Bab IV Hasil Dan Pembahasan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Analisis Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biobriket adalah cangkang kelapa sawit dengan bahan pengikat berupa pati singkong. Adapun bahan baku yang dianalisis adalah cangkang kelapa sawit yang meliputi kandungan air, kandungan zat terbang (volatile matter), kandungan abu, dan kandungan karbon tetap (Fixed Carbon). Data hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada tabel



Tabel 10 Data Hasil Analisis Cangkang Kelapa Sawit dari Penelitian Sebelumnya Parameter Kadar Air Kadar Abu Volatile Matter Fixed Carbon Keterangan:



Kadar (%) 1 7,8 2,2 69,5 20,5



2 6,12 0,62 56,64 26,62



3 7,93 0,22 71,11 20,74



4 7,26 1,74 70,43 20,57



1. Penelitian yang dilakukan oleh Nasrudin (2011) 2. Penelitian yang dilakukan oleh Vidian dan Fikri (2009) 3. Penelitian yang dilakukan oleh Thabuot dkk (2015) 4. Penelitian Ini (2016).



4.1.2 Hasil Analisis Produk Briket Cangkang Kelapa Sawit Data hasil analisis produk briker cangkang kelapa sawit tertera pada tabel yang mencakup data analisis kandungan air, abu, volatile matter, fixed carbon, nilai kalor, shatter index, waktu nyala, densitas, laju pembakaran briket. Data ini diperoleh dengan pengkombinasian variasi konsentrasi perekat dalam bahan baku yaitu 6%, 8%, 10%, 12%, dan 14% dengan keseragaman ukuran bahan baku 60 mesh.



36



37



Tabel 11 Data Hasil Analisis Produk Briket dari beberapa Penelitian Sebelumnya Parameter



1 8,47 9,65 21,10 69,25 6600 -



Kadar Air Kadar Abu Volatile Matter Fixed Carbon Nilai Kalor Kerapatan Shatter Index Waktu Pembakaran Laju Pembakaran Keterangan:



Hasil Penelitian 2 3 0,98 6,23 4,11 22,92 27,64 62,42 67,75 8,43 6976 27789 1,00197 1,55



4 7.35 6,35 31,38 54,62 5617 0,83 1,20 25,20 0,88



1. Penelitian Briket Cangkang Kelapa Sawit yang dilakukan oleh Goenadi dkk (2012). 2. Penelitian Briket Cangkang Kelapa Sawit yang dilakukan oleh Purwanto (2011). 3. Penelitian Briket Pelepah Kelapa Sawit yang dilakukan oleh Sitanggang dan Romy (2015). 4. Penelitian ini (2016).



Tabel 12 Data Hasil Analisis Produk Briket Cangkang Kelapa Sawit



No



1 2 3 4 5 6



Konsen trasi Perekat (%) 6 8 10 12 14 SNI



Sifat fisik BJ (gr/cm)



0,83 0,83 0,85 0,86 0,88 0,5-0,6



Sifat Kimia CV (cal/ gr) 5617 5557 5431 5401 5245 5000



Analisis Proksimat IM (%)



VM (%)



FC (%)



Ash (%)



7,65 7,90 8,55 10,71 13,21 ≤8



31,38 32,30 32,64 33,22 33,89 15



54,62 54,57 54,31 51,61 48,76 ≥ 77



6,35 5,23 4,50 4,46 4,14 ≤8



SI (%)



WP (menit)



LP (gr/s)



1,20 1,63 7,51 4,55 13,5 -



25,20 23,92 21,43 20,73 17,55 -



0,88 0,99 1,05 1,13 1,29 -



38



Keterangan: BJ = Berat Jenis



CV = Nilai Kalor



IM = Inherent moisture



VM = Volatile Matter



FC = karbon tertambat



SI = Shatter Index



WP =Waktu Pembakaran



LP = Laju pembakaran



4.2 Pembahasan 4.2.1 Karakteristik Bahan Baku Cangkang Kelapa Sawit Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu, sekam padi, serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat di dalam bahan baku adalah nilai karbon. Semakin tinggi kandungan karbon semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap. Bahan baku berupa cangkang kelapa sawit pada tabel 10 terlihat bahwa nilai volatile matter dari cangkang kelapa sawit sangat tinggi yaitu 70,43% sedangkan nilai fixed carbon sangat rendah yaitu 20,57% sehingga untuk membuat cangkang kelapa sawit menjadi bahan bakar alternatif harus diolah terlebih dahulu, dengan cara dilakukan proses karbonisasi. Proses karbonisasi ini akan menghilangkan kadar volatile matter yang ada di dalam bahan baku. Pada Tabel 10 terlihat terjadi beberapa perbedaan pada hasil penelitian tentang kandungan yang terdapat di dalam cangkang kelapa sawit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nasrudin (2011) nilai Fixed Carbon yang ada pada cangkang kelapa sawit adalah 20,5%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang dihasilkan oleh Thabuot (2015) sebesar 20,74%. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vidian dan Fikri (2009) yang menghasilkan kadar Fixed Carbon sebesar 26,62%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang kandungan cangkang kelapa sawit pada tahun 2016 memiliki hasil yang hampir sama dengan yang dilakukan oleh kedua peneliti sebelumnya yaitu 20,57%.



39



4.2.2 Sifat Fisik Briket Cangkang Kelapa Sawit 4.2.2.1 Berat Jenis Kerapatan/berat jenis merupakan perbandingan antara berat dan volume briket bioarang cangkang kelapa sawit. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun briket tersebut. Tinggi rendahnya kerapatan briket bioarang cangkang kelapa sawit sangat berpengaruh terhadap kualitas briket bioarang cangkang kelapa sawit, terutama nilai kalor yang dihasilkan. 0,89 0,88 Densitas (g/cm³)



0,87 0,86 0,85 0,84 0,83 0,82 0,81 0,8



6



8



10



12



14



Konsentrasi Perekat (%)



Gambar 5. Grafik Hubungan konsentrasi perekat terhadap berat jenis briket Nilai rata-rata hasil pengujian pengaruh konsentrasi perekat terhadap berat jenis briket cangkang kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 11 dan gambar 5. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, terlihat bahwa nilai berat jenis dari briket dengan konsentrasi perekat 6% memiliki berat jenis paling rendah sebesar 0,83 %. sedangkan nilai berat jenis tertinggi didapat briket cangkang kelapa sawit dengan dengan konsentrasi perekat 14% sebesar 0,88%. Dari grafik terlihat semakin tinggi konsentrasi perekat maka berat jenis briket akan semakin meningkat. Hal



ini karena perekat mampu mengikat partikel-partikel arang dan memiliki daya rekat yang baik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang dan Romy (2015) menghasilkan briket dari pelepah kelapa sawit dengan kerapatan 1,00197 lebih



40



tinggi dari yang dilakukan oleh peneliti. Hal in dikarenakan nilai kadar abu, air dan Volatile matter yang lebih tinggi. Nilai berat jenis yang dihasilkan pada penelitian ini tidak memenuhi standar SNI No 1/6235/2000 yang mensyaratkan berat jenis harus berkisar antara 0,5-0,6 g/cm3.



4.2.3 Sifat Kimia Briket Cangkang Kelapa Sawit 4.2.3.1 Nilai Kalor Nilai kalor merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah panas atau kalor yang terkandung terkandung dalam suatu bahan dan akan dilepaskan ketika bahan itu dibakar. Nilai kalaor merupakan salah satu parameter utama yang menentukan kualitas briket. Semakin tinggi nilai kalor semakin tinggi kualitas briket tersebut.



Nilai Kalor (Cal/gr)



5800



5600



5400



5200



5000



6



8



10



12



14



Konsentrasi Perekat (%)



Gambar 6. Grafik Hubungan konsentrasi perekat terhadap Nilai Kalor briket Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi perekat maka akan semakin rendah nilai kalor yang dihasilkan. Terlihat nilai kalor tertinggi yaitu 5617 cal/gr pada konsentrasi 6% dan nilai kalor terendah 5245 cal/gr pada konsentrasi perekat yang digunakan sebesar 14%. Menurunnya nilai kalor dari suatu briket ini dipengaruhi oleh kadar air, kadar abu, kadar volatile



41



matter dan kadar karbon terikat yang terdapat didalam briket cangkang kelapa sawit. Nilai kalor dari briket cangkang kelapa sawit dengan perekat pati singkong ini memenuhi standar SNI No. 1/6235/2000 yaitu minimal 5000 cal/gr. Menurut Goenadi dkk (2012) bahwa semakin tinggi nilai kalor yang dihasilkan maka akan semakin baik pula kualitas briketnya. Nilai kalor akan meningkat dengan semakin bertambahnya nilai karbon terikat, akan tetapi nilai kalor akan jika kadar air dan kadar abu meningkat. Dari hasil penelitian sebelumnya tentang briket cangkang kelapa sawit yang dilakukan oleh Goenadi dkk (2012), Purwanto (2011) dan Sitanggang dan Romy (2015) menghasilkan nilai kalor masing masing 6600 cal/gr, 6976 cal/gr dan 27789 J/g. Hasil penelitian sebelumnya menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari Peneliti. Hal ini dikarenakan proses pembakaran yang dilakukan dan waktu pengarangan serta jenis perekat yang digunakan.



4.2.4 Analisis Proksimat 4.2.4.1 Kadar Air Kadar air lembab menunjukkan air yang terkandung dalam briket, kandungan air tersebut dapat dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat pada bahan baku, suhu karbonisasi, proses pengeringan serta bahan perekat yang mengandung sejumlah air. 14



Kadar Air (%)



12 10 8 6 4 2 0



6



8



10



12



14



Konsentrasi Perekat (%)



Gambar 7. Grafik Hubungan konsentrasi perekat terhadap Kadar Air briket



42



Dari gambar 7 dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah perekat atau semakin tinggi konsentrasi perekat pati singkong yang dicampurkan dengan arang cangkang kelapa sawit maka kandungan air lembab yang terdapat di dalam biobriket akan semakin tinggi. Nilai kadar air terendah ditunjukkan oleh briket dengan konsentrasi perekat 6% yaitu 7,65%. Sedangkan nilai kadar air tertingi ditunjukkan oleh briket dengan konsentrasi 14% yaitu 13,21%.



Hal ini



disebabkan penambahan sejumlah air dan kandungan air yang terdapat didalam perekat, sehingga semakin banyak perekat yang ditambahkan maka akan semakin banyak kandungan air yang didalamnya. Selain itu juga kadar air dapat dipengaruhi oleh kadar abu dimana semakin tinggi kadar abu maka akan semakin rendah kadar air yang dihasilkan. Karim dkk (2015) menyatakan semakin tinggi perekat yang terkandung didalam briket maka kadar air yang dihasilkan akan semakin tinggi. Kadar air yang tinggi dalam briket akan diperlukan panas yang tinggi untuk menguapkan air dan briket akan terbelah menjadi potongan-potongan kecil pada tingkat pembakaran yang rendah sehingga lebih sedikit panas yang dihasilkan oleh pembakaran briket dan sebagai akibatnya asap yang dihasilkan akan semakin banyak Dari hasil penelitian ini, nilai kadar air yang telah memenuhi standar kualitas briket menurut standar SNI No. 1/6235/2000 yaitu maksimal 8% adalah briket dengan konsentrasi perekat 6% dan 8% sedangkan ketiga sampel lainnya tidak memenuhi standar tersebut. Dari hasil penelitian sebelumnya tentang briket cangkang kelapa sawit dan pelepah kelapa sawit yang dilakukan oleh Goenadi dkk(2012), Purwanto (2011) dan Sitanggang dan Romy (2015) menghasilkan nilai kadar air masingmasing sebesar 8,47%, 0,98%, dan 6,23%. Hasil penelitian sebelumnya menghasilkan nilai kadar air yang lebih tinggi dilakukan oleh Goenadi dkk dan terendah oleh Purwanto hal ini hampir sam dengan dilakukan oleh peneliti. Hampir semua hasil penelitian yang dilakukan oleh Peneliti dan peneliti sebelumnya memenuhi Standar Nasional Indonesia.



43



4.2.4.2 Volatile Matter Kadar zat terbang ditentukan dengan kehilangan berat yang terjadi bila briket dipanaskan tanpa kontak dengan udara pada suhu lebih kurang 950 oC dengan laju pemanasan tertentu . 34,5



Volatile Matter (%)



34 33,5 33 32,5 32 31,5 31 30,5 30



6



8



10



12



14



Konsentrasi Perekat (%)



Gambar 8. Hubungan konsentrasi perekat terhadap Kadar Volatile Matter briket



Grafik diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu perekat yang ditambahkan maka nilai Volatile matter atau zat terbang akan semakin tinggi. Hal ini karena kadar zat menguap yang terdapat didalam perekat juga ikut menguap bersama dengan bahan baku cangkang kelapa sawit. Semakin tinggi nilai Volatile matter maka waktu penyalaan akan semakin lama dan waktu pembakaran semakin cepat serta asap yang dihasilkan semakin banyak. Dari gambar 8 terlihat nilai Volatile matter tertinggi yaitu 33,89% pada konsentrasi perekat 14% dan nilai Volatile matter terendah adalah 31,38% pada konsentrasi perekat 6%. Nilai volatile matter untuk briket cangkang kelapa sawit dengan perekat pati singkong ini tidak memenuhi standar SNI No 1/6235/2000 yaitu 15%. Dari hasil penelitian sebelumnya tentang briket cangkang kelapa sawit dan pelepah kelapa sawit yang dilakukan oleh Goenadi dkk (2012), Purwanto (2011) dan Sitanggang dan Romy (2015) menghasilkan nilai volatile matter



44



masing-masing sebesar 21,10%, 27,64%, dan 62,42%. Hasil penelitian sebelumnya menghasilkan nilai volatile matter



yang lebih rendah dari yang



dilakukan oleh peneliti yaitu hasil penelitan yang dilakukan oleh Goenadi dkk (2012) dan Prwanto (2011) sedangkan hasil yang dilakukan oleh Sitanggang dan Romy (2015) mengasilkan nilai yang lebih tinggi yaitu 62,62%. Hal ini disebabkan oleh hasil pengarangan bahan baku yang masih belum maksimal.



4.2.4.3 Kadar Abu Abu (ash) merupakan residu yang tersisa setelah proses pembakaran. Mineral yang tidk dapat terbakar akan tertinggal dan menjadi abu, abu ini dapat menurunkan nilai kalor dan menyebabkan kerak pada peralatan. Sehingga, persentasi abu yang di ijinkan tidak boleh terlalu besar.



7



Kadar Abu (%)



6 5 4 3 2 1 0



6



8



10



12



14



Konsentrasi Perekat (%)



Gambar 9. Grafik Hubungan konsentrasi perekat terhadap Kadar Abu briket



Dari gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perekat yang ditambahkan maka kadar abu akan semakin turun. Hal ini dikarenakan kadar abu yang tinggi pada arang menjadi berkurang setelah ditambahkan perekat pati singkong yang memiliki kadar abu yang rendah yaitu 0,2%. Hal ini sependapat dengan Purwanto (2011) yang menyatakan bahwa semakin banyak penambahan



45



bahan perekat, maka kadar abu akan mengalami penurunan. Selain hal itu, perlakuan pembakaran cangkang kelapa sawit menjadi arang mempengaruhi kadar abu yang dihasilkan. kadar abu yang dihasilkan akan mempengaruhi nilai kalor suatu briket dimana semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah nilai kalor yang dihasilkan. Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai kadar abu yang paling tinggi adalah 6,35% pada sampel dengan konsentrasi perekat 6%, sedangkan untuk briket dengan konsentrasi perekat 14% memiliki nilai kadar abu yang paling rendah dengan nilai 4,14 %. Dengan demikian, nilai kadar abu antara 4,14 % sampai dengan 6,35 % dapat memenuhi standar syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI yaitu ≤ 8 %. Dari hasil penelitian sebelumnya tentang briket cangkang kelapa sawit dan pelepah kelapa sawit yang dilakukan oleh Goenadi dkk (2012), Purwanto (2011) dan Sitanggang dan Romy (2015) menghasilkan nilai kadar abu masing-masing sebesar 9,65%, 4,11%, dan 22,92%. Hasil penelitian sebelumnya menghasilkan nilai kadar air yang lebih tinggi dilakukan oleh Sitanggang dan Romy serta terendah oleh Purwanto hal ini hampir sam dengan dilakukan oleh peneliti. Hampir semua hasil penelitian yang dilakukan oleh Peneliti dan peneliti sebelumnya memenuhi Standar Nasional Indonesia kecuali hasil penelitain yang dilakukan loleh Goenadi dkk dan Sitanggang dan Romy.



4.2.4.4 Fixed Carbon Kadar karbon terikat merupakan fraksi karbon yang terikat di dalam arang selain fraksi air, zat mudah menguap dan abu (Abidin, 1973; Triono, 2006). Keberadaan karbon terikat di dalam briket arang dipengaruhi oleh nilai kadar abu dan kadar zat menguap/terbang.



46



Kadar Fixed Carbon (%)



56 54 52 50 48 46 44



6



8



10



12



14



KonsentrasI Perekat (%)



Gambar 10. Hubungan konsentrasi perekat terhadap Nilai Fixed Carbon briket



Dari gambar 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perekat yang ditambahkan maka kadar fixed Carbon akan semakin turun. Hal ini disebabkan tingginya lignin yang terdapat didalam bahan baku briket. Selain itu juga nilai karbon terikat dipengaruhi besar kecilnya nilai kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap. Hal ini terlihat semakin tinggi konsentrasi perekat dalam suatu briket maka kadar abu dan kadar volatile matter pun meningkat yang pada akhirnya akan menurunkan nilai karbon tertambat yang ada didalam briket. Gambar 10 nilai kadar karbon briket cangkang kelapa sawit dapat dilihat bahwa nilai kadar fixed karbon yang paling tinggi adalah 54,62% pada sampel dengan konsentrasi perekat 6%, sedangkan untuk briket dengan konsentrasi perekat 14% memiliki nilai kadar fixed carbon yang paling rendah dengan nilai 48,76 %. Dengan demikian, nilai kadar fixed carbon antara 48,76% sampai dengan 54,62 % tidak dapat memenuhi standar syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 77 %.



47



4.2.5 Shatter Index



Shatter Index (%)



16



12



8



4



0



6



8



10



12



14



Konsentrasi Perekat (%)



Gambar 11. Hubungan konsentrasi perekat terhadap Shatter Index briket



Dari hasil pengujian yang diperlihatkan dengan tabel 12 dan gambar 11 diatas, terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi perekat yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai shatter index suatu briket, hal ini berarti daya tahan briket yang dihasilkan akan semakin kurang baik. Terlihat briket dengan konsentrasi perekat 6% memiliki nilai shatter indek yang rendah dari sampel lainnya. Briket ini kehilangan partikel sebanyak 0,2704 gram atau sebesar 1,20%. Sedangkan briket yang banyak kehilangan partikel adalah briket dengan campuran perekat 14% sebesar 2,9908 gram atau sebesar 13,52%. Hal ini dikarenakan suatu briket mengikat lebih banyak uap air dan konsentrasi perekat pati singkong yang lebih tinggi juga menyebabkan briket susah untuk kering secara sempurna sehingga lebih rapuh. Pada permukaan sisi bagian bawah briket berperekat dengan konsentrasi tinggi karena adanya efek gravitasi bumi, maka air lebih mudah berkumpul kebawah akibatnya pada bagian bawah inilah air sulit menguap sehingga saat dilakukan uji shatter index pada ketinggian 1,8 meter, briket akan lebih banyak kehilangan partikelnya.



48



4.2.6 Waktu Pembakaran Briket



Waktu Penyalaan (menit)



30 25 20 15 10 5 0



6



8



10



12



14



Konsentrasi Perekat (%)



Gambar 12. Hubungan konsentrasi perekat terhadap waktu pembakaran briket Dari grafik diatas terlihat briket dengan konsentrasi perekat 6% memiliki waktu pembakaran yang lebih lama yaitu 25,20 menit. Pada konsentrasi 8% memiliki waktu pembakaran 23,92 menit. Pada konsentrasi perekat 10% memiliki waktu pembakaran 21,43% dan pada konsentrasi 14 adalah briket yang memiliki waktu pembakaran paling cepat yaitu 17,55 menit. Hal ini dikarenakan adanya kadar volatile matter yang terdapat didalam briket yang tidak terlalu tinggi. Waktu pembakaran dipengaruhi oleh nilai kadar air, nilai kalor dan volatile matter semakin tinggi nilai volatile matter maka akan semakin cepat pula waktu pembakaran suatu briket, akan tetapi pada proses pembakarannya akan menimbulkan jelaga yang sangat banyak. Briket yang memiliki volatile matter tinggi ketika dibakar semua senyawa beruba hidrokarbon dan karbon akan berinteraksi dengan oksigen sehingga akan terjadi pembakaran yang tidak sempurna yang akan menghasilkan senyarwa karbon monoksida, uap air, hidrogen dan metana. Hal ini sependapat seperti yang dikemukakan oleh Thabuot (2015) yang menyatakan apabila kandungan senyawa volatilnya tinggi maka briket arang akan mudah terbakar dengan kecepatan pembakaran yang tinggi.



49



4.2.7 Laju Pembakaran Briket



Laju Pembakaran (gr/menit)



1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00



6



8



10



12



14



Konsentrasi Perekat(%)



Gambar 13. Hubungan konsentrasi perekat terhadap Laju Pembakaran



Dari grafik terlihat briket dengan konsentrasi perekat 6% memiliki laju pembakaran paling rendah yaitu 0,88 gr/s sedangkan laju pembakaran tertinggi dimiliki oleh briket dengan konsentrasi perekat 14% . Hal ini disebabkan nilai kalor yang ada pada sampel briket dengan konsentrasi perekat lebih tinggi. Semakin tinggi nilai kalor suatu briket makan semakin rendah laju pembakaran briket. Semakin tinggi konsentrasi perekat maka semakin tinggi pula laju pembakaran briket. Laju pembakaran cepat dapat disebabkan oleh kadar volatile matter yang tinggi, bahan baku yang digunakan dan kerapatan suatu briket. Semakin tinggi konsentrasi perekat maka semakin tinggi kerapatan suatu briket. Semakin besar nilai kerapatan briket maka semakin lama waktu pembakarannya, sebab semakin rapat briket maka rongga udara semakin kecil sehingga semakin sukar dilalui oksigen pada proses pembakaran. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukuan oleh Sitanggang dan Romy (2015) menghasilkan laju pembakaran sebesar 1,55 gr/menit. Hal ini dikarenakan nilai volatile matter yang dari produk yang telah dihasilkan akan mempercepat laju pembakaran.