BAB I LATAR BELAKANG + Teori ANEMIA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan kondisi kurangnya kadar hemoglobin darah sehingga proses pengikatan oksigen terganggu yang mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh menurun. lbu hamiI dapat dikategorikan dalam kelompok yang berisiko mengalami anemia, meskipun umumnya bersifat ‘fisiologis’. Anemia akan terjadi di ibu hamil jika kadar hemoglobinnya kurang dari 11,0 g/dL. Anemia pada masa kehamilan merupakan masalah kesehatan terkait kesehatan ibu dan anak yang penting dan perlu ditangani yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil disebut “potensial danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak). Anemia merupakan kelanjutan dari dampak kurang vitamin dan mineral yang sering menimbulkan gejala lemah, letih, lesu, pusing. Terkhusus di Indonesia prevalensi anemia ibu hamil adalah 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia serta salah satu negara dengan jumlah penderita anemia kehamilan terbanyak.Tingginya pravalensinya anemia pada ibu hamil merupakan masalah yang tengah dihadapi pemerintah Indonesia (Akmila et al., 2020). Anemia pada ibu hamil berpengaruh terhadap kualitas manusia yang akan dilahirkan dan kualitas sumber berpengaruh kualitas daya manusia (SDM) generasi yang akan datang. Selain itu, anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan kejadian abortus, prematus, berat badan lahir rendah (BBLR), serta dapat menyebabkan kematian pada ibu hamil pada waktu dan sesudah melahirkan. Anemia merupakan masalah yang dialami oleh 41,8% ibu hamil di dunia. Sekitar setengah dari kejadian anemia tersebut disebabkan karena defisiensi besi. Adapun prevalensi anemia pada ibu hamil di dunia yaitu diperkirakan Afrika sebesar 57,1%, Asia 48,2% , Eropa 25,1% dan Amerika 24,1%. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sekitar 37,1%.yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%) Infodatin Gizi (Syarfaini et al., 2019).



Angka Kematian Ibu (AKI) adalah salah satu dari indikator dalam mengukur derajat kesehatan pada perempuan. AKI di Indonesia masih tinggi, jauh di bawah target yaitu sebanyak 305/100.000 Kelahiran hidup (KH), padahal target dari Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu menurunkan AKI sebanyak kurang dari 70/100.000 Kelahiran Hidup (KH). AKI di Provinsi Jawa Tengah cenderung menurun dari tahun ke tahun, yaitu pada tahun 2017 sebesar 475 kasus (88,05/100.000 KH), mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 602 kasus (109,65/100.000 KH) dan pada tahun 2015 sebanyak 619 kasus. Kesehatan keluarga dan Gizi bahwasanya angka kematian Ibu atau AKI pada periode tahun 2019 ada sebanyak 15 kasus. Sedangkan jumlah kematian bayi atau AKB mencapai 155 kasus. Salah satu penyebab AKI terbesar adalah perdarahan. Penyebab perdarahan antara lain adalah anemia pada kehamilan (Yunadi et al., 2020) Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan adalah 12-28% angka kematian janin, 30% kematian perinatal dan 7-10% angka kematian Neonatal. Proporsi anemia pada ibu hamil tahun 2018 sebanyak 48,9%. Diperkirakan bahwa angka kejadian anemia mencapai 12,8% kematian ibu hamil di Asia, Afrika 57,1 %, Amerika 24,1 % dan Eropa 25,1 %.(3) Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, prevalensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia sebesar 37,1%.Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup mengalami peningkatan dari survey sebelumnya pada tahun 2007 yaitu sebesar 228 per 100 ribu kelahiran hidup.(5) AKI di daerah Sumatera Utara pada tahun 2014,328/100.000 kelahiran hidup dibandingkan dengan tahun 2013 dan di tahun 2015 penurunan jumlah kematian ibu sangat signifikan yaitu sebesar 29 kasus (Hutahaean et al., 2020). B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan suatu permasalahan :



a. Apa Definisi Anemia ? b. Apa Penyebab Terjadinya Anemia ? c. Apa saja Diagnosa Anemia dalam kehamilan ? d. Apa Anemia Fisiologi pada ibu hamil ? e. Bagaimana Patofisiologi Anemia dalam kehamilan ? f. Apa saja Faktor-faktor yang Memengaruhi Anemia pada Kehamilan ? g. Bagaimana Pengaruh Anemia dalam kehamilan ? BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. DEFINISI 1. Anemia Anemia adalah jumlah hemoglobin dalam darah kurang dari 12gr/100 ml (Prawiroharjo, 2006. Anemia adalah penyakit yang terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah kadar Hb (Hemoglobin), hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal atau bisa disebut juga penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi atau jumlah kadar hemoglobin (Hb) dibawah batas normal. Menurut American Society of Hematology, anemia adalah menurunnya jumlah hemoglobin dari batas normal sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia ditandai dengan beberapa gejala yaitu sering lesu, lemah, pusing, mata berkunang-kunang dan wajah pucat. Hal ini dapat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit dan mengakibatkan menurunnya aktivitas dan kurang konsentrasi. 2. Anemia pada kehamilan



Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) < 11 gr% pada trimester I dan III, sedangkan pada trimester II kadar hemoglobin < 10,5 gr%. Anemia kehamilan di sebut



“potentional



danger



to



mother



and



child”



(potensi



membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan [ CITATION Man10 \l 1033 ] Anemia dalam kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat dan ekonomi utama di seluruh dunia dan berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Anemia kehamilan juga bisa memiliki sekuele jangka pendek dan jauh yang mendalam untuk bayi baru lahir. B. PENYEBAB Penyebab anemia pada ibu hamil adalah kekurangan zat besi dalam tubuh. Wanita hamil sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi karena pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan



produksi



eritropoietin.



Akibatnya,



volume



plasma



bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan



dengan



peningkatan



eritrosit



sehingga



penurunan



konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi [ CITATION Har19 \l 1033 ] C. Diagnosis Anemia dalam Kehamilan Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut. Hb 11 g% : tidak anemia Hb 9-10g% : anemia ringan



Hb 7-8% : anemia sedang Hb < 7g% : anemia berat Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling sederhana adalah metode Sahli, dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin. Hasil pembacaan metode Sahli dipengaruhi subjektivitas karena yang membandingkan warna adalah mata telanjang. Di samping faktor mata, faktor lain misalnya ketajaman, penyinaran, dan sebagainya dapat memengaruhi hasil pembacaan. Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan bila pemeriksaannya telah terlatih maka hasilnya dapat diandalkan. Metode yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin. Prinsip pembacaan hasil sama dengan metode Sahli tetapi menggunakan alat elektronik (fotometer) sehingga lebih objektif. Namun, fotometer saat ini masih cukup mahal sehingga belum semua laboratorium memilikinya. Mengingat hal di atas, percobaan dengan metode Sahli masih digunakan di samping metode cyanmethemoglobin yang lebih canggih. D. Anemia Fisiologi pada Ibu Hamil Perubahan fisiologis alami yang terjadi selama kehamilan akan memengaruhi jumlah sel darah merah normal pada kehamilan. Peningkatan volume darah ibu terutama terjadi akibat peningkatan plasma, bukan akibat peningkatan sel darah merah. Walaupun ada peningkatan jumlah sel darah merah di dalam sirkulasi, tetapi jumlahnya tidak seimbang dengan peningkatan volume plasma. Ketidakseimbangan ini akan terlihat dalam bentuk penurunan kadar Hb (hemoglobin) (Manuaba IB, 2012). Peningkatan jumlah eritrosit ini juga merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan kebutuhan akan zat besi selama kehamilan sekaligus untuk janin. Ketidakseimbangan jumlah eritrosit dan plasma mencapai puncaknya pada trimester kedua sebab peningkatan volume



plasma terhenti menjelang akhir kehamilan, sementara produksi sel darah merah terus meningkat. Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah.Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil mengalami hemodelusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30% dan hemoglobin sekitar 19%. E. Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan Anemia pada kehamilan yang disebabkan kekurangan zat besi mencapai kurang lebih 95%. Wanita hamil sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi karena pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. Cadangan zat besi pada wanita yang hamil dapat rendah karena menstruasi dan diet yang buruk. Kehamilan dapat meningkatkan kebutuhan zat besi sebanyak dua atau tiga kali lipat. Zat besi diperlukan untuk produksi sel darah merah ekstra, untuk enzim tertentu yang dibutuhkan untuk jaringan, janin dan plasenta, dan untuk mengganti peningkatan kehilangan harian yang normal [ CITATION Bot12 \l 1033 ]. Kebutuhan zat besi janin yang paling besar terjadi selama empat minggu terakhir dalam kehamilan, dan kebutuhan ini akan terpenuhi dengan mengorbankan kebutuhan ibu. Kebutuhan zat besi selama kehamilan tercukupi sebagian karena tidak terjadi menstruasi dan terjadi peningkatan absorbsi besi dari diet oleh mukosa usus walaupun juga bergantung hanya pada cadangan besi ibu. Zat besi yang terkandung dalam makanan hanya diabsorbsi kurang dari 10%, dan diet biasa tidak dapat mencukupi kebutuhan zat besi ibu hamil. Kebutuhan zat besi yang tidak terpenuhi selama kehamilan dapat menimbulkan konsekuensi anemia defisiensi besi sehingga



dapat membawa pengaruh buruk pada ibu maupun janin, hal ini dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan. F. . Faktor-faktor yang Memengaruhi Anemia pada Kehamilan [ CITATION Pur16 \l 1033 ] Anemia pada kehamilan yang terjadi pada trimester pertama sampai ketiga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Umur ibu hamil Anemia pada kehamilan berhubungan signifikan dengan umur ibu hamil. Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Kurangnya pemenuhan zat-zat gizi selama hamil terutama pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun akan meningkatkan resiko terjadinya anemia. 2. Umur Kehamilan Umur kehamilan dihitung menggunakan Rumus Naegele, yaitu jangka waktu dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) sampai hari dilakukan perhitungan umur kehamilan. Umur kehamilan dinyatakan dalam minggu, kemudian dapat dikategorikan menjadi: Trimester I : 0-12 minggu Trimester II : 13-27 minggu Trimester III : 28-40 minggu Ibu hamil pada trimester pertama dua kali lebih mungkin untuk mengalami anemia dibandingkan pada trimester kedua. Demikian pula ibu hamil di trimester ketiga hampir tiga kali lipat cenderung mengalami anemia dibandingkan pada trimester kedua. Anemia pada trimester pertama bisa disebabkan karena kehilangan nafsu makan, morning sickness, dan dimulainya hemodilusi pada kehamilan 8 minggu. Sementara di trimester ke-3 bisa disebabkan karena kebutuhan nutrisi tinggi untuk pertumbuhan janin dan berbagi zat besi dalam darah ke janin yang akan mengurangi cadangan zat besi ibu.



3. Paritas Penelitian oleh Abriha [ CITATION Abr15 \l 1033 ] menunjukkan bahwa ibu dengan paritas dua atau lebih, berisiko 2,3 kali lebih besar mengalami anemia daripada ibu dengan paritas kurang dari dua. (18) Hal ini dapat dijelaskan karena wanita yang memiliki paritas tinggi umumnya dapat meningkatkan kerentanan untuk perdarahan dan deplesi gizi ibu. Dalam kehamilan yang sehat, perubahan hormonal menyebabkan peningkatan volume plasma yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin namun tidak turun di bawah tingkat tertentu (misalnya 11,0 g / dl). Dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, setiap kehamilan meningkatkan risiko perdarahan sebelum, selama, dan setelah melahirkan.



Paritas



yang



lebih



tinggi



memperparah



risiko



perdarahan. Di sisi lain, seorang wanita dengan paritas. 4. Pekerjaan Penelitian [ CITATION Oba16 \l 1033 ] tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil yang melakukan ANC di Rumah Sakit Daerah Gulu dan Hoima, Uganda menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara faktor pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil yang menjadi ibu rumah tangga merupakan faktor risiko anemia. Kebanyakan ibu rumah tangga hanya bergantung pada pendapatan suami mereka dalam kaitannya dengan kebutuhan finansial. Penelitian lain yaitu oleh Idowu et al (2005) tentang anemia dalam kehamilan di Afrika menunjukkan bahwa ibu hamil yang tidak bekerja berhubungan signifikan dengan anemia karena ibu hamil yang tidak bekerja tidak dapat melakukan kunjungan ANC lebih awal dan kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi. 5. Status KEK (Kekurangan Energi Kronis) Anemia lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis (LLA< 23,5 cm) dibandingkan dengan ibu hamil yang bergizi



baik. Hal tersebut mungkin terkait dengan efek 26 negatif kekurangan energi protein dan kekurangan nutrisi mikronutrien lainnya dalam gangguan bioavailabilitas dan penyimpanan zat besi dan nutrisi hematopoietik lainnya (asam folat dan vitamin B12) G. Pengaruh Anemia dalam Kehamilan Anemia dalam kehamilan dapat menyebabkan abortus, partus prematurus, partus lama, retensio plasenta, perdarahan postpartum karena atonia uteri, syok, infeksi intrapartum maupun postpartum. Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/dl dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Akibat anemia terhadap janin dapat menyebabkan terjadinya kematian janin intrauterin, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal. Ibu hamil dengan kadar hemoglobin (Hb). Pada wanita hamil, anemia meningkatkan risiko kematian ibu dan anak dan memiliki konsekuensi negatif pada kognitif dan fisik 29 pengembangan anak-anak dan produktivitas kerja. Anemia pada kehamilan Manifestasi



dikaitkan klinisnya



dengan



hasil



meliputi



kehamilan



pembatasan



yang



merugikan.



pertumbuhan



janin,



persalinan prematur, berat lahir rendah, gangguan laktasi, interaksi yang buruk ibu atau bayi, depresi post partum, dan meningkatkan kematian janin dan neonatal.



B. Pegkajian 1) Aktivitas / istirahat



Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas



;



penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan. 2) Sirkulasi Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur



sistolik



(DB).



Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan



membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP). 3) Integritas ego Gejala: keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah. Tanda : depresi. 4) Eleminasi Gejala: riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine. Tanda : distensi abdomen.



5) Makanan/cairan Gejala:



penurunan



masukan



diet,



masukan



diet



protein



hewani



rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB). Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB). 6) Neurosensori Gejala: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin Tanda: peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental: tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang- lubang



(aplastik).



Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP). 7) Nyeri/kenyamanan Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB) 8) Pernapasan Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea. 9) Keamanan Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker,



terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi. Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik). 10) Seksualitas Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.



DAFTAR PUSTAKA Akmila, G., Arifin, S., Hayatie, L., Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., Mangkurat, U. L., Ilmu, D., Masyarakat, K., Kedokteran, F., Mangkurat, U. L., & Mangkurat, U. L. (2020). Hubungan faktor sosiodemografi dengan kejadian anemia pada ibu



hamil di Puskesmas Kelayan Timur. Jurnal Homeostasis, 3(1), 201–208. Hutahaean, N., Asriwati, A., & Hadi, A. J. (2020). Analisis Faktor Risiko Anemia pada Ibu Hamil di Klinik Pratama Martua Sudarlis Medan. PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(2), 185–192. Syarfaini, Alam, S., Aeni, S., Habibi, & Noviani, N. A. (2019). Faktor Risiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar.



Al-Sihah:



Public



Health



Science



Journal,



11(2),



143–155.



http://103.55.216.56/index.php/Al-Sihah/article/view/11923/7755 Yunadi, F. D., Faizal, I. agus, & Septiyaningsih, R. (2020). Pemberdayaan Kader Dalam Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Ibu Hamil. Jurnal Pengabdian Masyarakat



Al-Irsyad



(JPMA),



2(2),



144–153.



https://doi.org/10.36760/jpma.v2i2.144



Abriha all, A. A. (2015). prevelence and associated factors ofanemia among pregnant women of mekelle town:A cross sectional study. BMC Res, Notes ;7(888) : 1-6. Bothamley, & Nyoman dan Boyle M. (2012). Patofisiologi dalam kebidanan. jakarta: EGC. Hariati, Alim, A., & Thamrin, I. A. (2019). kejadian anemia pada ibu hamil studi analitik di puskesmas pertiwi kota makssar provinsi sulawesi selatan) . JIKA (jurnal ilmiah kesehatan), Vol 1 No 1 pp 8-17. Manuaba IB, M. (2012). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. jakarta: EGC. Manuaba, I. (2010). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB untuk pendidikan bidan edisi 2. jakarta: EGC. Obai G , & at all. (2016). prevalance of anemia and associated risk factors among pregnant women attending antenatal care in gulu and hoima regional hospitals in uganda :A cross sectional study. BMC pregnancy Childbirth, 1-6 available from : http://dx.doi.org/10.1186/s12884-016-0865-4. Purwandari A, Lumy F, & Polak F. (2016). faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia. J IIm bidan, ISSN. 4(1) :62-8.