabkan lamina papirasea mudah trauma selama prosedur bedah dilakukan. Pada umumnya akan sembuh sendiri dalam 5 hari tanpa diperlukan pengobatam khusus. 2) Perdarahan retrobulbar. Perdarahan retrobulbar merupakan komplikasi yang berbahaya. Tandanya adalah proptosis mendadak, bola mata keras disertai edema kelopak mata, perdarahan subkonjungtiva, nyeri, oftalmoplegi, dan proptosis. Seiring dengan meningkatnya tekanan intraokuler, iskemi retina terjadi dan menyebabkan kehilangan penglihatan, midriasis dan defek pupil. Karenanya saat prosedur pembedahan, mata pasien agar selalu tampak dalam pandangan operator. 3) Kerusakan nervus optikus. Meskipun sangat jarang, komplikasi ini pernah dilaporkan. Visualisasi yang kurang adekuat selama pembedahan, yang dapat pula disebabkan oleh adanya perdarahan, serta buruknya pemahaman mengenai anatomi bedah merupakan penyebab terjadinya trauma pada n.optikus yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan. 4) Gangguan pergerakan otot mata. Pembedahan pada dinding medial dapat menyebabkan trauma atau putusnya otot rektus medialis atau otot oblikus superior mata serta kerusakan pada saraf yang menginervasinya. 5) Komplikasi (penyulit) yang mungkin adalah perdarahan selama atau sesudah operasi, hal ini dapat dihindari bila persiapannya pra bedah dijalan dengan baik. Perdarahan ringan dapat diatasi dengan obat-obatan saja. Perdarahan sedang atau berat biasanya dilakukan tampon hidung ulang. Perdarahan dapat menjalar ke



bola mata sehingga terlihat bola mata lebih menonjol. Penglihatan ganda atau juling. Biasanya dalam beberapa hari akan menghilang. 8. Keuntungan Keuntungan yang didapat bagi pasien adalah waktu rawat yanglebih singkat, bahkan hanya perlu rawat sehari saja, perdarahan yangterjadi sangat minimal, rasa nyeri juga lebih ringan, dan pasien masihdapat melakukan aktivitas rutin yang ringan tanpa terganggu.



DAFTAR PUSTAKA Adams, G.L (1997), Boies : Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. EGC : Jakarta. Budisantoso, A (2009). www. com/index.php/option diakses 4 April 2009. Charlene J.R, dkk. (2001), Keperawatan Medikal Bedah. Buku I. Salemba Medika, Jakarta. Smeltzer, Susanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddart, Edisi 8, EGC : Jakarta. Soeparti, E.A (2001). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung – Tenggorokan Kepala Leher, Gaya Baru : Jakarta. PERHATI. Functional Endscopic Sinus Surgery di Indonesia. 2006. HTA Indonesia, Departemen Kesehatan, Jakarta P. 1-52



Budiman Bestari J., Yurni. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Dengan Teknik Hipotensi Terkendali Pada Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronis. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL, FK UNAND/RS.M.Djamil Padang. American Academy of Otolaryngology. Head and Neck Surgery : Fact Sheet : Sinus Surgery. 2012. [Cited 01 Nophember 2012] Patel Ankit, Meyers Arlen. Functional Endoscopic Sinus Surgery. 2011. [Cited 01 Nophember 2012]. Available : http://emedicine.medscape.com/article/863420-overview Rowe-Jnes Julian M., Medcalf Mark, Durham Stephen R., Richards David H., Mackay Ian S. Functional Endoscopic Sinus Surgery: 5 Year Follow up and results of a prospective, randomised, stratified, double-blind, placebo controlled study of postoperative fluticasone propionate aqueous nasal spray. Rhinology, 43, 2-10. Stankiewicz James A., Na Hanjo, Chow James M. Revision Endoscopic Sinus Surgery. In : Sinus Surgery Endoscopic and Microscopic Approaches. Thieme Medical Publishers, Inc. 2005,New York. P. 260-323. Rossy Rosalinda, Budiman Bestari J. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL, FK UNAND/RS.M.Djamil Padang.