Bab I Pendahuluan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan



upaya kesehatan



perseorangan



tingkat



pertama



dengan



lebih



mengutamakan upaya promotif dan preventif.UKM (Upaya kesehatan masyarakat)



sendiri



adalah



setiap



kegiatan



untuk



memlihara



dan



meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menganggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok dan masyarakat, sedangkan kegiatan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kesehatan dengan sasaran perseorangan disebut UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) {(Kemkes, 2019). Menurut Kemkes (2019), terdapat dua jenis UKM tingkat pertama yaitu UKM esensial dan UKM pengembangan. UKM esensial merupakan UKM ysng



wajib ada dalam puskesmas meliputi pelayanan promosi



kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan keluarga, pelayanan gizi, dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Selain itu, puskesmas juga dapat membuat UKM lain yang bersifat inovatif dan disesuaikan dengan masalah di wilayah kerja puskesmas dalam bentuk UKM pengembangan. Indonesia merupakan negara berkembang sehingga baik penyakit menular maupun tidak menular dapat menjadi masalah. Menurut Dirjen P2MPTM Kemkes (2019) pada tahun 2016 sekitar 71 persen penyebab kematian di dunia adalah Penyakit Tidak Menular. Sekitar 80 persen kematian tersebut berada di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 meunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia seperti hipertensi,



prevalensi obesitas dan prevalensi penduduk yang merokok.



Peningkatan kasus PTM secara signifikan dapat menambah beban pada



1



masyarakat dan pemerintah karena penanganannya perlu teknologi tinggi dan biaya yang besar. Hal ini dibuktikan dengan data BPJS tahun 2017, 5,7% peserta JKN mendapat pelayanan untuk penyakit katastropik namun menghabiskan 21,8 persen dari seluruh biaya kesehatan sehingga tindakan promotive dan preventif menjadi hal penting untuk dilakukan. Dirjen P2MPTM (2018) mengatakan bahwa prioritas pencegahan dan pengendalian penyakit menular tertuju pada HIV/AIDS, tuberculosis, pneumonia, hepatitis, malaria, demam berdarah, influenza, flu burung, dan penyakit neglected disease seperti kusta, frambusia, filariasis dan schistosomiasis. Termasuk prioritas dalam kewaspadaan dini kejadian luar biasa, kekarantinaan Kesehatan untuk mencegah terjadinya Kejadian Kesehatan yang Meresahkan (KKM) dan pegendalian penyakit infeksi emerging. Penyakit menular juga menyebabkan beban ekonomi yang



tidak



sedikit di Indonesia. Studi pada tahun 2013 The Economic Burden of TB in Indonesia menunjukkan bahwa beban ekonomi yang disebabkan oleh TB mencapai 27,7 T rupiah tapi dengan tindakan pencegahan yang sesuai maka beban ekonomi dapat diturunkan menjadi Rp 10,7T. Selain itu, dalam kasus lain, potensi kerugian yang ditimbulkan oleh hepatitis adalah 463 T. Hal diatas membuktikan bahwa tindakan pencegahan merupakan hal yang penting dilakukan untuk mengurangi beban ekonomi (Dirjen P2MPTM, 2015). Salah satu penyakit yang termasuk infeksi emerging adalah COVID19. COVID-19 merupakan pneumonia yang disebabkan oleh coronavirus dengan strain Sars-Cov-2 yang baru ditemukan pada tahun 2019 lalu. Oleh karena itu, tatalaksana kuratif juga belum efektif dilakukan sehingga yang paling baik dilakukan adalah upaya preventif. Upaya-upaya ini juga perlu dilakukan beberapa perubahan seiring dengan



perkembangan kasus di



Indonesia. Pedoman untuk tatalaksana COVID-19 baik di fasyankes tingkat pertama dan tingkat lanjutan sudah dibuat tapi pengaplikasiannya belum merata di seluruh Indonesia.



2



Unit Pengendalian Penyakit menular dan Penyakit Tidak menular merupakan unit yang menjalankan UKM pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit di puskesmas terutama yang bersifat promotive dan preventif. Menurut data Riskesdas 2018, secara keseluruhan tingkat prevalensi penyakit tidak menular masih meningkat dan penyakit menular juga masih terus bertambah maupun berulang dari tahun ke tahun Memperbaiki upaya-upaya preventif dan promotif merupakan hal yang paling sesuai untuk kondisi tersebut pemerintah baik dari



sehingga beban masyarakat dan



bidang Kesehatan, ekonomi dan lainnya dapat



berkurang. Penggunaan data tahun 2019 dilakukan untuk mengetahui data capaian program dalam setahun penuh yang terbaru sehingga dapat disesuaikan dengan target terbaru yang yang ditentukan oleh perwakilan Kementerian Kesehatan dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah yaitu “Bagaimana pelaksanaan program Program Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Puskesmas Tulakan pada tahun 2019” 1.3 Tujuan Kegiatan A. Tujuan Umum Untuk mengetahui pelaksanaan program yang dijalankan oleh bagian PPM-PTM Puskesmas Tulakan tahun 2019 B. Tujuan Khusus -



Untuk mengetahui program Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Puskesmas Tulakan pada tahun 2019



-



Untuk mengetahui capaian program Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Puskesmas Tulakan pada tahun 2019



-



Untuk mengetahui program yang telah dijalankan dalam upaya pencegahan dan pengendalian pandemi COVID-19



1.4 Manfaat Kegiatan a. Bagi Dokter Internsip



3



-



Mendapatkan



gambaran



program-program



yang



dijalankan



puskesmas baik untuk penyakit menular maupun tidak menular -



Menambah wawasan tentang manajemen pandemik COVID-19 di Fasyankes tingkat pertama



b. Bagi Puskesmas Tulakan -



Kegiatan ini dapat membantu sebagai dasar untuk melakukan perbaikan program yang telah ada sebelumnya



-



Mendapatkan informasi tentang



program-program pengendalian



penyakit menular yang dijalankan oleh puskesmas -



Dapat membantu menentukan kebijakan dalam rangka penanganan COVID-19 khususnya dalam wujud deteksi dan respon.



c. Bagi Masyarakat -



Setelah kegiatan ini diharapkan masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang lebih optimal baik dari segi promotif, preventif, maupun kuratif.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu upaya kesehatan masyarakat yang wajib ada di puskesmas adalah upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Tujuan dari upaya ini adalah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit, serta menurunkan angka kesakitan dan kematian di masyarakat. Penyakit Menular Prioritas pencegahan dan pengendalian penyakit menular tertuju pada pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, pneumoni, hepatitis, malaria, demam berdarah, influenza, dan penyakit neglected diseases antara lain kusta, filariasis. Selain penyakit tersebut, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik pada maternal maupun neonatal juga tetap menjadi perhatian walaupun pada tahun 2014 Indonesia telah dinyatakan bebas polio dan tahun 2016 sudah mencapai eliminasi tetanus neonatorum. Termasuk prioritas dalam pengendalian penyakit menular adalah pelaksanaan Sistim Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). A. Penyakit Menular Langsung a. HIV AIDS dan IMS Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai Maret 2015, HIVAIDS tersebar di 390 kab/kota dari 514 Kabupaten/Kota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif infeksi HIV sampai dengan Maret 2015 dilaporkan sebanyak 167.350 kasus dan jumlah AIDS yang dilaporkan sebanyak 66.835 orang. Sedangkan jumlah ODHA yang mendapatkan ARV sampai bulan Maret 2015 sebanyak 53.233 orang (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Kecenderungan prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 - 49



5



meningkat. Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 - 49 tahun hanya 0,16% namun meningkat menjadi 0,30% pada tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32% pada 2012, dan terus meningkat menjadi 0,36% pada 2015 (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan ODHA, diantaranya dengan memberikan pengobatan dan perawatan ODHA untuk mencegah penularan kepada orang yang belum terinfeksi, mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap HIV AIDS, pemberian Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di beberapa kabupaten/kota di Indonesia serta penerapan SUFA (Strategic Use of ARV) dalam upaya pencegahan dan pengobatan untuk mendukung akselerasi upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS. Selain upaya tersebut, pelaksanaan tes pada populasi kunci dan upaya lain juga terus dilakukan. Pada tahun 2010 telah dilakukan tes pada 300.577 orang dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 1.264.871 tes. Sampai Maret 2015 tercatat terdapat 1.377 Layanan Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS), 500 Layanan PDP (Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) yang aktif melakukan pengobatan ARV yang terdiri dari 352 RS Rujukan dan 148 Satelit, 91 Layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon), 1.082 Layanan IMS (Infeksi Menular Seksual), 131 Layanan PPIA (Pencegahan Penularan Ibu ke Anak) dan 223 Layanan yang mampu melakukan Layanan TB-HIV (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Pelaksanaan berbagai upaya tersebut juga didukung oleh tersedianya tata laksana penanganan pasien, tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan (khususnya Rumah Sakit), dan laboratorium kesehatan. Setidaknya terdapat empat laboratorium yang sudah terakreditasi dengan tingkat keamanan biologi 3 (BSL 3), yakni Laboratorium Badan Litbang Kesehatan, Institute of Human Virology and Cancer Biology (IHVCB) Universitas Indonesia, Institut Penyakit Tropis Universitas Airlangga, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). b. TB



6



Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab utama kematian dimana sebagian besar infeksi terjadi pada orang antara usia 15 dan 54 tahun yang merupakan usia paling produktif, hal ini menyebabkan peningkatan beban sosial dan keuangan bagi keluarga pasien (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Studi pada tahun 2013 The Economic Burden of TB in Indonesia, memberikan gambaran bahwa peningkatan jumlah kasus memiliki dampak yang besar pada beban ekonomi. Sebagai gambaran, pada tahun 2011 angka penemuan kasus TB adalah 72,7% dan TB MDR adalah 6,7% maka beban ekonomi yang diakibatkan adalah Rp.27,7 triliu, tetapi jika angka penemuan kasus TB ditingkatkan menjadi 92,7% dan TB MDR 31,4% maka beban ekonomi diturunkan menjadi Rp. 17,4 triliun. Dengan penambahan investasi untuk biaya pengobatan sebesar Rp. 455 miliar untuk peningkatan penemuan kasus maka akan didapat pengurangan beban ekonomi sebesar Rp. 10,4 triliun, dan adanya penurunan jumlah kematian terkait TB akan berkurang sebesar 37%, dari 95.718 ke 59.876. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa langkah pencegahan penularan di masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam program Pengendalian TB (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Indonesia telah berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB di tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun 1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar 1025 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 menjadi 647 per100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian pada tahun 1990 sebesar 64 menurun menjadi 41 per 100.000 penduduk pada tahun 2015 (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Berdasarkan hasil Survei Prevalensi TB Indonesia tahun 2013-2014, diperkirakan kasus TB semua bentuk untuk semua umur adalah 660 per 100.000 penduduk dengan angka absolute diperkirakan 1.600.000 orang dengan TB. Walaupun prevalensi TB semua kasus dapat diturunkan, tetapi terdapat notifikasi kasus tahun 2015 sebanyak 325.000 kasus, dengan demikian angka case detection TB di Indonesia hanya sekitar 32% dan masih terdapat 685 .000 kasus yang belum ditemukan (Ditjen P2P Depkes RI, 2018).



7



Untuk mengatasi permasalahan TB, diperlukan kerja sama lintas sektor karena prevalensi/beban TB disebabkan oleh multisektor seperti kemiskinan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan disparitas yang terlalu besar, masalah sosial penganguran dan belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB khususnya di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Permasalahan tersebut memacu Kementerian Kesehatan untuk terus melakukan intensifikasi, akselerasi, eketensifikasi dan inovasi melalui Strategi Nasional Penanggulangan TB antara lain : 1) Peningkatan Akses layanan TOSS (Temukan Obati Sampai Sembuh) -TB bermutu melalui Peningkatan jejaring layanan TB (public-private mix), penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat, penemuan intensif melalui kolaborasi (TB-HIV, TB-DM, PAL, TB-KIA, dll) dan investigasi kontak, serta inovasi deteksi dini dengan rapid tes TB, 2) Penguatan Kepemimpinan program dan dukungan sistem melalui advokasi dan fasilitasi dalam perumusan Rencana Aksi Daerah Eliminasi TB dan Regulasi 3) Pengendalian faktor risiko TB, 4). Membangun kemitraan dan kemandirian program, serta 5. Pemanfaatan Informasi Strategis dan Penelitian (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). c. ISPA Penyakit infeksi saluran pernafasan akut, khususnya pneumonia masih menjadi penyebab kematian terbesar bayi dan balita, lebih banyak dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Bahkan badan kesehatan dunia (WHO) menyebut sebagai ”the forgotten killer of children”. Pneumonia dikatakan sebagai pembunuh utama balita di dunia, berdasarkan data WHO dari 6,6 juta balita yang meninggal di dunia , 1,1 juta meninggal akibat pneumonia pada tahun 2012 dan 99% kematian pneumonia anak terjadi di negara berkembang. Sementara di Indonesia, dari hasil SDKI 2012 disebutkan bahwa angka kematian balita adalah sebesar 40 per 1000. Sementara berdasarkan Riskesdas (2007), penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan penyebab terbanyak



8



kematian anak balita adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%) (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Tiga provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5%), Sulawesi Barat (34,8%), dan Kalimantan Tengah (32 %). Dari laporan rutin puskesmas tahun 2014 disebutkan jumlah pneumonia balita yang dilaporkan adalah 657.490 kasus dan 496 kematian balita karena pneumonia (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Pneumonia balita merupakan penyakit yang dapat didiagnosis dan diobati dengan teknologi dan biaya yang murah, namun jika terlambat maka akan menyebabkan kematian pada balita. Dari perhitungan beban penyakit yang dilakukan Litbangkes, diperkirakan akibat pneumonia pada usia balita (< 5 tahun) di tahun 2015 akan terdapat DALYs loss sekitar 1 triliun rupiah. Penemuan dan tatalakasana kasus pneumonia pada balita secara dini diharapkan dapat menekan angka kematian yang diakibatkan karena pneumonia, dari hasil kajian WHO tatalaksana pneumonia balita dapat mencegah kematian balita karena pneumonia sebesar 40% (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). d. Hepatitis dan ISP Hepatitis virus yang terdiri dari hepatitis A, B, C, D dan E merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Hepatitis A dan E yang ditularkan secara fecal oral sering menimbulkan KLB di beberapa wilayah di Indonesia. Sedangkan Hepatitis B dan C adalah merupakan penyakit kronis yang dapat menimbulkan sirosis dan kanker hati bagi penderitanya. Saat ini diperkirakan terdapat 28 juta orang dengan Hepatitis B dan 3 juta orang dengan Hepatitis C . Dari 28 juta yang terinfeksi Hepatitis B ada sebanyak 14 juta (50%) diantaranya yang berpotensi kronik, dan dari 14 juta tersebut 1.400.000 orang (10%) berpotensi menjadi sirosis dan kanker hati bila tidak diterapi dengan tepat. Hepatitis B yang disebabkan oleh virus hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi (baik aktif maupun pasif). Pada tahap awal infeksi, sebagian besar hepatitis B tidak bergejala sehingga



9



sesorang yang terinfeksi hepatitis B tidak mengetahui dirinya sudah terinfeksi (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Dalam hal pengendalian Hepatitis maka strategi utama adalah melaksanakan upaya peningkatan pengetahuan dan kepedulian, pencegahan secara komprehensif, pengamatan penyakit dan pengendalian termasuk tatalaksana dan peningkatan akses layanan (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Untuk itu kegiatan deteksi dini hepatitis menjadi sangat penting untuk dapat memutus rantai penularan (terutama dari ibu ke bayi) serta untuk mengetahui sedini mungkin seseorang terinfeksi hepatitis dan tindak lanjut terapinya. Dengan deteksi dini seseorang sapat diterapi lebih awal sehingga seseorang yang terinfeksi hepatitis dapat meningkat kwalitas hidupnya dan hati tidak menjadi sirosis atau kanker hati. Perkembangan teknologi dalam tatalaksana hepatitis C di dunia sangat cepat. Dengan ditemukannya obat baru dalam tatalaksana hepatitis C ( sobosfovir ) dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi, menjadi peluang bagi program pengendalian hepatitis untuk melaksanakan deteksi dini hepatitis C, terutama pada kelompok berisiko. Dengan demikian eliminasi Hepattitis B dan C menjadi mungkin untuk dicapai (Ditjen P2P Depkes RI, 2018). Untuk penyakit diare, meskipun penyakit ini mudah diobati dan di tatalaksana, namun saat ini diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terutama pada bayi dan balita dimana diare merupakan salah satu penyebab kematian utama. Dari kajian masalah kesehatan berdasarkan siklus kehidupan tahun 2011 yang dilakukan oleh badan Litbangkes, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 sesudah penumonia, proporsi penyebab kematian pada bayi post neonatal sebesar 17,4% dan pada bayi sebesar 13,3%. Penyakit lain yang juga memerlukan perhatian adalah tifoid. Tifoid merupakan salah satu penyakit endemis yang ada di Indonesia, mayoritas mengenai anak usia sekolah dan kelompok usia produktif, penyakit ini menyebabkan angka absensi yang tinggi, rata – rata perlu waktu 7 – 14 hari



10



untuk perawatan apabila seseorang terkena Tifoid. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tuntas maka dapat menyebabkan terjadinya karier yang kemudian menjadi sumber penularan bagi orang lain. Dampak penyakit ini adalah, tingginya angka absensi, penurunan produktifitas, timbulnya komplikasi baik di saluran pencernaan maupun diluar saluran pencernaan, kerugian ekonomi untuk biaya pengobatan dan perawatan, kematian. Menurut data WHO tahun 2008, angka kejadian Tifoid = 5 standard per hari). Untuk angka prevalensi konsumsi alkohol yang tinggi di populasi umum adalah sebesar 0.57 persen (Ditjen P2P Depkes RI, 2018).



Tabel 2. Proporsi (%) faktor risiko PTM tahun 2007 dan 2013



24



Indikator dan Program P2PTM (Ditjen P2PTM Depkes RI, 2019) Tabel 3. Indikator dan program P2PTM



Tabel 4. Indikator perprogram p2ptm



25



26



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyakit Menular a) Penyakit Menular Langsung 1.



PMS dan HIV/AIDS Tabel. Evaluasi Kinerja UKM P2P bagian pencegahan dan penanggulangan PMS dan HIV/AIDS Puskesmas Tulakan tahun 2019



Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/Sub Variabel Program



Target Pencapaian % Tahun Satuan Total Target dalam satuan Cakupan 2019 Sasaran Sasaran sasaran sasaran riil (dalam %)



1. Sekolah (SMP dan SMA/sederajat) yang sudah dijangkau penyuluhan HIV/AIDS



100%



anak



3153



3153



407



12,9



2. Orang yang beresiko terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV



100%



orang



9584



9584



640



6,7



Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/Sub



Variabel



Program



P2P



bagian



Pencegahan



dan



Penanggulangan PMS dan HIV/AIDS meliputi: 1.



Penyuluhan mengenai HIV/AIDS terhadap siswa SMP dan SMA/sederajat, dan



2.



Pemeriksaan HIV terhadap orang yang beresiko terinfeksi HIV. Diketahui



total



sasaran



siswa



sekolah



(SMP



dan



SMA/Sederajat) yang sudah dijangkau penyuluhan HIV/AIDS sebesar 3153 anak, dengan target sasaran 3153 anak. Selama tahun 2019, jumlah siswa sekolah (SMP dan SMA/Sederajat) yang sudah



27



dijangkau penyuluhan HIV/AIDS sebesar 407 anak (12,9%), yang artinya belum memenuhi target sebesar 100%. Kemudian total sasaran orang yang beresiko terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV sebesar 9584 orang, dengan target sasaran 9584 orang. Selama tahun 2019, jumlah orang yang beresiko terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV sebesar 604 orang (6,7%), yang artinya belum memenuhi target sebesar 100%. 2.



TB Tabel. Evaluasi Kinerja UKM P2P bagian TB Paru Puskesmas Tulakan tahun 2019



Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/Sub Variabel Program 1.Kasus TBC yang ditemukan dan diobati 2.Terduga TBC yang mendapatkan pelayanan diagnostik baku 3.Angka Keberhasilan pengobatan kasus TBC (Success Rate/SR)



Target Tahun Satuan 2019 Sasaran (dalam %)



Total Sasaran



Pencapaian % Target dalam satuan Cakupan sasaran sasaran riil



80%



orang



126



100,8



14



11,1



100%



orang



1260



1260



256



20,3



90%



orang



126



113,4



3



2,4



Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/Sub Variabel Program P2P bagian TB Paru meliputi: 1.



Penemuan dan pengobatan kasus TBC



2.



Pelayanan diagnostik baku pada terduga TBC



3.



Follow up pengobatan kasus TBC yang dilihat dari keberhasilan pengobatan kasus TBC Diketahui total sasaran kasus TBC yang ditemukan dan



diobati sebesar 126 orang, dengan target sasaran 101 orang. Selama tahun 2019, jumlah kasus TBC yang ditemukan dan diobati sebesar



28



14 orang (11,1%), yang artinya belum memenuhi target sebesar 80%. Kemudian total sasaran terduga TBC yang mendapatkan pelayanan diagnostik baku sebesar 1260 orang, dengan target sasaran 1260 orang. Selama tahun 2019, jumlah terduga TBC yang mendapatkan pelayanan diagnostik baku sebesar 256 orang (20,3%), yang artinya belum memenuhi target sebesar 100%. Selanjutnya total sasaran keberhasilan pengobatan kasus TBC (Success Rate/SR) sebesar 126 orang, dengan target sasaran 113 orang. Selama tahun 2019, jumlah keberhasilan pengobatan kasus TBC (Success Rate/SR) sebesar 3 orang (2,4%), yang artinya belum memenuhi target sebesar 90%. iii. ISPA Tabel 1. Evaluasi Kinerja UKM P2P Kasus ISPA PKM Tulakan tahun 2019 Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/Sub Variabel Program



Penemuan penderita pneumonia balita



Target Tahun Satuan 2019 Sasaran (dalam %)



85%



Total Sasaran



orang



341



Pencapaian % Target dalam satuan Cakupan sasaran sasaran riil



289.85



3



Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa program P2P bagian ISPA yaitu Penemuan penderita pneumonia pada balita. Penemuan penderita pneumonia pada balita dengan target 85%, total sasaran 341 orang. Hasil pencapaian penemuan penderita pneumonia balita di PKM Tulakan sebesar 3 orang, dengan cakupan 0.9%.



29



0.9



v. Diare Tabel 1. Evaluasi Kinerja UKM P2P Kasus Diare PKM Tulakan tahun 2019 Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/Sub Variabel Program



Target Tahun Satuan 2019 Sasaran (dalam %)



Total Sasaran



Pencapaian % Target dalam satuan Cakupan sasaran sasaran riil



Pelayanan diare balita



100%



balita



1522



1522



405



26.6



Penggunaan oralit pada balita diare



100%



balita



1522



1522



405



26.6



Penggunaan zinc pada balita diare



100%



balita



1522



1522



405



26.6



Pelaksanaan kegiatan layanan rehidrasi oral aktif (LROA)



100%



balita



1522



1522



405



26.6



Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa program P2P bagian diare yaitu: 1) Pelayanan diare balita, 2) Penggunaan oralit pada balita diare, 3) Penggunaan zinc pada balita diare, 4) Pelaksanaan kegiatan layanan rehidrasi oral aktif. Pelayanan diare pada balita dengan target 100%, total sasaran 1522 orang. Hasil pencapaian pelayanan diare pada balita di PKM Tulakan sebesar 405 orang, dengan cakupan 26.6%. Penggunaan oralit pada balita diare dengan target 100%, total sasaran 1522 orang. Hasil pencapaian penggunaan oralit pada balita diare di PKM Tulakan sebesar 405 orang, dengan cakupan 26.6%. Penggunaan zinc pada balita diare dengan target 100%, total sasaran 1522 orang. Hasil pencapaian penggunaan zinc pada balita diare di PKM Tulakan sebesar 405 orang, dengan cakupan 26.6%. Pelaksanaan kegiatan layanan rehidrasi oral aktif dengan target 100%, total sasaran 1522 orang. Hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan layanan rehidrasi oral aktif di PKM Tulakan sebesar 405 orang, dengan



30



cakupan 26.6%. b) Penyakit tropis menular langsung i. Kusta No



1 2 3 4



5 6 7 8



Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/ Sub Variabel Program Pemeriksaan kontak dari kasus Kusta baru Kasus Kusta yang dilakukan PFS secara rutin RFT penderita Kusta



Target Tahun 2019 (dalam %) lebih dari 80% lebih dari 95% lebih dari 90% Penderita baru lebih pasca pengobatan dari dengan score 97% kecacatannya tidak bertambah atau tetap Kasus defaulter Kurang Kusta dari 5% Proporsi tenaga lebih kesehatan Kusta dari tersosialisasi 95% Kader kesehatan lebih Kusta dari tersosialisasi 95% SD/ MI telah 100% dilakukan screening Kusta



Satuan Tota Target Pencapai Cakup sasaran l Sasara an dalam an Riil sasar n satuan (%) an sasaran orang



9



7,2



3



33,3



orang



9



8,55



3



33,3



orang



9



8,1



3



33,3



orang



9



8,73



0



0,0



orang



9



0,45



0



0,0



orang



24



22,8



1



4,2



orang



22



20,9



22



100,0



SD/MI



55



55



55



100,0



Data di atas menunjukkan bahwa program pengendalian penyakit kusta yang telah dilakukan di Puskesmas Tulakan adalah: 1. Pemeriksaan kontak pada pasien kusta baru



31



2. Follow up pasien dengan penyakit kusta (pengobatan, skoring ulang kecacatan, dan kasus defaulter) 3. Sosialisasi penyakit kust baik pada tenaga Kesehatan, kader, maupun masyarakat 4. Screening kusta pada fasilitas Pendidikan seperti SD/MI Target tahun 2019 untuk pemeriksaan kontak dari pasien kusta baru adalah >80% dari 9 orang target sasaran. Pencapaian pemeriksaan kontak pasien kusta baru di Puskesmas Tulakan tahun 2019 adalah 3 orang dibawah dari target satuan yang berjumlah 7,2 dengan cakupan riil 33,3% dari target. Pencapaian kasus kusta yang dilakukan PPS rutin adalah 3 orang dengan total sasaran 9 orang dan target 9 orang. Ini menunjukkan bahwa cakupan riil di Puskesmas Tulakan adalah 33,3% dibawah dari target sasaran yaitu >95%. Pencapaian RFT kasus kusta tahun 2019 adalah 3 orang dengan total sasaran 9 orang dan target 9 orang. Ini menunjukkan bahwa cakupan riil di Puskesmas Tulakan adalah 33,3% dibawah dari target sasaran yaitu >90%. Tidak terdapat penderita baru pasca pengobatan dengan score kecacatannya tidak bertambah atau tetap tahun 2019 dengan total sasaran 9 orang dan target 9 orang. Ini menunjukkan bahwa cakupan riil di Puskesmas Tulakan adalah 0% dibawah dari target sasaran yaitu >97%. Tidak terdapat kasus defaulter kusta tahun 2019 dengan total sasaran 0 orang dan target 0 orang. Ini menunjukkan bahwa cakupan riil di Puskesmas Tulakan adalah 0% dibawah dari target sasaran yaitu 95%. Kader kesehatan Kusta tersosialisasi tahun 2019 berjumlah 22 orang dengan total sasaran 22 orang dan target 21 orang. Ini menunjukkan bahwa cakupan riil di



32



Puskesmas Tulakan adalah 100% di atas dari target sasaran yaitu >95%. SD/MI yang dilakukan screening kusta tahun 2019 berjumlah 55 dengan total sasaran 55 dan target 55. Ini menunjukkan bahwa cakupan riil di Puskesmas Tulakan adalah 100% memenuhi target sasaran yaitu 100%.



c) Penyakit Tular Vektor Zoonotik 1.



Malaria



2.



Filariasis



3.



Arbovirus (Dengue Fever)



Tabel 1. Evaluasi Kinerja UKM P2P Kasus Demam Dengue PKM Tulakan tahun 2019 Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/Sub Variabel Program



Target Pencapaian % Tahun Satuan Total Target dalam satuan Cakupan 2019 Sasaran Sasaran sasaran sasaran riil (dalam %)



Angka Bebas Jentik (ABJ) lebih dari 95%



rumah



17612



16731,4



1011



5,7



Penderita DBD ditangani



100%



orang



74



74



42



56,8



PE kasus DBD



100%



orang



74



74



42



56,8



Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa program P2P bagian Dengue meliputi: 1) Pendataan sasaran yang dilaksanakan oleh petugas P2P DB 2) Pemantauan Jentik Berkala atau Pemberantasan Sarang Nyamuk dalam rangka memberantas jentik-jentik nyamuk agar tercapai target yang ditetapkan untuk ABJ sebesar 95% 3) Penangan



penderita



DBD



dengan



melakukan



anamnesa,



pemeriksaan fisik, pengobatan , dan rujukan oleh dokter dan paramedis 4) Penanggulangan kasus berdasarkan hasil Penelusuran Epidemiologi



33



(PE) berupa fogging, penyuluhan 3M. Diketahui total sasaran rumah untuk angka bebas jentik nyamuk sekitar 17612 rumah, dengan target sasaran 16731 rumah. Selama tahun 2019, rumah yang sudah bebas jentik nyamuk sekitar 1011 dengan cakupan 5.7% yang artinya belum memenuhi sesuai target sebesar 95%. Kemudian penderita DBD yang ditangani dengan target 100%, total sasaran 74 orang. Hasil pencapaian penderita DBD yang ditangani di PKM Tulakan sebesar 42 orang, dengan cakupan 56.8%. Penulusaran Epidemiologi kasus DBD dengan target 100&, total sasaran 74 orang. Hasil pencapaian penelusuran epidemiologi kasus DBD di PKM Tulakan sebesar 42 orang, dengan cakupan 56.8%. B. Penyakit menular berpotensi KLB



dan menimbulkan kedaruratan



kesehatan masyarakat a) Covid 19 NO



DESA



1 Bungur 2 Jatigunung 3 Jetak 4 Ketro 5 Kluwih 6 Nglaran 7 Ngumbul 8 Padi 9 Tulakan 10 Wonoanti 11 Wonosidi Jumlah



ODR DP SP 0 79 0 199 12 192 42 197 26 124 0 220 0 114 31 199 0 106 18 178 0 114 129 1068



ODP DP SP 0 0 0 7 0 4 0 10 0 3 0 5 0 2 0 6 0 0 0 3 0 1 0 41



PDP DP SP 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0



Positif



Jumlah



0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1



79 206 208 249 153 225 116 236 106 199 115 1902



Pada bulan Mei 2020 di Kecamatan Tulakan terdapat 1902 orang pemantauan Covid 19. Terdapat orang dalam resiko (ODR) dalam pemantaun 129 orang , orang dalam resiko (ODR) selesai pemantaun 1068 orang, tidak terdapat orang dalam pemantauan (ODP) dalam pemantaun,



34



orang dalam pemantauan (ODP) selesai pemantaun 41 orang ,tidak terdapat pasien dalam pengawasan (PDP) dalam pemantaun, tidak terdapat pasien dalam pengawasan (PDP) selesai pemantaun, dan pasien positif covid 19 1 orang. Desa dengan jumlah pemantauan Covid 19 terbanyak adalah di Desa Ketro yaitu orang dalam resiko (ODR) dalam pemantaun dengan jumlah 42 orang, orang dalam resiko (ODR) selesai pemantaun dengan jumlah 197 orang, orang dalam pemantauan (ODP) selesai pemantaun dengan jumlah 10 orang, pasien positif covid 19 1 orang, sehingga jumlah orang pemantauan berjumlah 249 orang. Sedangkan Desa dengan jumlah pemantauan Covid 19 terendah adalah Desa Bungur yaitu hanya terdapat orang dalam resiko (ODR) selesai pemantaun dengan jumlah 79 orang.



35



Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Pelayanan Kesehatan/ Program/Variabel/Su b Variabel Program



Target Tahun 2019 (dalam %) 50%



Satuan sasaran



Total Sasara n



Target Sasara n



Pencapaia n (dalam satuan sasaran)



% Cakupa n Riil



desa/keluraha n



11



5,5



12



109,1



% Kinerja Puskesma s (Sub Variabel) 100,0



2.Sekolah yang ada di wilayah Puskesmas atau Puskesmas melaksanakan KTR



50%



sekolah



58



29



18



31,0



62,1



3. Pemeriksaan kesehatan usia produktif ( 15 - 59 tahun)



100%



orang



37552



37552



16728



44,5



44,5



4. Deteksi Dini Kanker Leher rahim dan kanker Payudara pada wanita usia 30 50 tahun



10%



orang



4792



479,2



42



0,9



8,8



1. Desa/ Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM



Berdasarkan tabel diatas tentang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular di desa Tulakan pada tahun 2019 (1) Pelaksanaan kegiatan posbindu PTM yang di lakukan desa/ kelurahan baik dengan hasil cakupan melebihi dari target tahun 2019 (2) Pelaksanaan kegiatan KTR di sekolah atau puskesmas wilayah Tulakan dengan hasil cakupan riil 31% dari target 50% (3) Pelaksanaan kegiataan pemeriksaan usia produktif didapatkan hasil cakupan riil 44,5% dari target 100% (4) Pelaksanaan kegiatan deteksi dini kanker leher Rahim dan kanker payudara usia 30-50 tahun didapatkan hasil cakupan riil 0,9% dari target 1%. Kesimpulan dari tabel berikut terdapat satu kegiatan yang sudah mencapai target capaian di tahun 2019, sedangkan 3 kegiatan masih kurang dari target capaian.



36



BAB IV PEMBAHASAN Penggunaan triase klinik di fasilitas layanan kesehatan untuk tujuan identifikasi dini pasien yang mengalami infeksi pernapasan akut (ASR) untuk mencegah transmisi patogen ke tenaga kesehatan pasien lain. Dalam



rangka



memastikan



identifikasi



Pedoman



Kesiapsiagaan



Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19) awal pasien suspek, fasyankes perlu memperhatikan: daftar pertanyaan skrining, mendorong petugas kesehatan untuk memiliki tingkat kecurigaan klinis yang tinggi, pasang petunjuk-petunjuk di area umum berisi pertanyaan-pertanyaan skrining sindrom agar pasien memberi tahu tenaga kesehatan, algoritma untuk triase, media KIE mengenai kebersihan pernapasan. Tempatkan pasien ARI di area tunggu khusus yang memiliki ventilasi yang cukup. Selain langkah pencegahan standar, terapkan langkah pencegahan percikan (droplet) dan langkah pencegahan kontak (jika ada kontak jarak dekat dengan pasien atau peralatan permukaan/material terkontaminasi). Area selama triase perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1.



Pastikan ada ruang yang cukup untuk triase (pastikan ada jarak setidaknya 1 meter antara staf skrining dan pasien/staf yang masuk.



2.



Sediakan pembersih tangan alkohol dan masker (serta sarung tangan medis, pelindung mata dan jubah untuk digunakan sesuai penilaian risiko) .



3.



Kursi pasien di ruang tunggu harus terpisah jarak setidaknya 1meter



4.



Pastikan agar alur gerak pasien dan staf tetap satu arah.



5.



Petunjuk-petunjuk jelas tentang gejala dan arah.



6.



Anggota keluarga harus menunggu di luar area triase-mencegah area triase menjadi terlalu penuh.



37



Upaya deteksi dini Covid 19 di wilayah Kerja Puskesmas Tulakan sesuai dengan pedoman pencehagan dan pengendalian coronavirus disease (Covid-19) yang diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Revisi ke 4.



38



39



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1.



Program Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular di Puskesmas Tulakan pada tahun 2019 terdiri dari 22 program dengan rincian 18 program pengendalian penyakit menular yang berfokus pada PMS dan HIV/AIDS, TBC, ISPA, Diare, Kusta, dan Dengue Fever dan 4 program pengendalian penyakit tidak menular.



2.



Dari 22 program Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Puskesmas Tulakan pada tahun 2019, terdapat 4 program yang mencapai target sasaran dan 18 program lainnya yang tidak mencapai target sasaran.



3.



Program yang telah dijalankan dalam upaya pencegahan dan pengendalian pandemi COVID-19 diantaranya adalah pendataan terhadap ODR, ODP, dan PDP Covid-19 berdasarkan desa. Dengan desa dengan jumlah pemantauan Covid-19 terbanyak adalah di Desa Ketro, sedangkan desa dengan jumlah pemantauan Covid-19 terendah adalah Desa Bungur.



4.



Identifikasi awal pengendalian sumber penularan Covid 19 di Puskesmas Tulakan



belum memenuhi strandart dari pedoman



pencegahan dan pengendalian coronavirus disease (Covid 19). B. Saran Untuk meningkatkan kinerja program Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular di Puskesmas Tulakan pada tahun mendatang, diharapkan Puskesmas Tulakan dapat melakukan : 1. Menjalankan Program Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular di Puskesmas Tulakan yang sudah ada dengan semaksimal mungkin, terutama pada beberapa program yang belum mencapai target sasaran pada tahun 2019. 2. Mengkaji ulang penyebab beberapa Program Pengendalian Penyakit



40



Menular dan Tidak Menular di Puskesmas Tulakan yang belum mencapai target sasaran pada tahun 2019. 3. Kerjasama yang kokoh antar lintas program antara Puskesmas, Rumah Sakit, dokter Spesialis Paru serta warga masyarakat dalam mewujudkan keberhasilan Program Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular di Puskesmas Tulakan pada tahun mendatang.



41



DAFTAR PUSTAKA



Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2020. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2019. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 2015-2019 (Revisi 12018). Jakarta: Departemen Kesehatan RI;2018. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia tahun 2017. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2018.



42