Bedah LP Basalioma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN BASALIOMA OLEH: THATIANA DWI ARIFAH, 1206244346 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA



1. ANATOMI FISIOLOGI KULIT Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan melindungi permukaan tubuh, berhubungan dengan selaput lendir yang melapisi rongga – rongga, lubang – lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringant dan kelenjar mukosa. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan subkutan (Syaifudin, 2006). a. Epidermis Epidermis terdiri dari beberapa lapisan sel yaitu : 1) Stratum koneum Selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati, dan mengandung zat keratin. 2) Stratum lusidum Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah se – sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir – butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperi suatu pita yang bening, batas – batas sel sudah tidak begitu terlihat. 3) Stratum granulosum Stratum ini terdiri dari sel – sel pipih seperti kumparan. Sel – sel tersebut terdapat hanya 2 – 3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir – butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir – butir stratum granulosum. 4) Stratum spinosum/stratum akantosum Lapisan sratum spinosum/stratum akantosum merupakan laisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5 – 8 lapisan. Sel – selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop sel – selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyal sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel – selnya berduri. Ternyata spina dan tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut intercelular bridges atau jembatan interseluler



5) Stratum basal/geminatifum Stratum basal/geminatifum disebut basal karena sel – selnya terletak di bagian basal. Stratum germatifum menggantikan sel – sel yang diatasnya dan merupakan sel – sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir – butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut seperti pagar (palidase) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel – sel basalis dengan membran basalis merupakan batas bawah dari epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg (prosessus interpapilaris).



b. Dermis Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan adalah mulainya terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas , pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis). Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian bawahnya sampai ke subkutis. Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari jaringan longgar yang tersusun dari serabut – serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis, dan serabut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masing – masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan pada kulit, serabut elastis, memberikan kelenturan pada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada alai tersebut.



c. Subkutan Subkutan terdiri dari kumpulan – kumpulan sel – sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut – serabut jaringan ikat dermis. Sel – sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak di pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap – tiap tempat dan juga pembagian antara laki – laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu,



penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.



2. PENGERTIAN Basalioma adalah karsinoma sel basal merupakan kanker kulit yang timbul dari sel basal epidermis atau folikel rambut (Brunner & Suddarth, 2001). Basalioma merupakan keganasan kulit yang paling sering ditemukan umumnya di daerah wajah dan paling banyak timbul pada orang yang kulitnya miskin pelindung terhadap sinar ultraviolet dari cahaya matahari tumor ini berasal dari sel lapisan basal atau dari luar sel folikel rambut ( R Sjamsuhidayat, 2004) Basalioma adalah suatu tumor ganas kulit (kanker) yang berasal dari pertumbuhan neoplastik sel basal epidermis dan appendiks kulit (Graham,R, 2005). Pertumbuhan tumor ini lambat ,dengan beberapa macam pola pertumbuhan sehingga memberikan gambaran klinis yang bervariasi,bersifat invasif,serta jarang mengadakan metastasis (Nila, 2005) Klasifikasi TNM digunakan sebagai sistem klasifikasi pada tumor ganas kulit non melanoma. Klasifikasi TNM Tumor Ganas Kulit ( kecuali Melanoma Maligna ) : T



: tumor primer



Tx



: tumor primer tidak dapat dievaluasi



T0



: tidak ditemukan tumor primer



Tis



: karsinoma insitu



T1



: tumor dengan ukuran terbesar tidak melebihi 2 cm.



T2



: tumor dengan ukuran terbesar antara 2-5 cm.



T3



: tumor dengan ukuran lebih dari 5 cm.



T4 : tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam misalnya kartilago, otot skelet atau tulang



N



: kelenjar getah bening



Nx



: kelenjar getah bening tidak dapat diperiksa



N0



: tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional



N1



: ada metastasis kelenjar limfe regional



M



: metastasis jauh



Mx



: tidak dapat diperiksa



M0



: tidak ada metastasis jauh



M1



: ada metastasis jauh



Stadium tumor ganas kulit non melanoma menurut American Joint Committee on Cancer tahun 2006 : Stadium



T



N



M



0



Tis



N0



M0



I



T1



N0



M0



T2



N0



M0



T3



N0



M0



T4



N0



M0



Tiap T



N1



M0



Tiap T



Tiap N



M1



II



III



IV



Stadium tumor ganas kulit non melanoma menurut AJCC tahun 2006.



3.



ETIOLOGI Etiologinya mungkin multifaktorial, tetapi paparan terhadap cahaya matahari memegang peran penting. Menurut Marwali (2000), lebih dari 90 persen penyebab basalioma yaitu terpapar sinar matahari atau penyianaran ultraviolet lainnya.Sering muncul usia> 40 tahun. Faktor resiko antara lain: a. Faktor genetik (sering terjadi pada kulit terang ,mata biru atau hijau dan rambut pirang atau merah) b. paparan sinar X yang berlebihan c. Senyawa kimia arsen d. Trauma e. Ulkus kronis (Marwali,2000)



Menurut Culliford & Hazen (2007), etiologi dan faktor resiko basalioma adalah: a. Radiasi sinar ultraviolet Paparan kronik terhadap sinar matahari merupakan penyebab paling penting dan paling sering dari basalioma. Radiasi sinar UV gelombang pendek (290-320 nm) dipercaya mempunyai



peran penting dalam pembentukan basalioma daripada radiasi sinar UV gelombang panjang (320-400 nm). b. Radiasi sinar x juga berhubungan dengan terjadinya basalioma. c. Terpapar arsen, bahan kimia yang bersifat karsinogenik baik dari makanan maupun dari pekerjaan berhubungan dengan perkembangan basalioma. d. Keadaan imunosupresi, berhubungan dengan peningkatan resiko basalioma. e. Xeroderma pigmentosum. Merupakan penyakit autosomal resesif, berawal dari perubahan pigmen kemudian berkembang menjadi basalioma, karsinoma sel squamous, dan melanoma maligna. f. Sindrom BCC nevoid (sindrom Gorlin). Penyakit autosomal dominan yang terjadi pada umur muda dengan multipel basalioma. Odontogenik keratocyst, palmoplantar pitting, kalsifikasi intrakranial, dan anomali tulang iga dapat ditemui. g. Sindrom Bazex. Merupakan penyakit genetik kromosom x-linked dominan yang ditandai dengan atropoderma, multipel basalioma, anhidrosis lokal, dan kongenital hipotrikosis. h. Iritasi kronik atau ulserasi i. Riwayat kanker kulit nonmelanoma sebelumnya meningkatkan resiko seseorang untuk terkena kanker kulit (Culliford & Hazen, 2007).



4.



PATOFISIOLOGI Basalioma merupakan kanker kulit yang paling sering ditemukan. Basalioma berasal dari sel epidermis sepanjang lamina basalis. Kanker sel basal terjadi pada daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari, seperti wajah, kepala, dan leher. Untungnya tumor ini jarang sekali bermetastasis. Pasien dengan kanker sel basal tunggal lebih mudah mendapat kanker kulit. Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogen adalah sinar yang panjang gelombangnya, bekisar antara 280 samapi 320 mm. Spektrum inilah yang membakar dan membuat kulit menjadi cacat. Selain itu, pasien yang memiliki riwayat kanker sel basal harus menggunakan tabir surya atau pakaian pelindung untuk menghindari sinar karsinogen yang terdapat di dalam sinar matahari. Penyebab lain basalioma adalah riwayat pengobatan, radiologi, sebelumnya untuk menyembuhkan penyakit kulit lain. Sinar ultraviolet panjang (UVA) yang dipancarkan oleh alat untuk membuat kulit kecoklatan seperti terbakar sinar matahari juga merusak epidermis dan di anggap sebagai karsinogen. Dianggap berasal dari sel-sel pluripotensial (sel yang dapat berubah menjadi sel-sel lain) yang ada pada stratum basalis epidermis atau lapisan folikular. Sel basal diproduksi sepanjang



hidup kita dan membentuk kelenjar sebasea dan kelenjar apokrin. Tumor tumbuh dari epidermis dan muncul di bagian luar selubung akar rambut, khususnya dan stem sel folikel rambut, tepat di bawah duktus glandula sebasea. Sinar UV menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53, yang terletak pada kromosom 17p. Sebagai tambahan, mutasi gen supresor tumor pada pita 9q22 yang meyebabkan sindrom nevoid basalioma, suatu keadaan autosomal dominan ditandai dengan timbulnya basalioma secara dini (Culliford, A. and Alexes Hazen, 2007). Awalnya terjadi pada lapisan epidermis kulit, kemudian tumbuh pelan- pelan tanpa rasa sakit. Dengan pertumbuhan kulit baru yang mudah berdarah atau tidak dapat sembuh, maka diagnosa basalioma sudah dapat ditegakkan. Basalioma hampir tidak pernah menyebar. Tetapi, jika tidak diterapi, kemungkinan menyebar ke tulang ataupun jaringan terdekat (Berman, 2008).



5.



TANDA DAN GEJALA Predileksi basalioma adalah area yang sering terpapar sinar ultraviolet, terutama pada wajah (pipi, dahi, hidung, lipat nasolabial, periorbital) dan leher, kadang juga ditemukan dikulit kepala. Gambaran klasik basalioma memiliki tepi yang meninggi dan daerah tengah yang mengkilap seperi mutiara dengan telangiektasis. Dapat nampak bersisik dengan daerah atrofi atau parut akibat inflamasi kronik (Culliford & Hazen, 2007). Menurut Culliford & Hazen, (2007), basalioma diklasifikasikan menjadi subtipe yang menggambarkanapakah basalioma tersebut agresif atau tidak. a. Nodular Bentuk ini paling sering dijumpai. Lesi biasanya tampak sebagai lesi tunggal. Paling sering mengenai wajah, terutama pipi, lipat nasolabial, dahi, dan tepi kelopak mata. Pada awalnya tampak papul atau nodul kecil, transparan seperti mutiara, berdiameter kurang dari 2 cm dengan tepi meninggi. Permukaannya tampak mengkilat, sering dijumpai adanya telangiektasia dan kadang-kadang dengan skuama yang halus atau krusta yang tipis. Lesi membesar secara perlahan dan suatu saat bagian tengah lesi menjadi cekung yang dapat berkembang menjadi ulkus rodens dengan destruksi jaringan di sekitarnya. Dengan trauma ringan atau bila krusta diangkat, mudah terjadi perdarahan (Wong & Strange, 2009)



Basalioma tipe nodular(Wong & Strange, 2009) b. Berpigmen Gambaran klinisnya sama dengan yang tipe nodular. Bedanya, pada jenis ini berwarna coklat atau hitam berbintik-bintik atau homogen, yang secara klinis dapat menyerupai melanoma (Wong & Strange, 2009).



Basalioma tipe berpigmen(Wong & Strange, 2009) c. Morfea / Fibrosing / sklerosing Merupakan tipe basalioma agresif dan biasanya terjadi pada kepala dan leher. Lesi tampak sebagai plak sklerotik yang cekung, berwarna putih kekuningan dengan batas tidak jelas(Wong & Strange, 2009)



Basalioma tipe morfea(Wong & Strange, 2009) d.



Superfisial Lesi biasanya multipel, mengenai badan, dan sedikit kemungkinan untuk invasif. Secara



klinis tampak sebagai plak transparan, eritematosa sampai berpigmen terang, berbentuk oval sampai ireguler dengan tepi berbatas tegas, sedikit meninggi (Wong & Strange, 2009)



Basalioma tipe superfisial(Wong & Strange, 2009) Gambaran klinis yang jarang ditemukan adalah tumor metastase ke jaringan sekitar, ke kelenjar limfe regional dan destruksi terhadap tulang. Destruksi tulang sering ditemukan pada basalioma wajah dan kepala Disamping itu terdapat pula 3 sindroma klinis, dimana epitelioma sel basal berperan penting, yaitu: a. Sindroma Epitelioma Sel Basalnevoid, dikenal pula sebagai sindroma Gorlin-Goltz. Merupakan kelainan autosomal dominan dengan penetrasi yang bervariasi, ditandai oleh 5 gejala mayor yaitu :  Karsinoma sel basal multipel yang terjadi pada usia muda.  Cekungan-cekungan pada telapak tangan dan telapak kaki.  Kelainan pada tulang, terutama tulang rusuk.  Kista pada tulang rahang.  Kalsifikasi ektopik dari falks serebri dan struktur lainnya. b. Nevus sel basal unilateral linier, merupakan jenis yang sangat jarang dijumpai. Lesi berupa nodul dan komedo, dengan daerah atrofi bentuk striae, distribusi zosteriformis atau linier, unilateral. Lesi biasa dijumpai sejak lahir dan lesi ini tidak meluas dengan meningkatnya usia. c. Sindroma bazex, sindroma ini digambarkan pertama kalinya oleh Bazex, diturunkan secara dominan, dengan cirri khas sebagai berikut :  Atrofoderma folikuler, yang ditandai oleh folikuler yang terbuka lebar, seperti ice-pick marks, terutama pada ekstremitas.  Epitelioma sel basal kecil, multipel pada wajah, biasanya timbul pertama kali pada saat remaja atau awal dewasa. Namun kadang-kadang dapat juga timbul pada akhir masa anakanak.



7.



PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis basalioma yaitu pemeriksaan histopatologis. Biopsi kulit sering diperlukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan gambaran histopatologi. Dari pemeriksaan ini dapat ditemukan :



 Karsinoma sel basal tipe nodular : nukleus oval besar, hiperkromatik, dan sitoplasma sedikit. Bentuk sel seragam dan bila ada gambaran mitotik biasanya sedikit. Bentuk padat biasanya bergabung dengan pola berbentuk palisade di daerah perifer dan membentuk sarang-sarang. Biasanya ada peningkatan produksi musin di sekitar stroma dermis. Pembelahan sel, yang dikenal sebagai artefak retraksi biasanya muncul diantara sarangsarang basalioma dan stroma, yang berkurang selama fiksasi dan pewarnaan.  Karsinoma tipe berpigmen : mengandung melanosit yang terdiri dari sitoplasma granula melanin dan dendrit.  Karsinoma sel basal tipe morfea : pola sarang pertumbuhannya tidak melingkar tapi membentuk untaian.  Karsinoma sel basal tipe superfisial : penampakannya seperti semak-semak sel basaloid yang berlekatan dengan epidermis. Sarang-sarang berbagai ukuran sering terlihat di dermis(Wong & Strange, 2009)



(a)



(b)



Gambaran histopatologi kulit normal(a). Basalioma (b). (Berman, 2008) Untuk basalioma yang metastasis atau yang berpenetrasi ke tulang dapat dilakukan pemeriksaan radiologi. Salah satunya adalah dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi terjadinya destruksi tulang pada basalioma.



a



b



(Berman, 2008) (a) Ulserasi supefisial dari tumor yang berpenetrasi ke lapisan superfisial pada regio temporalis. (potongan axial) (b) MRI potongan coronal. Gambaran destruksi tulang zygoma (panah), tetapi tidak dapat dipastikan berasal dari tumor yang mengalami penetrasi, sehingga dibutuhkan konfirmasi dengan pemeriksaan hystopatologi.



8.



PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan basalioma tergantung dari jenis, lokasi, ukuran, dan pilihan atau keahlian operator yang akan melakukan pengobatan. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan nonbedah maupun pembedahan. A. Penatalaksanaan non-bedah Penatalaksanaan nonbedah meliputi radioterapi, terapi fotodinamik, dan immunomodulator topikal. Kemoterapi topikal dengan bahan immunomodulasi berguna pada beberapa kasus basalioma. Basalioma kecil dan superfisial mungkin berespon baik dengan terapi topikal. Sebagai tambahan, terapi topikal dapat digunakan sebagai profilaksis atau pemeliharaan pada pasien dengan multipel basalioma seperti sindroma basal sel nevus (Wong & Strange, 2009). 1. Radioterapi Prosedur ini perlu untuk kasus inoperabel atau post operasi mikro atau makroskopis, lebih penting lagi pada kasus rekuren dan residif. Teknik radiasi yang digunakan yaitu pengobatan standar terdiri dari sinar-x. Area radiasi adalah tumor yang kelihatan dan safety margin dengan range 0,5-1,5 cm, tergantung dari ukuran tumor. Jaringan di sekitarnya seperti mata termasuk palpebra dan glandula lakrimalis harus dilindungi.



Dosis ditentukan oleh ukuran, lokasi, jaringan sekitar, dan tingkat radiosensitivitasnya. Dosis tunggal antara 1,8-5 Gy. Total maksimum dosis 50-74 Gy (Culliford & Hazen, 2007). 2. Terapi fotodinamik untuk basalioma telah digunakan lebih dari 20 tahun. Terapi ini efektif untuk basalioma superfisial. Tehnik ini menggunakan asam aminolaevulinic yang dibuat dalam emulsi 20 %, dan diberikan topikal pada lesi. Jaringan tumor menyerap metabolit porfirin ini dan menjadi fotosensitif terhadap konversinya yaitu protoporfirin IX yang menjadi fotodestruktif ketika dipaparkan pada sinar dengan panjang gelombang 620-670 nm. 85% basalioma superfisial yang diberikan terapi fotodinamik sembuh dengan hasil kosmetik yang sangat baik (Wong & Strange, 2009). 3. Immunomodulator topikal berupa Imiquimod 5% krim. Imiquimod bekerja dengan menginduksi respon imun seluler sehingga menyebabkan sekresi interferon gamma (IFN-g), interleukin 12, dan sitokin lainnya. Masuknya IFN ke dalam tumor akan menyebabkan perlekatan limfosit dengan CD 4+ serta membunuh sel tumor dengan regresi tumor. Basalioma superfisial yang diterapi dengan imiquimod sembuh hingga 85%. 5-Fluorourasil, sitostatik, diberikan secara topikal setiap hari selama 4-6 minggu (1-5% dalam bentuk krim atau salep). Sitostatik ini bekerja selektif terhadap tumor epidermal yang hiperproliferasi. Namun juga dapat mengiritasi kulit yang sehat sehingga harus diawasi penggunaannya (Wong & Strange, 2009).



B. Penatalaksanaan Bedah Tujuan penatalaksanaan bedah pada basalioma adalah untuk mengangkat tumor sehingga tidak ada jaringan tumor yang dapat berkembang lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih terapi adalah jenis subtipe basalioma, lokasi dan ukuran tumor, umur pasien, kemampuan pasien untuk menoleransi pembedahan, serta biaya. Metode bedah yang banyak digunakan adalah kuretase dan elektrodesikasi, eksisi dengan pemeriksaan tepi tumor atau bedah mikrografik Mohs. Krioterapi kadang digunakan. Namun dari penelitian ditemukan bahwa pengobatan basalioma pada wajah adalah pembedahan metode mikrografik Mohs lebih baik dibanding metode pengobatan lain, dimana angka kekambuhan sangat minimal, tetapi kekurangannya biaya operasi lebih mahal dan waktu operasinya lebih lama (Wong & Strange, 2009). 1. Kuretase dan elektrodesikasi Merupakan pilihan terapi yang umumnya digunakan pada lesi dengan batas tidak tegas. Dapat digunakan sebagai penatalaksanaan basalioma nodular dengan ukuran kurang dari 2



cm dan basalioma superfisial dengan berbagai ukuran. Walaupun dilaporkan tingkat kesembuhan dengan metode ini lebih dari 90 %, tetapi rekurensi dilaporkan pada 30 % lesi dengan diameter lebih dari 3 cm. Karena tingkat rekurensi yang tinggi, luaran kosmetik yang kurang baik, dan kurangnya kontrol histologis, metode ini tidak diterima sebagai terapi utama pada basalioma (Culliford & Hazen, 2007). 2. Biopsi eksisi Metode ini menghasilkan tingkat kesembuhan lebih dari 90 %. Pada metode ini tumor diangkat seluruhnya hingga jaringan lemak subkutan dengan dikelilingi oleh jaringan normal. Literatur merekomendasikan batas 3 mm untuk basalioma kecil (2 cm), basalioma dengan batas yang tidak jelas, basalioma subtipe agresif, pasien dengan imunosupresi, sindroma basal sel nevus, dan xeroderma pigmentosum. Teknik operasinya adalah dengan menginsisi daerah tumor, dan langsung diperiksa histopatologi dibawah mikroskop dengan pewarnaan hematoxilin dan Eosin atau pewarnaan lainnya. Insisi lapis demi lapis, dan masing-masing diperiksa secara mikroskopik. Insisi sejauh 58 sentimeter dari batas jaringan yang histopatologinya masih tampak basalioma. Jika benar-benar jaringan basalioma sudah hilang dengan pemeriksaan mikroskopik, maka dilakukan bedah rekonstruksi untuk menutupi defek akibat insisi yang dilakukan. Operasi ini membutuhkan keahlian tersendiri dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding eksisi biasa dan biaya yang dibutuhkan lebih mahal (Culliford & Hazen, 2007). 4. Krioterapi



Merupakan teknik yang dapat digunakan pada lesi primer dengan ukuran < 2 cm dan subtipe nonagresif. Tingkat kesembuhan >95 % tetapi berhubungan dengan hipopigmentasi dan jaringan parut. Tidak ada kontrol histologis dengan metode ini, dan jaringan biasanya awalnya menjadi sangat edema. Tingkat rekurensi dilaporkan 3,7 – 7,5%. Lesi yang sangat besar mungkin membutuhkan flap atau skin graft untuk memperbaiki defek pada kulit setelah eksisi. Luas defek harus diperkirakan sebaikbaiknya, terutama jika defek berada di area yang sulit, agar hasil operasi sesuai dengan yang diinginkan (Berman, 2008).



9. KOMPLIKASI Adapun komplikasi yang dapat di timbulkan dari penyakit kanker kulit ini yaitu: 1. Akibat pembedahan dan terapi radiasi: i.



Jaringan yang di buat tergores/ terluka.



ii.



Perubahan warna kulit.



iii.



Timbulnya perubahan pada kulit dari alat-alat kosmetik.



iv.



Luka kulit yang kronis.



v.



Keterbatasan anggota badan jika pengobatan luas.



2. Akibat kemoterapi dan bioterapi: i.



mual dan muntah.



ii.



syndrome flulike.



iii.



mielosupresi.



iv.



paresthesia



v.



fibrosis pulmonary.



vi.



hipersensivitas.



vii.



alopesia.



viii.



reaksi alergi



3. Umum: i.



Timbulnya perubahan pada kulit dari alat-alat kosmetik dan citra tubuh.



ii.



Kehilangan fungsi pada ekstremitas.



iii.



Perlukaan dan perubahan warna kulit.



iv.



Proses hasil metastase penyakit pada paengobatan invasif dan potensial kematian terakhir.



10. PENCEGAHAN



Cara terbaik untuk mencegah basalioma adalah dengan mengurangi paparan sinar ultraviolet, dengan memakai topi, payung, atau menggunakan tabir surya (Sun-block), sinar UVA dan UVB dengan SPF (faktor perlindungan matahari) ukuran maksimum 15. Mencegah kemungkinan radiasi sinar x atau paparan arsen dengan memakai pelindung, untuk pekerja yang harus kontak langsung dengan bahan tersebut. Berkonsultasi secara dini kepada dokter ahli jika terjadi perubahan pada kulit (Berman, 2008).



11. PENGKAJIAN Menurut Barbara Engram (1998), dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien pre dan post operasi umum, data yang perlu dikaji adalah : a. Data dasar 1. Identitas Kajian ini meliputi nama, inisial, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya dengan klien. 2. Riwayat penyakit dahulu : Berupa penyakit dahulu yang pernah diderita yang berhubungan dengan keluhan sekarang. 3. Riwayat penyakit sekarang : Meliputi alasan masuk rumah sakit, kaji keluhan klien, kapan mulai tanda dan gejala. Faktor yang mempengaruhi, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan. 4. Riwayat kesehatan keluarga : Terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit basalioma atau kanker (Engram, 1998). b. Data biologis 1. Pola nutrisi : klien mengalami anoreksia, dan ketidakmampuan untuk makan (Mayer’s, et, al, 1995). 2. Pola minum ; Masukan cairan klien adekuat, pasca operasi, klien puasa total 24 jam (Doenges, et, al, 2002). 3. Pola eliminasi ; Terjadi konstipasi dan berkemih tergantung masukan cairan (Brunner & Suddarth, 2002). 4. Pola istirahat dan tidur : Tidak dapat tidur dalam posisi baring rata pasca operasi (Doenges, et, al, 1999). 5. Pola kebersihan : Penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari disebabkan pasca operasi (Tucker, et, al, 1998). 6. Pola aktivitas : Keletihan melakukan aktivitas sehari-hari (Brunner and Suddarth, 2000).



c. Data psikologis 1. Status emosi : Klien dapat merasa terganggu dan malu dengan kondisi yang dialaminya atau tidak (Brunner and Suddarth, 2002). 2. Gaya komunikasi ; kesulitan berbicara dalam kalimat panjang/perkataan yang lebih dari 4 atau 5 sekaligus (Doenges, et, al, 1999). 3. Pola interaksi ; tidak ada sistem pendukung, pasangan, keluarga, orang terdekat. Keterbatasn hubunan dengan orang lain, keluarga atau tidak (Doenges, et, al, 1999). 4. Pola koping : Klien marah, cemas, menarik diri atau menyangkal. d. Data sosial 1. Pendidikan dan pekerjaan : tingkat pengetahuan tentang operasi minim (Soeparman, et, al, 1998). 2. Hubungan sosial : kurang harmonisnya hubunan sosial merupakan stressor emosional pernafasan tidak teratur (Brunner & Suddarth, 2002). 3. Gaya hidup : kebiasan merokok, minum minuman berakohol, sering bergadang (Brunner & Suddarth, 2002). 4. Data spiritual : keterbatasan melakukan kegiatan spiritual (Brunner & Suddarth, 2002). e. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum lemah 2. Kesadaran composmentis sampai koma, tergantung tingkat efek pembedahan dan anestesi. 3. Tanda-tanda vital meningkat disebabkan adanya infeksi. 4. Kepala, leher, axilla : ekspresi wajah meringis, takut. 5. Hidung : pernafasan cuping hidung 6. Dada : berpengaruh apabila tingkatan infeksi tinggi akan mempengaruhi pernafasan cepat sampai retraksi. 7. Ekstremitas : ekstremitas berkeringat (Brunner & Suddarth, 2002).



12. DIAGNOSA KEPERAWATAN Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan pre dan post operatif Basalioma menurut Doenges, et al (2000), adalah sebagai berikut : Diagnosa Keperawatan Pre-Operatif a. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan. b. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit



c. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi. Diagnosa Keperawatan Post-Operatif a. Bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru, energi menurun/kelemahan, nyeri. b. Kekurangan cairan berhbungan dengan hilangnya cairan tubuh. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah dan kurang nafsu makan. d. Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan. e. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi pembedahan. f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.



13. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No.



Diagnosa Keperawatan



1



Nyeri akut/kronik Berhubungan dengan:  Proses penyakit – kompresi atau destruksi jaringan saraf  Perembesan suplai vaskular  Obstruksi saraf, inflamasi, dan metastasis ke tulang  Efek samping berbagai agen terapi kanker



Tujuan  Nyeri tidak bertambah buruk  Mampu mengontrol nyeri  Membutuhkan



Intervensi



Rasional



Mandiri  Tentukan riwayat nyeri seperti lokasi



Informasi dasar dibutuhkan untuk



nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas



mengevaluasi kebutuhan dan keefektifan



menggunakan skala



intervensi.



 Evaluasi efek nyeri dari terapi, seperti



bantuan minimal



pembedahan, radiasi,kemoterapi, dan



Ketidaknyamanan merupakan hal yang biasa,



atau mandiri



bioterapi. Berikan informasi mengenai



seperti nyeri pembedahan, nyeri seperti



dalam melakukan



kemungkinan yang akan terjadi



terbakar, low back pain, luka di mulut, atau



ADL



sakit kepala tergantung prosedur yang



 Mampu menggunakan teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri



dilaksanakan.  Berikan stimulasi pada kulit seperti kompres hangat atau dingin, dan masase  Berikan kenyamanan nonfarmakologikal



Dapat mengurangi inflamasi, spasme otot, dan meredakan nyeri Dapat meningkatkan relaksasi dan membantu



seperti masase, pemberian posisi yang



klien untuk fokus ke hal lain selain nyeri.



nyaman, dan backrub, aktivitas/hobi yang



Memungkinkan klien dapat berpartisipasi aktif



dapat mendistraksiseperti mendengarkan



pada perawatan nyeri nonfarmakologi dan



musik, membaca buku, nonton TV, dll



meningkatkan kemampuan mengontrol nyeri.



 Dorong klien untuk menggunakan kemampuan manajemen stress dan terapi komplementer, seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, guided imagery,



No.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan



Intervensi



Rasional



biofeedback, tertawa, musik, aromaterapi,



Klien dapat maksimal dalam mengontrol nyeri



dan teknik sentuhan terapeutik.



dan membutuhkan bantuan minimal dalam



 Evaluasi rasa lega terhadap nyeri secara rutin.  Berikan informasi kepada klien dan



ADL. Informasi ini dapat membantu klien menumbuhkan harapan yang realistis dan



keluarga mengenai efek samping terapi



percaya diri dalam menangani efek samping



yang diberikan dan diskusikan cara



yang terjadi.



mengatur efek samping tersebut



Kolaborasi  Diskusikan penggunaan terapi alternatif atau komplementer jika klien menginginkan  Atur rencana manajemen nyeri individu dengan klien dan dokter Dapat mengurangi nyeri tanpa efek samping  Berikan analgesik sesuai indikasi



obat



 Instruksikan penggunaan stimulasi elektrik seperti Transcutaneous Electrical



Rencana ini dimulai dari hal atau aktivitas yang



Nerve Stimulation (TENS)



sederhana sampai akhirnya dengan tindakan invasif untuk mengontrol nyeri.



No.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan



Intervensi



Rasional Penggunaan analgesik dapat membantu untuk mengontrol nyeri TENS dapat menghambat transmisi stimulus nyeri, dapat mereduksi dan melegakan nyeri tanpa efek samping obat



2.



Ketidakseimbangan



 Menunjukkan berat



nutrisi: kurang dari



badan yang stabil



Mandiri



kebutuhan tubuh



atau peningkatan



 Monitor intake makanan setiap hari



Identifikasi kekuatan dan kekurangan nutrisi



Berhubungan dengan:



berat badan secara



 Ukur tinggi, berat badan, lipatan kulit,



Jika hasil pengukuran berada pada nilai standar



 Hipermetabolisme



progresif



akibat kanker  Efek samping



Terapi Nutrisi



atau pemeriksaan antropometrik lainnya



 Mengungkapkan pemahaman



minimum, maka sumber utama penyimpan energi, jaringan lemak, mengalami penurunan



 Kaji kulit dan membran mukosa terhadap



Membantu mengidentifikasi malnutrisi kalori-



kemoterapi, radiasi,



mengenai intake



pucat, perlambatan penyembuhan luka,



protein terutama ketika pengukuran berat badan



pembedahan –



makanan yang



dan pembesaran kelenjar parotis



dan antropometrik kurang dari normal



anoreksia, iritasi



adekuat



gastris, perubahan



 Berpartisipasi



dalam pengecapan rasa,



dalam intervensi



mual



untuk



 Tekanan emosi, kelemahan,



menstimulasi nafsu makan dan



 Dorong klien untuk makan makanan



Metabolisme akan meningkat untuk membuang



tinggi kalori, makan makanan kaya nutrisi, zat-zat yang tidak berguna dalam tubuh dengan intake cairan yang adekuat  Ciptakan suasana makan yang menyenangkan. Anjurkan klien untuk



Buat waktu makan menjadi lebih menyenangkan sehingga dapat meningkatkan asupan makanan



No.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan



Intervensi



ketidakmampuan



meningkatkan



makan bersama dengan keluarga atau hal



mengontrol nyeri



asupan makanan



yang menyenangkan lainnya.



Rasional



Manajemen Kemoterapi  Atur makan sebelum dan segera setelah



Pengaturan keefektivan diet bergantung pada



perawatan, seperti minum air putih, diet



minimalnya rasa mual yang dirasakan setiap



makanan lunak dan lembut, biskuit, atau



individu setelah terapi. Menghindari asupan



roti. Berikan cairan 1 jam sebelum atau 1



cairan selama makan dapat mencegah rasa



jam setelah makan



kenyang terlalu cepat



 Kontrol faktor lingkungan seperti bau



Dapat menstimulasi mual dan muntah



yang menyengat dan bising yang mengganggu. Hindari makanan yang terlalu manis, berlemak, dan pedas  Anjurkan klien untuk menggunakan



3.



Cemas



 Dapat



Berhubungan dengan:



mengungkapkan



 Krisis situational –



perasaan dan



cancer



Dapat mengurangi rasa mual dan



teknik relaksasi, visualisasi, guided



memungkinkan klien untuk meningkatkan



imagery, sebelum makan



asupan makanan per oral



 Dorong klien untuk mengutarakan perasaan dan pikirannya



Memberikan kesempatan untuk menilai rasa cemas yang realistis



No.



Diagnosa Keperawatan  Ancaman atau perubahan pada



Tujuan mengurangi rasa cemas



kesehatan, status sosial



 Merasa lebih rileks



ekonomi, fungsi peran,



 Menunjukkan



pola interaksi  Ancaman terhadap kematian



penggunaan



Intervensi  Atur kontak dengan klien. Berbicara dengan klien menggunakan teknik



Rasional Meyakinkan klien bahwa klien tidak sendiri dan tidak dikucilkan



sentuhan, jika diperlukan  Diskusikan penggunaan strategi koping



Kemampuan koping klien umumnya akan



mekanisme koping



yang biasa digunakan klien dalam



menurun setelah diagnosa dan selama fase



efektif



menghadapi cemas



perawatan



 Perpisahan dengan keluarga – hospitalisasi, perawatan



 Berikan informasi yang akurat dan konsisten mengenai diagnosis dan



Dapat menguangi kecemasan dan memungkinkan klien membuat keputusan



prognosis.  Berikan kesempatan pada klien untuk



Memahami perasaan yang sedang dirasakan



mengekspresikan rasa marah, takut, dan



memungkinkan klien menerima situasi yang



putus asa tanpa menentangnya. Berikan



dihadapinya saat ini



informasi bahwa perasaan tersebut normal dan diekspresikan secara tepat  Jelaskan prosedur, berikan kesempatan untuk bertanya dan menjawab secara jujur.



Memungkinkan klien menerima situasi yang dihadapinya saat ini



No.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan



Intervensi  Amati adanya penggunaan koping yang



Rasional Adanya koping yang tidak efektif akan



tidak efektif pada klien seperti menarik



memaksimalkan fungsi keluarga klien untuk



diri dari interaksi sosial,



membantu klien menggunakan koping efektif



ketidakberdayaan, dan putus asa  Dorong klien untuk berinteraksi dengan



Mengurangi perasaan terisolasi. Dukungan dari



support sistemnya seperti konselor,



luar juga penting untuk klien selain dukungan



pembimbing spiritual, dan komunitas



dari keluarga sendiri.



penderita kanker



DAFTAR PUSTAKA



Culliford, A. and Alexes Hazen. 2007. Dermatology for plastic surgeons. In: Grabb and Smith’s plastic surgery. 6th edition. p.111-2 Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC Corwin , Elizabeth J . 2000 . Buku : Saku Patofisiologi . EGC . Jakarta Graham ,R. 2005 .Lecture Note on Dermatologi. Ed. 8.Jakarta :Erlangga Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta :Erlangga Sjamsudidayat ,R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 1999. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 3. Jakarta: FK UI Wong CS, Strange RC, Lear JT. Basal cell carcinoma [Online]. 2009. Available from: URL:http://bmj.bmjjournals.com/cgi/contaent/full/327/7418/794. Diakses tanggal 18 September 2017 20:45 Berman, K. MD, PhD, Associate. 2008. Basal cell carcinoma [Online] Available from:URL: /das/journal/view/0/N/15119303?issn=&source=MI. September 2017 20:45



Diakses



tanggal



18