BAB I Metode Penafsiran Alquran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat allah swt, karena berkat rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Ilmu Tafsir ini. Kami ucapkan rasa terimakasih kepada Bapak Heri Hasibuan, MA selaku dosen pengampu, karena dengan adanya tugas ini mampu menambah ilmu serta wawasan khususnya bagi penulis, dan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh lebih sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu ilmu pengetahuan bagi kita semua. Dharmasraya, 28 Maret 2016



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Metode .................................................................................................. 3 B. Pengertian Tafsir ...................................................................................................... 4 C. Metodologi Tafsir..................................................................................................... 5 D. Al-Tafsir al-Tahliliy (Analisis) ................................................................................ 5 E. Al-Tafsir al-Ijmaliy (Global)................................................................................... 11 F. Al-Tafsir al- Maudlu‟iy (Tematik) .......................................................................... 12 G. Al-Tafsir al- Muqarin (Perbandingan/Komparasi).................................................. 12



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................................. 9 B. Saran .......................................................................................................................... 9



DAFTAR PUSTAKA



ii



1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Al-quran adalah sumber hukum pertama bagi umat Muhammad, kemampuan setiap orang dalam memahami tafsir dan ungkapan al-quran tidaklah sama. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangkan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami makna-makna yang dzahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global. Sedang kalangan cendekia dan terpelajar akan dapat menyimpulkan makna yang terkandung dibalik ayatnya. Dari situ kita dapat menyimpulkan bahwa tafsir al-quran sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang membaca al-quran tapi banyak juga yang hanya sekedar membaca tanpa bias memahami setiap ayat yang di bacanya. Ilmu tafsir sangat berguna untuk memahami makna al-quran. Oleh karena itu mempelajari tafsir al-quran merupakan sesuatu yang urgen untuk mengetahui maksut Allah (dalam al-quran). Tentu saja dengan batas kemampuan yang tidak dimiliki menyangkut perintah dan larangan yang telah disyariatkan Allah kepada hamba-hambanya agar menjalani kehidupan dunia yang lurus dan dapat mempersiapkan bekal yang cukup untuk akhirat. Juga untuk memahami petunjuk Allah, yang menyangkut akidah, ibadah, akhlak, dengan harapan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat1.



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan metode ? 2. Apa yang dimaksud dengan tafsir ? 3. apa saja metode-metode yang digunakan dalam menafsirkan al-quran ?



1



Dr. Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara Penerapannya, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), hal. 24.



C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan metode. 2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tafsir 3. Untuk mengetahui apa saja metode-metode yang digunakan dalam menafsirkan al-quran.



2



BAB II PEMBAHASAN A.



Pengertian Metode Kata „metode‟ berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti “cara atau



jalan“2 Di dalam bahasa Arab kata ini ditulis “Thoriqot” dan “manhaj”. Di dalam pemakaian bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”3. Pengertian „metode‟ yang umum itu dapat digunakan pada berbagai objek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran akal, atau menyangkut pekerjaan fisik. Jadi dapat dikatakan metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan ini maka studi tafsir Al-Qur‟an tidak lepas dari metode, yakni ”suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al–Qur’an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad saw”4. Definisi itu memberikan gambaran kepada kita bahwa metode tafsir Al-Qur‟an tersebut berisi seperangkat tatanan dan aturan yang harus diindahkan ketika menafsirkan Al-Qur‟an tanpa menempuh alur-alur yang telah ditetapkan dalam metode tafsir, maka tidak mustahil penafsirannya akan keliru. Tafsir serupa ini disebut bi al-ra’y al-mahdh (tafsir berdasarkan pemikiran semata) yang dilarang oleh Nabi; bahkan Ibn Taymiyat menegaskan bahwa penafsiran serupa itu adalah haram5.



2



Fuad Hasan dan Kuntjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1977), hlm, 16. 3 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Hlm. 649. 4 Khaeruman Badri, Sejarah Perkembangan Tafsiral-Qur’an. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004). hlm. 99. 5 Ibid, hal, 99-101



3



B. Pengertian Tafsir Tafsir menurut bahasa (etimologi) adalah merupakan (al-iddah) dan menjelaskan (at-Tabyin)6. ia merupakan bentuk taf‟il yang diambil dari kata “alfasr”, yang bararti ; menyatakan (al-ibanah) „membuka‟ (al-kasyfu), dan menjelaskan (al-idharu. Sedang tafsir Al-Quran Al-Karim adalah merupakan penjelasan kalam Allah “azzawajalla”, dengan memaparkan pemahaman kalimat-kalimat serta semua ibarat yang terdapat di dalam al-qur‟an7. Hal itu senada dengan firman-Nya di dalam firman Allah, Q.S. Al-Furqan (25): 33:



         Artinya: ”Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepada-mu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasanya”8. Definisi Tafsir yang panjang adalah: 1. Imam Jalaludin As-suyuthi berpendapat demikian: “Tafsir ialah ilmu yang menerangkan tentang nuzul (turunnya) ayat-ayat, hal ihwalya, sebab-sebab yang terjadi dalam nuzulnya, tarikh makki dan madaniyahnya, muhkam dan mutasyabihnya, halal dan haramnya, wa’ad dan wa’idnya, nasikh dan mansyukhnya, khas dan amnya, mutlaq dan muqayadnya, perintah serta laranganya, ungkapan tamtsilnya, dan lain sebagainya”. 2. Hasbi Ash-shiddieqy mengutif salah satu pendapat dari Abu Hayyan demikian: “Tafsir adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas tentang cara-cara menyebut Al Quran, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik secara ifrad,



6



Supiana, M. Karman, Ulumul Qur’an, (Pustaka Islamika, 2002), hal. 301. Ibid, hal, 302. 8 Al-Quranul Karim, Q.S. Al-Furqan (25): 33, (Bandung: CV. Diponegoro, 2010), hal, 363. 7



4



maupun secara tarkib lain-lain dari pada itu,seperti mengetahui nasakh, sebab nuzul yang menjelaskan pengertian, seperti kisah dan matsalnya”9.



C. Metodologi Tafsir Pada pembahasan diatas kita telah mengenal arti tafsir sampai pada permasalahan-permasalahan lain termasuk di dalamnya bermacam-macam aliran tafsir. maka bab yang kedua ini akan memmbahas tentang metode-metode tasawuf . Para ulama, seperti al-farmawy, telah melakukan pembagian tentang kitabkitab tafsir yang metode dan madzhab penulisannya berbeda-beda menjadi empat macam metode, yaitu: 1. Metode Tafsir Tahlily (Analisis) 2. Metode Tafsir ijmaly (Global) 3. Metode Tafsir Muqaran (Komparatif/Perbandingan) 4. Metode Tafsir Maudhu‟y (Tematik)10 Adapun penjelasannya secara lebih luas sebagai berikut



1. Metode Tafsir Tahlily Metode tafsir tahlily adalah mengkaji ayat-ayat al-qura dari segala segi dan maknanya. seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat al-quran, ayat demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan urutan mushaf utsmani. Dengan demikian ia menguraikan kosa kata lafadz arti sasaranya dan kandungan ayat yaitu unsu I‟jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistimbatkan dari ayat, yaitu hukum fiqih, dalil syar‟i, unsur linguistik, akhlak, tauhid, perinah, larangan, janji, ancaman serta menerangkan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Kesemuanya itu senantiasa mengacu pada asbab nuzul ayat, hadist Rasulullah, riwayat sahabat dan tabi‟in. Para 9



Drs. Ma‟mun Mu‟min, M.Ag, Ilmu Tafsir (Dari ilmu Tafsir Konvesional sampai Kontroversial), (Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, 2009), hlm 19-21. 10 Op.Cit, Dr. Abdul Hayy Al-Farmawi, hal, 39.



5



ulama‟ membagi wujud tafsir al-quran dengan metode tahlily kepada tujuh macam, sebagai berikut11: a. Al-Tafsir bi al-Ma’tsur. Al-Tafsir bi al-Ma‟tsur menurut sebagian pendapat adalah corak tafsir Alquran yang dalam operasional penafsirannya mengutip dari ayat-ayat Alquran sendiri dan apap-apa yang dikutip dari hadits Nabi, pendapat sahabat dan tabi‟in. namun, bagi sebagian mufasir lainnya, tidak memasukkan pendapat tabi‟in kepada tafsir bi al-Ma’tsur, tetapi sebagai tafsir bi al-ra’y. hal ini mungkin, dikarenakan endapat tabi‟in sudah banyak terkooptasi akal. Atau karena mufasirnya dalam menafsirkan



Alquran



lebih



memprioritaskan



kaidah-kaidah



bahasa



tanpa



mengintegritaskan dan kemungkinan besar untuk mengetahui penafsiran suatu ayat berdasarkan petunjuk Nabi. Bahkan, penafsiran sahabat yang menyaksikan nuzul wahyu, dihukumi marfû’ kepada Nabi. Di antara kitab-kitab yang tafsir yang termasuk dalam tafsir bi al-Ma’tsur adalah Jami’ al-Bayan fi Tafsi Alquran karya Ibn Jarir al-Thabariy, Ma’allim alTanzil karya Imam al-Baghawiy, al-Durar al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur karya Jalal al-Din al-Suyuthiy dan lain-lain. b. Al-Tafsir bi al-Ra’y Kata al-Ra’y, secara etimologis, berarti keyakinan, qiyas dan ijtihad. Jadi, AlTafsir bi al-Ra’y adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara ijtihad, yakni rasio yang dijadikan titik tolak penafsiran , setelah mufasir terlebih dahulu memahami bahasa Arab dan aspek-aspek dilalah (pembuktian)nya. Dan mufasir juga menggunakan syair-syair Arab jahili sebagai pendukung, disamping memperhatikan asbab al-nuzul, nasikh dan mansukh, qiraat dan lain-lain.



11



Op.Cit, Supiana, M. Karman, hal. 304.



6



Karena penafsiran dengan corak ini didasarkan ini didasarkan atas hasil pemikiran mufasir sendiri, maka sering terjadi perbedaan di antara seorang mufasir dengan mufasir lainnya, disbanding Tafsir bi al-Ma’tsur. Ayat-ayat yang mendukung yang mendukung kebolehannya , sebagai dikutip al-Subhi Shalih, diantaranya ayat ke-24 dari surat Muhammad



        dan ayat ke-29 dari surat Shad.



          c. Al-Tafsir Fiqh (al-Tafsir al-Fiqhiy/ al-Tafsir al-Ahkam) Al-Tafsir Fiqh (al-Tafsir al-Fiqhiy) atau al-Tafsir al-Ahkam adalah corak tafsir tafsir yang berorientasi kepada hokum Islam (Fiqh). Biasanya, para mufasirnya adalah orang –orang yang termasuk tokoh dalam bidang hukum Islam yang menafsirkan Alquran terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan persoalanpersoalan hukum Islam. Oleh karena itu, penafsiran mereka, terkadang hanya ayatayat Alquran yang berhubungan dengan soal hukum fiqh saja, sedangkan ayat-ayat lain yang tidak memuat hukum-hukum fiqh tidak ditafsirkan, bahkan cenderung tidak dimuat sama sekali. al-Tafsir al-Ahkam ini muncul bersamaan dengan munculnya al-Tafsir bi alMa’tsur, karena dalam membina masyarakat Islam di Madinah, Nabi banyak ditanya oleh para sahabat tentang hal-hal yang berhubungan dengan hukum. Jawabanjawaban Nabi tersebut kemudian disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga era pengkodifikasian pada abad ke-2 H. di antara kitab-kitab tafsir yang bercorak fiqh ini adalah Ahkam Alquran karya al-Jashshash (w. 370 H.), Ahkam Alquran karya Ibn al-Arabiy (w. 543 H), al-Jami li Ahkam Alquran karya al-Qurtubiy (w. 671 H).



7



d. Tafsir Tasawuf (al-Tafsir al-Shufiy) al-Tafsir al-Shufiy adalah corak penafsiran Alquran yang beraliran tasawuf. Sebagai halnya dalam pembagian tasawuf, maka corak tafsir shufiy ini dibagi dua bagian, yaitu: 1. Al-Tafsir al-Shufiy al-Nazhariy (Teoritis) Al-Tafsir al-Shufiy al-Nazhariy adalah tafsir yang disusun oleh ulama-ulama yang dalam menafsirkan Alquran berpegang pada teori-teori tasawuf yang mereka anut dan kembangkan. Salah satu contoh penafsiran mereka adalah terhadap ayat 29 dan 30 dari surat al- Fajr.



      



2. Al-Tafsir al-Shufiy al-Isyariy (Praktis) Al-Tafsir al-Shufiy al-Isyariy adalah tafsir yang berusaha menakwilkan ayatayat Alquran berdasarkan isyarat-isyarat (symbol-simbol) tersembunyi, yang menurut para sufi, hanya diketahui oleh mereka ketika mereka melakukan suluk. Karena tafsir ini sejalan dengan tasawuf „amaliy, maka corak tafsir ini mengacu kepada amalan praktis kaum sufi, seperti hidup sederhana, zuhud, lapar, tidak tidur malam hari, hidup menyendiri, menjaga diri dari segala kenikmatan, memusatkan jiwa dari segala macam syahwat dan menghancurkan diri dalaam taat kepada Allah. Salah atu contoh penafsiran dengan corak ini adalah penafsiran al-Tustariy terhadap ayat 36 dari surat al-Nisa‟:



 . . . .        



8



e. Tafsir Filsafat (al-Tafsir al-falsafiy) al-Tafsir al-falsafiy atau al-tafsir al-rumaziy atau al-tafsir al-‘aqliy adalah tafsir Alquran yang beraliran filsafat, yang pada umumnya difokuskan kepada bidang filsafat dan menyesuaikan paham filsafat melalui petunjuk yang berupa rumus-rumus. Salah satu penafsiran filosuf adalah apa yang dilakukan al-Farabiy terhadap ayat 3 dari surat al-Hadid:



     f. Tafdsir Ilmu Pengetahuan (al-Tafsir al-Ilmiy) Tafsir ‘Ilmiy adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan pendekatan ilmiah atau menggali kandungan Alquran berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan. Ayat-ayat Alquran yang ditafsirkan dalam corak tafsir ini adalah ayat-ayat kawniyyah (kealaman). Dalam penafsiran ayat-ayat tersebut mufasir melengkapinya dengan teori-teori sains. Contoh-contoh kitab dengan corak ini adalah Tafsir Mafatih al-Ghayh karya al-Raziy (w. 666 H), al-Islam Yatahadda karya Wahid al-Din Khan, al-Islam fi ‘Ashr ‘Ilmiy karya Muhammad Ahmad al-Gharmawiy, al-Gidzha wa al-Dawa karya Jamal al-Din al-Fandi dan sebagainya Diantara contoh penafsiran ilmiah adalah, penafsiran QS. Al-Mursalat ayat 30 oleh al-Marasi:



       g. Tafsir al-Adabiy al-Ijtima’iy Kata al-Adabiy, dilihat dari bentuknya termasuk mashdar (infinitif) dari kata kerja aduba, yang berarti sopan santun, tata karma dan sastera. Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-norma yang dijadikan pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupannya dan dalam mengungkapkan karya seninya. Oleh



9



karena itu, istilah al-Adabiy bias diterjemahkan sastera budaya. Sedangkan kata alIjtima’iy, yang berakar pada huruf Jim, mim, dan ‘ain, jama’a, bermakna menyatukan sesuatu. Kata ini menjadi bentuk Ijtama’a, yang melahirkan infinitif Ijtima’, yang berarti banyak bergaul dengan masyarakat, atau biasa diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi, secara etimologis, tafsir al-adabiy al-ijtima’iy adalah tafsir yang berorientasi pada sastera budaya dan kemasyarakatan, yang oleh Mu‟in Salim disebut tafsir dengan pendekatan sosio-kultural. Secara terminilogis, tafsir al-adabiy al-ijtima’iy sebagai disebutkan oleh alFarmawiy adalah corak tafsir yang menitikberatkan penjelasan ayat-ayat Alquran pada aspek ketelitian redaksinya, lalu menyusun kandungannya dalam redaksi yang indah dengan penonjolan aspek-aspek petunjuk Alquran bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat tersebut dengan hokum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia. Muhammad, sebagai peletak corak tafsir ini menjelaskan bahwa tafsir ini dikatakan al-adabiy karena keindahan ayat-ayat Alquran yang dapat dibuktikan langsung dengan ayat-ayat lainnya tanpa harus menggunakan fan (disiplin) ilmu balaghah. Ringkasnya, Abduh menjelaskan keindahan ayat Alquran tersebut dengan apa yang ada di dalam Alquran. Inilah salah satu alas an kenapa tafsir al-adabiy alijtim’iy disebut sebagai tafsir modern. Salah satu contoh penafsiran ini dapat dilihat dalam ayat al-Nisa ayat 43 yang menjelaskan tayammum:



                       2. Metode Tafsir Ijmaliy Metode tafsir ijmaliy adalah metode menafsirkan al-quran dengan secara singkat serta global, tanpa uraian panjang lebar. Dengan metode ini seorang mufassir



10



menjelaskan arti dan maksut ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap al-quran ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf, setelah ia mengemukakan arti-arti itu dalam kerangka uraian yang mudah dipahami oleh semua kalangan, baik orang berilmu (alim, learned) orang pertengahan (mutawasith, intermediate ), dan orang bodoh (jahil). Mufassir dengan metode ini berbicara kepada pembaca dengan cara yang termudah dan menjelaskan arti ayat , sehingga mudah bagi mereka untuk mengetahui hubungan al-quran yaitu nur dan petunjuk, dengan tidak berbelit-belit dan tidak jauh dari sasaran maksud al-quran. kadang kala mufassir dengan metode ini menafsirkan al-quran dengan al-quran, sehingga para pembaca merasa bahwa uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks al-quran dan cara penyajiannya yang mudah dan indah. kadang kala pada ayat tertentu ia menerangkan asbab nuzul ayat, peristiwa yang dapat menjelaskan arti ayat, mengemukakan hadits Rosululloh SAW atau pendapat ulama‟ salaf yang soheh, sehingga pembaca merasa jauh dari metode lain yang telah dikenal, sehingga menghubungkannya dengan hadits Rosulillah SAW dan hikmah .dengan cara demikian dapatlah diperoleh pengetahuan yang diharapkan dengan sempurna sehingga sampai pada tujuan yang dimaksudnya12. 3. Metode Tafsir Maudhu’iy Metode tafsir maudhu‟iy , atau metode integral atau topikal, atau tematik yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayatayat al-quran yang berbicara tentang satu masalah (thema) serta mengarah pada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu turunnya berbeda, tersebar pada beberapa surat demikian juga waktu turunnya, seterusnya dicarilah kaitan antara berbagaai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan, baru akhirnya ditarik



12



Ibid, hlm, 189-191.



11



kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu. kesemuanya itu dikaji baik mengenai segi I’robnya, unsur balaghohnya, kei’jazahannya, dan lain-lain sehingga satu tema itu dapat dipecahkan secara tuntas berdasarkan selueuh ayat al-quran itu dan oleh karenanya tidak diperlukan ayat-ayat lain. Selain itu, ada cara lain dari metode tafsir maudhu‟iy dan cara ini memang kurang penting dibandingkan dengan cara pertama diatas, yaitu penafiran yang dilakukan seorang mufassir dengan cara mengambil satu surat dari surat-surat al-quran. surat itu dikaji secara keseluruhan, dari awal sampai akhir surat, kemudian ia menjelaskan tujuan-tujuan khusus dan umum dari surat itu serta menghubungkan antara masalahmasalah (tema-tema ) yang dikemukakan pada ayat-ayat dari surat itu, sehingga jelas surat itu merupakan satu kesatuan dan ia seakan-akan merupakan suatu rantai emas yang setiap gelang-gelang darinya bersambung satu dengan lainnya , sehingga ia menjadi satu kesatuan yang sangat kokoh. Adapun yang berhubungan dengan metode tematik ini, diantaranya Kitab Min Huda Alquran karya Mahmud Syaltut, al-Mar’ah fi Alquran karya Mahmud alAqqad dan lain-lain



4. Metode Tafsir Muqarin AL-tafsir Al-muqarin atau Al-manhaj Al-muqarin atau metode tafsir muqaran adalah sejenis metode tafsir yang menggunakan cara perbandingan (komparatif atau komparasi). Sebagaimana namanya metode ini bermaksud menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandngkan, baik untuk tujuan menemukan unsur yang benar diantara yang kurang benar, ataupun untuk tujuan memeroleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan (sintesis) unsur-unsur yan berbeda itu. Al-Tafsir



Al-muqarin



adalah



suatu



metode



tafsir



al-quran



yang



membandingkan ayat al-quran satu dengan lainya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbeda atau lebih, atau yang



12



memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah yang sama atau diduga sama, atau membandingkan ayat-ayat al-quran dengan hadist nabi Muhammad Saw yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-Quran13. Berdasarkan pengertian di atas maka bias kita simak contoh-contoh berikut: a. Membandingkan ayat Alquran dengan ayat Alquran yang lain, contoh dari surat al-An‟am ayat 151 dan surat al-Isra ayat 31



                     



Kendati menggunakan redaksi yang berbeda, namun membicarakan hal yang sama, yakni larangan membunuh anak-anak. Perbedaannya tampak pada penggunaan Mukhattab (kum); pada ayat pertama didahulukan, sedang pada ayat kedua diakhirkan. b. Membandingkan ayat Alquran dengan matan hadits Perbandingan ini dilakukan karena, secara lahir, antara teks Alquran dan matan hadits tampak bertentangan, misalnya penafsiran terhadap QS. Al-Maidah ayat 67



            Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah akan senantiasa memelihara keselamatan Nabi Muhammad dari kejaran musuh-musuhnya. Namun, ditemukan



13



Op.Cit, Abdul



Hay al-farmawi, hal, 45-46.



13



sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Nabi pernah mendapat luka ketika beliau ikut dalam perang Uhud. Dari dua informasi ini, secara lahir, tampak kontradiksi. Untuk mengkompromikan dua informasi berbeda ini, maka ditmukan dua alternatf pemecahan, Pertama, peristiwa Uhud terjadi sebelum ayat 67 surat alMaidah diturunkan , karena terjadi di tahun III hijrah, sedangkan surat al_Maidah dikenal sebagai ayat yang terakhir dinuzulkan. Kedua, penafsiran dari ayat di atas harus dilakukan dengan menakdirkan



keselamatan jiwa Nabi yang terakhir



(keselamatan dari pembunuhan), bukan melukai. c. Membandingkan antar pendapat mufasir Contoh penafsiran ini di antaranya penafsiran beberapa mufasir terhadap ayat 103 dari surat al-An‟am yang berbunyi:



           Ayat ini berbicara konteks orang-orang mukmin melihat Allah di akhirat, suatu diskursus teologis yang melibatkan banyak orang dalam perdebatan, khususnya kelompok Salaf dan kaum Rasionalis. Menurut kaum Salaf, kendati di dunia Allah tidak bias dilihat, namun di akhirat nanti bisa. Tetapi menurut Mu‟tazilah baik di dunia maupun di akhirat Allah tidak bisa dilihat oleh kasat mata.



14



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dari diatas, setiap metode mempunyai efektifitas masing-masing. Dan karena al-Qur‟an merupakan kitab untuk semua bangsa serta semua tingkatan, maka kajian terhadap al-Qur‟an perlu dilakukan dengan sangat hati-hati dan proporsional. Al-Qur‟an berfungsi sebagai sumber pengetahuan dan petunjuk. Agar fungsi ideal itu dapat teraplikasikan maka al-Qur‟an harus dipelajari dan diupayakan penafsirannya. Untuk kebutuhan penafsiran dimaksud diperlukan adanya kerangka dasar yang relevan yaitu sebuah metode. Jadi, keberadaan sebuah metode dalam penafsiran mutlak diperlukan. Tafsir al-Qur‟an ditulis dengan metode dan pendekatan yang bervariasi. Ini suatu bukti dari kesungguhan para ulama untuk terus berusaha memahami al-Qur‟an dari berbagai aspek dan kemampuan yang dimiliki, maka perlu disambut dengan antusia dari setiap upaya untuk terus meningkatkan pemahaman terhadap al-Qur‟an. Untuk itu perlu dicari metode alternatif yang kiranya memiliki kesamaan dengan zaman sekarang, dan menjadikannya menyentuh pada realitas kehidupan. Kita semua berkewajiban melihat al-Qur‟an dan salah satu bentuk pemeliharaannya adalah memfungsikan dalam kehidupan kontemporer, yakni dengan memberinya interpretasi yang sesuai tanpa mengorbankan teks sekaligus tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa dengan perkembangan positifnya.



B. Saran Pemakalah menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna dan tidak ada gunanya jika tanpa kritian dan masukan dari teman-teman semua. Mohon dipelajari dan tolong berikan masukan berupan saran kepada pemakalah jika ada kekeliruan dalam penulisan maupun isinya.



15



DAFTAR PUSTAKA



Al-Quranul Karim, Q.S. Al-Furqan (25): 33, (Bandung: CV. Diponegoro, 2010. Al-Farmawi Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara Penerapannya, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002. Hasan Fuad dan Kuntjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1977. Mu‟min Ma‟mun, Ilmu Tafsir (Dari ilmu Tafsir Konvesional sampai Kontroversial). Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus. 2009. Supiana, M. Karman, Ulumul Qur’an,Pustaka Islamika, 2002



16