Bab IV Pembahasan RPK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB IV PEMBAHASAN



Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. A dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Elang di RSJ Provinsi Jawa Barat. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikososial, dan spiritual (Direja, 2011). Penulis melakukan pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan mengobservasi klien yaitu dari segi penampilan, pembicaraan, dan perilaku klien. Kemudian ditambah dengan menelaah catatan medik dan catatan keperawatan. Dalam pengkajian ini penulis mengkaji data dari tanggal klien masuk RSJ, identitas klien, identitas penggung jawab, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor prestisipitasi, pemeriksaan fisik, keluhan fisik, psikososial (genogram dan analisa genogram) konsep diri, hubungan sosial, spirtual, status mental, kebutuhan persiapan pulang, meknisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan klien, aspek penunjang dan aspek medik. Menurut Fitria (2009), tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang muncul biasanya adalah mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku, mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus, menyerang orang lain, melukai diri sendiri,merusak lingkungan,amuk atau agresif dan mengamuk. Hal ini



41



42



sesuai dengan kasus pada Tn.A dimana pada alasan masuk didapatkan data Tn.A mengatakan suka marah-marah dirumah, suka menghancurkan barang-barang dirumah, dan membawa sajam keluar untuk melukai tetangga. Menurut Yosep (2010, dalam Damaiyanti 2012), dalam faktor predisposisi perilaku kekerasan terdapat beberapa teori yang menjadi penyebab munculnya perilaku ini salah satunya yaitu teori biologis teori ini menyatakan adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut Direja (2011), faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan dapat terjadi karena stimulus lingkungan dan putus obat. Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data pengkajian faktor predisposisi yang ditemukan pada kasus klien Tn.A dimana keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti klien . Menurut Yosep (2007), dalam pengkajian faktor presipitasi yaitu seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam, ancaman tersebut dapat berupa injuri secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Menurut Yosep (2010, dalam Damaiyanti 2012), faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan berkaitan dengan ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi ekonominya. Berdasarkan teori yang telah disampaikan, ada kesamaan dengan apa yang dihadapi klien, bahwa klien mengatakan saat di rumah klien sering diejekin tetangganya dituduh mencuri motor dan dikatain pengangguran. Pengkajian status mental, dari cara berpenampilan klien rapi memakai seragam rumah sakit, klien tidak pernah mendengar suara-suara atau bisikan maupun bayangan, klien tidak mengalami halusinasi, dalam proses pikir klien pembicaraanya masih terarah dan masih dapat dimengerti, tetapi pada saat dikaji pembicaraan klien intonasinya tinggi,



43



keras dan berbicara kadang kacau, diaktivitas motorik klien terlihat sedikit tegang. Menurut (Direja,2011), tanda gejala klien perilaku kekerasan dapat dilihat dari pengkajian status mental dalam pembicaraan dengan nada keras, kasar mengancam dan aktivitas motorik tangan mengepal, tegang, muka merah, menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain dan lingkungan. Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program pengobatan klien yang dimulai dari segera setelah klien masuk rumah sakit. Hal ini merupakan proses yang menggambarkan usaha kerja sama antara tim kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Yosep, 2007). Pengkajian persiapan pulang penulis hanya mengkaji tentang berapa kali klien makan dan menu yang dikonsumsi klien, seharusnya penulis harus mengkaji apakah klien mandiri dalam makan atau harus dengan bantuan. Kemudian pada pengkajian BAB dan BAK penulis juga hanya mengkaji frekuensi dan kondisi feses dan urin, seharusnya penulis juga harus mengkaji bagaimana proses BAB dan BAK apakah mandiri atau dengan bantuan, dan dimana klien BAB dan BAK. Kemudian pada pengkajian istirahat tidur, penulis hanya mengkaji frekuensi tidur klien dari jam berapa sampai jam berapa. Seharusnya dilengkapi data kegiatan apa yang dilakukan klien sebelum tidur dan sesudah tidur. Kesulitan yang penulis hadapi dalam proses pengkajian adalah proses komunikasi teraupetik belum maksimal sehingga ada sebagian data-data yang pendokuimentasianya kurang mendalam. Aspek medik, diagnosa medik Skizofrenia Paranoid dan terapi medik yang diberikan Clozapin 2 x 25 mg. Clozapin adalah jenis obat antipskotik yang digunakan untuk gejala psikosis. psikposis adaah kumpulan gejala gangguan jiwa dimana sesorng merasa terpisah dari kenyataan ynga sebenarnya, di tandai denga timbulnya delusi dan halusinasi. Clozapin diberikan kepada penderita skizopfrenia, clozapine juga dapat membantu



44



mengurangi kecendrungan bunuh diri dan biasanya diunkan jika obat anti psikotik lainnya tidak memberikan perkembangan pada kondisi penderita. efek samping clozapin pusing, mual, merasa panas, berat badan bertambah dan napsumakan berkurang, mulit kering disertai meningkatnya ar liur sulitbungan air.



2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian



yang



digunakan



untuk



mengarahkan



perencanaan,



implementasi, dan evaluasi keperawatan (Damaiyanti, 2012). Menurut Fitria (2009) Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada kasus perilaku kekerasan antara lain perilaku kekerasan, resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, perubahan persepsi sensori : halusinasi, harga diri rendah kronis, isolasi sosial, dan berduka disfungsional. Diagnosa utama yang diangkat pada Tn. A yaitu resiko perilaku kekerasan, diagnosa ini didukung dengan data subyektif klien mengatakan cepat tersinggung, cepat marah dan mengamuk. Kemudian data obyektifnya klien terlihat berbicara keras, kadang kacau, emosi labil, kedua tangan dilipat. Diagnosa ini diambil menjadi prioritas utama karena pada saat pengkajian data-data diatas yang paling aktual. Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem adalah perilaku kekerasan, etiologinya yaitu harga diri rendah, dan sebagai efek yaitu resiko meciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Fitria,2009). Berdasarkan teori yang disebutkan ada perbedaan dengan kasus, bahwa yang menjadi core problem adalah resiko perilaku kekerasan, tetapi pada etiologi dan efek sama, yaitu harga diri rendah sebagai etiologi, dan resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sebagai efek. Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai



45



marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol (Yosep, 2007).



3. Intervensi Keperawatan Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah dicapai (Direja, 2011). Menurut Stuart (2001, dalam Direja, 2011), tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Tn. A berdasarkan pada teori keperawatan jiwa, dimana terdapat tujuan umumnya yaitu klien tidak melakukan tindakan kekerasan, dan terdapat sembilan tujuan khusus yaitu tujuan khusus pertama adalah bina hubungan saling percaya dengan klien, rasionalnya adalah hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya, tujuan khusus kedua yaitu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, rasionalnya adalah klien beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dapat membantu mengurangi stres dan penyebab perasaan jengkel atau kesal dapat diketahui, tujuan khusus ketiga adalah mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, rasionalnya adalah untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasa saat jengkel, tujuan khusus keempat adalah mengidentififkasi jenis perilaku kekerasan,



46



rasionalnya adalah dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Intervensi keperawatan selanjutnya pada tujuan khusus kelima adalah mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan, rasioanalanya adalah membantu klien untuk menilai perilaku kekerasan yang dilakukanya, tujuan khusus keenam adalah mengidentifikasi cara yang dilakukan ketika perilaku kekerasan muncul, rasionalnya adalah agar klien dapat mempelajari cara yang lain konstruktif, tujuan khusus ketujuh adalah ajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan, rasionalnya adalah memberikan simulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku kekerasan secara tepat, tujuan khusus kedelapan adalah ajarkan pada keluarga cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, rasionalnya adalah agar keluarga dapat merawat klien dengan perilakun kekerasan, tujuan kesembilan adalah anjurkan pada klien menggunakan obat dengan benar, rasionalnya adalah klien dan keluarga dapat mengetahui nama-nama obat yang diminum oleh klien (Damaiyanti, 2012). Dalam rencana keperawatan yang penulis susun pada masalah keperawatan Tn A, penulis sesuaikan dengan teori diatas.



4. Implementasi Implementasi merupakan standar dari standar asuhan yang berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan oleh perawat, dimana implementasi dilakukan pada pasien, keluarga dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat (Damaiyanti, 2012). Menurut Keliat (2009), strategi pelaksanaan klien resiko perilaku kekerasan ada lima yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu nafas dalam. Strategi pelaksanaan kedua membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara pukul bantal



47



atau kasur. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara verbal. Strategi pelaksanaan keempat membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual. Strategi pelaksanaan kelima membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan minum obat. Teori tersebut sesuai dengan yang penulis lakukan, tetapi penulis hanya dapat melaksanakan strategi pelaksanaan pertama melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu nafas dalam dilakukan pada tanggal 01 Juli 2019, pukul 11.00 WIB. Strategi pelaksanaan kedua membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara pukul bantal atau kasur dilakukan pada tanggal 02 Juli 2019, pukul 15.00 WIB. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara verbal dilakukan pada tanggal 03 Juli 2019, pukul 10.00 WIB. Strategi pelaksanaan keempat membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual dan strategi pelaksanaan kelima membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara minum obat, tidak dapat dilaksanakan penulis karena keterbatasan waktu dan kemampuan klien dalam memahami yang penulis ajarkan.



5. Evaluasi Menurut Kurniawati (2004, dalam Nurjanah, 2005), Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai berikut: S: Subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A:



48



Analisa diatas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul masalah baru atau data-data yang kontra indikasi dengan masalah yang ada. P: perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut perawat (Direja, 2011). Dalam penulisan kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil (sumatif) serta menggunakan system penulisan S.O.A.P sesuai dengan teori diatas. Evaluasi dilakukan setiap hari sesudah dilakukan interaksi terhadap klien. Hasil evaluasi yang didapatkan penulis sesuai dengan kriteria evaluasi yang penulis buat. Evaluasi yang didapatkan penulis antara lain pada tujuan khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya, tujuan khusus kedua yaitu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, tujuan khusus keempat yaitu klien dapat mengidentififkasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, tujuan khusus kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, tujuan khusus keenam yaitu klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan, tujuan khusus ketujuh yaitu klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam (SP 1), dengan cara pukul bantal atau kasur (SP 2), dengan cara verbal (SP 3). Hasil evaluasi yang penulis dapatkan sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yang penulis buat. Hambatan penulis selama proses keperawatan dilakukan yaitu tujuan khusus dalam diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua. Tujuan khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan tidak tercapai, dikarenakan selama proses keperawatan tidak ada keluarga yang datang menjenguk klien. Tujuan khusus kesembilan klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan



49



kegunaanya tidak tercapai, sehingga penulis melakukan pendelegasian tugas terkait masalah keperawatan pada Tn. A dengan perawat diruangan.