Bagi LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN BPH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA)POST OP OPEN PROSTATEKTOMI DENGAN PENERAPAN TINDAKAN BLADDER TRAINING DI RUANG BEDAH RSUD RADEN MATTAHER JAMBI TAHUN 2021



PEMBIMBING AKADEMIK: NS. DEWI MASYITAH, S.KEP, M.KEP, SP. KEP.MB



PEMBIMBING KLINIK: NS. ANGELIA, S.KEP NS. KARLINAH, S.KEP



DISUSUN OLEH: 1. Ade A Kurniawan 2. Dina Andrini 3. Ika Minarsih 4. Mohammad Yoza 5. Neneng Sri Rahayu 6. Nyimas Siti Suraya 7. Riani Lestari 8. Rizki Khoirunnisa 9. Rofiah 10. Tesa Wulandari



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES JAMBI TAHUN 2021 1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah penyakit kelenjar prostat dimana kelenjar prostat tumbuh membesar sehingga menghambat aliran urin dan menekan saluran kencing. Akibatnya aliran urin dari kandung kemih ke penis menjadi terhambat atau terhenti (Putra, 2015). BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) merupakan tumor jinak kronik profgresif yang paling sering terjadi pada laki-laki usia 51-60 tahun yang menimbulkan keluhan pada saluran kencing bawah (lower urinary tract symptoms) yang mengganggu kualitas hidup pasien (Duarsa, 2020). Pembesaran prostat dapat menyebabkan penyempitan lumen uretra dan sebagian menunjukkan gejala kinis berupa hambatan urine keluar dari buli-buli yang dikenal dengan BPO (Benign Prostatic Obstruction). Tata laksana BPH terdiri dari medikamentosa dan tindakan invasif minimal berdasarkan keluhan dan gejala klinis serta hasil dari pemeriksaan penunjang (Duarsa, 2020). Terdapat macam-macam tindakan bedah yang dapat dilakukan pada klien BPH antara lain, Prostatektomi Suprapubis, Prostatektomi Parineal, Prostatektomi Retropubik, Insisi Prostat Transuretral (TUIP), Transuretral Reseksi Prostat (TURP) (Purnomo, 2011). Pembedahan merupakan pilihan tindakan yang tepat dalam bpenatalaksanaan BPH. Kepetusan untuk intervensi pembedahan didasarkan



pada beratnya obstruksi,



adanya infeksi saluran kemih (ISK). Dan perubahan fisiologis pada prostat. Salah satu tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan adalah open prostatectomy / prostatektomi terbuka yang merupakan mekanisme pengakatan kelenjar melalui insisi obdomen. Open prostatectomy dibagi menjadi tiga yaitu prostatektomi suprapubik, prostatektomi perineal dan prostatektomi retropubik. Open prostatectomy dianjurkan untuk prostat dengan ukuran (>100 gram). Pasien yang telah dilakukan tindakan pembedahan bukan berarti tidak timbul masalah, penyulit yang dapat terjadi setelah tindakan prostatektomi terbuka adalah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak, retensi urine, impotensi dan terjadi infeksi. (Purnomo, 2011). Pasien BPH sebelum dan sesudah menjalani pembedahan akan muncul berbagai masalah biologis, psikologis, maupun spiritual, antara lain retensi urine, nyeri akut, ansietas/krisis situasi, gangguan pola tidur, gangguan beribadah, resiko infeksi dan resiko pendarahan. Masalah yang terjadi harus segera diatasi agar tidak terjadi komplikasi lebih 2



lanjut selain itu agar rawat inap di rumah sakit tidak lama, sehingga meminimalkan biaya perawatan, masalah keperawatan lain yang muncul adalah bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual. Oleh karena itu pasien BPH perlu dilakukan asuhan keperawatan dengan tepat. Peran perawat sangat penting dalam merawat pasien BPH antara lain sebagai pemberi pelayanan kesehatan, pendidik, pemberi asuhan keperawatan/ untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul. (Purnomo, 2011). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 memperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif. Salah satunya adalah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus. Kasus BPH ditemukan pada pria dengan usia lebih dari 65 tahun dan dilakukan pembedahan setiap tahunnya. Kasus di Amerika Serikat terdapat lebih dari setengah (50%) pada pria usia 60-70 tahun mengalami gejala benigna prostat hiperplasia dan antara usia 70-90 tahun sebanyak 90% mengalami gejala benigna prostat hiperplasia. Bila dilihat secara epidemiologinya menurut umur, insidensi benigna prostat hiperplasia pada usia di atas 40 tahun kemungkinan seseorang menderita penyakit ini sebesar 40%, dan bertambahnya usia dalam rentang usia 60-70 tahun akan meningkat menjadi 50%, kemudian di atas usia 70 tahun persentasenya bisa mencapai 90% (Haryanto, 2016). Di Indonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua pada lansia setelah batu saluran kemih. Jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia 50 tahun mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit BPH. (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan data pasien dengan kasus BPH (Benign prostatic hyperplasia) di ruangan bedah RSUD Raden Mattaher Jambi dengan waktu 3 bulan terakhir didapatkan data selama bulan oktober 2021 berjumlah 14 orang, dalam bulan november 2021 berjumlah 15 orang, dan bulan desember 2021 berjumlah 17 orang. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data yang ditemukan diruangan bedah dalam 3 bulan terakhir menandakan adanya peningkatan jumlah pasien dengan kasus BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) setiap bulan nya. Alasan kelompok mengangkat kasus BPH yaitu pada saat praktik di ruang bedah kasus BPH yang paling banyak, data kasus BPH yang didapat diruang bedah RSUD Raden Mattaher Jambi data pasien meningkat setiap bulannya sehingga menjadi kasus yang menarik dan membuat kami ingin mengangkat kasus tersebut menjadi kasus untuk seminar yang akan kami laksanakan.



3



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan diatas, didapatkan rumusan masalah: Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) Post Operasi Open Prostatektomy Di Ruang Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2021. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari karya ilmiah ini adalah melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia Post Operasi Open Prostatectomy. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan pengkajian pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi. b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi. c. Merumuskan Intervensi keperawatan BPH Post Operasi Open Prostatektomi. d. Melakukan implementasi pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi. e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi. D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Struktur Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan BPH Post Operasi Open Prostatektomi yang dapat digunakan acuan bagi praktik mahasiswa keperawatan. 3. Bagi Penulis Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya di bidang keperawatan bedah pada pasien BPH Post Operasi Open Prostatektomi. 4



BAB II A. Anatomi Fisiologi



TINJAUAN PUSTAKA



Kelenjar prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh dua duktus ejakulatorius, yang



5



merupakan kelanjutan dari vas deferen. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum pubroprostatikum dan sebelah inferior oleh difragma urogenital. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontarum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dan sfingter uretra eksterna secara embriologi, prostat berasal dari lima evaginasi epitel uretra posterior. Suplai darah prostat diperdarahi oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada sisi postero lateralis lever vesika (Wijaya, 2013). Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior kandung kemih, di depan rectum yang membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri, dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm, dan beratnya kurang lebih 20gram. Secara histopatologi, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyangga yang lain (Muttaqin, 2011). Sedangkan fisologis kelenjar prostat adalah: a. Menghasilkan cairan encer yang mengandung ion sitrat, ion phospat, enzim pembeku, dan profibrinosilin. Selama pengisian kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer dapat dikeluarkan untuk menambah lebih banyak jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat memungkinkan untuk keberhasilan fertilisasi (gumpalan) ovum karena cairan vas deferens sedikit asam. Cairan prostat menetralisir sifat asam dari cairan lain setelah ejakulasi (Syaifuddin, 2011). b. Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untukk melindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terdapat pada uretra. Dibawah kelenjar ini terdapat kelenjar Rulbo Uretralis yang memiliki panjang 2-5 cm. Fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat. Kelenjar ini menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan fisiologis sesuai kebutuhan spermatozoa (Wijaya & Putri, 2013).



6



B. Konsep Penyakit 1. Pengertian BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra parsprostatika (Jitowiyono, 2012). Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah pembesaran pada jaringan selular kelenjar prostat dan sel-sel epitel mengakibatkan prostat menjadi membesar. Ketika prostat cukup besar akan menekan saluran uretra menyebabkan obstruksi uretra baik secara parsial maupun total. Hal ini dapat menimbulkan gejala-gejala urinary hesitancy, sering berkemih, peningkatan resiko infeksi sluran kemih dan retensi urin. (Suharyanto, 2013). Selain itu menurut Budaya (2019), BPH dikarakteristikkan sebagai peningkatan jumlah sel-sel stroma dan epitel prostat di area periuretra yang merupakan suatu hyperplasia dan bukan hipertrofi, selain itu secara etiologi pada BPH terjadi peningkatan jumlah sel akibat dari proliferasi sel-sel stroma dan epitel prostat atau terjadi penurunan kematian sel-sel prostat yang terprogram. 2. Etiologi Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat, namun faktor usia dan hormonal peningkatan kadar dihidrotesteron (DHT) menjadi predisposisi terjadinya BPH. Menurut Prabowo & Pranata (2014) etiologi BPH sebagai berikut: a. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia. b. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat. c. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat 7



peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH. d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis) Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. e. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu terjadi benigna prostat hyperplasia. 3. Klasifikasi Menurut Sjamsuhidajat 2011, derajat BPH dibedakan menjadi empat, yaitu: a) Stadium I Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis b) Stadium II Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis, masih terasa kira-kira 60- 150 cc, ada rasa tidak enak BAK atau dysuria dan menjadi nocturia. c) Staudium III Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc. d) Stadium IV Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan, urine menetes secara periodic ontinen. 4. Patofisiologi Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan keseimbangan testosterone esterogen. Produksi testosterone menurun, esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. DHT inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga mempersempit 8



saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan untuk dapat mengeluarkan urin (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari bulibuli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obatobatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, yaitu Tindakan open prostatektomi dan Tindakan TURP (Black & Hawks, 2014). Salah satu tindakan dilakukan dalam penanganan BPH adalah dengan melakukan pembedahan terbuka atau bisa disebut open prostatectomi, tindakan dilakukan dengan cara melakukan sayatan pada perut bagian bawah sampai simpai prostat tanpa membuka kandung kemih kemudian dilakukan pengangkatan prostat yang mengalami pembesaran (Samsuhidajat, 2010). TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan couter yang disambungkan dengan arus listrik. Adanya luka atau kerusakan jaringan akan melepaskan bahan kimia endogen yang dapat mempengaruhi keberadaan non iseptor yang merupakan saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri (Haryono, 2012). Pada pasien post operasi prostatektomi nyeri tidak hanya diakibatkan hanya pembedahan, namun pasien mengalami nyeri karena adanya clot darah/gumpalan darah dikandung kencing sehingga dapat menyumbat kateter. Clots tersebut merupakan sisa-sisa jaringan hasil reseksi didalam. Gumpalan darah dapat menyebabkan nyeri jika clot darah/ gumpalan darah sangat banyak sehingga kandung kencing sangat teregang. Nyeri disebabkan karena cairan irigasi dari penampung tetap menetes sedangkan aliran kateter kebawah tidak lancar, sehingga kandung kencing penuh (Haryono, 2012). 9



5. WOC Pre Op Menurut Tanto (2014) perjalanan penyakit BPH Faktor pencetus BPH :Riwayat Kongenital, faktor umur, jenis kelamin Pembesaran Kelenjar Prostat BPH



Rencana Operasi



Obstruksi Saluran Kemih Retensi Urine Tindakan Sistotomi



Luka Sayatan



Stoma dan Epitel



Produksi Urine



Pengetahuan Informasi ANSIETAS



Vesika urinaria tak mampu Menampung Frekuensi Miksi meningkat Vesika Urinaria Penuh Terbangun untuk miksi Distensi Kandung Kemih



Kuman Masuk NYERI AKUT



Menggangu pola istirahat dan tidur GANGGUAN POLA TIDUR



Resiko Infeksi



WOC POST OP 10



Woc BPH post op prostatektomi Sumber: Haryono (2012)



6. Manifestasi Klinis



11



Menurut Nuari (2017), manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut sebagai syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, antara lain: 1) Gejala obstruktif a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika b. Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intravesikel sampai berakhirnya miksi c. Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing d. Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas 2) Gejala iritasi a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan b. Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (nocturia) dan pada siang hari c. Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing 7. Pemeriksaan Penunjang Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH adalah antara lain: 1. Sedimen urin Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi slauran kemih 2. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan. 3. Foto polos abdomen Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urine. 4. IVP (Intra Vena Pielografi) 12



Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli. 5. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal) Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor. 6. Systocopy Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra parsprostatika dan melihat prostat ke dalam rectum 8. Pelaksanaan Menurut Nuari (2017), penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH antara lain: 1. Observasi (watchfull waiting) Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan dan biasanya pasien dianjurkan untuk mengurangi minum, setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur. 2. Terapi medikamentosa a. Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang b. Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil 3. Terapi bedah Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu: a) Retensi urine berulang b) Hematuria c) Tanda penurunan fungsi ginjal d) Infeksi saluran kemih berulang e) Tanda obstruksi berat seperti hidrokel 13



f) Ada batu saluran kemih Menurut Brunner (2013), beberapa tindakan bedah yang dilakukan antara lain sebagai berikut: a. Terapi invasif secara minimal yang meliputi terapi panas mikro-gelombang transuretra (Transurethral Microwave Heat Treatment /TUMT), kompres panas ke jaringan prostat, ablasi jarum transuretra (Transurethral Needle Ablation/TUNA), melalui jarum tipis yang ditempatkan di dalam kelenjar prostat, sten prostat (tetapi hanya untuk pasien retensi kemih dan untuk pasien yang memiliki resiko bedah yang buruk). b. Reseksi bedah antara lain reseksi prostat transuretra/ TURP (Transurethral Resection of The Prostate) yang merupakan standar terapi bedah, insisi prostat transuretra/ TUIP (Transurethral Incision of The Prostate), elektrovaporisasi transuretra, terapi laser, dan prostatektomi terbuka. 4. Kateterisasi urine Tindakan ini digunakan untuk membantu pasien yang mengalami gangguan perkemihan karena retensi urine. Kateterisasi urine adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih. Pemasangan kateter menyebabkan urine mengalir secara continue pada pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi pada saluran kemih. 9. Komplikasi Komplikasi menurut Budaya (2019), BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu komplikasi pada traktus urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius. Di dalam traktus urinarius komplikasi BPH meliputi retensi urine berulang atau kronis, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, batu kandung kemih, perubahan patologi pada kandung kemih (trabekulasi, sakulasi divertikel), hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal. Sedangkan komplikasi di luar traktus urinarius adalah hernia dan hemoroid. Selain itu menurut Harmilah (2020), komplikasi pembesaran prostat meliputi: a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine). Pasien memerlukan kateter yang dimasukkan ke kandung kemih untuk menampung urine. Beberapa pria dengan pembesaran prostat membutuhkan pembedahan untuk meredakan retensi urine. 14



b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk mengososngkan kandung kemih dapat meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk sepenuhnya mengosongkan kandung kemih. Batu kandung kemih daoat menyebabkan infeksi, iritasi kandung kemih, adanya darah dalam urine, dan obstruksi saluran urine. d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan sepenuhnya dapat meregang dan melemah seiring waktu. Akibatnya dinidng kandung kemih tidak lagi berkontraksi dengan baik. e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine langsung dapat merusak ginjal atau memungkinkan infeksi kandung kemih mencapai ginjal. 10. Konsep Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan perawata untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional. Menurut (Siregar, 2021) Proses keperawatan meliputi antara lain: 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dalam proses keperawatanyang mencakup pengumpulan data yang sistematis, verifikasi data, pengorganisasian data, intepretasi data, dan melakukan dokumentasi data dan dilakukan oleh perawat yang professional di bidang kesehatan. 1) Riwayat keperawatan BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang air kecil dan beberapa waktu kemudian dapat berkurang dan baik lagi. Untuk mengkaji berat/ringannya gejala BPH dapat menggunakan grading International Prostatic Symptom Score (IPSS) 2) Keluhan utama Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan cermat. Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang keluhan yang dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan sebagainya. 3) Persepsi dan manajemen kesehatan



15



Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga. Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul. 4) Pola eliminasi Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi, urgensi, anuria, hematuria. 5) Pola aktivitas dan latihan Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK, misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan sebagainya. 6) Pola tidur Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat tidur. 7) Pola peran Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan berkemih. 8) Pemeriksaan fisik Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa ada tidaknya gejala komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya. 9) Pemeriksaan diagnostik Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium. Perhatikan adanya kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis, hipeureki, peningkatan kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya. 10) Program terapi Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter, monitoring laboratorium, dan sebagainya. 2. Diagnosa Keperawatan Menurut Muttaqin (2012) dan penulis mengadopsi dari Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), diagnosa keperawatan pada pasien post Prostatektomi Suprapubis: a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur bedah) b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan efek tindakan medis dan diagnostic. c. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan. d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif 16



e. Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi f. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur tubuh. 3. Intervensi No 1



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur bedah)



Tujuan (SLKI)



Intervensi (SIKI)



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun. Kriteria hasil: - Keluhan nyerimenurun - Meringismenurun - Sikap protektif menurun - Gelisahmenurun - Kesulitan tidur menurun - Frekuensi nadi, pola napas, TDmembaik



Manajemen nyeri Obserbasi - identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - identifikasi skala nyeri - identifikasi respon nyeri nonverbal - identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri - identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri - identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup - monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudahdiberikan - monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik - berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri - fasilitasi istirahat dan tidur - pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri - berikan analgesik sesuai terapi - ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri Edukasi - jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri



17



2



Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan efek tindakan medis dan diagnostic.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan eliminasi urine membaik. Kriteria hasil: - Sensasi berkemih meningkat - Desakan berkemih menurun - Distensi kandung kemihmenurun Berkemih tidak tuntas menurun - Urin menetes menurun - Frekuensi BAK membaik - Karakteristik urin membaik



18



- jelaskan strategi meredakan nyeri, anjurkan memonitor nyeri secara mandiri - anjurkan menggunakan analgesic secara tepat - ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi - kolaborasi pemberian analgesic. Manajemen eliminasi urine Observasi - Identifkasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine - Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine - Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna) Terapeutik - Catat waktu-waktu dan haluaranberkemih - Batasi asupan cairan, jika perlu - Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur Edukasi - Ajarkan tanda dan gejala infeksi salurankemih - Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaranurine - Anjurkan mengambil specimen urine midstream - Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih - Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot pinggul/berkemihan - Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontra indikasi - Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur



3



Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat infeksi menurun Kriteria hasil: - Kebersihan tangan meningkat - Kebersihan badan meningkat - Nafsu makan meningkat - Demam menurun - Kemerahan menurun - Nyeri menurun - Bengkak menurun - Cairan berbau busuk menurun - Kadar sel darah putih membaik - Kultur area luka membaik



4



Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat perdarahan menurun. Kriteria hasil: - Membrane mukosa lembab meningkat - Kelembaban kulit meningkat - Frekuensi nadi membaik - Pola nafas membaik - Tekanan darah membaik



19



Kolaborasi - Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra jika perlu Pencegahan Infeksi Observasi - monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik Terapeutik - batasi jumlah pengunjung cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien - pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi Edukasi - jelaskan tanda dan gejala infeksi - ajarkan mencuci tangan dengan benar - anjurkan meningkatkan asupan nutrisi - anjurkan meningkatka asupan cairan Kolaborasi - kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu Pencegahan perdarahan Observasi - Monitor tanda dan gejala perdarahan - Monitor nilai hematokrit/homoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah - Monitor tanda-tanda vital ortostatik Monitor koagulasi (mis. Prothombin time (TM), partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradsi fibrin dan atauplatelet) Terapeutik - Pertahankan bed rest selamaperdarahan



Batasi tindakan invasif, jikaperlu - Gunakan kasur pencegah dikubitus - Hindari pengukuran suhu rektal Edukasi - Jelaskan tanda dan gejala perdarahan - Anjurkan mengunakan kaus kaki saat ambulasi - Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi - Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan - Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K - Anjrkan segera melapor jika terjadi perdarahan Kolaborasi - Kolaborasi pemberian obat dan mengontrol perdarahan, jikaperlu - Kolaborasi pemberian prodok darah, jikaperlu - Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jikaperlu 1.09326 Terapi Relaksasi Observasi: - Identifikasi penurunan tingkat energy, Ketidakmampuan - berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif - Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan - Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya - Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan - Monitor respons -



5



Ansietas b.d. krisis Luaran Utama: situasional, kurang - Tingkat ansietas terpapar informasi Luaran Tambahan: - Dukungan sosial - Tingkat pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam L.09093 Tingkat Ansietas dengan kriteria hasil: - Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi: 5 (menurun) - Perilaku gelisah: 5 (menurun) - Perilaku tegang: 5 (menurun) - Konsentrasi: 5 20



-



(membaik) Pola tidur: 5 (membaik)



21



terhadap terapi relaksasi Terapeutik: - Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan - Berikan informasi tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi - Gunakan pakaian longgar - Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama - Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika perlu Edukasi: - Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. Music, meditasi, nafas dalam, relaksasi otot progresif) - Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih - Anjurkan mengambil posisi yang nyaman - Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi - Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih - Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Nafas dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing)



6



Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur tubuh.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan fungsi seksual meningkat. Kriteria hasil: - Kepuasan hubungan seksualmeningkat - Verbalisai aktivitas seksual berubah menurun - Verbalisasi peran seksual berubah menurun - Verbalisasi fungsi seksual berubah menurun



22



Edukasi Seksualitas Observasi: - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik: - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan - Jadwal pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan - Baerikan kesempatan untuk bertanya - Fasilitasi kesadaran keluarga terhadap anak dan remaja serta pengaruh Media Edukasi - Jelaskan anatomi dan fisiologi system reproduksi laki-laki dan perempuan - Jelaskan perkembangan seksualitas sepanjang siklus kehidupan - Jelaskan perkembangan emosi masa anak dan remaja - Jelaskan pengaruh tekana kelompok dan social terhadap aktivitas seksual - Jelaskan konsekuensi negative mengasuh anak pada usia dini (mis.kemiskinan, kehilangan karis dan pendidikan) - Jelaskan risiko tertular penyakit menular seksual dan AIDS akibat seks bebas - Anjurkan orang tua menjadi educator seksualitas bagi anakanaknya - Anjurkan anak/remaja tidak melakukan aktivitas seksual diluarnikah - Ajarkan keterampilan komunikasi asertif untuk



menolak tekanan teman sebaya dan social dalam aktivitas seksual



BAB III



TINJAUAN KASUS



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI JURUSN KEPERAWATAN JL. Dr. Tazar No.05 Buluran Kenali Telanaipura Jambi Telp (0741)65816 FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN Tanggal/Jam RS A .



Masuk :22-12-2021 puku 11.30 Tanggal Pengkajian



BIODATA



23



: 23-12-2021



1.



Identitas Pasien 1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Pendidikan



2.



B .



: Tn.Z : 55 tahun : Muara rutur rt.06 kab sarolangun : SMA ............................. .......



5. Pekerjaan 6. Tanggal Masuk 7. Diagnosis Medis 8. No. Register



Identitas P.Jawab Nama : Ny.A Pendidikan Umur : 51 tahun Pekerjaan Alamat : Muara rutur rt.06 Hubungan dg Klien kab. Sarolangun ............................. ....... RIWAYAT KEPERAWATAN 1.



: Petani : 22-12-2021 : BPH : 983***



: SMP : IRT : Istri



Riwayat penyakit sekarang Klien masuk RSUD raden mattaher jambi melalui poli bedah pada tanggal 22-122021 pukul 11.30 wib dengan keluhan nyeri saat BAK nyeri sudah di rasakan sejak 2 th yang lalu, nyeri hilang timbul skala nyeri 6, nyeri di rasakan pada area supra pubik sampai ke pinggang belakang. klien mengatakan BAK tidak lancar dan kadang sampai penuh pada kantong uretra namun tidak bisa BAK. Klien sudah berobat ke RS sarolangun dan klien di pasangkan kateter untuk mengeuarkan urin yang sudah menumpuk sebagai tindakan pertolongan pertama, selanjutnya klien di rujuk ke RSU raden mattaher untuk mendapatkan tindakan lanjut, kien di jadwalkan untuk operasi open prostatektomi tanggal 23-12-2021. Pada saat pengkajian pada tanggal 23-12-2021 pukul 15.00 Klien baru selesai menjalankan tindakan pengangkatan jaringan kelenjar prostat keadaan kien lemah, klien mengeluh nyeri pada area operasi tampak bekas op tertutup kassa TD: 130/70 mmHg, Nadi : 84x/menit RR 24x/ menit nyeri di rasakan menyebar skala nyeri 7 nyeri bertambah berat ketika klien bergerak dan batuk, pasien mengatakan BAK menggunakan kateter sejak di RS sarolangun sampai saat ini terhitung kurang lebih 10 hari, pasien mengatakan tidak merasakan sensasi berkemih saat menggunakan kateter, pasien tampak terpasang kateter three way, terpasang irigasi kateter, tampak urine bercampur darah pada urine bag, stosel (+)



2.



Riwayat penyakit masa lalu Klien sudah merasakan masalah dalam BAK sejak 2 th yang lau bila terjadi retensi urine klien ke RS sarolangun untuk di pasang kateter, klien selalu bolak balik ke RS untuk memasang kateter



3.



Riwayat Sosial Klien tinggal di desa muara kutur yang cukup padat penduduknya di lingkungan tempat tinggal klien tidak di ketahui apakah ada yang berpenyakit menular



4.



Riwayat Kesehatan Keluarga 24



Genogram



Klienmerupakananakpertamadari 7 bersaudara, tidakada yang mempunyairiwayatpenyakitsepertiklien, dan tidakadariwayatpenyakitketurunan, klientinggaldirumahmiliksendiridenganistri dan keempat orang anaknya. Keterangan: : Laki-laki : Perempuan : Tinggal di 1 Rumah : Meninggal C .



: Pasien PENGKAJIAN BIOLOGIS 1.



Rasa Aman dan Nyaman Klien mengeluh nyeri pada bekas operasi prostatektomi skala nyeri 7 nyeri di rasakan bila klien bergerak atau batuk nyeri yang dirasakan rasanya seperti tersayat-sayat klien melakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri



2.



Aktivitas dan Istirahat Sebelum sakit : klien rajin olahraga jalan kaki setiap habis sholat subuh dan tidak menggunakan alat bantu dalam aktivitas Saat sakit : seluruh aktivitas di bantu oleh keluarga dan perawat Eliminasi Eliminasi Urin Sebelum sakit : sebelum di rawat klien mengelug nyeri saat BAK sedikit sedikit dan masih bersisa Saat sakit : saat di RS klien terpasang kateter urine (+) dan di lakukan irigasi kandung kemih kontinyu ( spooling ) Eliminasi Feses Sebelum sakit : klien biasa BAB 1,2 x sehari konsistensi lunak BAB normal Saat sakit : klien belum BAB



3.



4.



Personal Hygiene 25



5.



6.



7.



8.



9.



D



Sebelum sakit : klien biasa mandi 2- 3 x sehari dan rutin menggosok gigi Saat sakit : klien mandi hanya di lap oleh istri Istirahat Sebelum sakit : saat dirumah klien biasa istirahat 2 jam pada siang hari dan biasanya klien memanfaatkan waktu dengan menonton tv Saat sakit : klien mengeluh susah untuk beristirahat karena suasana hospitalisasi Tidur Sebelum sakit : saat dirumah biasanya klien tidur pada pukul 22.00 wib dan sering terbangundi malam hari karena rasa BAK yang tidak puas Saat sakit : klien mengeluh sulit untuk tidur karena suasana hospitalisasi Cairan Sebelum sakit : klien biasa minum 6-8 jam gelas perhari klien biasa minum teh dan air putih Saat sakit : klien tidak ada pembatasan dalam cairan dan minum seperti biasa Nutrisi Sebelum sakit : klien biasa makan 3x sehari dengan nasi, lauk dan sayur kadang di sertai dengan buah buahan Saat sakit : klien makan nasi lunak 3x sehari dengan menu yang di sediakan oleh tim gizi RS klien mengatakan tidak ada kesulitan dalam menelan makanan, klien mengatakan mual akibat efek anestesi Kebutuhan Oksigenasi dan Karbondioksida Sebelum sakit : klien tidak mengalami kesulitan dalam bernafas, nafas reguler dan klien tidak mempunyai kebiasaan merokok Saat sakit : klien mengalami peningkatan frekuensi nafas akibat nyeri yang di rasakan post operasi RR 26x/menit



10 .



Kardiovaskuler



11 .



Seksualitas



2.



Hubungan Sosial



Sebelum sakit : klien mengatakan tidak mempunyai riwayat nyeri dada dan klien tidak menggunakan obat pacu jantung Saat sakit : post operasi klien mengalami penurunan tekanan darah 90/70 mmHg N : 100x/menit acral dingin, segera di lakukan loading cairan ivfd Rl 500cc, Tekanan darah naik menjadi 130/80 mmHg



Kondisi klien saat ini mempengaruhi fungsi seksual klien mempunyai 1 orang istri dan 4 orang anak PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL 1. Psikologi Klien sangat kooperatif saat di ajak berkomunikasi dan keluarga tampak saling mendukung satu sama lain, kien tampak sabar dan berharap untuk kesembuhan penyakitnya dan bersemangat untuk sembuh dari penyakit yang di deritanya saat ini. Klien mengatakan selama sakit tidak bisa menjalankan aktivitas normal klien selalu mengontrol aktivitas dan pergerakannya Klien selalu berterimakasih kepada perawat dan dokter yang sudah merawatnya dan mempercayakan semua pengobatan pada dokter dan perawat



26



3.



E



Klien tinggal di desa yang mayritas penduduknya adalah petani tidak terjadi gangguan dalam konsep diri dan klien tidak menarik diri akibat penyakitnya atau menggangap penyakit adalah beban Tidak di ketahui apakah ada yang berpenyakit menular di lingkungan tempat tinggal klien Spiritual Sebelum sakit : klien selalu menjalankan sholat 5 waktu tepat pada waktunya Saat sakit : klien tidak bisa menjalankan ibadah dengan sempurnah, klien banyak berdoa untuk kesembuhannya dan klien percaya bahwa penyakitnya ini adalah ujian dari allah dan lebih sabar dalam menghadapinya.



PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Keadaan umum lemah, wajah tampak meringis menahan nyeri pada luka post operasi kesadaran composmentis GCS 15 ( E : 4 M: 6 V : 5) TTV : TD: 130/80 mmHg, N : 94x/menit RR : 22X/menit S : 37 2. Pemeriksaan Cepalocaudal Kepala : simetris, rambut hitam dan sebagian beruban, kulit kepala bersih, lesi (-) Mata : penglihatan baik, sklera putih, konjungtiva anemis pupil isokor Hidung : simetris, penciuman baik, mukosa hidung bersih NCH (-) Mulut : kemampuan bicara baik dan jelas mukosa mulut lembab gigi bersih, tidak ada lesi di bibir, lidah bersih Leher Bentuk simetris, gerakan refleks menelan (+) tidak ada pembengkakan getah bening tidak ada pembesara JVP Dada Thorax ( sistem pernafasan ) pemeriksaan paru paru Inspeksi: simetris kiri dan kanan Palpasi : Fremitus kiri kanan sama Perkusi : terdengar vesikuler Auskulitasi : ronchi, wheezing – Pemeriksaan jantung ( sistem kariovaskuler ) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis tidak teraba Perkusi : kiri ictus atas ric II bunyi pekak Auskultasi : irama jantung ireguler ( lup dup ) Abdomen Inspeksi : perut datar tidak ada asates Palpasi : terdapat nyeri tekan pada bekas operasi Perkusi : bunyi timpani Auskultasi : bising usu (+) 10x Genitalia Terpasang kateter urine (+) kateter di traksi ke abdomen Drip kateter dengan nacl 0,9 % 80 ptm 27



Ekstremitas Atas Terpasang infus pada ekstremitas kiri atas kekuatan otot normal Ekstremitas Bawah Tidak ada edema pada kedua ekstremitas kekuatan otot normal F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Radiologi (tuliskan tanggal pemeriksaan, hasil, dan rentang nilai normal) Thorax tanggal 13-12- 2021 Cor : CTR < 50 % Art : normal Paru : Tampak infiltral di perfus kanan kiri Ke 2 sinus diafagma baik, tulang normal Kesan : cor normal corakan bronkitis 2. Laboratorium (tuliskan tanggal pemeriksaan, hasil, dan rentang nilai normal) DR tanggal 13-12-2021 Hb : 15,05 gr/dl (13,4-17,2) Ht : 44,4 % ( 34,5 – 54 ) Plt : 279 ( 150- 450) Wbc : 7,89 Penandan tumor tanggal 13 – 12- 2021 PSA : 7,25 mg/ml < 40 tahun ( 0,21- 1,72 ) 50-59 tahun( 0,9- 3,42 ) 60-69 tahun ( 0,22- 6, 10) > 69 tahun ( 0,21-6,77) DR post operasi tanggal 23 -12 -2021 Hb : 13,6 gr/dl Ht : 38,5 Plt : 280 WBC : 14,9 3. EEG, ECG, EMG, USG, CT-SCAN (tuliskan tanggal pemeriksaan, hasil, dan rentang nilai normal) USG tanggal 13-12-2021 Usg ginjal hidronefrosis (-) Buli reguler Vol prostat = 113 ml G TERAPI YANG DIBERIKAN 1. Oral Tidak ada 2.



Parenteral Ivfd nacl 0,9 % 500 ml Inj cefriaxon 2x 1 gr Inj ketorolac 3x 30 mg Inj omz 2x 40 mg Vit k 3x 10mg 28



Jambi, 23 -12- 2021 Mahasiswa



Kelompok.



ANALISA DATA NO.



DATA



1.



DS: P: post operasi prostatektomi Q: rasanya seperti tertusuk-tusuk R: pada perut bekas luka operasi S: skala 7 T: terjadi secara mendadak, nyeri bertambah berat ketika klien bergerak dan batuk,



PENYEBAB Agen pencedera fisik (kondisi pembedahan)



29



MASALAH Nyeri akut



DO:  Wajah tampak meringis  Klien bersikap protektif (mengurangi gerakan yang dapat memicu nyeri)  Frekunsi nadi 98 x/menit  Klien sulit tidur 2.



DS: DO: -



Faktor resiko Kurang terpapar informasi tentang pencegahan pendarahan



Risiko perdarahan



3.



DS: DO: -



Faktor resiko Efek prosedur invasif



Risiko infeksi



4.



DS: Klien menanyakan tentang kondisi kesehatannya, perawatan luka dan perawatan kateter DO: Wajah tampak kebingungan



Kurang tepaparinformasi



Defisit pengetahuan



DIAGNOSA KEPERAWATAN NO



TGL/ JAM



DIAGNOSA KEPERAWATAN



30



PARAF



1



23122021 14.00



Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik (kondisi pembedahan) d.b.d Pasien mengeluh nyeri pada bekas operasi, wajah tampak meringis, klien bersikap protektif (mengurangi gerakan yang dapat memicu nyeri), Frekunsi nadi 98 x/menit, Klien sulit tidur Kelompok



2



3



4



23- Resiko perdarahan d.b.d faktor resiko tindakan pembedahan 122021 14.15



23- Resikoinfeksi d.b.d faktor resiko efek prosedur invasif 122021 14.30



Kelompok



Kelompok



23- Defisit pengetahuan b.d Kurang tepapar informasi d.d Klien 12- menanyakan tentang kondisi kesehatannya, perawatan luka dan 2021 perawatan kateter, Wajah tampak kebingungan 14.35



Kelompok



INTERVENSI KEPERAWATAN NO



JAM/ TGL



DIAGNOSA



TUJUAN



SIKI



31



PARAF



1



23/12/ 2021 15.00



Nyeri Akut Setelah MANAJEMEN NYERI (I. 08238) (D.0077) dilakukan 1. Observasi Tindakan  lokasi, karakteristik, durasi, keperawatan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri selama 3x24 jam  Identifikasi skala nyeri diharapkan, nyeri  Identifikasi respon nyeri non berkurang verbal dengan kriteria  Identifikasi faktor yang hasil: memperberat dan memperingan - Keluhan nyeri nyeri menurun 2. Terapeutik - Wajah rileks  Berikan teknik - Sikap nonfarmakologis untuk mengurangi protektif rasa nyeri (mis.relaksasinafasdalam menurun dan distraksi) - Frekuensi nadi  Kontrol lingkungan yang membaik memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)  Fasilitasi istirahat dan tidur 3. Edukasi  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri  Jelaskan strategi meredakan nyeri  Anjurkan memonitor nyri secara mandiri  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 4. Kolaborasi  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



32



2



23122021 15.25



Risiko perdarahan



Setelah PENCEGAHAN PERDARAHAN (I.02067) dilakukan 1. Observasi Tindakan  Monitor tanda dan gejala pendarahan keperawatan selama 3x24 jam  Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah diharapkan 2. Terapeutik tingkat  Batasi tindakan invasif, jika perlu pendarahan menurun dengan 3. Edukasi  Jelaskan tanda dan gejala perdarahan kriteria hasil:  Anjurkan untuk meningkatkan asupan - Pendarahan cairan untuk menghindari konstipasi pasca  Anjurkan untuk meningkatkan asupan operasi makanan dan vitamin K menurun  Anjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan 4. Kolaborasi  Kolaborasi pemberian obat pengontrol pendarahan, jika perlu  Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu



3



23/12/ 2021 15.45



Risiko Infeksi



Setelah PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539) dilakukan 1. Observasi Tindakan keperawatan  Monitor tanda dan gejala infeksi local selama 3x24 jam dan sistemik diharapkan tingkat infeksi 2. Terapeutik menurun dengan • Batasi kontak dengan orang lain, kriteria hasil: • pakai alat pelindung diri, • cuci tangan sbelum dan setelah aktifitas - tanda-tanda memakai sabun dan air mengalir, infeksi tidak • berikan perawatan luka dan daerah kulit ada yang oedem. - Mencapai proses 3. Edukasi penyembuhan secara optimal • Jelaskan tanda dan gejala infeksi, • anjurkan meningkatkan asupan nutrisi



4



23/12/ 2021 16.00



Defisit pengetahuan



dan cairan, Setelah EDUKASI KESEHATAN (I.12383) dilakukan 1. Observasi: Tindakan  Identifikasikesiapan dan keperawatan kemampuanmenerimainformasi selama 30 menit,2. Terapeutik  diharapkan  Sediakanmateri dan media kesehatan tingkat  Jadwalkanpendidikankesehatansesuaik pengetahuan esepakatan 33



meningkat,  Berikankesempatanuntukbertanya dengan kriteria3. Edukasi hasil:  Jelaskanfaktorrisikoyang  mempengaruhikesehatan -Klien mengerti  Ajarkanperilakuhidupbersih dan sehat tentang proses penyakit dan perawatannya



IMPLEMENTASI NO DX



TGL/JAM



TINDAKAN KEPERAWATAN



34



PARAF



1



23/12/2021 16.10







   2



23/12/2021 16.30



  



3



23/12/2021 17.00



  



 4



23/12/2021 17.30



 



Mengidentifikasi lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri (lokasi nyeri pada bekas luka operasi yaitu pada abdomen bawah area supra pubis, nyeri seperti tersayat, durasi 2 menit, frekuensi sering) Mengidentifikasi skala nyeri (skala nyeri 7) Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri (nyeri terasa berat Ketika batuk dan merubah posisi) Mengajarkan teknik non farmakologi (relaksasi nafas dalam) Memonitor tanda dan gejala pendarahan (urine tampak berwarna merah) menganjurkan untuk meningkatkan asupan makanan dan vitamin K (sayur-sayuran hijau, buah-buanhan) Menganjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan yang banyak Membatasi jumlah pengunjung (hanya boleh satu orang yang bisa menjaga pasien) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien Menjelaskan tanda dan gejala infeksi luka tampak kemerahan, demam, rasa sakit, luka terasa panas, edema, adanya pus ( klien dan keluarga mengerti tanda-tanda infeksi) Menganjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi dan cairan Mengidentifikasi kesiapan menerima informasi (klien belum siap karena masih merasakan nyeri) Menjadwal kan pendidikan kesehatan sesuai dengan kesepakatan ( penkes dijadwalkan sore jum’atjam 15.00)



IMPLEMENTASI NO DX



TGL/JAM



TINDAKAN KEPERAWATAN



35



PARAF



1



24/12/2021 15.00



 



 2



24/12/2021 15.30



  



3



24/12/2021 16.00







   4



24/12/2021 16.30



 







Mengidentifikasi skala nyeri (skala nyeri 6) Menganjurkan klien untuk melakukan teknik non farmakologi relaksasi nafas dalam dan teknik distraksi (klien mengatakan nyeri sedikit berkurang dengan melakukan teknik relaksasi nafas dalam) Berkolaborasi dalam pemberian analgesik (nyeri berkurang dengan pemberian injeksi iv 3x30 mg) Memonitor tanda dan gejala pendarahan (urine tampak masih berwarna merah) menganjurkan untuk meningkatkan asupan makanan dan vitamin K (sayur-sayuran hijau dan sayursayuran) Menganjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan yang banyak Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik (bekas operasi masih tertutup kassa, tidak ada edema dan kemerahan disekitar area luka yang tertutup kassa) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar Menganjurkan untuk tetap meningkatkan nutris dan cairan Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan dirumah (memberikan penkes tentang teknik bladder training) Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya (klien bertanya tentang perawatan kateter dan bladder training, proses penyakit serta perawatan dirumah) Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat (klien mengerti tentang pentingnya PHBS)



IMPLEMENTASI NO DX



TGL/JAM



TINDAKAN KEPERAWATAN



36



PARAF



1



25/12/2021 16.00



  



2



25/12/2021 16.30



  



3



25/12/2021 17.00







 



Mengidentifikasi skala nyeri (skala nyeri 4) Menganjurkan untuk melakukan teknik non farmakologi (relaksasi nafas dalam) bila rasa nyeri muncul Memfasilitasi istirahat dan tidur (klien sudah bisa istirahat dan tidur karena rasa nyeri berkurang) Memonitor tanda dan gejala pendarahan (urine tampak kuning) menganjurkan untuk meningkatkan asupan makanan dan vitamin K (sayur-sayuran hijau) Menganjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan yang banyak Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik (pada saat peggangian balutan tidak terdapat tanda-tanda infeksi, luka tampak kering, dan tidak ada pus) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien Mengajarkan cara memerikasa kondisi luka post op (klien dan keluarga memahami cara memeriksa kondisi luka post op)



EVALUASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN Nyeri akut



TGL/JAM



CATATAN PERKEMBANGAN



23/12/21 16.25



S: klien mengeluh nyeri pada luka operasi O: wajah tampak meringis, klien bersikap protektif,HR ↑: 98x/m, skala nyeri 7 37



PARAF



A: masalah keperawatan belum teratasi



Resiko perdarahan



23/12/21 16.40



P: lanjutkan intervensi keperawatan  Menajemen nyeri S: O: urine pasien tampak berwarna merah A: masalah keperawatan belum teratasi P: lanjutkan intervensi keperawatan  Pencegahan pendarahan



Resiko infeksi



23/12/21 17.20



S: O: tampak luka post op tertutup kassa, klien terpasang kateter, cairan irigasi kateter berwarna merah A: masalah keperawatan belum teratasi P: lanjutkan intervensi keperawatan  Pencegahan infeksi



defisitpengetahuan



23/12/21 17.45



S: klien menanyakan tentang kesehatannya, perawatan luka dan perawatan kateter O: klien tampak bingung A: masalah keperawatan belum teratasi P: lanjutkan intervensi keperawatan  Edukasi kesehatan  Jadwalkan penkes, sabtu 24/12/2021



EVALUASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN Nyeri akut



TGL/JAM 24/12/21 16.30



CATATAN PERKEMBANGAN S: klien mengatakan nyeri masih terasa O: wajah tampak meringis, klien masih bersikap protektif, skala nyeri 6 38



PARAF



A: masalah keperawatan belum teratasi



Resiko perdarahan



24/12/21 16.45



P: lanjutkan intervensi keperawatan  Menajemen nyeri S: O: urine pasien tampak masih berwarna merah A: masalah keperawatan belum teratasi P: lanjutkan intervensi keperawatan  Pencegahan pendarahan



Resiko infeksi



24/12/21 17.15



S: O: tampak luka post op tertutup kassa, klien terpasang kateter, cairan irigasi kateter berwarna merah A: masalah keperawatan belum teratasi



Defisit pengetahuan



24/12/21 17.25



P: lanjutkan intervensi keperawatan  Pencegahan infeksi S: klien mengerti tentang masalah kesehatannya, perawatan luka, perawatan kateter, dan teknik bladder training O: klien tampak antusias dan menampakkan minat yang tinggi untuk belajar A: tujuan tercapai, tingkat pengetahuan pasien meningkat P: lanjutkan intervensi keperawatan Edukasi kesehatan



EVALUASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN Nyeri akut



TGL/JAM 25/12/21 15.00



CATATAN PERKEMBANGAN S: klien mengatakan nyeri sudah berkurang O: k/u sedang, wajah tampak tenang, 39



PARAF



skala nyeri 4 A: masalah keperawatan teratasi sebagian



Resiko perdarahan



25/12/21 15.30



P: lanjutkan intervensi keperawatan  Anjurkan teknik relaksasi bila nyeri muncul S: O: urine pasien tampak berwarna merah muda A: masalah keperawatan teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi keperawatan Pencegahan pendarahan



Resiko infeksi



25/12/21 16.05



S: O: luka post op tampak kering, tidak ada pus, tidak ada kemerahan sekitar luka A: tujuan tercapai (tidak terjadi infeksi pada luka post op) P: lanjutkan intervensi keperawatan  Pencegahan infeksi



BAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan Kasus



Berdasarkan data fokus yang didapatkan dari pengkajian pada pasien Tn. Z, laki – laki, umur 55 tahun keluhan utama yang ditemukan yaitu Klien masuk RSUD raden mattaher 40



jambi melalui poli bedah pada tanggal 22-12-2021 pukul 11.30 wib dengan keluhan nyeri saat BAK nyeri sudah di rasakan sejak 2 th yang lalu, nyeri hilang timbul skala nyeri 6, nyeri di rasakan pada area supra pubik sampai ke pinggang belakang. klien mengatakan BAK tidak lancar dan kadang sampai penuh pada kantong uretra namun tidak bisa BAK. Klien sudah berobat ke RS sarolangun dan klien di pasangkan kateter untuk mengeuarkan urin yang sudah menumpuk sebagai tindakan pertolongan pertama, selanjutnya klien di rujuk ke RSU raden mattaher untuk mendapatkan tindakan lanjut, kien di jadwalkan untuk operasi open prostatektomi tanggal 23-12-2021. Pada saat pengkajian pada tanggal 23-12-2021 pukul 15.00 Klien baru selesai menjalankan tindakan pengangkatan jaringan kelenjar prostat keadaan kien lemah, klien mengeluh nyeri pada area operasi tampak bekas op tertutup kassa TD: 130/70 mmHg, Nadi : 84x/menit RR 24x/ menit nyeri di rasakan menyebar skala nyeri 7 nyeri bertambah berat ketika klien bergerak dan batuk, pasien mengatakan BAK menggunakan kateter sejak di RS sarolangun sampai saat ini terhitung kurang lebih 10 hari, pasien mengatakan tidak merasakan sensasi berkemih saat menggunakan kateter, pasien tampak terpasang kateter three way, terpasang irigasi kateter, tampak urine bercampur darah pada urine bag, stosel (+) Hal ini memiliki kesuaian dengan teori Tanto (2014) bahwa pasien dengan Benign Prostatic Hyperplasia (Bph) mengalami bak tidak lancar saat miksi pasien harus menunggu sebelum urin keluar , Harus mengedang saat mulai miksi dan Kurangannya kekuatan dan pancaran urine.Selain itu Menurut Haryono (2012) pada pasien yang telah di lakukan tindakan operasi open prostatektomi pasien mengeluh nyeri mengalami nyeri karena adanya clot darah/gumpalan darah dikandung kencing sehingga dapat menyumbat kateter. Clots tersebut merupakan sisa-sisa jaringan hasil reseksi didalam. Gumpalan darah dapat menyebabkan nyeri jika clot darah/ gumpalan darah sangat banyak sehingga kandung kencing sangat teregang. Nyeri disebabkan karena cairan irigasi dari penampung tetap menetes sedangkan aliran kateter kebawah tidak lancar, sehingga kandung kencing penuh. Diagnosa keperawatan yang di angkat yaitu nyeri akut b.d agen pencidera fisik, gangguan eliminasi b.d efek tindakan pembedahan Resiko perdarahan d.b.d faktor resiko tindakan pembedahan, Resiko infeksi d.b.d faktor resiko efek prosedur invasif, Defisit pengetahuan b.d Kurang tepapar informasi Dari keempat diagnosa yang telah dirumuskan, kelompok membuat prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang harus segera ditangani. Oleh karena itu prioritas diagnosa keperawatan yang kelompok tegakkan adalah yaitu gangguan eliminasi urine b.d efek tindakan pembedahan d.b.d pasien mengatakan BAK 41



menggunakan kateter sejak di RS sarolangun sampai saat ini terhitung kurang lebih 10 hari, pasien mengatakan tidak merasakan sensasi berkemih saat menggunakan kateter, pasien tampak terpasang kateter three way, terpasang irigasi kateter, tampak urine bercampur darah pada urine bag, stosel (+). Rencana tindakan keperawatan di fokuskan pada masalah Gangguan eliminasi urine b.d efek tindakan pembedahan tindakan keperawatan yang meliputi Memonitor Keseimbangan cairan (intake:1000 cc output: 800 cc Sejak satu jam setelah operasi) Memeriksa aktivitas dan mobilitas/posisi kateter (terfiksasi ke arah abdomen) Memonitor cairan irigasi yang keluar (cairan masuk dan cairan keluar seimbang) Menggunakan cairan isotonis untuk irigasi kandung kemih (cairan nacl 0,9% 80 drip kateter) , Menjaga privasi klien dengan memasang skerem, Mengosongkan kantong urine



42



B. Review Article / EBN (Evidence Based Nursing)



1. P : Pasca Operasi Pada Penderita Benign Prostat Hyperplasia I : Teknik Relaksasi Benson C : Tidak ada Intervensi Pembanding O : Penurunan Skala Nyeri 2. Pertanyaan Klinik: Pada pasien Pasca Operasi Pada Penderita Benign Prostat Hyperplasia, apakah pemberian Teknik Relaksasi Benson dapat menurunkan Skala Nyeri? Artikel yang dipilih: The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of Postoperative Pain in Patients with Benign Prostat Hyperplasia at RSUD dr. H Soewondo Kendal “Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala Nyeri Pasca Operasi Pada Penderita Benign Prostat Hyperplasia Di RSUD dr. H Soewondo Kendal” Analisis Singkat Artikel



Judul



The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of



Artikel



Postoperative Pain in Patients with Benign Prostat Hyperplasia at RSUD dr. H Soewondo Kendal



Peneliti



Arifianto, Dwi Nur Aini, Novita Diana Wulan Sari



Tahun



2019



Desain



Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu



Penelitian



(quasy experiment) dengan desain pre and post test without control.



Jumlah



Populasi dalam penelitian ini adalah pasien post operasi BPH



Sampel



sebanyak 32 pasien di Ruang Kenanga RSUD dr. H Soewondo Kendal pada bulan Juni sampai Agustus 2018 yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan menggunakan Uji Non Parametrik Wilcoxon Match Pair Test karena sakala data ordinal.



Instrument



Instrumen dalam penelitian menggunakan koesioner, Lembar



penelitian



observasi skala nyeri dengan menggunakan Numeric Rating Scale, Stopwatch, dan Teknik terapi relaksasi Benson.



Intervensi



Teknik Relaksasi Benson dilakukan pada saat setelah 43



pemberian analgesic selama 8 jam. Saat sebelum dan setelah diberikannya teknik relaksasi Benson dilakukan pengukuran skala nyeri dengan skala penilaian nyeri numerik. Outcome



Mengetahui apakah ada pengaruh teknik relaksasi Benson pada skala nyeri pasca operasi pada pasien dengan prostat jinak Hiperplasia



Kontrol



Tidak ada



Kesimpulan



Hasil:



Hasil



Hasil penelitian diperoleh nilai p value sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti H0 ditolak sedangkan Ha diterima, sehingga disimpulkan Ada pengaruh terapi relaksasi Benson terhadap skala nyeri pada pasien post operasi Benigna Prostat Hiperplasia. Hasil penelitian juga diketahui bahwa responden mengalami penurunan skala nyeri setalah diberikan terapi relaksasi benson yaitu rata-rata nyeri responden sebelum diberikan terapi sebesar 5,00 dan setelah diberikan terapi relaksasi benson ratarata nyeri menurun menjadi 3,06. Kesimpulan: Terdapat pengaruh teknik relaksasi benson pada skala nyeri pasca operasi pada pasien dengan Benign Prostat Hyperplasia di RSUD dr. H Soewondo Kendal.



C. Rancang Ide-Ide Baru



BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). Pembedahan terbuka (prostatectomy) adalah suatu tindakan pembedahan yang dilakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh penyakit penyerta lainnya, dan adanya adenoma yang besar. Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa (Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Potter & Perry (2006) setiap tindakan pembedahan akan timbul masalah 44



infeksi luka akibat prosedur insisi. Luka ini kan merangsang terjadinya respon nyeri. Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3bulan (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Nyeri sering kali dikaitkan dengan kerusakan pada tubuh yang merupakan peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual atau potensial. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri merupakan salah satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada pasien. Penting bagi perawat untuk memahami makna nyeri bagi setiap individu. Strategi penangan nyeri atau lebih dikenal dengan manajemen nyeri adalah suatu tindakan untuk mengurangi nyeri. Penatalaksanaannya sendiri dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan nyeri farmakologi dan non farmakologi. Manajemen nyeri dapat dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu diantaranya adalah dokter, perawat, bidan, fisioterapis, pekerja sosial, dan masih banyak lagi disiplin ilmu yang dapat melakukan manajemen nyeri (Andarmoyo, 2013). Salah satu teknik yang sering digunakan dalam penangan nyeri adalah teknik relaksasi. Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan mata dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan ekshalasi. Terapi relaksasi biasa diberikan dalam rentang waktu 5- 15 menit (Andarmoyo, 2013). Teknik relaksasi saat ini terus dikembangkan menjadi beberapa teknik, salah satunya adalah relaksasi benson. Relaksasi benson adalah teknik relaksasi yang diciptakan oleh Herbert Benson. Relaksasi benson merupakan relaksasi yang menggabungkan antara teknik respons relaksasi dan system keyakinan individu atau faith factor (difokuskan pada ungkapan tertentu berupa nama-nama Tuhan, atau kata yang memiliki makna menenangkan bagi pasien itu sendiri) yang diucapkan berulang-ulang dengan ritme teratur disertai sikap pasrah. Relaksasi bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi kecemasan, menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta secara tidak langsung dapat mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan yang berhubungan dengan fisiologi tubuh. Pelatihan relaksasi bertujuan untuk melatih pasien agar dapat mengkondisikan dirinya untuk mencapai suatu keadaan rileks. Pada saat seseorang sedang mengalami ketegangan dan kecemasan, saraf yang bekerja adalah system saraf simpatis (berperan dalam meningkatkan denyut\ jantung). Pada saat relaksasi yang bekerja 45



adalah system saraf parasimpatis. Dengan demikian, relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan cara resiprok (saling berbalasan) sehingga timbul counter conditioning dan penghilangan nyeri serta kecemasan yang dialami seseorang (Solehati & Kosasih, 2015). Penelitian oleh Putu Indah dan Ni Made Dwi



(2018) penelitian ini merupakan



penelitian Pra Eksperimen yaitu menggunakan rancangan One Group Pre-Test Post-Test dimana penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan Pre-Test terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi, setelah itu diberikan intervensi, kemudian dilakukan Post-Test di ruang Kamboja RSUD Kabupaten Buleleng, dengan 11 responden



diberikan terapi relaksasi



benson selama 10 menit 2 kali dalam sehari (pagi dan sore) selama 2-4 hari pada pasien post operasi BPH, peneliti melakukan penilaian terhadap intensitas nyeri dengan menggunakan lembar observasi Bourbanis.. Adapun perubahan yang di amati adalah intensitas nyeri. Hasil penelitian menunjukan



bahwa dari 11 responden rata-rata intensitas nyeri



pasien post operasi BPH sebelum pemberian relaksasi benson adalah 5,27 (nyeri sedang), Standar Deviation 0,786, dan Standar Error Mean 0,237. Setelah diberikan terapi relaksasi benson selama 10 menit 2 kali dalam sehari (pagi dan sore) selama 2-4 hari pada pasien post operasi BPH, peneliti melakukan penilaian terhadap intensitas nyeri dengan menggunakan lembar observasi Bourbanis. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 11 responden rata-rata intensitas nyeri pasien post operasi BPH sesudah pemberian relaksasi benson adalah 3,82 (nyeri ringan), Standar Deviation 0,982, dan Standar Error Mean 0,296. Hal ini mengalami penurunan intensitas nyeri setelah di berikan terapi relaksasi benson. Hasil uji analisa data dengan menggunakan uji paired t-test menunjukan bahwa hasil sig. (2-tailed) atau nilai p 0.000 dan nilai thitung 9,283 > nilai ttabel 2,228 karena nilai p lebih kecil dari 0,05 (p