9 0 4 MB
BAHAN AJAR MK PENDALAMAN 1 TEKNIK ENERGI HIDRO
Program Pendidikan Profesi Guru (PPG)
Tim Penyusun: Drs. Iman Permana, M.Pd. Elih Mulyana, Dr. M.Si Usep Surahman, Dr.Eng., M.T.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIANPENDIDIKAN DANKEBUDAYAAN JAKARTA, 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga Buku Bahan Ajar Mata kegiatan Pendalaman Teknik Energi Surya Hidro dan Angin (2) tahun 2017 telah dapat diselesaikan. Buku bahan ajar ini merupakan bagian dari Bahan Ajar Program Studi Teknik Energi Terbarukan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang terdiri dari 4 Bahan Ajar, sebagai bekal pengetahuan bagi para guru Program Studi Teknik Energi Terbarukan di Sekolah Menengah Kejuruan serta memberikan petunjuk praktis agar para guru mendapatkan gambaran secara jelas dalam menjelaskan tentang berbagai macam Teknik Energi Terbarukan.
Terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Muhammad Syaom Barliana (Dekan Fakultas Teknik dan Kejuruan UPI), Prof. Dr. Ir. Ivan Hanafi (UNJ), Dr. eng. Agus Setiawan (UPI) dan Prof. Dr. Udin S. W, M.A. (UT) selaku pengarah dan narasumber atas kontribusi dalam penyempurnaanbuku ini. Terimakasih kepada Dr. Elih Mulyana dan Dr. Iman Permana yang telah berkontribusi dalam memperkaya materi pendalaman ini serta seluruh staf kemendikbud dan semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian bahan ajar ini.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat bagi para guru yang sedang melakukan kegiatan Pelatihan Profesi guru (PPG) baik dalam jabatan atau keahlian ganda khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan. Jakarta, Oktober 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
PENDAHULUAN
v
A Deskripsi
v
B Rencana Pembelajaran
vi
C Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar
vii
D Capaian Pembelajaran Lulusan
viii
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK 1
BAB I
TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH 1.1 Analisis Hasil Studi Kelayakan PLTMH.
1
1.1.1 Daur Ulang Proyek
1
1.1.2 Tujuan Studi Kelayakan
2
1.1.3 Tahapan Studi Kelayakan
3
1.1.4 Langkah Pelaksanaan Studi Kelayakan Teknis
4
1.1.5 Latihan 1.2 Analisis Perencanaan Awal PLTMH
8
1.2.1 Pemasangan Alat-alat Observasi
8
1.2.2 Survey Data Debit Banjir yang Pernah Terjadi
11
1.2.3 Survei Curah Hujan
13
1.2.4 Perhitungan Debi Banjir Rencana
14
1.2.5 Latihan
14
1.3 Studi Kelayakan Topografi – Pengukuran Beda Tinggi
15
1.3.1 Pengertian Sipat Datar
15
1.3.2 Penentuan Beda Tinggi – Meode Barometris
15
1.3.3 Penentuan Beda Tinggi – Metode Trigoniometris
20
1.3.4 Penentuan Beda Tinggi – Metode Sipat Datar
21
1.4 Evaluasi BAB II
PERANCANGAN
22 KONSTRUKSI
SIPIL
DAN
STRUKTUR 26
HIDROLIK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO 2.1 Analisis Aliran Dalam Pipa dan Saluran Terbuka
26 iii
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
2.1.1 Menentukan Kehilangan Energi
26
2.1.2 Menentukan Aliran Air dalam Pipa
26
2.1.3 Kerugian Head Lokal
27
2.1.4 Menentukan Head Bersih Turbin
27
2.1.5 Pemilihan Diameter Penstock Ekonomis
28
2.1.6 Rumus Manning-Strickler
29
2.2 Rancangan Saluran Pembawa
30
2.2.1 Saluran Terbuka
30
2.2.2 Desain Saluran Dengan Pelapisan
38
2.2.3 Desain Struktur Pembawa
39
2.2.4 Bilangan Froud
41
2.2.5 Aliran Permukaan Bebas Terowongan Ir dan Aqueduct
46
2.3 Rancangan Struktur Intake
23
2.3.1 Desain Intake dengan Level Air Bebas (Free Water Level)
50
2.3.2 Desain Intake Sisi dengan Bendung Melintang
52
2.3.3 Desain Bendung Tyrolean/ Intake dasar Aliran
54
2.4 Rancangan Bak Pengendap
55
2.5 Rancangan Bak Penenang (Forbay)
59
2.6 Lay Out Rumah Pembangkit
60
2.7 Evaluasi
61
BAB III
2.7.1 Asesmen CPMK
61
2.7.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
61
2.7.3 Rujukan
61
PERANCANGAN SISTEM MEKANIK PEMBANGKIT LISTRIK 64 TENAGA MIKRO HIDRO
3.1 Perancangan Turbin Air
64
3.1.1 Pemilihan Turbin
64
3.1.2 Batasan dan Penggunaan Turbin
66
3.1.3 Karakteristik Turbin Air
68
3.1.4 Rumus dan Persamaan Daya Turbin
71
3.2 Perancangan Tata Letak Turbin Air
76
3.2.1 Pengertian Umum
76
3.2.2 Turbin yang Dihubungkan Secara Langsung
77
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung
iv
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
3.2.3 Turbin yang Dihubungkan secara Tidak Langsung
78
3.3 Evaluasi
BAB IV
79
3.3.1 Asesmen CPMK
80
3.1.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
80
3.1.3 Rujukan
80
PERANCANGAN
SISTEM
KELISTRIKAN
PEMBANGKIT 81
LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO 4.1 Pemilihan Generator
81
4.1.1 Komponen-komponen Utama Sistem Kelistrikan PLTMH
81
4.1.2 Generator AC
81
4.2 Perencanaan Sistem Kontrol Kelistrikan
88
4.2.1 Flow Control
88
4.2.2 Load Control
89
4.3 Sistem Transmisi dan Distribusi
91
4.3.1 Umum
91
4.3.2 Jaringan Underground atau Overhead
91
4.3.3 Tegangan Tinggi atau Tegangan Rendah
91
4.3.4 Pemilihan Rute Transmisi dan Distribusi
91
4.3.5 Konduktor
92
4.4 Evaluasi
93
4.4.1 Asesmen CPMK
93
4.4.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
94
4.4.3 Rujukan
94
BAB V PEMASANGAN KOMPONEN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA 95 MIKRO HIDRO 5.1 Instalasi Pipa Pesat/ Penstock
95
5.1.1 Fungsi dan Tipe Pipa Pesat
95
5.1.2 Pertimbangan dalam Perencanaan Penstock
96
5.1.3 Jalur Pipa Pesat
97
5.1.4 Pemasangan Pipa Pesat
97
5.1.5 Pipa Pesat
98
5.1.6 Sambungan Penstock
99
5.2 Trashrack/ Saringan
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung
102
v
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
5.3 Rumah Pembangkit dan Saluran Buang/ Tailrace
105
5.3.1 Fungsi Rumah Pembangkit
105
5.3.2 Persyaratan Rumah Pembangkit
105
5.4 Instalasi Turbin dan Generator
109
5.5 Pemasangan Panel Kontrol
113
5.5.1 Petunuk Pengkabelan
114
5.52 Pentanahan (Grounding)
118
5.6 Pemasangan Jaringan Transmisi Listrik
119
5.7 Sambungan Rumah Konsumen
121
5.8
BAB VI
5.7.1 Cara Pemasangan
123
5.7.2 Titik Beban
123
5.7.3 Pembumian
123
5.7.4 Sambungan Rumah
124
Evaluasi
127
5.8.1 Asesmen CPMK
127
5.8.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
127
5.8.3 Rujukan
127
PENGOPERASIAN PLTMH
128
6.1 Operasi Pembangkit
128
6.1.1 Operasi Biasa
128
6.1.2 Operasi Darurat
133
6.2 Perawatan
134
6.2.1 Bangunan Sipil PLTMH
134
6.2.2 Turbin dan Kelengkapannya pada PLTMH
137
6.2.3 Sistem Kelistrikan dan Kontrol PLTMH
137
6.2.4 Jaringan Transmisi dan Distribusi
139
6.3 Pengenalan dan Penanggulangan Gangguan
140
6.3.1 Analisis Gangguan Peralatan Mekanik
140
6.3.2 Analsis Gangguan Peralatan Elektrikal
141
6.3.3 Jadwal Pemeliharaan dan Inspeksi
142
6.4 Inspeksi Komponen-komponen PLTMH
143
6.4.1 Inspeksi Turbin dan Kelengkapannya
143
6.4.2 Inspeksi Mingguan Bangunan Sipil
144
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung
vi
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
6.4.3 Inspeski Komponen Elektrikal
146
6.5 Buku Catatan (Log Book)
147
6.6 Evaluasi
148
6.6.1 Asesmen CPMK
148
6.6.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
149
6.6.3 Rujukan
149
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
Modul Pendalaman 1 PPG-Teknik Energi Terbarukan- Energi Hidro 2017
PENDAHULUAN 1.1 DESKRIPSI Modul ini menggunakan system pelatihan berdasarkan pendekatan kompetensi, yakni salah satu cara untuk menyampaikan atau mengajarkan pengetahuan, penyelesaian soal-soal dan melakukan percobaan yang dibutuhkan dalam pengembangan sumber daya air dan yang lainnya. Nmodul ini terdiri dari 6 Bab
RET-PLTMH-00-02-03, Edisi 1, 2007 PPPPTK BMTI Bandung
x
1.2 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Mata Kegiatan
: Pendalaman Teknik Energi Hidro
Semester : ___
Kode Mata Kegiatan : ____________ SKS: 2 (dua)
-
Jurusan/ Program Studi
: Teknik Energi Terbarukan
Dosen Pengampu
:
________________________________ Minggu Kemampuan Akhir Ke yang Diharapkan (CPMK) (1) (2) 2 1.1 Menganalisis perencanaan awal pembangkit listrik tenaga hidro
Bahan Kajian (Materi Ajar)
Metode Pembelajaran
Waktu
(3) - Pra studi kelayakan
(4) - Studi kasus
(5) 6x50’
- Penilaian awal lokasi pembangkit
- Pembelajaran kooperatif
1.2 Menganalisis data hasil studi kelayakan pembangkit listrik tenaga hidro.
- Topografi dan Pemetaan
- Studi kasus
- Hidrologi
- Pembelajaran kolaboratif
2.1 Menganalisis aliran fluida dalam pipa
- Prinsip aliran fluida
- Diskusi kelompok
2x50’
- Saluran dengan Pelapisan
- Pembelajaran berbasis masalah
3x50’
- Terowongan dan aquaduct
- Studi kasus
- Aliran fluida dalam pipa pesat 2.2 Merancang saluran pembawa
Pengalaman Belajar Mahasiswa (6) - Tugas
Kriateria Penilaian dan Indikator
Bobot Nilai
(7) - Ketepatan analisis data desk study dan pra survey
(8) 6%
- Keakuratan pengukuran head dan debit
9%
- Tugas
- Ketepatan analisis karakteristik aliran fluida sesuai rumusan
2%
- Tugas
- Keakuratan perhitungan dimensi saluran pembawa sesuai rumus baku
3%
- Studi lapangan 8x50’
- Tugas - Studi lapangan
- Aliran sepanjang bendung
xi
Minggu Kemampuan Akhir Ke yang Diharapkan (CPMK) (1) (2) 2.3 Merancang struktur intake
Bahan Kajian (Materi Ajar)
Metode Pembelajaran
Waktu
Kriateria Penilaian dan Indikator
Bobot Nilai
(5) 3x50’
Pengalaman Belajar Mahasiswa (6) - Tugas
(3) - Disain intake bebas atau intake tepi
(4) - Pembelajaran berbasis masalah
(7) - Ketepatan perhitungan dimensi struktur intake sesuai rumus baku
(8) 3%
- Disain intake sisi dengan bendung melintang
- Studi kasus
- Disain Bendung Tyrolean / Intake Dasar Aliran 2.4 Merancang bak pengendap
- Sistem hidrolik bak penenang
- Pembelajaran berbasis masalah
3x50’
- Tugas
- Ketepatan perhitungan dimensi bak pengendap sesuai rumus baku
3%
2.5 Merancang forebay
- Desain forebay secara umum
- Pembelajaran berbasis masalah
3x50’
- Tugas
- Ketepatan perhitungan dimensi forebay sesuai rumus baku
3%
2.6 Merancang rumah pembangkit
- Lay out rumah pembangkit
- Diskusi kelompok
2x50’
- Tugas
- Ketepatan lay out rumah pembangkit sesuai hasil survey
2%
3.1 Merancang turbin air
- Membaca gambar teknik
- Pembelajaran berbasisi proyek
3x50’
- Tugas
- Ketepatan pemilihan turbin air sesuai karakteristiknya
3%
- Identifikasi turbin air - Batasan aplikasi tipe-tipe turbin air
- Studi kasus
xii
Minggu Kemampuan Akhir Ke yang Diharapkan (CPMK) (1) (2)
Bahan Kajian (Materi Ajar) (3) - Karakteristik turbin air
Metode Pembelajaran
Waktu
Pengalaman Belajar Mahasiswa (6)
Kriateria Penilaian dan Indikator
(4)
(5)
- Pembelajaran berbasis masalah
3x50’
- Tugas
- Ketepatan penentuan posisi turbine sesuai hasil survey
3%
- Pembelajaran kooperatif
3x50’
- Tugas
- Ketepatan pemilihan spesifikasi generator sesuai karakteristik pembangkit.
3%
- Pembelajaran berbasis masalah
3x50’
- Tugas
- Ketepatan pemilihan jenis dan spesifikasi kontrol kelistrikan sesuai karakteristik pembangkit
3%
- Pembelajaran kolaboratif
2x50’
- Tugas
- Ketepatan gambar layout sistem transmisi/
2%
- Perhitungan turbin air 3.2 Merancang tata letak turbin di lokasi
- Turbin dihubungkan secara langsung - Turbin dihubungkan secara tidak langsung
(7) - Ketepatan perhitungan dimensi turbin air sesuai hasil survey.
Bobot Nilai (8)
- Komponen-komponen mekanik 4.1 Memilih generator
- Generator sinkron - Generator asinkron - Jenis generator dan power output.
4.2 Merencanakan sistem kontrol kelistrikan
- Flow control
4.3 Merencanakan sistem transmisi dan distribusi
- Transmisi dan distribusi
- Load control
- Konduktor
xiii
Minggu Kemampuan Akhir Ke yang Diharapkan (CPMK) (1) (2)
3
Bahan Kajian (Materi Ajar) (3) - Tiang listrik
Metode Pembelajaran (4)
Waktu
(5)
Pengalaman Belajar Mahasiswa (6)
Kriateria Penilaian dan Indikator (7) distribusi sesuai titik beban.
Bobot Nilai (8)
4.4 Memilih transformator
- Kapasitas dan pemilihan transformator
- Pembelajaran kolaboratif
2x50’
- Tugas
- Ketepatan pemilihan jJenis, kapasitas dan spesifikasi transformator sesuai kapasitas pembangkit.
2%
4.5 Merancang instalasi konsumen
- Service connection
- Pembelajaran berbasis masalah
2x50’
- Tugas
- Keakuratan gambar instalasi konsumen sesuai daya pada setiap rumah dan titik beban.
2%
- Simulasi
4x50’
- Simulasi
- Kejelasan deskripsi jobsheet langkah pemasangan komponen-komponen sipil.
4%
- Pembelajaran berbasis masalah
10x50’ - Praktek
- Kebenaran deskripsi jobshet langkahlangkah pemasangan turbin dan generator
11%
- Instalasi rumah
5.1 Memasang komponen-komponen sipil
- Instlasi pipa pesat (penstock) - Saringan (trash rack) - Rumah pembangkit dan saluran buang (tail race)
5.2 Memasang turbin dan generator
- Pemasangan turbin - Pemasangan generator - Penyetelan persambungan
- Ketepatan penyetelan persambungan turbin
xiv
Minggu Kemampuan Akhir Ke yang Diharapkan (CPMK) (1) (2)
5.3 Memasang panel kontrol
Bahan Kajian (Materi Ajar) (3)
- Pengkabelan - Pentanahan
Metode Pembelajaran
Waktu
Pengalaman Belajar Mahasiswa (6)
Kriateria Penilaian dan Indikator (7) dan generator sesuai dengan toleransi yang ditetapkan
Bobot Nilai
(4)
(5)
(8)
- Pembelajaran berbasis proyek
8x50’
- Praktek
- Ketepatan pemasangan kabel panel kontrol sesuai gambar diagram
- Simulasi
4x50’
- Praktek
- Ketepatan pemasangan 4% instalasi sambungan rumah konsumen sesuai prosedur dan gambar yang telah ditetapkan.
- Pembelajaran berbasis masalah
4x50’
- Praktek
- Kebenaran pengoperasian pembangkit off grid dan on grid pada kondisi normal sesuai SOP
9%
- Jaringan distribusi 5.4 Memasang sambungan rumah konsumen
- Service kable ke konsumen - Titik beban - Pembumian - Sambungan rumah
6.1 Mengoperasikan pembangkit dalam berbagai kondisi
- Pengoperasian biasa - Pengoperasian darurat
5%
- Kebenaran pengaturan operasi pembangkit off grid dan on grid ketika
xv
Minggu Kemampuan Akhir Ke yang Diharapkan (CPMK) (1) (2)
6.2 Mengukur daya pembangkit
Bahan Kajian (Materi Ajar) (3)
- Pengukuran tegangan - Pengukuran kuat arus - Penghitungan energi
6.3 Menghitung efisiensi pembangkit
Metode Pembelajaran
Waktu
Pengalaman Belajar Mahasiswa (6)
Kriateria Penilaian dan Indikator
Bobot Nilai
(7) debit kurang sesuai SOP
(8)
- Praktek
- Ketepatan pengukuran daya dan energi optimal pembangkit menggunakan alat ukur portable
4%
10x50’ - Praktek
- Kebenaran gambar hill chart pembangkit sesuai karaktersiktik turbin
11%
(4)
(5)
- Pembelajaran berbasis masalah
4x50’
- Simulasi
- Mengukur karakteristik pembangkit
- Pembelajaran berbasis masalah
- Menentukan efisiensi pembangkit
- Simulasi
- Ketepatan penentuan efisiensi turbin berdasarkan hillchart. 6.4 Membuat laporan kinerja pembangkit listrik tenaga hidro
4
- Menyusun laporan kinerja pembangkit
- Pembelajaran kooperatif
2x50’
- Tugas
- Kerapian sistimatika laporan pemasangan dan kinerja pembangkit sesuai format yang ditentukan
2%
- Mempresentasikan laporan kinerja pembangkit
- Pembelajaran kooperatif
1x50’
- Tugas
- Kejelasan presentasi laporan yang disajikan di depan kelas.
1%
xvi
1.3 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL 1. Baca semua isi dan petunjuk pembelajaran modul mulai halaman judul hingga akhir modul ini. Ikuti semua petunjuk pembelajaran yang harus diikuti pada setiap Kegiatan Belajar 2. Belajar dan bekerjalah dengan penuh tanggung jawab dan sepenuh hati, baik secara kelompok maupun individual sesuai dengan tugas yang diberikan. 3. Kerjakan semua tugas yang diberikan dan kumpulkan sebanyak mungkin informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman Anda terhadap modul ini. 4. Jagalah keselamatan dan keamanan kerja dan peralatan baik di kelas, laboratorium maupun di lapangan. 5. Laporkan semua pengelaman belajar yang Ana peroleh baik tertulis maupun lisan sesuai dengan tugas setiap modul.
1.4 CAPAIAN PEMBELAJARAN 1
Program Studi
:
TEKNIK ENERGI TERBARUKAN
2
Nama Kegiatan
:
Teknik Energi Hidro
3
Beban Belajar
:
2 SKS 2x170’x14 tatap muka=4760’= 95,2 jampel a’50’ = 9,52 hari a’10 jampel
No CP 1
Merencanakan pembangkit listrik tenaga hidro
CPMK 1.1 Menganalisis data hasil studi kelayakan pembangkit listrik tenaga hidro. 1.2 Menganalisis perencanaan awal pembangkit listrik tenaga hidro
2
Merancang konstruksi sipil dan
2.1 Menganalisis aliran fluida dalam pipa
struktur hidrolik pembangkit
2.2 Merancang saluran pembawa
listrik tenaga hidro
2.3 Merancang struktur intake 2.4 Merancang bak pengendap 2.5 Merancang forebay 2.6 Merancang rumah pembangkit
3
4
Merancang sistem mekanik
3.1 Merancang turbin air
pembangkit listrik tenaga hidro
3.2 Merancang tata letak turbin di lokasi
Merancang sistem kelistrikan
4.1 Memilih generator
pembangkit listrik tenaga hidro
4.2 Merencanakan sistem kontrol kelistrikan
1
4.3 Merencanakan sistem transmisi dan distribusi 4.4 Memilih transformator 4.5 Merancang instalasi konsumen 5
Memasang komponen
5.1 Memasang komponen-komponen sipil
pembangkit listrik tenaga hidro
5.2 Memasang turbin dan generator 5.3 Memasang panel kontrol 5.4 Memasang sambungan rumah konsumen
6
Mengoperasikan pembangkit listrik tenaga hidro
6.1 Mengoperasikan pembangkit dalam berbagai kondisi 6.2 Mengukur daya pembangkit 6.3 Menghitung efisiensi pembamgkit 6.4 Membuat laporan kinerja pembangkit listrik tenaga hidro
1.5
2
BAB I PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH)
1.1 Analisis Hasil Studi Kelayakan PLTMH. 1.1.1. Daur Hidup Proyek (Project Life Cycle). Menurut Project Management Body of Knowledge (PMBOK 2000, p.4) definisi dari proyek adalah suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah ditentukan dengan jelas. Project Management Insitute (PMI) yang juga mengacu kepada PMBOK (1996, p11) menyatakan: “…karena proyek adalah unik dan mengandung suatu tingkat resiko tertentu, maka perusahaan sebaiknya membagi proyek mereka dalam beberapa tahap untuk memudahkan dalam melakukan pengendalaian. Tahap-tahap ini disebut dengan Daur Hidup Proyek (project life cycle)”. Tahapan ini dapat dilihat pada gambar 1. Concept
Design
Construction
Comm.
Expenditure
Concept Design Construction Commission Gambar 1.1-1 Tahapan dalam Project Life Cycle
Berdasarkan gambar tersebut ada 4 (empat) tahapan pada daur hidup proyek, yaitu: 1) Tahap Konseptual (Concept Phase); 2) Tahap Definisi/Tahap PP (Perencanaan dan Pemantapan)/Tahap Peren-canaan (Design Phase); 3) Tahap Implementasi/Pelaksanaan (Construction Phase) 4) Tahap Operasi/Pemakaian (Commission Phase atau Start-Up Phase)
1
Masing-masing tahapan mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : 1) Tahap Konseptual Tahapan ini adalah tahapan dimana proyek direalisasikan secara konseptual berupa ide atau gagasan. Dengan demikian sebenarnya proyek sudah dimulai sejak adanya ide atau gagasan ini. Pada tahap ini hal penting yang dilakukan adalah Studi Kelayakan proyek (feasibility study). 2) Tahap Definisi (Pp/Definisi)/Tahap Perencanaan Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan adalah mengem-bangkan hasil studi kelayakan pada tahap konsep dan menuangkannya ke dalam perencanaan yang lebih matang lagi, seperti menetapkan konsultan perencana, melakukan design engineering atau menetapkan produk yang akan dihasilkan, menetapkan jadwal dan biaya, serta SDM yang akan bertanggung jawab terhadap terlaksananya proyek, melakukan pemilihan kontraktor dan menetapkan jenis kontrak, dan sebagainya. 3) Tahap Implementasi/Construction Tahap ini adalah tahap dimana dilakukan realisasi terhadap hasil perancanaan, yaitu melaksanakan proyek itu sendiri. 4) Tahap Start–Up (Commissioning) : Tahap ini adalah tahap dimana terhadap semua yang telah dihasilkan pada tahap implementasi dilakukan pengujian (commissioning). Apabila poduk yang telah dihasilkan telah memenuhi ketentuan/spesifikasi yang telah ditetapkan, maka commisioning selesai, dan proyek dapat ditutup.
1.1.2. Tujuan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Pelaksanaan Studi Kelayakan dimaksudkan untuk melakukan pengkajian secara menyeluruh terhadap kelayakan proyek yang akan dibangun. Dengan demikian studi kelayakan harus dapat menyuguhkan hasil analisa secara kuantitatif sehingga hasil tersebut dapat dibandingkan dengan semua sumber daya yang ada maupun yang diperlukan. Tujuan dari studi kelayakan adalah untuk menetapkan keputusan apakah suatu proyek layak atau tidak untuk dibangun/dilaksanakan.
2
Dengan demikian studi kelayakan adalah salah satu langkah yang sangat penting dilakukan dalam suatu pembangunan proyek, karena keputusan proyek tersebut dapat dilaksanakan atau tidak tergantung pada tahap ini. Pada studi kelayakan, kelayakan ditinjau terhadap aspek-aspek : 1) Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) 2) Teknis 3) Sosial budaya 4) Ekonomi dan Finansial 5) Keamanan, dan lain-lain. Umumnya bila salah satu dari aspek tersebut tidak layak maka proyek akan ditunda pelaksanaannya.. Topik di dalam modul ini hanya membahas aspek teknis
1.1.3. Tahapan Studi Kelayakan. Ada 4 jenis tahapan dalam studi kelayakan yang mungkin dilakukan, dan kadangkadang tahapan-tahapan ini merupakan satu kesatuan atau berdiri sendiri, artinya hanya sebagian saja yang dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah : 1) Desk Study Kadang–kadang disebut sebagai masterplan. Tujuannya adalah untuk mempelajari dan mengenal kondisi fisik, hidrologi, dan keadaan sosio-ekonomik wilayah proyek tanpa harus mengunjungi lokasi, tetapi menggunakan peta, data hidrologi dan data statistik lain yang telah tersedia (demografi, dll). Dalam banyak kasus lokasi yang berpotensi sudah dapat diidentifikasi dengan segera, sehingga membuat kunjungan untuk penelitian berikutnya lebih efisien dan efektif. Bahkan dalam beberapa kasus, desk study sudah dapat mengungkapkan ketiadaan sumber tenaga air yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan, hal ini bisa menghemat waktu dan biaya perjalanan menuju lokasi yang diajukan. Keakuratan perkiraan biaya dalam tahap persiapan biasanya berkisar ±30%. 2) Kunjungan singkat Tahap ini biasanya berupa kunjungan singkat ke lokasi yang di usulkan untuk membuktikan temuan yang didapat dalam tahap desk study. Sebagian besar berupa peninjauan potensi tenaga air dan perkiraan beban.
3
3) Pre-Feasibility Study Pre-feasibility study atau pra studi kelayakan atau disebut juga dengan studi pendahuluan biasanya dilaksanakan untuk menentukan lokasi yang cocok dan paling memenuhi syarat (teknis dan non teknis) dari beberapa lokasi yang diusulkan, yang nantinya akan dibutuhkan pengembangan dan investigasi lebih lanjut. Oleh karena itu hasil penilaian pada tahap awal akan di tinjau ulang dan dikerjakan dengan lebih detail. Beberapa pilihan diberikan, kemudian mengadakan peninjauan dan rekomendasi pilihan yang mana yang harus ditindaklanjuti lebih jauh ke tingkat Feasibility Study. Keakuratan perkiraan biaya dalam tahap ini biasanya berkisar antara 20 – 25%. Dalam beberapa kasus, jika dari beberapa pilihan hanya ada satu pilihan yang muncul dan dianggap sudah cukup jelas berpotensi, tahap ini dapat dihilangkan. 4) Feasibility Study Dalam feasibility study akan dinilai apakah implementasi MHP dari lokasi yang diajukan dikehendaki atau tidak. Berdasarkan FS inilah keputusan final untuk melanjutkan proyek atau tidak dari pihak pengembang/pemilik diambil, dokumen FS ini dapat digunakan untuk presentasi proyek kepada pihak penyandang dana dengan analisis dan pertimbangan yang detail. Keakuratan perkiraan biaya dalam FS ini biasanya berkisar antara 10 – 15%.
1.1.4. Langkah-Langkah Pelaksanaan Studi Kelayakan Teknis Persamaan utama dalam proyek Mikro Hidro adalah persamaan yang menghasilkan daya listrik dalam satuan watt, yaitu :
Phydr =
n
dimana : Phydr = daya hidrolik dalam Watt [W], tanpa mempertimbangkan pengurangan akibat efisiensi peralatan (turbin, generator, dll.) Q
= debit dalam m3/detik
ρ
= kekentalan air = kira-kira 1000 kg/m3
g
= percepatan gravitasi = 9.81 m/m2
Hnett = tinggi jatuh bersih dalam meter [m]
4
Tugas utama teknik sipil dalam proyek mikro hidro adalah menentukan faktor debit Q yang dapat dihasilkan oleh bangunan sipil yang akan dibangun, di samping tentunya bergantung pada ketersediaan air yang ada di lapangan. Faktor debit Q merupakan salah satu faktor utama yang menentukan layak tidaknya suatu proyek mikro hidro. Untuk itu suatu studi kelayakan yang benar-benar komprehensif perlu dilakukan agar faktor penentu tersebut dapat dihandalkan keberadaannya terutama segi kontinuitasnya. Studi kelayakan teknis yang perlu dilakukan pada PLTMH adalah terhadap : 1)
Studi kelayakan meteorologi dan hidrologi;
2)
Studi kelayakan geologi;
3)
Studi kelayakan topografi;
4)
Studi kelayakan bahan bangunan (tidak dibahas).
1) Persiapan Studi Kelayakan Sebelum melaksanakan studi kelayakan perlu dilakukan persiapan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
pengumpulan data-data yang sudah tersedia, yang ada hubungannya dengan rencana pembangunan PLTMH tersebut.
pengumpulan informasi dan keterangan baik tertulis maupun lisan di sekitar daerah calon PLTMH, maupun di daerah-daerah dimana pengaruh existensi PLTMH diperkirakan akan terasa (baik yang bersifat menguntungkan maupun yang bersifat merugikan).
Pengumpulan data-data dan informasi supaya diusahakan sebanyak mungkin.
Dari hasil analisa data-data dan informasi yang telah diperoleh, barulah dapat melangkah kepada kegiatan penyusunan schedule survai dan investigasi selanjutnya yang akan dipergunakan sebagai dasar perancangan PLTMH tersebut. Adalah sangat penting untuk mengetahui tempat-tempat penyim-panan data-data yang diperlukan, seperti misalnya data-data geologi yang tersimpan pada instansi-instansi atau perusahaan-perusahaan tertentu dan data-data ini biasanya tidak dipublisir. Semakin banyak data-data yang terkumpul, berarti akan semakin menghemat biaya dan waktu, sehingga kegiatan survai dapat berjalan lebih cepat. Pada dasarnya kegiatan survai dan investigasi pendahuluan, terdiri dari dua bagian yaitu:
pengumpulan data dasar.
pengujian data yang sudah terkumpul. 5
2) Pengumpulan data-data dasar Walaupun data-data dasar yang diperoleh biasanya dalam skala yang kecil, sehingga tak dapat memberikan gambaran yang selengkap-lengkapnya pada PLTMH yang akan direncanakan-nya, akan tetapi data-data tersebut akan sangat menentukan jalannya kegiatan survai dan investigasi selanjutnya. Data-data yang dapat diperoleh dalam survai pendahuluan ini adalah data-data sebagai berikut: a.
Peta-peta topografi. Biasanya oleh instansi-instansi tertentu baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi diterbitkan peta-peta topografi dengan skala 1 : 50.000. atau 1 : 25.000. Peta-peta ini merupakan data yang paling fundamental, sebelum kegiatan-kegiatan survai dan investigasi selanjutnya dapat direncanakan.
b.
Peta-peta Geologi Biasanya peta-peta geologi dalam skala-skala yang kecil juga diterbitkan oleh instansi-instansi tertentu, baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi. Berdasarkan peta-peta tersebut beberapa kondisi geologi dari suatu daerah tertentu sudah dapat diketahui secara kasar, misalnya mengenai formasi batuan, proses pembentukannya, umur geologi suatu lapisan, struktur geologinya, dan lain-lain.
c.
Foto Udara Dengan foto udara akan sangatlah mudah untuk mempelajari dan menganalisa tempat kedudukan calon PLTMH dan daerah sekitarnya, dimana kesukaran-kesukaran pengamat-an setempat terhadap struktur geologinya, dengan mudah dapat diatasi dengan penggunaan foto udara, misalnya untuk mengetahui adanya daerah-daerah yang mudah longsor (sliding zones), daerah-daerah patahan, lipatanlipatan dan lain-lain. Dengan memperhatikan warna dan bayangan pada foto udara, secara kasar dapat diketahui tingkat kelembaban tanah, formasi permukaan air tanah dan keadaan drainagenya, misalnya akan dapat dibedakan antara daerah lempung kedap air dan daerah formasi pasiran yang kering. Dan pengamatan-pengamatan terhadap jenis jenis vegetasi, penyebaran serta tingkat kesuburannya pada foto tersebut, maka dapat diperkirakan formasi batuan dasar suatu daerah, kelembabannya dan lain-lain.
6
d.
Data-data lainnya yang tidak kurang pentingnya adalah peta-peta land-use dan catatan-catatan kegiatan pemba-ngunan di waktu-waktu yang lampau.
3) Pengujian (kalibrasi) data-data yang terkumpul. Pada hakekatnya tidak semua data-data yang terkumpul itu dapat dipercaya adanya, diperlukan juga suatu pengujian-pengujian (kalibrasi) dengan metode tertentu, antara lain sebagai berikut:
memperbandingkan data-data yang sejenis yang telah diperoleh dan mengusahakan agar dipilih data-data yang paling logis.
mengadakan pemeriksaan-pemeriksaan setempat terhadap kebenaran datadata tersebut.
memperbandingkan dan mencari persamaan yang logis antara dua jenis data yang berbeda, umpamanya dengan membandingkan data-data topografi dengan data-data geologi, data-data meteorologi dengan data-data hidrologi dan lain-lain.
Sesudah tempat kedudukan PLTMH ditetapkan secara kasar berdasarkan analysa dari data-data yang berhasil dikumpulkan, maka survai dan investigasi daerah kedudukan calon PLTMH perlu dilaksanakan untuk mengetahui dengan saksama keadaan yang sebenarnya, guna penyusunan rencana-rencana kegiatan survai dan investigasi yang lebih mendalam. Kegiatan survai dan investigasi ini selain daerah tempat kedudukan calon PLTMH, akan mencakup pula daerah di sekitar tempat kedudukan calon PLTMH tersebut, yang diperkirakan akan mendapatkan pengaruh langsung baik pada saat-saat pelaksanaan
survai
dan
investigasinya,
maupun
pada
waktu
pelaksanaan
pembangunannya.
4) Perlengkapan/ peralatan survai dan investigasi lapangan Guna melaksanakan pekerjaan-pekerjaan survai dan investigasi lapangan, diperlukan perlengkapan-perlengkapan/peralatan se-bagai berikut :
Ringkasan dan kesimpulan-kesimpulan dari hasil-hasil survai dan pengumpulan data-data terdahulu.
Palu untuk survai geologi, clinometer, kaca pembesar, dan lain-lain.
Pita ukur, waterpas tangan, meteran, dan lain-lain.
Kantong-kantong plastik. 7
Buku catatan dan pensil.
Tustel dan teropong.
Lampu baterai.
1.1.5. LATIHAN Untuk lebih memahami sis modul ini cobalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. (1)
Sebutkanlah tahapan-tahapan dalam daur kehidupan proyek yang anda ketahui.
(2)
Sebutkanlah aspek-aspek dalam studi kelayakan yang harus dilakukan.
(3)
Tindakan apa yang harus anda ambil jika salah satu aspek tidak memenuhi syarat.
(4)
Sebutkan tahapan-tahapan dalam studi kelayakan dan jelaskan!
(5)
Sebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksana-kan studi kelayakan.
1.2 STUDI KELAYAKAN METEOROLOGI DAN HIDROLOGI 1.2.1. Pemasangan Alat-alat Observasi Kegiatan survai meteorologi dan hidrologi hanya dapat dimulai apabila sudah dipasang dan disediakan peralatan sebagai berikut:
alat pengukur temperatur.
alat pengukur debit aliran air sungai.
alat pengukur temperatur air.
Realisasi dan pemasangan peralatan tersebut sebaiknya dilaksana-kan pada permulaan dari kegiatan survai & investigasi rencana pembangunan sebuah PLTMH. Data-data yang diperoleh dari pencatatan-pencatatan dan pengukuran-pengukuran tersebut akan merupakan data-data yang sangat penting sebagai bahan analisa dan perhitunganperhitungan guna menentukan kapasitas calon PLTMH dan penetapan debit banjirrencana untuk menentukan kapasitas bangunan pelimpah atau saluran banjir lainnya. Perincian kegiatan survai dan investigasi yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Observasi meteorologi di sekitar tempat kedudukan calon PLTMH, yang terdiri dari pengukuran dan pencatatan tempe-ratur, curah hujan dan intensitasnya, dan lain-lain.
Pengukuran dan pencatatan temperatur air sungai dan pengamatan kwalitasnya pada beberapa lokasi tertentu di sebelah hilir calon PLTMH.
Pengukuran dan pencatatan debit air sungai pada tempat kedudukan calon PLTMH.
8
Data-data curah hujan dan debit sungai merupakan data-data yang paling fundamental dalam merencanakan pembangunan suatu PLTMH. Dan ketepatan dalam pemilihanpemilihan lokasi serta pemilihan type peralatannya (baik untuk curah hujan maupun untuk debit sungai) adalah merupakan faktor-faktor yang menentukan pada kwalitas data yang kelak akan diperoleh. Khususnya dalam penempatan stasiun pencatat debit disarankan agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Supaya diusahakan lokasi yang berdekatan dengan calon kedudukan PLTMH, tetapi diperhatikan agar dapat. dihindarkan fluktuasi debit yang dipengaruhi oleh adanya kegiatan pelaksanaan pembangunan PLTMH yang bersangkutan.
Supaya diusahakan lokasi pada bagian sungai yang lurus dengan luas penampang lintang yang hampir seragam dan dengan kemiringan yang konstan.
Pada prinsipnya pengukuran-pengukuran yang dilaksanakan umum-nya dengan metode current meter (current meter method) dan Salt Dullition Method. Walaupun demikian dalam kondisi-kondisi tertentu dipergunakan pula metode pelampung (floating method) dan metode pengukuran dengan ambang pelimpah (weir method).
1) Methode Current Meter Pada hakekatnya cara ini termasuk cara yang sudah agak kuno, walaupun demikian mengingat pelaksanaannya yang tidak terlalu sukar, sedang hasilnyapun cukup dapat diandalkan sehingga metode current meter pada saat ini masih sangat luas pemakaiannya. Prinsip pelaksanaannya adalah dengan urutan sebagai berikut: (a) Menentukan suatu penampang sungai untuk lokasi pelaksanaan pengukuran debit. (b) Mengukur kecepatan aliran air yang melintasi penampang sungai tersebut di atas dengan current meter yang didasarkan pada prosedur-prosedur tertentu. Apabila kecepatan rata-rata tersebut dikalikan dengan luas penampang basahnya, maka debit sungai tersebut dapat dihitung dengan mudah. Fluktuasi permukaan air sungai dicatat oleh suatu alat pencatat dan secara otomatis tergambar sebuah grafik yang disebut hydrograf-elevasi permukaan air. (c) Dengan melaksanakan pengukuran-pengukuran debit seperti pada ad. (b) di atas secara berulang kali, pada elevasi permukaan air yang berbeda-beda maka didapatlah angka debit sungai yang berbeda-beda pula dan dari hasilhasilnya maka dapat dibuatkan kurva elevasi versus debit yang disebut kurva debit (rating curve). 9
(d) Dengan menggunakan rating curve ini, maka setiap elevasi permukaan air sungai yang tercatat pada hydrograf-elevasi dapat diketahui debitnya.
2) Metode Pelampung Terdiri dari 2 type, yaitu
metode pelampung permukaan (surface float method).
metode pelampung tongkat (bar float method).
Prinsip pengukurannya adalah dengan mengetahui kecepatan rata-rata aliran permukaan air sungai yang kemudian dikalikan dengan luas penampang sungai dan dengan memasukkan beberapa koeffisien ke dalam perkalian tersebut. Akan tetapi karena adanya aliran-aliran permukaan yang menyilang, ombak serta tiupan angin di atas permukaan air sungai, maka kecepatan aliran permukaan yang sesungguhnya tidak selalu sesuai dengan kecepatan hanyutnya pelampung, sehingga akan memberikan hasil dengan angka-angka yang kurang tepat. Methode pelampung biasanya digunakan pada waktu banjir atau pada saat metode lain tidak dapat dilaksanakan, karena kelangkaan peralatannya.
3) Metode Salt Dillution Metoda ini merupakan metoda yang relatif baru. Dengan menggunakan garam yang di taburkan di bagian hulu, maka pada bagian hilir dilakukan pengukuran debit dengan menggunakan alat pengukur elektroda, yang merupakan sensor alat ukur tersebut. Alat ukur ini mempunyai tingkat ketelitian yang relatif cukup tinggi Berbeda dengan metoda Current Meter yang harus dilakukan pada aliran yang tidak mempunyai turbulensi sama sekali, maka dengan metoda salt dillution tipe aliran air tidak mempunyai pengaruh sama sekali.
4) Metode Ambang Pelimpah (weir method) Metode ini sangat cocok untuk pengukuran sungai-sungai yang kecil dengan hasil yang tinggi ketelitiannya. Beberapa problema yang perlu mendapat perhatian khusus dalam kegiatan pengukuran dan pencatatan debit sungai, yaitu: (a) Mengingat bahwa alur sungai sepanjang existensinya senantiasa bergerak dengan intensitas-intensitas tertentu, maka bagian sungai dimana sebuah stasiun pengukur/ pencatat debit akan turut bergerak dengan intensitas tertentu pula yang mengakibatkan konfigurasi penampang lintang sungai di 10
tempat tersebut akan berubah-ubah dan dengan demikian bentuk penampang basah sungainyapun dari waktu ke waktu akan berubah-ubah. (b) Baik pada sungai-sungai yang besar, maupun pada sungai-sungai yang kecil perubahan penampang basahnya senantiasa terjadi, karenanya hubungan antara elevasi permukaan dan debitnya senantiasa berubah-ubah pula dan dengan demikian kurva debit (rating curve) suatu penampang sungai akan senantiasa turut berubah-ubah. Untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang fatal, maka disarankan agar dalam periode-periode tertentu supaya luas penampang sungai pada tempat-tempat pengukuran/ pencatatan debit diukur kembali dan jika diperlukan maka kurva debit dapat diganti untuk disesuaikan. (c) Pada pembuatan kurva debit, agar pengukuran-pengukuran dilaksanakan baik pada debit kecil dan debit normal maupun pada saat terjadinya banjir-banjir besar dengan pelaksanaan yang berulang kali. (d) Hasil-hasil yang diperoleh dari pengukuran-pengukuran debit tersebut digunakan untuk menganalisa hubungan antara debit air yang mengalir dari suatu daerah pengaliran dan intensitas curah hujan yang jatuh di daerah pengaliran tersebut.
1.2.2. Survai Data-data Debit Banjir Yang Pernah Terjadi Guna pembuatan rencana-teknis bangunan pelimpah sebuah PLTMH, maka diperlukan suatu debit banjir-rencana yang realistis. Untuk ini, angka-angka hasil perhitungan hidrologi perlu diuji dengan menggunakan data-data banjir-banjir besar dari pencatatanpencatatan/pengamatan-pengamatan setempat. Data-data debit banjir besar yang pernah terjadi, dapat diperoleh dari tanda-tanda adanya genangan-genangan tertinggi yang pernah terjadi, yang terdapat antara lain pada jembatan jembatan, pada bangunan-bangunan di tepi sungai yang biasanya ditandai oleh petugaspetugas penjagaan banjir setempat. Survai data-data banjir besar ini disarankan pula untuk dilakukan di sungai-sungai yang berdekatan. Beberapa contoh konkrit dalam usaha mendapatkan data-data banjir besar yang pernah terjadi adalah: 1) Memperbandingkan Kondisi Meteorologi Apabila data-data hidrologi dan meteorologi daerah pengaliran calon PLTMH sangat terbatas, sedang data-data di daerah pengaliran sungai di sekitarnya cukup
11
banyak,
maka
dengan
memperbandingkan
kondisi-kondisi
geologi
dan
topografinya, akan dapat diperkirakan tingkat persamaan debit banjir yang mungkin terjadi pada daerah-daerah pengaliran tersebut. Biasanya daerah yang diperbandingkan diambil dalam radius 30 s/d 50km dari kedudukan calon PLTMH. Walaupun demikian, pada suatu kasus yang istimewa, pernah
dilakukan
perkiraan-perkiraan
debit
banjir
suatu
sungai
yang
memperbandingkan dengan daerah pengaliran sungai lain sejauh ~ 100km dari tempat kedudukan calon PLTMH, dimana setelah diselidiki dengan saksama, ternyata kondisi-kondisi topografi, geologi, maupun meteorologinya pada kedua daerah tersebut memang hampir sama. Akan tetapi harus disadari bahwa selain ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang kondisinya mungkin tidak sama, sehingga akan menghasilkan estimasi yang kurang teliti, karenanya hasil-hasil perhitungan yang bagaimanapun kasarnya, sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan. 2) Daerah Pengaliran Sungai Yang Tidak Mempunyai Stasiun Pencatat Biasanya pada sungai-sungai yang kecil atau anak-anak sungai jarang sekali dilakukan pengukuran dan pencatatan-pencatatan data, baik untuk memperoleh data meteorologi maupun untuk memperoleh data-data hidrologi. Dalam kondisi yang demikian maka satu-satunya cara untuk menetapkan debit banjir-rencana biasanya dengan menggunakan tanda-tanda banjir yang pernah terjadi seperti yang telah diuraikan terdahulu. Dengan didapatkannya elevasi tertinggi dari permukaan air sungai pada saatsaat terjadinya banjir yang paling besar dan dengan metode hidrolika maka akan dihitung debit banjir-rencana yang diinginkan. Dan titik-titik pengamatan yang paling ideal adalah di atas mercu sebuah bendung atau di bagian atas sebuah terjunan, karena perhitungan-perhitungan hydrolika pada tempat-tempat tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang sederhana dan ketelitian hasilnya cukup memadai. 3) Kalibrasi Data Data-data yang sepintas lalu kelihatannya kurang dapat dipercaya, seyogyanya tidak segera dinyatakan gugur dan disisihkan. Kebenaran dari data-data tersebut harus terlebih dahulu dianalisa, baik dengan cara membanding-bandingkan dengan data-data lainnya, ataupun dengan mengadakan
12
analisa-analisa perhitungan empiris (kalau memang rumusnya ada) dan jika perlu dengan peninjauan setempat. Jadi data-data yang sempat terkumpul harus dikalibrasi dengan saksama sebelum data-data tersebut dinyatakan gugur, karena kadang-kadang terjadi hal-hal yang bahkan sebaliknya, dimana data-data yang kelihatannya kurang logis, ternyata jauh lebih fit dibandingkan dengan data-data lainnya. Hal tersebut, mungkin disebabkan keistimewaan-keistimewaan kondisi setempat yang hanya dengan sepintas lalu saja tidak sempat teradoptir, pada saat survai lapangan dilaksanakan.
1.2.3. Survai Curah Hujan Pada rencana pembangunan sebuah PLTMH, data-data curah hujan ini diperlukan untuk penganalisaan 2 (dua) aspek utama yaitu:
Penganalisaan kapasitas persediaan air yang terdapat di daerah pengaliran yang mengalir melalui tempat kedudukan calon PLTMH serta fluktuasi debitnya, dalam periode-periode harian, bulanan dan tahunan atau periode jangka yang panjang (multi-years period).
Penganalisaan karakteristik debit banjir, antara lain mengenai kapasitas debit banjir, durasi banjir, musim terjadinya banjir dan periode-periode perulangannya.
Data curah hujan tersebut biasanya merupakan data-data hujan jam jaman, hujan harian, distribusi curah hujan pada saat terjadi hujan yang lebat, dan lain-lain. Data-data ini dapat dikumpulkan dari hasil pencatatan stasiun penakar hujan ataupun stasiun-stasiun meteorologi yang biasanya dipasang baik untuk kebutuhankebutuhan yang bersifat umum, maupun yang bersifat khusus dan sementara. Semua data-data dari daerah pengaliran maupun dari daerah sekitarnya yang pernah dicatat supaya dicari dan dikumpulkan, yang kelak akan sangat berguna untuk analisa-analisa yang lebih mendalam. Dalam menetapkan daerah survai curah hujan yang diperlukan, supaya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan topografis dan pada radius pengamatan dari titik tempat kedudukan calon PLTMH. Guna penentuan daerah survai kiranya beberapa karakteristik dari pada curah hujan perlu mendapat perhatian, antara lain:
Pada dataran rendah pantai yang datar maka curah hujan biasanya menunjukkan tendensi penurunan secara proporsionil sesuai dengan semakin jauhnya suatu tempat dengan garis pantai.
Makin tinggi elevasi suatu daerah biasanya angka curah hujannya semakin tinggi.
13
Data-data curah hujan yang pernah dicatat oleh masing-masing alat penakar hujan supaya dikumpulkan semuanya. Semakin panjang periode pencatatan yang berhasil dikumpulkan berarti semakin baik, karena dengan data-data yang panjang periode pencatatannya, berarti akan mendapatkan hasil-hasil perhitungan probabilitas yang memadai. Data-data dengan periode pencatatan yang sekurang-kurangnya 30 tahun, merupakan datadata diinginkan, karena dari data-data tersebut akan diperoleh angka-angka probabilitas yang dapat diandalkan.
1.2.4. Perhitungan Debit Banjir Rencana Pada prinsipnya debit-debit rencana diperoleh dari hasil-hasil perhitungan curah hujanrencana dengan memasukkan beberapa faktor kondisi daerah pengaliran, sedang debit banjir rencana didapat dari perhitungan curah hujan maximum rata-rata yang jatuh di daerah pengaliran dan jangka waktu sejak terkumpulnya air hujan tersebut sampai pada saat terjadinya debit besar pada tempat kedudukan calon PLTMH. Besarnya jangka waktu tersebut tergantung dari kondisi topografi dan geologi daerah pengaliran. Hanya sesudah diketahui angka-angka hubungan antara curah hujan dan debit banjir, maka debit banjir-rencana dapat dihitung dengan metode unit hydrograf. Dengan semakin berkembangnya ilmu di bidang hidrologi maka sangat banyaklah metode perhitungan yang sudah diperkenalkan serta dikembangkan. Untuk lebih memahami materi yang diberikan para peserta diharapkan membaca buku:
Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Oleh Ir. Imam Subarkah.
Hidrologi Untuk Pengairan, oleh Ir. Suyono Sosrodarsono.
Hidrollika Untuk Saluran Terbuka, Ven Te Chow.
1.2.5. Latihan 1.
Lembar Kerja Peserta Peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk melakukan pengukuran debit sungai dengan metoda Salt Dillution.
2.
Evaluasi Untuk lebih memahami isi modul ini cobalah untuk menjawab pertanyaanpertanyaan di bawah ini. 1) Sebutkan alat-alat observasi yang digunakan pada survai meteorologi dan hidrologi, dan sebutkan juga kegunaannya.
14
2) Sebutkan rincian kegiatan survai dan investigasi yang diperlukan dalam melakukan survai meteorologi dan hidrologi. 3) Sebutkan metoda-metoda pengukuran debit pengaliran yang anda ketahui. 4) Jelaskan meengapa kita perlu melakukan survai terhadap debit banjir yang pernah terjadi. 5) Sebutkan karakteristik curah hujan pada daerah survai yang anda ketahui.
1.3 STUDI KELAYAKAN TOPOGRAFI - PENGUKURAN BEDA TINGGI 1.4.1. Pengertian Sipat Datar Yang dimaksud dengan sipat datar adalah: cara pengukuran (proses) yang menentukan tinggi titik/evaluasi atau menentukan beda tinggi antara titik yang satu dengan titik-titik lainnya. Tinggi titik-titik itu ditentukan terhadap suatu bidang persamaan, yang umumnya disebut bidang nivo pada permukaan air laut pukul rata atau geoid (gambar 1). Permukaan Bumi Bidang Geoid
Gambar 1.3-1 Sipat Dasar
1.4.2. Penentuan beda tinggi metode barometris. Metode penentuan beda tinggi dengan cara barometris adalah semua cara penentuan beda tinggi yang berdasarkan terhadap tekanan udara seperti: penentuan beda tinggi dengan cara slang plastik, altimeter , pressure gauge, dan tabung gelas. Metode ini sangat tidak teliti dibanding dengan metode trigoniometris dan sipat datar, karena pengukurannya berdasarkan tekanan udara. Sedang tekanan udara disetiap tempat tidak sama. 1.
Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Slang Plastic. Alat ukur sipat datar yang paling sederhana, murah dan mudah di dapat adalah slang plastik. Waktu dulu sebelum ada slang plastik, untuk membuat bidang datar orang mempergunakan slang karet yang ada pada kedua ujung tabung gelas ini terbuka sehingga apabila slang karet diisi dengan air, maka kedua permukaan air pada tabung 15
gelas akan terlihat dan dalam keadaan setimbang. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan alat ini, adalah :
Di dalam slang tidak boleh ada gelembung-gelembung udara.
Tidak boleh ada kebocoran
Slang jangan sampai terpuntir atau terlipat
Jangan sampai ada kotoran yang menyumbat di dalam slang.
Pada saat sekarang ini dengan telah diketemukannya slang plastik bening, maka orang lebih suka menggunakan slang plastik. Keuntungan mempergunakan slang plastik ini adalah:
Kedua permukaan zat cair pada slang plastik bening telah dapat terlihat sehingga tidak perlu lagi mempergunakan tabung gelas.
Keadaan di dalam slang plastik dapat terlihat dengan jelas sehingga adanya gelembung udara atau kotoran secara cepat dapat diketahui dan dihilangkan.
Penggunaannya lebih mudah, ringan dan harganya relatif lebih murah dibandingkan slang karet.
Cara Pengukuran Beda Tinggi Dengan Slang Plastik Untuk mengukur beda tinggi antara dua titik dengan slang plastik dapat dilakukan sebagai berikut .
Gambar 1.3-2 Pengukuran beda tinggi dengan slang plastik
(1) Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh dua orang (2) Siapkan slang plastik diameter 10 mm dengan panjang secukupnya (antara 25 m sampai 100 m), kemudian di isi dengan air yang bersih. (3) Pasang tongkat ukur atau rambu ukur pada kedua titik A dan B yang akan di ukur beda tingginya, kemudian tempelkan ujung-ujung plastik pada kedua tongkat atau rambu di A dan di B. (4) Pastikan bahwa tongkat atau rambu dalam keadaan tegak lurus dan slang bebas dari gelembung atau terpuntir. 16
(5) Setelah kedua permukaan dalam keadaan tenang, kemudian baca dan catat hasil bacaannya. Atau dapat dengan cara mengukur tinggi permukaan air sampai ke titik A maupun titik B. (6) Jika hasil bacaan di titik A adalah h1 dan bacaan di titik b h2, maka beda tinggi titik A dan B adalah : h = h1 – h2
2.
Penentuan beda tinggi dengan cara altimeter. Penentuan beda tinggi dengan menggunakan altimeter sangat tidak teliti karena dipengaruhi tekanan atmosfir. Akurasi pengukurannya berkisar antara ± 5 m sampai 20 m. Untuk keperluan studi kelayakan pada suatu lokasi PLTMH maka altimeter dapat digunakan untuk mendapatkan beda tinggi kotor. Penentuan beda tinggi dengan cara altimeter dapat dilakukan dengan menggunakan altimeter tunggal atau dua altimeter. a.
Penentuan beda tinggi dengan altimeter tunggal. Langkah pengukuran: (1)
Baca altimeter pada titik awal.
(2)
Pindahkan altimeter pada titik yang lain (titik 2) kemudian baca.
(3)
Lakukan pembacaan kembali di titik awal dan bandingkan dengan pembacaan awal.
(4)
Hitung beda tinggi dengan mengurangai pembacaan altimeter di titik 2 dan di titik 1.
(5)
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan nilai rata-rata beda tinggi.
b.
Penentuan beda tinggi dengan dua altimeter. (1)
Seting kedua altimeter
(2)
Tempatkan altimeter I pada titik awal P dengan melakukan pembacaan secara kontimu dengan interval waktu 5 sampai 10 menit.
(3)
Tempatkan altimeter ke II pada titik yang lain Q kemudian baca dan catat waktunya.
(4)
Hasil bacaan altimeter I pada waktu t misalnya h1, dan hasil bacaan altimeter II pada waktu t misalnya h2 , maka beda tinggi antara titik P dan Q = h2 – h1.
(5)
Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti. 17
3.
Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Pressure Gauge. Alat ini dihubungkan slang plastik sehingga cara bekerjanyapun hampir sama dengan pengukuran beda tinggi menggunakan slang plastik. Oleh karena itu persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi juga sama dengan persyaratan pada pengukuran beda tinggi cara slang plastik, yakni:
Didalam slang tidak boleh ada gelembung udara.
Tidak boleh ada kebocoran.
Slang jangan sampai terpuntir atau terlipat.
Tidak boleh ada kotoran yang menyumbat didalam slang.
Langkah kerja : (1)
Masukkan slang pada nevelnya dan kunci dengan klem yang telah disediakan.
(2)
Pastikan valve-2 dalam posisi tertutup sedang valve-1 dan valve-3 dalam posisi terbuka sebelum slang diisi dengan air.
(3)
Isi slang dengan air dengan menggunakan jeregen.(pressure gauge diletakkan pada titik awal/titik 1 dan ujung slang yang lain diletakkan di titik 2)
(4)
Jika semua persyaratan diatas sudah terpenuhi (tidak ada gelembung udara dalam slang, slang tidak bocor dan terpuntir ) maka maka bukalah valve-2, sehingga jarum pada pressure gauge akan berputar.
(5)
Baca/catat bacaan pada pressure gauge yang merupakan beda tinggi antara kedua titik tersebut.
Gambar 1.3-3 Pressure Gauge sebagai Alat Pengukur Beda Tinggi
18
4.
Penentuan Beda Tinggi Dengan Cara Tabung Gelas. Alat ukur ini sangat sederhana sekali terdiri dari dua tabung gelas yang dihubungkan dengan pipa logam yang diletakkan di atas kaki tiga (statif). Tabung gelas dan pipa logam diisi dengan zat cair yang berwarna. Pengisian zat cair pada tabung gelas jangan terlalu penuh sehingga dapat dilihat permukaan zat cair pada kedua tabung gelas tersebut.
Gambar 1.3-4 Alat Sipat Datar Tabung Gelas
Alat sipat datar tabung gelas pada saat sekarang ini sudah jarang digunakan karena disamping ketelitian membidik sangat terbatas, juga penggunaan alat ini harus ekstra hati-hati karena tabung gelasnya mudah pecah. Cara penggunaan alat ini adalah sebagai berikut .
Gambar 1.3-5 Pengukuran sipat datar dengan tabung gelas
(1)
Tempatkan sipat datar tabung gelas yang sudah diisi dengan air berwarna di antara dua titik A dan B yang akan di ukur beda tingginya.
(2)
Pasang patok pada titik A dan tempatkan tongkat ukur atau rambu ukur di atas patok A tegak lurus.
(3)
Bidik tongkat ukur atau rambu ukur di A melalui kedua permukaan zat cair pada tabung gelas dan catat bacaan belakang.
(4)
Pasang patok pada titik B dan tempatkan tongkat ukur atau rambu ukur di atas patok B tegak lurus.
19
(5)
Bidik tongkat ukur atau rambu di B melalui kedua permukaan zat cair pada tabung gelas dan catat bacaannya sebagai hasil bacaan muka.
(6)
Misalkan bacaan rambu belakang sama dengan b dan bacaan rambu muka adalah m, maka beda tinggi antara A dan B adalah: h=b-m Jika ketinggian titik A telah diketahui, maka tinggi titik B dapat dihitung, yaitu : TB = TA + h
1.4.3. Penentuan beda tinggi metode trigoniometris. Metode penentuan beda tinggi dengan metode trigoniometris adalah semua cara penentuan beda tinggi yang berdasarkan terhadap rumus-rumus segitiga seperti: clinometer dan theodolit. Metode ini lebih teliti dibandingkan metode barometris, dan lebih praktis digunakan untuk daerah yang terjal seperti pada lokasi suatu pembangunan micro hydro power.
1.
Penentuan Beda Tinggi Dengan Clinometer.
Gambar 1.3-6 Penentuan Beda Tinggi Dengan Clinometer.
Oleh karena alat ini termasuk alat-alat ukur yang sederhana maka penggunaannyapun juga terbatas disebabkan jarak bidiknya yang terbatas. Untuk penentuan beda tinggi yang jaraknya jauh maka pengukurannya dilakukan dengan membagi beberapa seksi. Pada metode ini yang diukur adalah jarak dan sudut, sedangkan tinggi alat diusahakan sama dengan tinggi target. Langkah kerja : (1)
Tancapkan yalon I lengkap dengan clinometer pada titik A (seperti gambar).
(2)
Ukur tinggi clinometer misalnya h.
(3)
Letakkan yalon II diatas titik B dengan posisi tegak dan ukur tinggi h dan tandai. 20
(4)
Orang pertama membidik dengan menggunakan clinometer di titik A kearah yalon titik B yang diberi tanda.(gelembung nivo didalam clinometer sisetel sehingga berada ditengah-tengah).
(5)
Orang ke tiga membaca sudut kemiringan α pada clinometer.
(6)
Ukur jarak miring dari A ke B misalnya d. Maka jarak datar A – B = d . cos α Dan beda tinggi A – B = ∆ h = d . sin α
2.
Penentuan Beda Tinggi Dengan Theodolit. Penentuan beda tinggi dengan menggunakan theodolit lebih praktis serta jarak jangkauannya lebih jauh. Oleh karena itu orang lebih banyak menggunakan cara ini. Prinsip dasar penentuan beda tinggi dengan cara ini sama dengan prinsip dasar penentuan beda tinggi menggunakan clinometer yakni hanya mengukur sudut dan jarak.
Gambar 1.3-7 Penentuan Beda Tinggi Dengan Theodolit
Langkah kerja : (1)
Tempatkan theodolit diatas statip pada titik awal A dan stel sehingga siap untuk digunakan.
(2)
Tempatkan rambu secara tegak pada titik B.
(3)
Ukur tinggi alat theodolit ( h).
(4)
Bidik rambu di titik B dan baca benang atas BA, benang tengah BT dan benang bawah BB. 21
Baca sudut vertical theodolit misalnya m.
(5)
Maka jarak datar
A – B = (BA – BB) . 100 . cos² m.
Dan beda tinggi : TA + Ddtr . Sin m = ∆H + BT ∆HA-B = (TA - BT) + Ddtr . Sin m
1.4.4. Penentuan Beda Tinggi Metode Sipat Datar. Cara penentuan tinggi titik ataupun beda tinggi, yang paling teliti adalah dengan alat sipat datar optik. Ada beberapa jenis instrumen sipat datar yang sering dipergunakan untuk pengukuran, diantaranya adalah sebagai berikut: (1)
Instrumen Sipat Datar Jenis Y (wye)
(2)
Instrumen Sipat Datar Semua Tetap (Sumpy Levels)
(3)
Instrumen Sipat Datar Semua Tetap Dengan Pengungkit (Tilting Levels).
(4)
Instrumen Sipat Datar Otomatik
Penentuan beda tinggi metode sipat datar perlu dipelajari lebih lanjut pada prgram keahlian Survey dan Pemetaan Catatan: Untuk pendalaman dan perluasan materi pelatihan ini sebaiknya peserta pelatihan membaca referensi : (1)
Ilmu Ukur Tanah Seri A, Umaryono U. Purworaharjo
(2)
Ilmu Ukur Tanah Soetomo Wongsotjitro
(3)
Dasar-dasar Pengukuran Tanah Russell C. Brinker, Paul R.Wolf.
1.4 LATIHAN 1) Tugas Pembelajaran a) Sebutkan jenis-jenis Instrumen sipat datar yang Anda ketahui b) Sebutkan syarat-syarat pesawat sipat datar c) Sebutkan bagian-bagian dan fungsinya dari instrumen sipat datar Otomatic. d) Sebutkan fungsi benang silang/benang diafragma pada pesawat sipat datar. e) Pada pengukuran sipat datar keliling atau sipat datar dengan jalur tertutup, maka pengukuran akan benar jika beda tinggi yang sebenarnya yaitu t = 0. Tetapi di dalam praktek hal ini jarang terjadi, kecuali secara kebetulan. f)
Bagaimana caranya supaya beda tingginya t = 0
22
2) Lembar Kerja Peserta: Pengukuran Beda tinggi dengan cara Trigoniometris. a.
Tujuan Peserta dapat melakukan pengukuran beda tinggi.
b.
c.
d.
Petunjuk Umum. 1)
Bacalah materi diatas dengan baik.
2)
Bekerjalah sesuai dengan Iangkah kerja yang diberikan.
3)
Gunakan alat dengan hati-hati.
Perlengkapan Alat. 1)
Theodolit, statip dan rambu
2)
Patok-patok palu dan paku.
3)
Daftar ukur dan data board
Keselamatan kerja. 1)
Hati-hati pada waktu membawa/memindahkan alat.
2)
Setiap memindahkan alat sebaiknya dimasukkan kedalam tempatnya untuk keselamatan alat.
3)
Lindungi pesawat dari panas dan hujan.
4)
Hati-hati dalam melakukan pengukuran karena kemungkinan tanahnya licin atau curam.
e.
Langkah Kerja. 1)
Pengukuran : (a)
Tempatkan alat theodolit di atas titik A dan stel hingga siap untuk digunakan.
(b)
Tempatkan rambu diatas titik B secara tegak.
(c)
Bidik rambu di B dengan menggunakan theodolit dan baca benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB) serta sudut vertical (m).
(d) 2)
Ukur tinggi alat ( theodolit) misalnya TA.
Perhitungan : Hitung beda tinggi antara A dan B = AHAAs = (TA - BT) + D~ . Sin m Dimana Ddtr- (BA — BB) . 100 . cos2 m.
3) Evaluasi. Berilah tanda silang pada lembar jawaban a,b,c, atau d pilihan yang anda anggap paling benar. 23
1.
Sebuah permukaan melengkung dimana arah gaya berat pada setiap titik padanya selalu tegak lurus disebut:
2.
3.
4.
a.
bidang mendatar
b.
bidang vertikal
c.
bidang nivo
d.
bidang miring
Dibawah ini adalah cara-cara penentuan tinggi titik, kecuali : a.
barometris
b.
trigonometris
c.
sipat datar
d.
polar
Instrumen sipat datar yang teropongnya dapat diungkit sedikit,termasuk jenis a.
dumpy level
b.
tilting level
c.
automatic level
d.
cowley level
Pada waktu mengukur beda tinggi dengan pesawat penyipat datar maka kedudukan garis bidik: a.
tidak harus sejajar dengan permukaan tanah
b.
harus sejajar dengan permukaan tanah
c.
harus benar-benar mendatar
d.
tidak perlu mendatar
5. Jika BA = bacaan benang atas BT
= bacaan benang tengah
BB
= bacaan benang tengah, maka pembacaan pada pesawat penyipat
datar
akan sempurna jika terpenuhi persamaan : a.
2 BT = ( BA – BB )
b.
2 BT = ( BB – BA )
c.
2 BT = ( BA + BB )
d.
2 BT = ( BT – BA)
6. Jika menyipat datar memanjang, kecuali kontrol pembacaan rambu ,maka perlu diadakan kontrol perhitungan beda tinggi, yaitu :
24
a.
selisih jumlah beda tinggi positif dan negatif sama dengan selisih tinggi titik akhir dan titik awal.
7.
b.
jumlah beda tinggi positif sama dengan jumlah beda tinggi negatif
c.
jumlah bacaan bak belakang sama dengan jumlah bacaan beda tinggi positif
d.
jumlah bacaan bak muka sama dengan jumlah bacaan bak belakang
Pada pengukuran menyipat datar memanjang yang diketahui ketinggian titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukuran perlu diberikan koreksi apabila : a.
jumlah bacaan bak belakang tidak sama dengan jumlah bacaan bak muka
b.
Jumlah beda tinggi positif tidak sama dengan jumlah beda tinggi negatif
c.
Selisih jumlah pembacaan bak muka dan bak belakang tidak sama dengan selisih beda tinggi positif dan negatif .
d. 8.
beda tinggi hasil ukuran tidak sama dengan beda tinggi yang sudah diketahui
Jika bacaan rambu muka 0,205m dan bacaan rabu belakang 2,246m maka beda tingginya adalah:
9.
a.
– 2,041m
b.
+ 2,041 m
c.
+ 2,451 m
d.
– 2,451 m
Jika ketinggian titik B –1,256m dari titik A, sedang ketinggian titik A = 742,620m dan bacaan rambu di titik B = 1,726m maka tinggi garis bidik ialah: If point B is – 1,256m higher than point A while point A = 742,620m and reading pole at the point B = 1,726m, find the high line of sight : a.
743,876 m
b.
744,346 m
c.
743,090 m
d.
745,602 m
10. Jika ketinggian titik A = 978,371 m dan bacaan rambu diatas titik A = 1,426 m, maka tinggi garis bidik (Tgb) adalah: a.
979,979
b.
979,797
c.
976,954
d.
976,945
25
BAB II PERANCANGAN KONSTRUKSI SIPIL DAN STRUKTUR HIDROLIK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO
2.1 Analisis Aliran Fluida Dalam Pipa dan Saluran Terbuka 2.1.1. Menentukan Kehilangan Energi Jika pada suatu saluran ditinjau dua penampang, misal penampang 1 dan 2, maka berdasarkan hukum atau prinsip kekekalan energi jumlah energi pada penampang 1 yang berada di hulu akan sama dengan jumlah energi pada penampang 2 yang berada di hilir, yang secara singkat dinyatakan dengan rumus Bernoulli berikut, 2
2
p1 v p v z1 1 2 z2 2 H L g 2g g 2g
Dimana:
p1 = tekanan head, dimana g p = tekanan dalam N/m2 ρ = kekentalan fluida dalam kg/m3, z1 = elevasi atau potensial head dalam m 2
v1 = Velosity atau kinetik head, dimana 2g
v = kecepatan dalam m/dtk g = gaya gravitasi = 9.81 m/dtk2 HL = kehilangan energi akibat gesekan dan terbentuknya pusaran air dan ditunjukkan dalam m fluid
2.1.2. Menentukan Aliran Air dalam Pipa Bilangan Reynolds, Re
dimana
vd
v = kecepatan aliran rata-rata (m/s) d = diameter dalam pipa (m) = kecepatan kinematik dalam m2/detik untuk air pada saat 10° C: = 1.31 * 10-6 m2/detik untuk air pada saat 20° C: = 1.0 * 10-6 m2/detik
26
Apabila Re < 2000, maka disebut Aliran Laminar dan Re = 2500 sampai 4000 disebut Aliran Turbulen, Batasan diantaranya dinamakan zona kritis tak terdefinisi dimana kedua bentuk aliran tersebut ada dengan bilangan Reynold yang sama.
Rugi gesekan (friction loses) untuk aliran turbulen: H friction
L v2 d
2g
(rugi-rugi head akibat gesekan dalam meter fluid column) dimana
= faktor gesekan menurut diagram Moody (lihat dibawah) L = panjang penampang pipa dengan diameter konstan dalam meter d = diameter pipa dalam meter v = kecepatan rata-rata dalam m/s
Diagram 1.1. Diagram Moody (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Tabel: Kekasaran mutlak (k) untuk pipa-pipa komersial (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
2.1.3. Kerugian Head Lokal Kerugian lokal dinyatakan sebagai perkalian head kinetik (seperti friction losses, lihat rumus Darcy-Weisbach di atas): v2 Hl l 2g
Head losses lokal dinyatakan dalam satuan meter water column, dimana (zeta) adalah koefisien kerugian.
Tabel: Koefisien-koefisien losses () untuk losses lokal (lihat Modul Rekayasa
Hidrolika PLTMH)
2.1.4. Menentukan Head Bersih Turbin Head bersih turbin = head kotor dikurangi rugi gesekan dalam penstock dan draft tube.
27
Gambar 2.1-1. Head kotor dan head bersih ditampilkan dengan gambar untuk skema PLTMH dengan menggunakan pompa sebagai turbin (pump as turbine/ PAT). 2.1.5. Pemilihan Diameter Penstock Ekonomis
Gambar 2.1-2 Diagram Diameter Pipa Pesat (Penstock) Diameter optimum penstock adalah salah satu faktor yang akan menghasilkan biaya tahunan minimum, terdiri dari pembangunan penstock dan biaya pemeliharaan dan nilai moneter akibat kehilangan energi. Untuk skema PLTMH disarankan untuk menggunakan rumus berikut ini:
Phydr H
37
Dopt 0.5 H dimana
1 7
Dopt = diameter pipa optimum dalam meter H = head bersih (nilai perkiraan) dalam m Phydr = daya hidrolis = g Q H dalam Kw 28
Gambar 2.1-3 Diagram Diameter Ekonomis Pipa sebagai Sebuah Fungsi Aliran
2.1.6. Rumus Manning-Strickler Meskipun persamaan Darcy-Weisbach dan Colebrook-White diperkenalkan untuk aliran pada pipa, tetapi dapat juga digunakan untuk aliran pada saluran terbuka, hal ini bagaimanapun, biasanya digunakan persamaan Manning-Strickler sebagai gantinya. Rumus Manning-Strickler berdasarkan pada percobaan-percobaan, berikut adalah rumusannya: v Ks R2 3
I
29
dimana
v
= kecepatan rata-rata dalam m/dtk
Ks = koefisien kekasaran menurut Strickler dalam m1/3dtk-1 R
= radius hidrolik (dalam m) = A/p dimana A adalah luas penampang (m2) dan p = garis keliling basah (m)
I
= kemiringan permukaan air = kemiringan saluran atau dasar sungai untuk aliran seragam = Js
Tabel 1: Koefisien kekasaran (Ks) menurut Strickler (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
Gambar 2.1-4 Koefisien Umum Kekasaran untuk Sungai: a) Ks = 42 m1/3s-1;
c) Ks = 20 m1/3s-1;
b) Ks = 31 m1/3s-1;
d) Ks = 13 m1/3s-1;
2.2 Rancangan Saluran Pembawa 2.2.1. Saluran Terbuka Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan yang bebas disebut dengan saluran terbuka. Berdasarkan keberadaannya, saluran dapat dibagi menjadi dua yaitu saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial).
30
Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai air sampai ke muara sungai. Aliran air di bawah tanah dengan permukaan bebas dianggap sebagai saluran terbuka alamiah. Sifat-sifat hidrolik saluran alam biasanya sangat tidak menentu. Dalam beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai dengan pengamatan dan pengalaman sesungguhnya sedemikian rupa, sehingga persyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima untuk penyelesaian analisa hidrolika teoretis. Saluran buatan dibentuk oleh manusia, seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit listrik, saluran irigasi saluran pembuang, pelimpah tekanan, saluran banjir, dan sebagainya. Sifat-sifat hidrolik saluran semacam ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk saluran buatan dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya, dan dengan demikian cukup teliti untuk keperluan perancangan praktis. Saluran (channel), biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu maupun tidak, atau beton, semen, kayu maupun aspal. Got miring (chute), adalah selokan yang curam. Terjunan (drop), hampir sama dengan got miring, namun perubahan tinggi air terjadi dalam jarak pendek. Gorong-gorong (culvert), merupakan selokan tertutup yang pendek, dipakai untuk mengalirkan air melalui tanggul jalan kereta api maupun jalan raya. Terowongan air terbuka (open-flow tunnel), adalah selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit atau gundukan tanah.
1) Geometri Saluran. Suatu saluran yang penampang melintangnya dibuat tidak berubah-ubah dan kemiringan dasarnya tetap, disebut saluran prismatik (prismatic channel). Bila sebaliknya, disebut saluran tak prismatik (non-prismatic channel). Contohnya adalah pelimpah tekanan yang memiliki lebar berubah-ubah dengan trase melengkung. Penampang saluran alam umumnya sangat tidak beraturan, biasanya bervariasi dari bentuk seperti parabola sampai trapesium. Untuk saluran pengatur banjir, dapat terdiri dari satu penampang saluran utama yang mengalirkan debit normal dan satu atau lebih penampang saluran tepi untuk menampung kelebihan air. Penampang saluran buatan biasanya dirancang berdasarkan bentuk geometris yang umum. Bentuk yang paling umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak dilapisi 31
adalah bentuk trapesium, sebab stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan. Bentuk persegi panjang dan segitiga merupakan bentuk khusus selain trapesium. Berhubung bentuk persegi panjang mempunyai sisi tegak, biasanya dipakai untuk saluran yang dibangun dengan bahan yang stabil, seperti pasangan batu, padas, logam atau kayu. Penampang lingkaran banyak dipakai untuk saluran pembuangan air kotor dan goronggorong berukuran sedang maupun kecil. Penampang persegi panjang yang ujung-ujung bawahnya dibundarkan merupakan modifikasi bentuk persegi panjang. Bentuk saluran pembuangan air kotor yang banyak digunakan adalah penampang lingkaran, persegi panjang dan bujur sangkar. Selain itu, penampang geometris yang kadang-kadang dipakai untuk pembuangan air kotor berukuran besar agar orang dapat memasukinya, adalah bulat telur, elips, setengah elips, bentuk U, ladam kuda dan lain-lain.
2) Unsur-unsur Geometrik Penampang Saluran Unsur-unsur geometrik adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang dapat diuraikan seluruhnya berdasarkan geometri penampang dan kedalaman aliran. Unsur-unsur ini sangat penting dan banyak sekali dipakai dalam perhitungan aliran. Untuk penampang biasa yang sederhana, unsur geometrik dapat dinyatakan secara matematik menurut kedalaman aliran dan dimensi lainnya dari penampang tersebut. Namun untuk penampang yang rumit dan penampang saluran alam, belum ada rumus tertentu untuk menyatakan unsur-unsur tersebut, selain kurva-kurva yang menyatakan hubungan unsur-unsur ini dengan kedalaman aliran yang disiapkan untuk perhitungan hidrolik.
a) Definisi Geometrik Dasar Definisi beberapa unsur geometrik dasar yang penting diberikan di bawah ini. -
Kedalaman aliran y (depth of flow) adalah jarak vertikal titik terendah pada suatu penampang saluran sampai ke permukaan bebas. Istilah ini sering dicampuradukkan dengan kedalaman penampang aliran d (depth of flow section). Tepatnya, kedalaman penampang aliran; tegak lurus arah aliran, atau tinggi penampang saluran yang diliputi air.
-
Taraf (stage) adalah elevasi atau jarak vertikal dari permukaan bebas di atas suatu bidang persamaan. Bila titik terendah dari penampang saluran dipilih sebagai bidang persamaan, taraf ini sama dengan kedalaman aliran.
-
Lebar puncak (top width) T adalah lebar penampang saluran pada permuka: babas. 32
-
Luas basah (water area) A adalah luas penampang melintang aliran yang teg hrrus arah aliran.
-
Keliling basah (wetted perimeter) P adalah panjang garis perpotongan dari permukaan basah saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran
-
Jari-jari hidrolik (hydraulic radius) R adalah rasio luas basah dengan keliling basah, atau: R
-
A P
Kedalaman hidrolik (hidraulic depth) D adalah rasio luas basah dengan luas puncak, atau
D -
A T
Faktor penampang (section factor) untuk perhitungan aliran kritis Z adalah hasil perkalian luas basah dan akar kedalaman hidrolik, atau Z A D A
-
A T
Faktor penampang untuk perhitungan aliran seragam AR2/3 adalah hasil perkalian luas basah dan akar pangkat dua pertiga dari jari-jari hidrolis.
b) Langkah-Langkah Mendisain Saluran Tanah (1) Menentukan Debit Disain Saluran Rumus Moritz (US Bureau of Reclamation) dapat digunakan untuk memperkirakan losses akibat rembesan pada saluran tanah:
S 0.035 C
Q v
Dimana S`= kerugian akibat rembesan dalam m3/dtk per km panjang saluran C = koefisien rembesan tanah (menurut Tabel 4 di bawah) Q = debit dalam m3/dtk (gunakan debit disain turbin sebagai perkiraan awal) V`= kecepatan rata-rata saluran dalam m/dtk (gunakan nilai kira-kira 0.3 m/s) Tabel : Koefisien rembesan tanah (ihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
(2) Menentukan Kemiringan Memanjang Saluran Sesuai dengan Topografi Kemiringan maksimum tertentu yang diijinkan tidak boleh dilewati untuk mencegah kecepatan aliran yang tinggi dan erosi tanah yang diakibatkan olehnya 33
(lihat kecepatan maksimum yang diijinkan di bawah). Kemiringan saluran untuk skema-skema PLTMH pada umumnya berkisar antara 0.05% sampai 0.4%. Jika topografi membutuhkan kemiringan yang lebih besar, struktur jatuhan harus dipertimbangkan. (3) Menentukan Geometri dan Dimensi Saluran. Bentuk geometri terbaik saluran adalah semi lingkaran karena lingkaran (untuk aliran pipa) dan bentuk-bentuk semi lingkaran (untuk aliran permukaan bebas) memberikan luasan terbesar dengan garis keliling basah terkecil (karena gesekan akan memperlambat aliran). Bagaimanapun, dalam kenyataannya bentuk semi lingkaran jarang dipilih karena penggalian dan pembentukan lingkaran sulit dilakukan. Bagian trapezoidal merupakan bentuk umum yang digunakan untuk saluran tanah. Untuk debit disain yang kecil (Q < 500 l/s), bentuk trapezoidal harus sedekat mungkin dengan bentuk semi lingkaran (lihat Gambar 1.1). Untuk aliran yang lebih besar bentuknya dibuat agak lebih lebar tetapi saluran dangkal harus dipilih untuk menghindari penggalian yang dalam. Kemiringan sisi saluran (m) sebaiknya securam mungkin sebagai upaya untuk membatasi penggalian dan kebutuhan lahan untuk saluran. Kecuraman maksimum kemiringan sisi yang stabil ditentukan oleh material tanah yang ada.
Gambar 2.2-1 Saluran trapezoidal dan petunjuknya
Tabel berikut ini akan memberikan perkiraan nilai-nilai untuk besarnya m (lihat gambar di atas untuk penggunaan nilai m yang benar).
34
Tabel 2-1 Perkiraan nilai-nilai untuk besarnya m Material tanah
kemiringan sisi 1 : m
batu
m < 0.25
tanah liat keras, lempung
m = 1 to 2
tanah liat berpasir
m = 1.5 to 2.5
pasir berlumpur
m = 2 to 3
(4) Measumsikan Koefisien Kekasaran (Ks) menurut Strickler. Koefisien kekasaran (Ks) untuk saluran pembawa kecil sampai kedalaman air kira-kira 1 m dapat diasumsikan di antara Ks = 25 dan 30 m1/3dtk-1. Grafik ini juga dapat digunakan sebagai langkah pendugaan pertama ketika parameter-parameter m dan Ks sedikit berbeda dari m = 1 dan Ks = 30.
(5) Memeriksa Kecepatan Maksimum yang Dibolehkan (vmax) vmax adalah kecepatan rata-rata saluran yang tidak akan menyebabkan erosi di dasar saluran dan sisi miring. Sebagai contoh, kecepatan maksimum yang dibolehkan untuk pasir halus adalah 0.4 m/s. Umumnya, kecepatan maksimum 0,5 m/s sebaiknya tidak boleh terlewati untuk saluran tanah kecil dan dangkal (< 0.5 m/s).
(6) Memeriksa Kecepatan Minimum yang Dibolehkan Jika air dalam saluran mengalir terlalu lambat, sedimen mulai mengendap di saluran dan akhirnya akan menyumbat saluran. Oleh karena itu kecepatan aliran disain harus cukup tinggi untuk menghindari sedimentasi di dalam saluran. Dengan begitu, hanya butir-butir yang lebih kecil dari 0.2 mm yang umumnya akan mengalir bersama air memasuki saluran pembawa. Partikel kecil seperti ini hanya akan mengendap jika kecepatannya di bawah 0.2 m/s sehingga harus diambil sebagai kecepatan minimum yang dibolehkan di dalam saluran.
Diagram1.3 Grafik disain untuk saluran tanah kecil trapezoidal dengan kemiringan sisi 45° dan koefisien kekasaran (Ks) 30 m1/3s-1 (lebar dasar (b) = kedalaman air) (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH).
35
(7) Menentukan Freeboard yang Diperlukan
Gambar 2.2-2 Diagram Perhitungan Kecepatan Maksimum yang Dibolehkan pada Saluran Tanah (vmax)
Freeboard adalah jarak antara tinggi air disain dengan puncak tanggul. Freeboard diperlukan untuk mencegah pelimpahan tanggul akibat naiknya level air normal. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba (hentakan gelombang), inflow air drainase atau akumulasi sedimen. Freeboard juga diperlukan sebagai toleransi apabila terjadi perusakan tanggul. Freeboard minimum untuk PLTMH dengan saluran tanah harus diambil sbb: 36
-
saluran tanah kecil dengan Q < 200 l/s minimal freeboard f = 0.30 m
-
saluran tanah dengan 200 < Q < 500 l/s minimal freeboard f = 0.40 m
-
saluran tanah dengan 500 < Q < 1500 l/s minimal freeboard f = 0.50 m Perhatikan bahwa lebar tepi sebaiknya tidak kurang dari 1.00 m (lihat Gambar di bawah)
Rumus kecepatan maksimum yang dibolehkan pada saluran tanah (vmax) (menurut US Soil Conservation Service, Technical Release No.25, 1977) vmax = vb * A * B * C dimana
vb = kecepatan dasar dalam m/dtk dan A, B dan C = faktor-faktor koreksi untuk rasio kekosongan tanah, tikungan-tikungan saluran dan kedalaman air.
(8) Menentukan Lengkungan Saluran yang Dibolehkan. Erosi dan pengikisan sisi-sisi saluran dapat terjadi pada tikungan tajam dari saluran tanah. Untuk mencegah hal ini, radius minimum lengkungan yang diukur dari garis tengah saluran sebaiknya paling sedikit 8 kali disain lebar permukaan air (lihat Gambar 8).
Gambar 2.2-3 Radius Minimum Lengkungan Untuk Saluran Tanah Kecil Jika radius ini terlalu besar untuk bisa sesuai dengan topografi lokal, pelapisan saluran pada tikungan harus dipertimbangkan pelapisan sebaiknya diperluas setidaknya empat kali kedalaman air melewati tikungan di arah menuju ke hilir.
37
2.2.2. Desain Saluran dengan Pelapisan Jika kondisi untuk pelapisan dirasakan menguntungkan, kriteria disain berikut ini berlaku: 1) Geometri Saluran dengan Lapisan Kemiringan sisi untuk saluran dengan lapisan di ambil 1:1 dalam material tanah seperti apapun sampai dengan kedalaman air setinggi 0.75 m. Untuk saluran-saluran yang lebih dalam h > 0.75 m, kemiringan sisi harus dikurangi untuk menjaga stabilitas lapisan terhadap geseran dan gaya guling. Dua nilai freeboard (dinding yang tidak tenggelam) untuk saluran dengan pelapisan harus dibedakan: freeboard dari pelapisan (protected freeboard) dan freeboard sampai puncak tanggul yang mana sama seperti saluran-saluran tanpa pelapisan (lihat di atas). Protected Freeboard harus minimal 0.20 m untuk debit disain sampai 1.5 m3/s. Radius minimum lengkungan saluran untuk saluran dengan pelapisan dapat diambil sebesar tiga kali lebar permukaan air. Makin tajam tikungan tidak dianjurkan karena kerugian head tambahan yang terjadi.
Gambar 2.2-4 Saluran-saluran dengan lapisan dan saluran air
Nilai ketebalan minimum pelapisan adalah sebagai berikut: -
Lapisan pasangan batu: 0.20 m (gunakan batu dengan diameter ± 0.15 m)
-
Saluran air pasangan batu: 0.25 – 0.30 m
-
lapisan beton:
0.07 m (dengan tulangan); 0.08 sampai 0.10 m (lapisan beton datar)
-
lapisan tanah dipadatkan: 0.60 m di dasar saluran, 0.75 m di sisi lereng
38
2) Disain Hidrolis Kecepatan maksimum untuk saluran dengan lapisan kecil yang digunakan dalam skema PLTMH dapat diambil sebagai berikut: -
lapisan pasangan batu: 2 m/s
-
lapisan beton: 3 m/s
-
lapisan tanah dipadatkan kecepatan maksimum yang dibolehkan menurut bagian (saluran tanah tanpa lapisan) di atas
Koefisien kekasaran untuk saluran dengan lapisan dapat diambil dari Tabel 13 di atas; nilai-nilai Ks yang dianjurkan untuk saluran-saluran kecil untuk skema PLTMH sbb: -
pasangan batu (tanpa plesteran) Ks = 50 m1/3s-1
-
pasangan beton dan saluran air
Ks = 70 m1/3s-1
2.2.3. Disain Struktur Pembawa (Terowongan dan Aqueduct) Energi total = energi potensial + energi tekanan + energi kinetik. Untuk aliran permukaan bebas akan lebih sesuai menggunakan dasar saluran / level balikan sebagai datum. Bagian dari energi total ini disebut dengan Energi Spesifik (Hs) yang dinyatakan dalam satuan meter water column. Hs h
v2 2g
Gambar 2.2-5 Definisi energi spesifik (Hs)
Pertanyaannya sekarang adalah berapa kecepatan aliran yang dapat dicapai untuk spesifik energi head (Hs) yang ditentukan. Kita memiliki dua persamaan yang tersedia: (1)
Hs = h + v2/(2g)
(2)
Q=vA
Menyelesaikan persamaan (1) untuk v dan menggunakan rumus yang diperoleh dalam persamaan (2) akan menghasilkan persamaan untuk Q:
39
Q A
2g(Hs h)
Jika memplot kedalaman (h) versus debit (Q) akan memberikan grafik yang mengejutkan: untuk setiap nilai Q terdapat dua kedalaman (h) kecuali untuk debit maksimum (Q) yang hanya memberikan satu kedalaman air. Untuk level energi yang diberikan dalam kolam, rupanya tergantung pada kemiringan saluran yang satu dari dua alternatif kedalaman (h) akan terjadi. Gambar:
Kurva debit (Q) ke dalam saluran pada head konstan (Hs) dan
kedalaman aliran yang berhubungan dengannya (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Kedalaman (h) yang sesuai dengan debit maksimum (Qmax) disebut kedalaman kritis (hc) dan kecepatan yang sesuai dengannya adalah kecepatan kritis (vc). Pada kedalaman di bawah nilai kritis, alirannya disebut superkritis dan pada kedalaman di atas nilai kritis, alirannya disebut subkritis atau aliran tenang. Kedalaman kritis (hc) suatu saluran dengan potongan melintang tertentu dan kemiringan tertentu adalah kedalaman dimana: i) spesifik energi adalah minimum untuk debit tertentu, atau ii) debitnya maksimum untuk energi spesifik tertentu.
Gambar 2.2-6 Diagram Kedalaman Kritis (hc) dan Energi Spesifiknya (Hc) untuk Potongan Melintang Trapezoidal Gambar: Arah perhitungan ketinggian permukaan air pada aliran subkritis dan superkritis (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) 40
Dalam saluran persegi, kedalaman aliran pada aliran kritis adalah 2/3 dari energi spesifik (Hs): 2 hc H s 3
untuk luasan potongan saluran persegi
Q2 hc 2 1 3 g b Penting untuk diketahui dalam perhitungan aliran permukaan bebas apakah aliran dalam
bagian saluran atau struktur adalah subkritis atau superkritis. Empat alasan utama untuk hal ini adalah sebagai berikut: a) Aliran superkritis berhubungan dengan kecepatan tinggi yang tidak cocok pada saluran tanah atau saluran dengan pelapisan yang materialnya selain dari beton bertulang sehubungan dengan masalah erosi. b) Aliran saluran yang mendekati aliran kritis disertai dengan ombak tegak pada permukaan air dan perhitungan yang baik untuk ketinggian air dan freeboard menjadi tidak mungkin. Aliran yang mendekati aliran kritis oleh karena itu harus dihindari. c) Aliran pada drop structure dan luncuran (tetapi juga pada saluran pengukur debit) adalah superkritis dan pengetahuan akan lokasi yang tepat dimana perubahan aliran terjadi dan pengetahuan sampai yang mana aliran merupakan superkritis adalah hal penting untuk disain struktur-struktur seperti ini. d) Dalam aliran superkritis kecepatan hentakan atau ombak gravitasi pada permukaan air kurang dari kecepatan aliran dan oleh karena itu gangguan tidak akan berdampak apapun (air yang tertahan, dll) dihulu dari gangguan tersebut. Fenomena ini dapat digunakan ketika menghitung ketinggian permukaan air di dalam saluran atau jalur sungai alami dengan merubah kemiringan dasar atau geometri saluran: -
dalam aliran subkritis, perhitungan permukaan air harus dilakukan ke arah hulu
-
dalam aliran superkritis, perhitungan permukaan air harus dimulai ke arah hilir.
2.2.4. Bilangan Froude Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran-saluran-terbuka (open channel flow) maupun aliran-pipa (pipe-flow). Kedua jenis aliran tersebut mempunyai persamaan dalam banyak hal, akan tetapi berlainan dalam satu hal yang sangat prinsipal. Perbedaan tersebut adalah aliran-saluran-terbuka harus memiliki permukaan bebas (free surface), sedangkan aliran-pipa boleh dikatakan tidak mempunyai ruang bebas, hal ini disebabkan air harus
41
mengisi seluruh penampang. Pada prinsipnya permukaan bebas dipengaruhi oleh tekanan udara, sedangkan aliran-pipa, yang terkurung dalam saluran tertutup, tidak terpengaruh langsung oleh tekanan udara, kecuali oleh tekanan hidrolik. Walaupun kedua jenis aliran itu dapat dikatakan hampir sama, penyelesaian masalah aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan dengan aliran dalam pipa tekan. Kesulitan kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit didasarkan pada kenyataan bahwa posisi permukaan bebas selalu berubah sesuai dengan waktu dan ruang, dan juga bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas adalah tergantung satu sama lain. Biasanya sulit diperoleh data percobaan yang dapat dipercaya mengenai aliran dalam saluran terbuka. Lagi pula kondisi fisik saluran terbuka jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan pipa. Penampang melintang aliran dalam pipa sudah tertentu, karena dapat dinyatakan berdasarkan bentuk saluran. Penampang melintang suatu pipa biasanya lingkaran, namun pada saluran terbuka dapat beraneka macam, dari bentuk lingkaran sampai bentuk tak teratur seperti sungai. Kekasaran permukaan bagian dalam dari pipa umumnya terbuat dari bahan logam yang baru dan halus, atau mungkin terbuat dari bahan kayu, bahkan mungkin pipa besi yang sudah berkarat. Pada saluran terbuka, permukaannya sangat bervariasi baik bentuk maupun bahannya. Kekasaran permukaan sangat tergantung kepada bahan yang digunakan untuk membuat saluran. Oleh karena itu pemilihan koefisien gesekan untuk saluran terbuka lebih bersifat tidak pasti bila dibandingkan dengan pipa. Umumnya, persamaan-persamaan untuk aliran saluran-terbuka diperoleh dari hasil pengamatan atau empiris jika dibandingkan dengan persamaan-persamaan yang digunakan untuk aliran pipa. Metode empiris ini merupakan metode terbaik yang ada pada saat ini, dan bila diterapkan secara tepat dan benar dapat menghasilkan nilai yang sesuai dengan kenyataan. Aliran dalam suatu saluran tertutup tidak selalu bersifat aliran-pipa. Bila terdapat suatu permukaan bebas, harus digolongkan sebagai aliran saluran-terbuka. Misalnya saluran pembuang air banjir yang merupakan saluran tertutup, biasanya dirancang untuk aliran saluran-terbuka sebab aliran dalam saluran pembuang diperkirakan hampir setiap saat memiliki permukaan bebas.
42
1) Jenis Aliran Menurut Ven Te Chow, aliran saluran-terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai jenis dan diuraikan dengan berbagai cara. Penggolongan aliran ini dibuat berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan waktu dan ruang. a) Aliran Tunak (Steady Flow) dan Aliran Taktunak (Unsteady Flow): Aliran ini menggunakan waktu sebagai kriteria. Aliran dalam saluran terbuka dikatakan tunak (steady) bila kedalaman alir tidak berubah atau dapat dianggap konstan selama suatu selang waktu tertentu. Aliran dikatakan taktunak (unsteady) bila kedalamannya berubah sesuai dengan waktu. Sebagian besar persoalan tentang saluran terbuka umumnya hanya memerlukan penelitian mengenai perilaku aliran dalam keadaan tunak. Namun bila perubahan keadaan aliran sesuai dengan waktu ini, merupakan masalah yang harus diperhatikan, maka aliran harus dianggap bersifat taktunak. Misal banjir dan gelombang yang merupakan contoh yang khas untuk aliran taktunak, taraf aliran berubah segera setelah gelombang berlaku, dan unsur waktu menjadi hal yang sangat penting dalam perancangan bangunan pengendali. Debit Q pada suatu penampang saluran untuk sembarang aliran dinyatakan dengan : a)
Q = VA
di mana V merupakan kecepatan rata-rata dan A adalah luas penampang melintang tegak lurus terhadap arah aliran, karena kecepatan rata-rata dinyatakan sebagai debit dibagi luas penampang-melintang. Dalam sebagian besar persoalan aliran tunak, berdasarkan suatu pertimbangan, maka debit dianggap tetap di sepanjang bagian saluran yang lurus; dengan kata lain aliran bersifat kontinu. Oleh sebab itu, berdasarkan persamaan a) di atas b)
Q = V1A1 = V2A2 = V3A3 = ....
dimana indeks menunjukkan penampang saluran yang berlainan. Ini merupakan per samaan kontinuitas untuk aliran tunak kontinu (continuous steady flow). Namun persamaan b) di atas tidak dapat dipakai bila debit aliran tunak, takseragam (nonuniform) di sepanjang saluran, yakni bila air mengalir keluar atau masuk di sepanjang arah aliran. Jenis aliran ini dikenal sebagai aliran berubah beraturan (spatially varied flow) atau, aliran diskontinu (discontinuous flow) terdapat di saluran jalan, pelimpah luapan samping, air pembilas melalui saringan, cabang saluran di sekitar tangki pangolah air buangan, saluran pembuang utama dan saluran pembawa dalam sistem irigasi. 43
b) Aliran Seragam (Uniform Flow) dan Aliran Berubah (Varied Flow) Aliran ini menggunakan ruang sebagai kriteria. Aliran saluran-terbuka dikatakan seragam bila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran. Suatu aliran seragam dapat bersifat tunak atau tidak tunak, tergantung apakah kedalamannya berubah sesuai dengan perubahan waktu. Aliran seragam yang tunak (Steady uniform flow) merupakan jenis pokok aliran yang dibahas dalam hidrolika saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah selama suatu waktu tertentu yang telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran bersifat seragam yang taktunak (unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran. Jelas bahwa ini merupakan suatu keadaan yang praktis tidak mungkin terjadi. Sebab itu istilah "aliran seragam" di sini selanjutnya hanya dipakai untuk menyatakan aliran seragam tunak. Aliran disebut berubah (varied), bila kedalaman aliran berubah di sepanjang salurann. Aliran berubah dapat bersifat tunak maupun taktunak. Karena aliran seragam yang taktunak jarang terjadi, istilah "aliran taktunak di sini selanjutnya khusus dipakai untuk aliran taktunak yang berubah. Aliran berubah dapat dibagi-bagi lagi menjadi berubah tiba-tiba (rapidly varied) dan berubah lambat-laun (gradually varied). Aliran disebut berubah tiba-tiba bila kedalamannya mendadak berubah pada jarak yang cukup pendek; sebaliknya, disebut berubah lambat-laun. Aliran berubah tiba-tiba juga disebut sebagai gejala setempat (local phenomenon), contohnya adalah loncatan hidrolik dan penurunan hidrolik. Agar lebih jelas, penggolongan aliran saluran-terbuka diringkas sebagai berikut: -
-
Aliran tunak o
Aliran seragam
o
Aliran berubah
Aliran berubah lambat-laun
Aliran berubah tiba-tiba
Aliran taktunak o
Aliran seragam taktunak (jarang)
o
Aliran taktunak (yaitu aliran berubah taktunak)
Aliran berubah lambat-laun
Aliran berubah tiba-tiba
44
2) Keadaan Aliran Keadaan atau perilaku aliran saluran-terbuka pada dasarnya ditentukan oleh pengaruh kekentalan dan gravitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran. Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada umumnya yang ditemui dalam dunia perekayasaan. Pengaruh Kekentalan Aliran (Viscosity) dapat bersifat laminer, turbulen atau peralihan, tergantung pada pengaruh kekentalan sehubungan dengan kelembamannya (inertia). Aliran adalah laminer bila gaya kekentalan relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya inesia sehingga kekentalan berpengaruh besar terhadap perilaku aliran. Dalam aliran laminer, butir-butir air seolah-olah bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur atau lurus, dan selapis cairan yang sangat tipis seperti menggelincir di atas lapisan di sebelahnya. Aliran adalah turbulen bila gaya kekentalan relatif lemah dibandingkan dengan gaya kelembamannya. Pada aliran turbulen, butir-butir air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur, tidak lancar maupun tidak tetap, walaupun butir-butir tersebut tetap menunjukkan gerak maju dalam aliran secara keseluruhan. Diantara keadaan laminer dan turbulen terdapat suatu campuran, atau keadaan peralihan. Akibat gaya tarik bumi terhadap keadaan aliran dinyatakan dengan rasio gaya inersia dengan gaya tarik bumi. Rasio ini ditetapkan sebagai bilangan Froude. Bilangan Froude (Fr) merupakan metode yang sesuai untuk menentukan karakteristik aliran permukaan bebas terutama apakah alirannya adalah subkritis atau superkritis atau mendekati kritis (yang dapat menjadi tidak stabil). Rumus bilangan Froude sbb: Fr
v g A /w
dimana v = kecepatan aliran dalam m/s g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2) A = luas penampang aliran w = lebar permukaan air terbuka dalam m (Catat bahwa dalam saluran persegi (A/w) menjadi kedalaman air (h)) Tiga perbedaan karakteristik aliran dapat ditentukan: a) aliran kritis
Fr = 1
b) aliran subkritis
Fr < 1
c) aliran superkritis
Fr > 1
Aplikasi dalam praktek dari bilangan Froude diberikan di bawah ini.
45
2.2.5. Aliran Permukaan Bebas Terowongan Air dan Aqueduct Aliran di dalam struktur sebaiknya tidak menjadi superkritis Fr > 1 atau mendekati superkritis Fr > 0.5 dimana ombak yang tegak dan kecepatan tinggi dapat menyebabkan kerusakan. Pengalaman telah menunjukkan bahwa kecepatan disain (va) sebesar 1.5 m/s akan menghasilkan saluran yang masuk akal.
1) Kriterian Desain Kriteria desain seperti berikut ini sebaiknya diterapkan: Untuk terowongan atau aqueduct penampang persegi dengan beton dan tembok, yaitu saluran air flumes, akan lebih disukai; rasio antara lebar (b) terhadap kedalaman air harus dipilih dengan cakupan sebagai berikut: b / h = 1 sampai 3 Lebar (b) dari saluran sering dipilih sedemikian sehingga kedalaman air (h) di struktur relatif dekat dengan kedalaman air saluran di hulu. Gunakan persamaan kontinuitas untuk menghitung lebar (b) yang diperlukan untuk saluran :
breq
Q va h
Seperti dijelaskan di atas, kecepatan di dalam struktur mungkin lebih tinggi daripada aliran
disebelahnya tetapi jangan memasuki range aliran yang mendekati superkritis (F > 0.5). Jika kemiringan di bawah 0.2% dalam kombinasi dengan nilai b/h seperti di atas digunakan, tidak akan terjadi aliran superkritis. Aliran air dalam saluran akan menjadi seragam dan kemiringan dasar yang diperlukan (Js) flume (untuk mendapatkan kecepatan asumsi va) dapat dihitung menggunakan rumus Manning-Strickler yang diselesaikan untuk Js v J s a 2 3 K s R
2
hanya untuk penampang persegi
Jika penampang melingkar (pipa) digunakan sebagai aliran permukaan bebas terowongan
atau aqueduct, rumus Manning-Strickler tidak lagi digunakan karena udara di atas air berdampak pada aliran. Berdasarkan pada penelitian, W. Hager mengusulkan rumus sebagai berikut (Constructions Hydrauliques, EPFL, 1989):
46
Q J s 83 2 2 K s D 0.75 y (1 0.5833y )
2
Berlaku untuk y < 0.95 dimana y = h / D
Kerugian head pada peralihan masukan dan keluaran saluran air harus diperhitungkan, hal ini dapat dihitung dengan rumus sbb. (menurut Borda):
v a v1
2
H in in
2g
v a v 2
2
H out out
2g
Dimana: va = kecepatan aliran seragam dalam saluran dalam m/s
v1 dan v2 adalah kecepatan aliran saluran di hulu & hilir dalam m/s in dan out adalah faktor kerugian head yang tergantung pada bentuk dari peralihannya.
Faktor kerugian head untuk dua peralihan umum diberikan dalam gambar 2.5-1 Gambar: Koefisien kerugian head untuk peralihan dari bentuk trapezoidal ke persegi (dan kebalikannya) untuk aliran permukaan bebas (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Gambar: Koefisien kerugian head untuk peralihan standar dari saluran trapezoidal ke pipa yang mengalir penuh dan kebalikannya (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
Beberapa tambahan kriteria disain untuk terowongan air dan aqueduct mengalir penuh berlaku: a) Kondisi dimana aliran melalui struktur tidak boleh super kritis F > 0.5, sehingga tidak berlaku bagi pipa yang mengalir penuh (tidak terdapat permukaan air bebas dan bilangan Froude tidak terdefinisi). Kecepatan disain sampai 3 m/dtk (jika pertimbangan kehilangan head mengijinkan) mungkin dapat digunakan.
47
b) Seal air pada pintu masuk Gambar: Jarak tenggelam minimum pada jalan masuk pipa ke inverted siphons atau saluran pipa yang mengalir penuh (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) Jarak tenggelam minimum seharusnya seperti berikut ini (menurut Knauss: Swirling flow problems at intakes, IAHR, 1987): jarak tenggelam min. s d 1 2.3
dengan
v g d
d = diameter pipa
v = kecepatan aliran di dalam pipa g = percepatan gravitasi
c) Trashracks dan saluran pelimpah samping Trashrack dan saluran pelimpah dipasang untuk terowongan air dan aqueduct panjang dan mengalir penuh, selain itu juga untuk inverted siphons. Trashracks dipasang pada pintu masuk menuju struktur untuk menghindari penutupan oleh sampah sepanjang struktur pembawa. Besi-besi miring lebih diutamakan dibandingkan dengan yang vertikal dimana akan sulit untuk membersihkan trashracks dengan penggaruk.
2) Aliran Sepanjang Bendung a) Bentuk Bendung Pada umumnya, bendung yang kokoh di sungai harus memenuhi tiga kondisi: (1) aliran banjir harus dikeluarkan dari bendung tanpa menyebabkan balikan air yang berlebihan dan membanjiri daerah hulu bendung; (2) permukaan bendung harus didisain sedemikian rupa sehingga tidak terdapat tekanan negatif berlebihan / kavitasi lokal terjadi yang akan merusak struktur (material pada permukaan bendung akan rusak); (3) energi berlebihan dari air yang mengalir melewati bendung harus dihilangkan di dalam kolam air yang tenang dan harus tidak membahayakan stabilitas bendung atau dasar sungai dan tanggul di hilir. b) Debit Sepanjang Bendungan Debit bendungan untuk bentuk muka yang berbeda dan untuk aliran bebas atau kondisi tenggelam dapat ditentukan dengan rumus bendungan yang terkenal berikut ini (menurut Poleni): Q
2 c b 3
2g H1 5
48
Dimana
Q = debit dalam m3/s c = faktor koreksi untuk kondisi tenggelam (lihat Gambar 26) = koefisien bendung (lihat Gambar 27) b = lebar muka bendungan (crest) dalam m g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2) H = head bendungan dalam m
Gambar 2.2-7 Dimensi Bendung
Gambar 2.2-8 Faktor Koreksi (c) untuk Kondisi Tenggelam
49
Tabel 2.2-9 Koefisien Bendung () untuk Berbagai Bentuk Muka Bendung (Crest)
2.3 Rancangan Struktur Intake Secara umum ada tiga kategori struktur intake yaitu: a) Intake dengan level air bebas (Free water level) b) Intake sisi dengan bendungan melintang c) Intake dengan Bendung Tyrolean / Intake Dasar Aliran
2.3.1. Desain Intake Dengan Level Air Bebas (Free Water Level) Intake bebas/ intake tepi (yaitu intake tanpa struktur yang mengatur level air di sungai) hanya boleh dipertimbangkan jika kondisi-kondisi berikut ini terpenuhi: -
hanya sebagian kecil ketergantungan aliran sungai (Qo) yang dipisahkan (Qa < 0.5 Qo);
-
selalu tersedia kedalaman air dan head yang cukup di sungai untuk pengalihan;
-
fluktuasi tinggi air sungai tidak terlalu besar;
-
dasar saluran dan tepi sungai stabil dan tidak ada bahaya yang berarti dari kenaikan atau penurunan dasar sungai yang akan meninggalkan intake sendirian (rintangan alami dan bagian kontrol seperti singkapan batu atau batu-batu besar akan menstabilkan dasar sungai sampai beberapa jauh ke hulu dan lokasi-lokasi seperti ini akan lebih lebih disukai);
-
beban dasar sungai dan pengangkutan sedimen yang terendap tidak terlalu berat.
50
Gambar 2.3-1 Desain Intake Dengan Level Air Bebas Q a b
2g z
dimana:
Q = debit disain pintu masuk (gunakan 120% dari debit disain pembangkit untuk
menambah fleksibilitas terhadap skema operasi) = koefisien debit (menggunakan 0.8 untuk kondisi tenggelam) a = tinggi pembukaan pintu b = lebar pembukaan pintu z = kerugian head sepanjang pembukaan pintu
Prosedur Perencanaan Prosedur dalam merencanakan saluran (1) Hitung debit minimum sungai (2) Hitung debit maksimum sungai / debit banjir (Q100), yaitu banjir dengan periode 100 tahun sekali (lihat Annex 2) (3) Hitung level air sungai untuk debit maksimum dan minimum menggunakan rumus Manning-Strickler sesuai dengan bagian 3.3 (asumsikan kemiringan dasar sungai ratarata dan luas penampang rata-rata pada lokasi intake yang direncanakan) (4) Jika kedalaman air minimum pada lokasi intake yang direncanakan mengizinkan, disain lubang intake tenggelam yang mengalihkan debit disain PLTMH:
51
2.3.2. Disain Intake Sisi dengan Bendung Melintang Prosedur disain intake sisi dengan bendung melintang pada dasarnya sbb: (1) Pilih lokasi bendungan dan intake (terutama pada tepi terluar sungai, di hilir dari tikungan sungai, lihat intake bebas di atas); (2) Tentukan ketinggian inlet atau ambang masuk; muka bendung setidaknya harus 0.50m di atas dasar sungai agar dapat mengijinkan pemisahan sedimen ringan yang terbawa dekat aliran permukaan. (3) Disain saluran intake dan orifice tenggelam seperti pada bagian 4.2 di atas; kecepatan disain saluran intake tidak boleh lebih dari 1 sampai 2 m/s. Untuk intake kecil, rasio b/h dari saluran intake harus di antara 1 dan 2. Lengkungan dinding dari saluran yang terdekat ke intake harus sebesar mungkin, untuk mencegah dampak pemisahan aliran. Idealnya radius lengkungan saluran harus setidaknya 2.5 kali lebar permukaan dari air, tetapi sering lengkungan yang makin sempit harus digunakan akibat dari ruang tersedia tidak mencukupi. Bagaimanapun, radius dinding saluran melingkar jangan pernah lebih kecil dari 0.2 kali lebar permukaan saluran intake. (4) Tentukan ketinggian dari muka bendung. Tinggi air pada saluran intake yang ditentukan dari point c) kemungkinan besar akan di atas tinggi air sungai pada aliran rendah karena itu bendungan penyimpan sementara diperlukan. Ketinggian muka bendung sebanding dengan tinggi air disain saluran intake di tambah kerugian head pada trashrack dan yang melewati ambang inlet. Untuk disain awal kerugian ini dapat diambil kira-kira 0.30 m. Tambahkan 0.10 m sebagai safety margin untuk mencegah kehilangan air sepanjang mercu bendung akibat gelombang air. (5) Tentukan lebar bendung: (a) perkirakan kemiringan rata-rata dasar sungai menggunakan luasan hulu sungai dan bagian hilir dari lokasi bendung; (b) perkirakan banjir rata-rata tahunan (Q2) (lihat Annex 2); (c) Tentukan tinggi air untuk Q2 pada tiap luasan (gunakan rumus ManningStrickler); (d) Tentukan lebar permukaan air pada setiap luasan; (e) Ambil lebar rata-rata sebagai lebar dari bendung. (6) Tentukan ketinggian muka air untuk banjir 100 tahunan (Q100) (lihat Annex 2). Gunakan rumus debit bendung yang diperlihatkan pada Bagian 3.6 di atas. (7) Tentukan ketinggian dari muka saluran pelimpah samping; ini merupakan kebiasaan yang umum untuk membuat muka saluran pelimpah pada ketinggian sekitar 0.05 m di 52
atas tinggi air disain di intake. Hitung panjang yang diperlukan saluran pelimpah samping. Lakukan langkah-langkah berikut:
Gambar 2.3-2 Perkiraan disain saluran pelimpah
(a) Asumsikan kedalaman air maksimum di intake selama debit banjir. Kedalaman ini harus tidak lebih dari 0.1 sampai 0.2 m di atas debit disain normal. Saluran pelimpah harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan aliran memasuki intake ketika sungai banjir (Q100). (b) Perhitungkan kerugian head (z) sepanjang lubang intake (orifice): z = ketinggian maksimum banjir sepanjang bendung – ketinggian air di saluran pelimpah (c) Perhitungkan debit yang sesuai (Q0) yang memasuki intake: Q a b
2g z
(d) diasumsikan bahwa pintu air tertutup dan saluran pelimpah harus mengalirkan Q0 memasuki intake. Sebagai perkiraan pertama kita dapat menggunakan rumus aliran bendung yang sama seperti yang telah diperlihatkan di Bagian 3.6 di atas dengan kondisi bahwa koefisien bendung harus dikurangi dengan 5% (* = 0.95) karena kenyataan bahwa saluran pelimpah tidak mendekati tegak lurus dengan arah aliran: Untuk kondisi free overflow: Qo Lo 1.5 2 3 2g H sp
Faktor keamanan sekitar 1.5 biasanya diambil sehingga panjang dari saluran pelimpah menjadi: L = 1.5 Lo
53
2.3.3. Disain Bendung Tyrolean / Intake Dasar Aliran Prosedur disain untuk intake dasar adalah sebagai berikut: (1) Tentukan lebar bendung (B) atau ambang dimana saringan akan dihubungkan dengan bendung; ikuti prosedur yang sama seperti sebelumnya). (2) Asumsikan lebar saringan (b); pilih nilai di antara 1.0 sampai 2.0 m. Selanjutnya asumsikan juga debit disain (Qgross) yang agak lebih besar dibandingkan dengan debit disain turbin agar mendapatkan air yang cukup untuk pengurasan sedimen yang telah terkumpul pada dasar intake. Nilai Qgross harusnya sekitar 1.5 Qdesign pembangkit atau sekitar kecepatan aliran sungai minimum (Qmin) Ubah Qgross menjadi debit per meter lebar saringan:
qgross
Qgross b
dalam m3/(s m)
(3) Hitung panjang yang diperlukan (l) saringan yang miring:
Gambar: Bottom rack hydraulics (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) L 2.561
qgross
h1
dimana: = 2g cos = rasio pembukaan antara batang saringan (n = 20 mm sampai 25 mm) dan jarak antara garis pusat batang saringan (m); untuk pelat berlubang adalah rasio antara luas lubang dan luas total saringan. = koefisien kontraksi saringan (untuk bulat, batang kaku gunakan = 0.85 dan untuk batang persegi atau pelat berlubang gunakan = 0.65) = kemiringan saringan dalam satuan derajat gunakan 35° sampai 45° untuk saringan dengan batang dan 12° sampai 20° untuk pelat berlubang
(4) Kedalama Air pada Puncak Saringan 2 Hs c h1 = kedalaman air pada puncak saringan h1 c 3
q 2 1 3 gross g
c = faktor koreksi tergantung pada kemiringan saringan:
54
Tabel 2-2 Tabel faktor koreksi
c
c
0°
1.0
24°
0.812
4°
0.961
28°
0.789
8°
0.927
32°
0.767
12°
0.894
36°
0.747
16°
0.865
40°
0.729
20°
0.837
45°
0.707
Selama operasi, bagian saringan dapat dihalangi oleh batu yang terperangkap antara batang-batang besi atau sampah lain sehingga total panjang saringannya (l) harus ditingkatkan 30% sampai 50%. l = 1.3 to 1.5 L Lebar saringan (b) yang dipilih akan menjadi kira-kira 0.6 l. Jika ini tidak sesuai maka pilih lebar (b) yang baru dan ulangi perhitungan b) di atas.
2.4 Rancangan Bak Pengendap Kemiringan saluran ini harus setidaknya 3% sehingga kecepatan aliran cukup untuk membawa material padat (yang mungkin jatuh sepanjang saringan) menuju ke alat pengurasan. Perhitungan kedalaman air di ruang penampungan ini cukup menentukan. Untuk keperluan praktis cukup dengan menghitung kedalaman pada ujung saringan dengan Qgross dan dengan bantuan rumus Manning-Strickler. Grafik disain di Annex 1 dapat digunakan (saringan pasangan batu dengan Ks = 50). Periksa kecepatan aliran di saluran ini: Kecepatan minimum harus sedemikian rupa sehingga diameter butir maksimum (d) di saluran dipindahkan oleh air. Rumus berikut ini menurut Meyer-Peter dapat digunakan:
h 1 3 v 32 d d
dimana:
d = diameter butir maksimum (= jarak batang (n)) h = kedalaman air di saluran
55
Bagian yang bebas dari ruang penampungan ini, yaitu jarak antara permukaan air dan saringan harus setidaknya 0.25 h dimana h = kedalaman air di dalam ruang/saluran penampungan Disain Bak Pengendap
Sistem Hydraulic Bak Penenang Air yang memasuki bak penenang diperlambat sehingga partikel-partikel tercampur akan terendap pada dasar baknya. Panjang bak harus sedemikian rupa sehingga diameter partikel sebesar 0.2 mm mencapai dasar pada ujung bak penenang. Gambar: Prinsip operasi penjebak sedimen (lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH)
-
Waktu tempuh partikel melalui sand trap adalah:
tx = L/v
-
Waktu pengendapan dari partikel yang sama adalah :
ty = H/w
dimana w adalah kecepatan jatuh partikel -
Jika partikel mencapai dasar kolam pada titik C, dua kali tx dan ty harus sama. Oleh karena itu, kita dapat menuliskan:
-
L/v = H/w,
Dengan Q = v H B (persamaan kontinuitas), rumus disain awal sand trap menjadi: L
-
Q w B
Kondisi lain bahwa panjang bak (L) harus lebih panjang dari 8 kali lebarnya (B). jika bak terlalu lebar dibandingkan dengan panjangnya maka aliran air disand trap akan cenderung menjadi berliku-liku. L>8B
-
Menggabungkan hubungan ini ke dalam rumus di atas menghasilkan: 8 Q 1 2 L w
Yang masih tidak diketahui adalah kecepatan jatuh dari partikel. Ini bergantung pada parameter-parameter berikut ini: -
ukuran dan bentuk partikel tersuspensi (tercampura)
-
kekentalan kinematik air (yang pada dasarnya merupakan fungsi dari temperatur air dan jumlah dari sedimen tersuspensi)
-
aliran air melalui bak (aliran turbulen atau laminar).
Grafik berikut ini memberikan perkiraan kecepatan jatuh untuk ukuran butir yang berbeda (berat jenis partikel diambil sebesar 2650 kg/m3). Diagram: Perkiraan Kecepatan Jatuh( lihat Modul Rekayasa Hidrolika PLTMH) 56
Rumus yang diberikan di atas untuk panjang (L) dari bak penenang tidak diperhitungkan karena beberapa faktor pengganggu yang menghalangi pengendapan partikel seperti: -
aliran turbulansi melalui bak
-
adanya banyak benda tersuspensi (pengangkatan dalam air yang terbebani sedimen lebih besar daripada dalam air bersih).
Velikanov mengusulkan faktor nilai koreksi ditambahkan ke dalam rumus dasar di atas: L
Q 2 v ( H 0.2) 2 w B 7.51 w H
dimana L B
= panjang penjebak sediment dalam m = lebar penjebak sediment dalam m (diperkirakan dari rumus dasar untuk L dan dengan B = L/8)
Q
= debit disain dalam m3/dtk
w
= kecepatan jatuh partikel sedimen dalam m/s (lihat grafik di atas)
= koefisien yang memperhitungkan jumlah partikel mengendap yang harus dipindahkan; biasanya = 1.55
v
= kecepatan rata-rata sepanjang bak pengendap dalam m/s
H
= kedalaman kolam dalam m (catat bahwa H adalah tanpa kedalaman bak penampungan dari penjebak sedimen)
Yang belum diketahui adalah kecepatan (v) dan kedalaman efektif (H). Pengalaman telah menunjukkan bahwa kecepatan yang melalui bak harus setidaknya 0.2 m/s agar partikelpartikel sebesar 0.2 mm dapat mengendap. Karenanya, kedalaman efektif (H) menjadi (menggunakan persamaan kontinuitas): H
Q v B
57
Gambar 2.4-1 Penampang A-A Bak Pengendap untuk Intake Sisi Dengan atau Tanpa Bendungan Melintang
Gambar 2.4 Penampang B-B Bak Pengendap untuk Intake Sisi Dengan atau Tanpa Bendungan Melintang
Gambar 2.4-3. Kemiringan dasar dari bak pengendap pasir yang terhubung dengan Bendung Tyrolean
58
2.5 Rancangan Bak Penenang (Forebay)
Gambar 2.5-1 Disain forebay pada umumnya Jarak antara batang trashrack tergantung pada tipe turbin yang digunakan: - untuk turbin Pelton dengan hanya fixed nozzles:
b < 0.5 diameter nozzle
- untuk turbin Pelton dengan spear valve:
b < 0.25 diameter nozzle
- untuk Cross-flow:
b < 0.5 jarak antara runner blades
Kerugian head pada saringan dapat dihitung sebagai berikut: H tr K1
v2 sin 2g
dimana v = kecepatan mendekati saringan dalam m/s = sudut kemiringan saringan (vertikal = 90°)
s 4 3 K1 b
= koefisien rugi-rugi tergantung pada bentuk batang besinya:
untuk batang bulat
= 1.8
untuk batang persegi = 2.4 s = ketebalan batang dalam mm b = jarak antara batang dalam mm
Gambar 2.5-2 Gambar penampang Batang Trash Rack
59
2.6 Layout Rumah Pembangkit Fungsi rumah pembangkit adalah mendukung peralatan hidrolik dan elektrikal dan menyediakan perlindungan dari dampak-dampak yang merugikan akibat cuaca. Selain itu rumah pembangkit juga menyediakan ruangan untuk switchboard, transformer (jika diperlukan) dan area untuk pekerjaan pemeliharaan termasuk lemari untuk alat-alat dan suku cadang. Layout peralatan ini akan menentukan ukuran keseluruhan dari rumah pembangkit. Dalam banyak kasus, kecuali untuk unit-unit yang sangat kecil, hoist/blok rantai yang berjalan di atas rel yang dipasang pada struktur di dalam rumah pembangkit. Struktur ini dan pintu rumah pembangkit harus diukur sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang paling berat dan paling besar (generator) dapat dipindahkan ke dalam dan keluar tanpa kesulitan.
Gambar 2.6-1 Typical Lay Out Rumah Pembangkit
60
Switchboard (papan hubung) yang beroperasi harus ditempatkan sedekat mungkin dengan generator tetapi harus ditempatkan`di atas tanah untuk menghindari genangan jika ada kebocoran air dari turbin atau penstock.
Jika transformer diperlukan, maka harus ditempatkan di ruangan berbeda di dalam rumah pembangkit.
Ventilasi yang cukup harus disediakan di dalam rumah pembangkit karena generator mungkin menghasilkan panas dan operasi yang stabil dari peralatan listrik hanya mungkin jika panas ini dapat dikeluarkan.
Ruang yang cukup untuk membuka unit turbin generator harus disediakan di dalam rumah pembangkit. Daerah yang diperlukan untuk pekerjaan seperti ini harus sekitar 1.5 kali dari daerah yang ditempati oleh unit trsebut ketika beroperasi. area lantai rumah pembangkit suatu skema PLTMH pada umumnya sekitar 25 sampai 40 m2 bergantung pada head pembangkit (turbin-turbin dengan head tinggi lebih kecil daripada turbin-turbin dengan head rendah dengan output yang sama).
2.7 LATIHAN 2.7.1. Assessmen CPMK Pelajari Gambar Grafik pada Annex 1 Design Graphs for lined canals and flumes Buatkan Deskripsi singkat tentang Cara membaca Grafik Desain Kanal dan Saluran di bawah ini 2.7.2. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Buatlah catatan bila Anda menemukan hal yang janggal pada modul ini Diskusikan untuk perbaikan modul ini. 2.7.3. Rujukan Taslimuharom T. (2008). Rekayasa Hidrolika untuk PLTMH. PPPPTK BMTI
61
Gambar 2.6-2 Design Graphs for lined canals and flumes Source: DHV Consulting Engineers, Holland, 1986
62
63
BAB III PERANCANGAN SISTEM MEKANIK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO
3.1 Perancangan Turbin Air 3.1.1. Jenis Turbin Air Turbin modern dapat dibagi dalam dua klasifikasi utama, yaitu: 1) Turbin Impuls Turbin impuls memanfaat energi kinetik fluida, terutama dipengaruhi tekanan air (beda tinggi). Air yang jatuh bekerja hanya pada beberapa bagian runner. Seluruh energi hidrolis diubah menjadi energi kinetik. Tidak terjadi perubahan tekanan pada air sebelum dan sesuah melewati runner. Runner adalah bagian utama turbin yang mengubah energi hidrolis menjadi energi kinetis (putaran).
Gambar 3.1-1 Turbin Impuls 2) Turbin Reaksi
64
Turbin reaksi memanfaatkan energi gravitasi pada fluida, terutama dipengaruhi oleh debit air. Seluruh bagian runner ditenggelamkan / dipenuhi oleh air. Terdapat perbedaan tekanan air, dimana tekanan sebelum melewati runner lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan air setelah melewati runner.
Gambar 3.1-2 Turbin Reaksi
65
3.1.2. Batasan dan Penggunaan Turbin Setiap turbin memiliki aplikasi dengan batas spesifiknya masing-masing. Adalah mungkin, bahwa tipe turbin yang berbeda tersebut layak untuk suatu pembangkit. Penawaran dari pabrikan yang berbeda harus dibandingkan dahulu. Dalam banyak kasus, pertimbangan ekonomi cukup menentukan dalam pemilihan turbin. Penentuannya tidak selalu jelas dan mudah dan memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik spesifik turbin. Terdapat sumber-sumber diagram dan rekomendasi aplikasi yang berbeda untuk memilih tipe turbin yang sesuai. Pabrikan turbin besar dan kecil menyajikan program pabrikasi turbin mereka pada diagram pemilihan.
Gambar 3.1-3 Aplikasi untuk batasan umum tipe-tipe turbin air (sumber: MHPG Publication Vol. 11)
66
Seperti dilihat pada Gambar 3.1-3, turbin air jenis pelton hanya cocok dipergunakan untuk kondisi head yang tinggi (turbin impuls). Sedangkan turbin air jenis propeller / kaplan lebih cocok dipergunakan untuk head yang rendah dengan debit yang lebih besar (turbin reaksi). Turbin crossflow berada di area pertengahan, dengan head yang tidak terlalu tinggi dan flow yang juga tidak terlalu besar. Sedangkan turbin Francis dapat mencakup luasan yang sangat besar, dengan catatan tiap turbin didisain untuk satu keperluan yang spesifik.
2. Buat garis tegak lurus garis 1 dan mengarah pada kecepatan putar runner
1. Tarik garis yang menghubungkan design head dan Bearing lKopling ow
3. Panjangkan garis 2 sehingga didapat jenis turbin yang cocok
Gambar 3.1-4. Contoh penaksiran cepat untuk tipe dan kecepatan turbin yang sesuai untuk fungsi head dan debit
67
3.1.3. Karakteristik Turbin Air 1) Pengertian Umum Spesifikasi disain berikut ini harus diketahui untuk mendapatkan ukuran turbin yang akurat untuk instalasi: -
efisiensi turbin pada debit puncak dan debit sebagian
-
kecepatan turbin
-
kinerja turbin pada kondisi beban sebagian, overload dan runaway
-
ukuran dimensi runner dan turbin
Spesifikasi-spesifikasi ini dikembangkan dari pengukuran di laboratorium dengan cara model turbin disambungkan ke brake dan throttled stepwise mulai dari kecepatan run-away sampai berhenti. Headnya tetap konstan. Semua parameter (debit, tenaga putaran dan daya) diukur untuk setiap titik dan dihitung efisiensinya. Prosedur yang sama diulangi untuk bukaan guide vane yang berbeda untuk mendapatkan mendapatkan karakteristik
Flow Q
turbin yang lengkap. Keterangan:
Qr
torque T
speed Tr
power P
speed
nr
nru
= Debit air [m^3/s] = Torsi pada shaft runner
= Daya terbangkitkan [W] = Efisiensi Turbin [%] perbandingan antara daya hidrolis dgn daya yang dihasilkan turbine Speed = Putaran runner [rpm] Rated speed = Putaran desain [rpm] Run-away speed = Putaran runner saat tidak dihubungkan dengan beban
speed
opt
efficiency
Flow Torque [Nm] Power Efficiency
speed rated speed
run away speed
Gambar 3.1-5 Mengukur Karakteristik Turbin Dengan Menghentikan Turbin Dari Kecepatan Run-Away Sampai Berhenti (Posisi Guide Vane Konstan)
Dalam istilah praktis, kecepatan variabel seperti pada grafik di atas hanya akan terjadi pada pembangkit yang berdiri sendiri (tidak tersambung dengan jaringan) tanpa governor, atau 68
turbin pada saat kondisi start-up, shut-down dan run-away (pemutusan hubungan mendadak dari beban). Bagaimanapun, untuk pemilihan turbin yang akurat dan prediksi kinerjanya, penting untuk mengetahui debit dan efisiensi selain daripada kecepatan nominal karena kondisi pembangkit aktual akan sangat sulit bersesuaian sepenuhnya dengan data disain mesin (= nilai dasar).
2) Hill Chart Ini memungkinkan untuk menggabungkan efisiensi dan debit versus kurva kecepatan dalam satu grafik. Yaitu hill chart turbin. Ini menunjukkan karakteristik kecepatan debit dan kurva untuk efisiensi yang sama dari mesin unit. Hill chart berlaku untuk semua turbin yang sama secara geometris. Ini berarti bahwa turbin yang diukur adalah didisain sama persis tetapi dengan skala yang berbeda. Skalanya merupakan rasio antara diameter runner. Karakteristik turbin yang menyeluruh ditampilkan dalam hill chart, yaitu menggambarkan kinerja turbin secara lengkap.
Keterangan: Flow: Debit air [m^3/s] Efficiency: Efisiensi Turbin [%] perbandingan antara daya hidrolis dgn daya yang dihasilkan turbine Speed: Putaran runner [rpm] Unit Flow Q11= nilai unit untuk suatu jenis propeller (spesifik untuk propeller tertentu) Unit speed n11 = nilai unit untuk suatu jenis propeller (spesifik untuk propeller tertentu)
Gambar 3.1-6 Contoh Hill Grafik Untuk Turbin Propeller
69
Turbin sering tidak beroperasi dengan debit dasar sebagai contoh selama musim kemarau dikarenakan tidak terdapatnya cukup air atau konsumen tidak memerlukan daya puncak selama waktu tertentu. Gambar di bawah ini menunjukkan efisiensi beban sebagian dari berbagai desain turbin.
3) Efisiensi Turbin Saat Pasokan Air Berkurang Dalam sebuah perencanaan pembangunan PLTMH tentu saja diharapkan sumber air selalu cukup tersedia, namun ada kalanya sumber air sebagai sumber tenaga berkurang (misalnya pada musim kemarau). Berikut tabel yang memperlihatkan pengaruh besarnya pasokan air dan hubungannya dengan efisiensi turbin.
Gambar 3.1-7. Effisiensi Turbin dengan Pasokan Air Hanya Sebagian
70
3.1.4. Rumus dan Persamaan Daya Turbin 1) Daya Hidrolis Secara Teoritis
Phydr Q g Hn
Persamaan 1:
Dimana: Phydr
= daya hidrolik dalam Watt [W], tidak mempertimbangkan pengurangan oleh efisiensi peralatan (turbin, generator,dll.)
Q
= debit dalam m3/detik
ρ
= kekentalan air = kira-kira 1000 kg/m3
g
= percepatan gravitasi = 9.81 m/m2
Hnett = tinggi jatuh bersih dalam meter [m]
2) Output Daya Listrik Turbin air mengkonversikan tekanan air menjadi daya mekanik poros, yang dapat digunakan untuk memutar generator listrik, atau mesin yang lain. Daya yang tersedia sebanding dengan hasil dari tinggi jatuh (head) dan kecepatan aliran. Persamaan 1 menggambarkan daya hidrolik yang tersedia di turbin. Bagaimanapun, perubahan energi di turbin (hidrolik menjadi mekanik) dan di dalam generator (mekanik menjadi elektrik) selalu berhubungan dengan kehilangan energi. Hal ini ditunjukkan dengan istilah efisiensi, dimana rasio antara daya output dan daya input (untuk mesin pembangkitan). Dengan demikian, output elektrik dari skema PLTMH dapat diperlihatkan sebagai berikut: Persamaan 2 :
Pel Phydr total atau
Persamaan 3: Pel Q g Hn total Dimana: Pel = output daya elektrik dalam Watt [W]
total
= keseluruhan efisiensi dari peralatan
Gambar 3.1-8. Gambaran besarnya kerugian(loses) pada sistem PLTMH. Contoh sebuah sistem PLTMH dengan efisiensi total 50.2% 71
3) Perencanaan Turbin Crossflow Turbin crossflow mudah untuk difabrikasi dan ditawarkan oleh banyak pabrikan (misalnya Ossberger dan Volk di Jerman). SKAT dan BYS (Nepal) mengembangkan disain berbiaya rendah dan mempublikasikannya (MHPG Publication Volume 3 dan 4) sekitar tahun 1980. Beberapa turbin telah dibuat di Nepal dan di Indonesia. Pada tahun 1990 disain turbin yang disempurnakan dan lebih efisien yaitu Model T14/T15 dikembangkan dan sekarang digunakan.
Gambar 3.1-9 Batas Aplikasi Turbin Cross Flow T15 dengan Diameter 300 (sumber: ENTEC) a) Karakteristik turbin crossflow: (1) Variabel penting: Diameter runner (D) dan lebar guide vane (Bo). (2) Dapat diproduksi dengan menggunakan bantuan mesin-mesin konvensional (mesin bubut, frais, las, kerja bangku) (3) Sudah banyak pabrikan lokal yang berpengalaman untuk memproduksi turbin tersebut, sehingga harganya relatif cukup murah. (4) Effisiensi yang dicapai secara teori hanya bisa mencapai 87 % Dengan mengubah lebar Bo, turbin crossflow dapat dipakai untuk kondisi debit yang berbeda. Apalagi bila dikombinasikan dengan mengubah ukuran diameter runner. 72
b) Komponen Utama Turbin Crossflow: (1) Housing, sebagai dudukan runner dan guide vane, pengarah aliran. (2) Runner, berupa bilah-bilah pelat (dgn kontur tertentu) memanjang yang dilas pada side disk dan poros runner (3) Guide Vane, berfungsi sebagai valve, bentuknya seperti airfoil pada sayap pesawat udara.
Gambar 3.1-10 Gambar susunan utama turbin cross flow
Gambar 3.1-11 Ukuran-ukuran utama turbin crossflow. Contoh T14 dengan D 200 x Bo 400
73
c) Ukuran-ukuran utama sebuah turbin crossflow adalah: (1) Ukuran diameter runner atau disingkat D (2) Ukuran lebar guide vane, biasa disebut sebagai Bo (3) Diameter shaft runner (4) Ukuran-ukuran total turbin
Gambar 3.1-12 Aliran fluida melewati runner crossflow d) Contoh Perhitungan Turbin Crossflow T14 Langkah 1
: Kita harus mengetahui dulu nilai unit mesin turbin yang akan kita hitung. Unit mesin didapat dari hasil pengukuran model turbin yang kemudian dikonversikan melalui rumus-rumus dengan anggapan bahwa turbin tersebut dibuat dengan besaran diameter 1m dan lebar Bo 1m. Dalam contoh ini diketahui bahwa: Data dasar utama dari turbin T14 adalah: N11
= 38 rpm/min
Q11
= 0.8 m3/dtk
Eta11 = 76 - 80%
Langkah 2
: Kumpulkan data-data hasil survey di lapangan. Data yang dibutuhkan adalah: H
= 60 m
Q
= 600 l/s atau 0.6 m^3/s
74
Langkah 3
: Tentukan diameter runner yang akan dibuat. Perkiraan awal adalah: D
Langkah 4
: Hitung Lebar Bo
Bt
Langkah 5
= 300 mm atau 0.3 m
Qt Dt H t q11
0.6 0.3 60 0.8
0.323m
: Hitung kecepatan putar runner
nt
Langkah 6
H t* Dt*
n11
60 38 981rpm 0.3
: Hitung kecepatan bebas beban / runaway speed 1,8 nt 1.8 981 1766 rpm
Langkah 7
: Hitung daya yang terbangkitkan (efisiensi dianmbil 76.5%) Pt g H t Qt t 1 9.81 60 0.6 76.5% 270 kW
Langkah 8
: Periksa lagi hasil perhitungan, ubah beberapa variabel jika diperlukan. Dalam hal ini lebar Bo yang asalnya 323mm diubah menjadi 320mm dengan alasan angka 323 lebih sulit diingat oleh operator. Maka dilakukan perhitungan ulang. Debit jika Lebar Guide Vane diubah menjadi 320mm, maka:
320
Qt Dt H t q11
Qt 594 .9 l
Qt 0.3 60 0.8
s
Daya: Pt g H t Qt t 1 9.81 60 0.595 76.5% 267.8kW
75
Keterangan: Flow, Q
= Debit air [m^3/s]
Torque, H
= Torsi pada shaft runner [Nm]
Power, P
= Daya terbangkitkan [W]
Speed, n
= Putaran runner [rpm]
Diameter, D = Diameter runner [m] Nr, hr, qr, pr = nilai real di lapangan. n11, h11, q11, p11 adalah unit mesin untuk turbin dengan tipe (T14 )
3.2 Perancangan Tata Letak Turbin di Lokasi 3.2.1. Pengertian Umum Tata letak turbin secara umum di dalam rumah pembangkit tergantung pada peralatan yang berhubungan dan tinggi permukaan yang dibutuhkan dari poros turbin di atas (atau di bawah) tinggi permukaan saluran pembuang.
Turbin impuls memerlukan ventilasi di runner dan harus dipasang di atas permukaan tail race. (Selama banjir tinggi permukaan tail race tidak boleh menjangkau poros turbin untuk menghindari banjir didalam rumah pembangkit akibat kebocoran di shaft turbin).
Turbin reaksi memerlukan tinggi permukaan tertentu di atas atau di bawah permukaan air tail yang tergantung pada disain dan tinggi permukaan instalasi untuk mencegah kavitasi runner.
Gambar 3.2-1 Contoh tata letak komponen mekanik (Kondisi siap di kirim ke lokasi )
76
3.2.2. Turbin Yang Dihubungkan Secara Langsung Generator, kopling, fly wheel besar bertumpu pada plummer block bearings, kopling ke turbin (kadang-kadang belt drive untuk pengontrol kecepatan/debit) Turbin
Turbin
Kopling
Bearing
Generator
Bearing
Kopling
Roda Gila Kopling
Gambar 3.2-2. Generator dihubungkan langsung. Ilustrasi saat pelindung roda gila dan kopling dibuka
Generator
Gambar 3.2-3. Contoh PLTMH di Dewata: Generator yang dihubungkan langsung dengan fly wheel pada shaft generator. Kontrol debit elektronik dengan sensor kecepatan dan posisi
77
Gambar 3.2-4 Contoh PLTMH di Tengpoche Generator yang dihubungkan langsung dengan flywheel pada shaft turbin dan kontrol mekanis yang dihubungkan dengan gearbox
3.2.3. Turbin Yang Dihubungkan Secara Tidak Langsung Pada disain turbin jika tidak memungkinkan untuk mendapatkan generator untuk dihubungkan langsung maka diperlukan gear box atau belt drive. Parameter utamanya untuk pengukuran adalah rasio transmisi.
I = n turbin / n generator
Pada daya yang akan ditransmisikan, dimensi dan gaya dari belt dan layout gearbox diberikan oleh pabrikan atau supplier transmisi. Proyek-proyek elektrifikasi di desa hingga 50 kW hampir selalu dapat menggunakan belt. V-belt lebih mudah untuk proses alignment tetapi memiliki efisiensi yang lebih rendah dan lifetime yang lebih pendek daripada flat belts. Jika daya di atas 20-30 kW maka dianjurkan untuk menggunakan flat belts karena kinerjanya yang lebih baik dan juga karena beberapa V-belts harus digunakan dan diganti dalam satu perangkat. Gearbox hanya dianjurkan jika rasio transmisi atau daya (lebih dari 100 - 200 kW) tidak memungkinkan untuk belt drive. Gearboxes untuk daya tinggi dan
78
transmisi dengan rasio tinggi memerlukan pendinginan ekstra dengan air blower atau dengan heat exchanger. Contoh turbin yang dihubungkan secara tidak langsung:
Sabuk Datar
Gambar 3.2-6 Generator dan turbin yang dihubungkan tidak langsung menggunakan flat belt drive dan fly wheel dengan, plummer block bearing dan kopling.
Gambar 3.2-5. Generator yang dihubungkan tidak langsung menggunakan flat belt drive pada turbin dan generator
Gambar 3.2-7. Generator yang dihubungkan tidak langsung menggunakan gear box
3.3 EVALUASI 3.3.1. Asesmen CPMK Perhitungan Turbin Crossflow T14 Langkah 1: Kita harus mengetahui dulu nilai unit mesin turbin yang akan kita hitung. Unit mesin didapat dari hasil pengukuran model turbin yang kemudian dikonversikan melalui rumus-
79
rumus dengan anggapan bahwa turbin tersebut dibuat dengan besaran diameter 1m dan lebar Bo 0,8m. Dalam contoh ini diketahui bahwa:
Data dasar utama dari turbin T14 adalah: N11
= 40 rpm/min
Q11
= 0.8 m3/dtk
Eta11 = 76 - 80%
Langkah 2: Kumpulkan data-data hasil survey di lapangan. Data yang dibutuhkan adalah: H
= 70 m
Q
= 650 l/s atau 0.65 m^3/s
Langkah 3: Tentukan diameter runner yang akan dibuat. Perkiraan awal adalah: D
= 300 mm atau 0.3 m
3.3.2. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Catatlah bila ada hal yang janggal dari materi pada bab modul ini Diskusikan untuk perbaikan modul ini 3.3.3. Rujukan
80
BAB IV PERANCANGAN SISTEM KELISTRIKAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO
4.1 Pemilihan Generator Pada dasarnya komponen pada sistem elektrikal pembangkit mikro hidro dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut;
4.1.1. Komponen-komponen Utama Sistem Kelistrikan PLTMH 1) Generating and Control Unit a) Generator (sinkron atau Asinkron) b) Sistem kontrol dan aksesorisnya (1) Flow control: (Hydraulic unit : cylinder, actuator (counter weight), servo motor, sensor, dll; Cubicle : module controller, system proteksi, meter dll;Metering unit (CTs, VTs, kWh, fuses, dll) (2) Load control (ELC atau IGC) : Cubicle (meter, control, proteksi); Ballast load c) Kabel daya dan aksesori (1) Kabel daya: Generator – Panel – Ballast (2) Grounding system: elektroda, konduktor (3) Penangkal petir dan aksesori 2) Transmisi dan Distribusi a) Transformator (jika dipakai) dan aksesorinya b) Gardu induk (switchboard) c) Transmisi dan distribusi 3) Instalasi Pelanggan (service connection) a) Kabel penyalur dan aksesorinya (strain clamp, konektor,dll) b) kWh Meter, MCB, dan sekring c) Instalasi rumah
4.1.2. Generator AC Hal-hal yang menjadi pertimbangan aplikasi PLTMH dengan sistem DC diantaranya adalah: 81
-
Potensi air yang tersedia kecil ns) dimana slip bernilai negative. a) Prinsip Kerja Perbedaan kecepatan putaran rotor dengan kecepatan medan putar stator ini disebut slip. slip
ns nr ns
Dimana ns = kecepatan sinkron (kecepatan medan putar stator) nr = kecepatan rotor Mesin induksi (motor) tanpa beban slip-nya akan sangat kecil, lebih kecil dari 0.01 (1%). Untuk sebuah mesin dengan daya 1 kW. Slip beban penuh akan berkisar antara 0.05 (5%). Jadi bila beban bertambah, arus induksi pada rotor akan semakin besar, putaran rotor akan cenderung menurun sehingga slip akan semakin besar. Pada umumnya semakin besar mesin maka slipnya semakin kecil.
b) Output satu fasa dari generator tiga fasa (C2C Connection) Ada cara dimana mesin induksi tiga fasa dapat digunakan sebagai generator satu fasa yaitu dengan menggunakan sambungan C2C. -
Gunakan mesin induksi 3 fasa biasa (220/380 V) dan sambungkan dalam hubungan Delta
-
Hitung kapsitansi per phasa (kapasitor yang dibutuhkan)
-
Sebagai ganti menyambungkan “C” pada tiap pasa; tetapi sambungkan 2xC pada salah satu fasa, C pada fasa yang lain dan fasa ketiga tanpa kapasitor (C2C)
83
Gambar 4.1-2 C2C connection c) Syarat Mesin Induksi Sebagai Generator Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi untuk dapat menggunakan mesin induksi sebagai generator, diantaranya adalah; -
adanya daya input dari luar untuk memutar rotor.
-
kecepatan
putar
rotor
lebih
besar
dari
kecepatan
medan
putar
stator/kecepatan sinkronnya (nr>ns) -
adanya sumber daya reaktif dari luar.
-
adanya remanensi magnet.
Contoh: Sebuah motor induksi 7.5 kW, 50 Hz, 230/400 V, full load speed 1450 rpm, 4 kutub. Tentukan: (1) full load slip (2) pada kecepatan berapa mesin beroperasi sebagai generator Jawab; (1) full load speed motor nr =1450 rpm kecepatan sinkron n s slip
ns nr ns
,
120 f , p
slip
ns
120 50 = 1500 rpm 4
1500 1450 = 0.033 1500
84
(2) karena slip full load pada saat beroperasi sebagi generator adalah sama dengan nilai slip motor tetapi negative, maka s = - 0.033 dengan menyusun persamaan diatas didapatkan : s
ns nr ns
maka nr ns (1 s)
nr = 1500 (1 – { -0.033}),
nr = 1550 rpm
3) Perbandingan Generator Sinkron dan Asinkron Terlepas dari karakterisitik teknis dan non teknis, masing-masing generator memiliki kelebihan dan kekurangan dalam aplikasinya sebagai mesin konversi energi. Berikut perbandingan kelebihan dan kekurangan dari mesin –mesin tersebut
Tabel 4-1 Perbandingan Generator Sinkron dan Asinkron Item
Generator Sinkron
Generator Asinkron
Ketersediaan
Biasanya perlu dipesan khusus dan Mudah
didapat
pada
hampir
untuk daya kecil sulit ditemukan semua kategori daya dipasaran Konstruksi
Cukup rumit, kadang dilengkapi Kompak dan simple. dengan slip rings, diode dan rangkaian external
Harga
Untuk daya kecil 30 kW
Sinkron atau
Sinkron
asinkron
asinkron
1 atau 3 fasa
3 fasa
3 fasa
Perhitungan untuk menentukan ukuran generator dilakukan berdasarkan rumusan berikut: Power Output in kW Generator KVA = ----------------------------- (generator sinkron) AxBxCxD Power Output in kW Generator KVA = -----------------------------(generator Asinkron) AxB Setelah didapatkan nilai kVA generator, disarankan untuk ditambah safety factor 30% yang bertujuan untuk; -
Memungkinkan jika output turbin lebih besar dari yang direncanakan
-
Jika motor besar (>10% daya generator) disuplai dari pembangkit, maka generator harus mampu menahan arus start.
-
Ketika menggunakan ELC generator selalu beroperasi full load.
5) Kecepatan dan Jumlah Kutub Generator Kecepatan generator ditentukan dengan rumusan berikut; a) Untuk generator sinkron ns
Dimana:
120 f p
ns
= kecepatan generator (rpm)
f
= frekuensi (Hz)
p
= jumlah kutub 87
b) Untuk generator Asinkron
nr ns (1 s) Dimana: ns
= kecepatan sinkron (kecepatan medan putar stator) ns
120 f p
nr
= kecepatan rotor (sebagai generator)
s
= slip,
s
ns nr ns
Catatan: nr yang digunakan dalam perhitungan slip adalah kecepatan rotor pada saat full load sebagai motor (diberikan supplier/pabrik). Lihat contoh perhitungan pada bagian Syarat Mesin Induksi Sebagai Generator diatas.
4.2 Perencanaan Sistem Kontrol Kelistrikan Sistem kontrol berfungsi untuk menyeimbangkan energi input dan energi output dengan cara mengatur input (flow) atau mengatur output (listrik), sehingga sistem akan seimbang. Dengan berubahnya beban terhadap waktu, peran sistem kontrol sangat penting untuk menjaga stabilitas sistem, terutama kualitas listrik yang dihasilkan oleh pembangkit (tegangan dan frekuensi).
4.2.1. Flow control Flow control dapat diartikan sebagai pengaturan besarnya daya hidrolik (debit air) yang masuk ke turbin dengan mengatur bukaan katup turbin (guide vane). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan flow control untuk sistem mikrohidro;
Mengingat flow control cukup rumit dan mahal untuk aplikasi mikro hidro dengan daya kecil100 kW.
Perubahan beban konsumen relative kecil (stabil). Reaksi flow control terhadap perubahan beban relatif lambat sehingga akan terjadi shock pada generator ketika beban yang besar tiba tiba disambungkan, akibatnya putaran generator menurun
88
sehingga tegangan dan frekuensi juga turun selama beberapa saat (53 Hz V-PH > 230 V Saat dinyalakan lampu PL ready tidak menyala, f = 50 Hz dan tegangan 230 V Saat dinyalakan lampu PL ready menyala, tetapi kontaktor tidak mau dinyalakan Saat dinyalakan kontrol dan kontaktor normal, saat MCB beban dinyalakan kontaktor selalu lepas
Module controller (mainboard) rusak atau kabel pada mainboard kendor Lampu PL ready putus
Kabel PUSH BUTTON kendor/putus Coil kontaktor putus Beban konsumen terlalu banyak Daya turbin maksimal
9
10
11
Saat dinyalakan kontrol dan kontaktor normal, saat MCB beban dinyalakan MCB selalu jatuh kontaktor tidak lepas Saat pembangkit dinyalakan, beban konsumen padam
Matikan pembangkit. Periksa resistansi lampu, ganti dengan lampu baru
Matikan pembangkit, kencangkan baut yang kendor Ukur resistansi coil, ganti coil jika rusak Matikan pembangkit, kurangi/tertibkan beban dikonsumen
tidak
Konslet di jaringan 8
Matikan pembangkit. Kencangkan baut pada mainboard, jika kesulitan hubungi manufakturer
Konslet di jaringan
Tambah bukaan katup turbin Lakukan pengukuran resisitansi masing2 fasa dan fasa netral. Temukan konslet sebelum dinyalakan kembali Matikan pembangkit. Lakukan pengukuran resisitansi masing2 fasa dan fasa netral. Temukan konslet sebelum dinyalakan kembali
Terjadi overvoltage Matikan pembangkit. Tutup katup turbin. MCB AVR jatuh pada ON kan kembali MCB AVR, nyalakan posisi OFF. Turbin pembangkit runaway speed Matikan pembangkit. Test resistansi Ballast konslet ballast. Catat jumlah dan daya ballast yang konslet. Ganti dengan ballast baru Kotak panel kontrol Ventilasi terhalangi Buka dan bersihkan (IGC/ELC) panas Kipas tidak berfungsi perbaiki/ganti Arus pada ballast tidak Periksa sambungan pada modul control, seimbang SCR mati sebelah kencangkan konektor gate SCR Komponen pemanas Ukur dengan multimeter dan ganti pada ballast terbakar Modul kontrol rusak Hubungi pembuat untuk diganti Beban tidak seimbang Periksa ampere meter R,S,T pada panel 6.3.3.
Jadwal Pemeliharaan dan Inspeksi
Pemeliharaan dan pemeriksaan fasilitas pembangkit dilakukan secara berkala. Untuk bagian-bagian yang sensitive sebaiknya dilakukan setiap hari, sedangkan bagian yang dianggap
142
tahan lama pemeliharaan dan pemeriksaan dapat dilakukan setiap satu minggu, satu bulan, enam bulanan dan tahunan tergantung diperlukan.
Setiap hasil pemeriksaan dan perbaikan harus dicatat dalam buku pencatatan. Hal ini sangat penting untuk mengevaluasi dan keperluan pemantauan. Berikut diberikan format pengisian pencatatn untuk komponen sipil dan elektrikal, sedangkan untuk bagian mekanikal pekerjaan pemeliharaan dianggap lebih jarang dan dalam waktu yang relative lama. Lihat Form Inspeksi di bawah ini
6.4 Inspeksi Komponen-komponen PLTMH 6.4.1. Inspeksi Turbin dan Kelengkapannya
Tabel 6-3 Turbin dan Kelengkapan PLTMH Tanggal
Jenis pekerjaan
Keterangan
143
6.4.2. Form Inspeksi Mingguan Bangunan Sipil
144
145
6.4.3. Inspeksi Komponen Elektrikal
146
6.5 Buku Catatan (Log Book)
Logbook merupakan bagian penting dari kegiatan operasi dan perawatan. Logbook adalah catatan sejarah kondisi pembangkit. Dengan logbook kita dapat memonitor operasi sehari-hari, proses perawatan, gangguan yang kadang-kadang muncul dan pengalaman dalam mengatasi gangguan yang timbul.
Logbook harus diisi oleh operator pada kegiatan operasional sehari-hari, pada saat melakukan perawatan, mengatasi gangguan, maupun mengganti parts yang rusak.
Setiap akhir bulan operator harus mencatat jam total opersional yang dihasilkan oleh pembangkit.
Pada saat mengganti parts yang rusak hour meter harus dicatat juga sebagai informasi dari life time parts.
Part yang terdeteksi bekerja secara tidak baik atau tidak semestinya, harus segera diganti. Jangan menunggu sampai rusak atau hancur total. Part yang bekerja tidak normal dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah terhadap part-part lainnya.
Apabila persediaan parts sudah habis harap segera dipesan parts yang baru. Jangan menunggu sampai pembangkit harus diberhentikan total.
Tabel 6-4 Contoh Log Book Harian Pembangkit TGL
KONDISI
hr
Freq [Hz]
Volt [V]
Curr [A]
Cos phi
P [Kw]
kWh
OPR
TTD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
147
TGL
KONDISI
hr
Freq [Hz]
Volt [V]
Curr [A]
Cos phi
P [Kw]
kWh
OPR
TTD
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 KUMULATIF AKHIR BULAN Catatan:
6.6 Evaluasi 6.6.1. Asesmen CPMK 1.
Sebutkan hal – hal yang sebaiknya diselesaikan sebelum dimulainya sebuah proyek pembangunan PLTMH?
2.
Sebutkan tahap tahap pengoperasian PLTMH?
3.
Apa peran operator selama PLTMH beroperasi?
4.
Sebutkan perawatan dan pemeliharaan yang harus dilakukan untuk jaringan transmisi dan distribusi?
5.
Apa penyebab dan penanggulangannya jika “Putaran turbin dan generator tidak stabil (menyentak nyentak) atau belt berbunyi lebih keras dari biasanya” sebutkan dengan jelas?
148
6.6.2. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Buatlah catatan ketika Anda menemukan hal yang janggal di dalam Bab Modul ini. Diskusikan untuk perbaikan bab pada modul ini
6.6.3. Rujukan Permana I (2008) Operasi dan Perawatan. PPPPTK BMTI
149