Binatang Halal Dan Haram [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BINATANG YANG HALAL DAN YANG HARAM 09:59 Yusuf A. BINATANG YANG HALAL



Binatang yang halal artinya binatang yang boleh dimakan menurut hukum syariat Islam. Secara garis besar binatang yang halal dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:



1.



Binatang yang Hidup di Laut/Air



Semua binatang yang hidup di laut atau di air adalah alal untuk dimakan baik yang ditangkap maupun yang ditemukan dalam keadaan mati (bangkai), kecuali binatang itu mengandung racun atau membahayakan kehidupan manusia.



Halalnya binatang laut ini berdasarkan dalil-dalil berikut:



Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 96



Artinya:



Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam



ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (Q.S. Al-Maidah [5]:96)



Hadits Nabi Saw:



Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasululla Saw bersabda: mengenai laut bahwa laut itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR. Imam Empat)



Sabda Rasulullah Saw:



”Dilahalalkan bagi kita (makan) da macam bangkai dan dua macam darah, yaitu bangkai ikan dan bangkai belalang dan dua darah ialah hati dan limpa” (HR. Daruqthni)



2.



Binatang yang Hidup di Darat



Tidak semua binatang darat itu halal, tetapi ada sebagian binatang yang haram menurut hukum Islam. Artinya binatang itu tidak boleh diakan karena adanya larangan dari syariat. Binatang darat yang halal dimakan ialah:



a)



Binatang ternak, seperti: kerbau, sapi, unta, kambing, domba dan lain-lain.



b)



Kuda, kijang, menjangan, himar liar, kelinci, burung-burung kecil, dan lain-lain.



Dalil yang digunakan sebagai landasan hukumnya adalah sebagai berikut:



Firman Allah:



Artinya:



Dan dia Telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. (Q.S.



An-Nahl



[16]:5)



Dalam ayat lain, Allah berfirman:



Artinya:



(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggubelenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Al-A’raaf [7]:157)



Dari ayat di atas jelaslah bahwa semua jenis binatang dari yang diternak adalah halal, kecuali yang buruk atau yang dijelaskan keharamannya dalam al-Qur’an atau al-Hadits.



B. BINATANG YANG HARAM



Binatang yang diharamkan ialah binatang yang tidak boleh dimakan berdasarkan hukum syariat Islam. Binatang yang haram ini telah dijelaskan di dalam al-Qur’an maupun al-hadits. Oleh kerena itu, kita tidak boleh menghalalkan yang telah diharamkan atau sebaliknya mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan.



Macam-macam binatang haram adalah sebagai berikut:



1.



Binatang yang diharamkan dalam penjelasan Al-Qur’an



a.



Binatang yang disebutkan pada al-Qur’an surah al-Maidah ayat 3:



Artinya:



Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Maidah [5]:3)



Dalam ayat tersebut terdapat 10 jenis makanan yang jelas-jelas telah dilarang oleh Allah Swt, yaitu:



1) 2)



Bangkai



Darah



3)



Daging babi



4)



Daging binatang yang disembelih atas nama selain Allah



5)



Binatang yang dicekik



6)



Binatang yang dipukul



7)



Binatang yang jatuh



8)



Binatang yang ditanduk



9)



Binatang yang telah dimakan binatang buas



10) Binatang yang disembelih untuk berhala



b.



Binatang yang kotor/keji



Berdasarkan Firman Allah:



Artinya:



(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Al-A’raaf [7]:157)



c.



Himar kampung/jinak dan gighal (okulasi kuda dan himar/keledai)



Allah berfirman:



Artinya:



Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (An-Nahl [16]: 8)



2. a.



Binatang yang Diharamkan Menurut Penjelasan al-Hadits



Binatang buas/bertaring, seperti: Harimau, Srigala, anjing, kucing, kera, dan lainlain. Bersarkan sabda Rasulullah Saw:



Tiap-tiap binatang buas yang mempunyai tarig adalah aram dimakan. (H.R. Muslim dan at-Turmidzi)



b.



Burung yang berkuku tajam, seperti elang, garuda, nuri, dan lain-lain.



Larangan memakan burung berkuku jam ini didasarkan sabda Rasulullah Saw: Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim)



c.



Binatang yang diperintahkan supaya dibunuh



Ada lima binatang yang diperintahkan untuk dibunuh karena termasuk binatang yang merusak dan membahayakan, berdasarkan hadits berikut: “Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya



dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, gagak, tikus, anjing hitam (gila), burung elang.” (HR. Muslim)



d.



Binatang yang dilarang untuk dibunuh



Ada empat macam binatang yang dilarang dibunuh. Binatang tersebut telah tersebut dalam hadits berikut: “Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad.” (HR Ahmad)



Katak, berdasarkan beberapa pendapat juga termasuk jenis hewan yang dilarang dibunuh karena sering digunakan sebagai obat.



e.



Binatang yang hidup di 2 (dua) alam



Sejauh ini belum ada dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.



Berikut contoh beberapa hewan hidup di dua alam dan hukum memakannya:



1)



Kepiting: hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.



2) Kura-kura dan penyu: juga halal sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat AlMushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).



3) Anjing laut: juga halal sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).



4)



Katak/kodok; hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang rajih



karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.



5)



Buaya; termasuk hewan yang haram karena memiliki taring yang kuat.



Hewan Halal dan Haram 1. Binatang yang dihalalkan Setiap zat adalah halal,kecuali jika ada larangan dari agama atau ada sesuatu yang mendatangkan madharat.demikian pula segala binatang pada dasarnya halal,kecuali ada larangan terhadap bintang tertentu yang di haramkan karena adanya pengecualian. Sabda Rasulullah SAW : “yang halal adalah apa-apa yang di bolehkan allah dalam kitab-nya.dan yang haram adalah apa-apa yang di larang allah dalam kitab-nya,dan apa yang tidak di terangkannya maka itu yang termasduk yang d maafkan sebagainkemudahan bagimu” (h.r ibnu majah dan at-tirmizi) Secara garis besar binatang yang halal dimakan dagingnya ada dua macam yaitu binatang yang hidup di drat dan hidup di air,kecuali bintang-binatang yang sudah jelas di haramkan oleh syara’ (hukum islam). a. Binatang darat binatang darat yang halal untuk dimakan banyak macamnya ,misalnya sapi,unta,kerbau,kuda,ayam,bebek,kelinci dan seagainya.karena bintang tersebut termasuk binatang ternak yang di halalkan,tidak menjijikan,tidak kotor dan tidak membahayakan bagi orang yang memakanya . b. Binatang air (laut) semua binatang yang hidupnya di air adalah halal,baik yang berupa ikan maupun bukan, yang mati karena penyebab tertentu maupun yang mati sendiri.untuk binatang yang menyerupai binatang haram seperti anjing laut,babi laut sebagian ulama mengharamkanya .allah bberfirman dalam surat al-ma-idah ayat 96 yang bebunyi : “dihalalkan bagimu bintang laut (sungai,danau,kolam dan sebagainya)dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.dan bagi orang-orang yang dalam



perjalanan;dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat,selama kamu dalam ihram.dan bertakwalah kepada allah yang kepada-nyalah kamu akn di kumpulkan. 2. Binatang yang diharamkan Selain binatang yang halal ada juga bintang yang haram untuk di makan.adapun jenis-jenis yang di haramkan sebagai berikut. a. di haramkan karena nas (sesuai al-qur’an dan hadis),contohnya : keledai,babi, anjing,binatang buas yang bertaring dan berkuku tajam. Sabda Rasulullah SAW : “dari ibnu abbas r.a. berkata rasulullah saw ,telah melarang memakan bintang bertaring dari jenis bintang buas dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeramnya” (h.r. muslim) b. haram karena kita diperintahkan untuk membunuhnya yaitu ular,burung gagak,tikus,anjing buas dan burung elang. Sabda Rasulullah SAW : “lima macam binatang yang jahat hendaklah di bunuh, baik di tanh halal maupun di tanah hara,yaitu ular,burung gagak,tikus,anjing buas dan burung elang” (h.r. muslim) C. di haramkan karena di larang untuk membunuhnya yaitu semut,lebah,burung hud-hud,dan burung hantu. Sabda Rasulullah SAW : “dari ibnu abbas r.a. nabi muhammad saw.telah melarang membunuh empat macam binatang yaitu semut,lebah,burung hud-hud dan burung hantu (sardi) (h.r ahmad dan lainya) D . di haramkan karena menjijikan atau kotor. Sebagian para ulama menyebutnya hasyarat,yaitu binatang bumi yang kecil-kecil dan kotor , misalnya ulat,kutu anjing,cacing,lalat,laba-laba,nyamuk,kumbang,belatung dan sejenisnya. Allah menjelaskan di dalm surah al-araf ayat 157yang bebunyi : “dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” Untuk binatang yang hidup di dua alam kebanyakan para ulama mengharamkanya seperti buaya,kodok,keong,kura-kura,bekicot dan lain-lain. Selain bintrang di atas ad beberapa mcam makanan yang berasal dari bintang dan haram untuk di konsumsi sesuai dengan firman allah dalam surah al ma-idah ayat 3 yang berbunyi : “telah diharamkan atas kamu bangkai,darah,dging babi,binatang yang di sembelih bukan karena allah,yang (mati)karena di cekik,di pukul karena jatuh dari atas,karena di



tanduk,karena di makn oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang di sembelih untuk berhala. dari ayat dia atas dapat disimpulkan bahwa binatang yang haram,antara lain berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Bangkai yaitu binatang yang bmati bukan karena di sembelih atau di buru oleh manusia. Darah. Daging babi. Hewan yang di sembelih tanpa menyebut nama allah. Hewan yang mati karena di tanduk. Hewan yang mati karena jatuh dari atas Hewan yang mati karena di pukul. Hewan yang mati karena tercekik. Hewan yang di sembelih untuk berhala. Hewan yang mati karena di terkam binatang buas.



3. Penyembelihan binatang Penyembelihan binatang ada dua macam, yaitu penyembelihan secara tradisional dan mekanik. Penyembelihan secara tradisional biasanya dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti pisau atau parang. Jika penyembelihan secara mekanik dilakukan dengan mesin atau alat pemotong yang tajam dan telah memenuhi syarat dan rukun penyembelihan maka halal untuk dimakan. Sabda rasulullah saw : “sesuatu yang mengalirkan darah dan yang di sembelih menyebut nama Allah makanlah olehmu, terkecuali gigi dan kuku (sebagai alat penyembelihnya) (H.R bukhari muslim) Agar binatang yang di sembelih halal untuk dimakan, maka perlu memperhatikan syaratsyarat dan rukun-rukunya yang baik. Rukun penyembelihan binatang 1. 2. 3. 4.



Ada orang yang menyembelih. Ada binatang yang di sembelih. Ada alat untuk menyembelih. Menyebut asma allah sebelum menyembelih.



Syarat penyembelihan binatang 1. Penyembelihan harus orang muslim. 2. Binatang yang di sembelih di syaratkan



1)



di sembelih di lehernya hingga putus urat lehernya.



2)



Hewan yang di sembelih masih hidup dan halal dimakan



3. Alat untuk menyembelih harus tajam



4. Manfaat binatang yang halal Allah berfirman di dalam surah al-baqarah 172 untuk memakan makanan yang halal. Ayat tersebut berbunyi : “hai orang-orang beriman , makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada allah, jika benar-benar kepada-nya kamu menyembah.” Manfaat mkan bibatang yang halal antara lain menyehatkan badan dan terpenuhinya kebutuhanzat gizi,meningkatkan kesucian jiwa ,terhindar dari penyakit dan mendorong untuk bersyukur kepada Allah Swt. 5. Mudharat (bahaya) binatang yang Diharamkan Mudharat binatang yang di haramkan,antara lain menjauhkan diri dari rahmat allah, tertolak doanya,mendorong untuk melakukan perbuatan negatif,dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit, dan dilarang menggunakan obat dari hewan yang haram . sabda rasulullah yang berbunyi : “sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya,dia menjadikan setiap penyakit ada obatnya ,maka berobatlah kamu,tetapi jangan berobat dengan sesuatu yang diharamkan (H.R Abu Daud)” B . Menghindari makanan yang bersumber dari bintang yang dinharamkan Makanan dapat mempengaruhi pola pikir seseorang,apabila presentase yang di makan itu halal maka akan muncul kreativitas dan pikiran-pikiranyang positif.akn tetapi sebaliknya apabila presentasi yang di konsumsi lebih banyak makanan yang haram tentu akan menimbulkan pikiran-pikiran dan perilaku yang negatif. Makanan yang bersumber dari bintang yang di haramkan akn memiliki banyak mudarat bagi manusia contohnya daging babi,terdapat cacing pita yang berbahaya,mengandung lemak yang cukup tinggi, darahnya banyak mengandung kuman dan racun yang dapat merusak kesehatan dan membahayakan kehidupan Supaya terhindar dari makanan dan minuman yang haram, perlu langklah-langkah untuk mengantisipasinya ,antara lain berikut 1. Selektif terhadap makanan yang akan di konsumsi. 2. Waspada terhadap makanan yang bersumber dari binatang 3. Mencari informasi tentang makanan yang bersumber dari bintang yang diharamkan baik dari surat kabar,buku ataupun internet.



4. JENIS-JENIS HEWAN YANG HALAL DAN HARAM DIMAKAN SERTA MAKANAN YANG BERSUMBER DARI BINATANG YANG DIHARAMKAN 5. 6. A. Binatang yang Dihalalkan 7. Binatang yang dihalalkan adalah binatang yang diperbolehkan untuk dikonsumsi dagingnya oleh manusia, khususnya bagi orang-orang beriman. Jenis binatang yang dinyatakan tegas halal dalam A1-Qur’an adalah binatang ternak, binatang buruan, dan binatang yang berasal dan laut. 8.



9. Binatang ternak dihalalkan berdasarkan firman Allah swt. dalam Surat Al Ma’idah Ayat 1 yang artinya “Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu …”. Binatang yang dihalalkan adalah binatang buruan dan makanan yang berasal dan laut. Hal berdasarkan firman Allah swt. dalam Surat AlMä’idah Ayat 96 yang artinya “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dan laut sebagai makanan yang lezat hagimu dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. (Q.S. A1-M’idah: 96) 10. Jenis binatang yang halal berdasarkan hadis, antara lain ayam, kuda, keledai liar, kelinci, dan belalang. Perhatikan Hadist Rasullah berikut ini 11. 12. 1) DariAbu Musa r.a., ia herkata, “Aku pernah melihatNahi saw. makan (daging) ayam.” (H.R. Bukhari dan Tirmizi) 13. 2) DariAsma bintiAhu Bakar r.a., ia berkata, “Di zaman Rasulullah saw, kami pernah menyembelih kuda dan kami memakannya.” (Muttafaq ‘Alaih) 14. 3) Abu Qatadah ra. tentang kisah keledai liar. Nabi saw. makan sebagian dan daging keledai itu. (Muttafaq ‘Alaih) 15. 4) Dan Anas r.a. dalam kisah kelinci, ia berkata, “Ia menyembelihnya, lalu dikirimkan daging punggungnya kepada Rasulullah saw., lalu heliau menerimanya.” (Muttafaq ‘Alaih). 16. 5) Dari lbnuAbiAufa r.a., ia berkata, “Kami herperang bersamaRasulullah saw. Tujuh kali perang. Kami memakan belalang.” (Muttafaq ‘Alaih) 17. 18. Dalam hukum Islam, semua jenis binatang yang tidak ditegaskan tentang keharamannya, berarti halal untuk dimakan. Akan tetapi, kita dalam memperoleh daging yang halal, tentu harus menyembelihnya terlebih dahulu, kecuali belalang dan ikan. Binatang yang mati bukan karena disembelih termasuk bangkai dan hukumnya haram. 19. Dalam menyembelih pun tidak asal mematikan binatang begitu saja, tetapi harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan syarak. Apabila cara menyembelihnya salah, mengakibatkan binatang yang sebenarnya halal dapat berubah menjadi haram. Adapun yang dimaksud menyembelih adalah memutuskan jalan makan, minum, jalan napas, dan urat nadi pada leher binatang yang disembelih dengan alat tertentu sesuai dengan ketentuan syarak. 20. Orang yang menyembelih binatang harus memenuhi syarat-syaratnya. Syarat- syarat itu adalah sebagai berikut 21. 1) Beragama Islam, penyembelihan yang dilakukan oleh orang kafir atau orang musyrik, hukumnya tidak sah Oleh karena itu daging binatang yang disembelih tersebut hukumnya haram. 22. 2) Berakal sehat, penyembelihan yang dilakukan oleh orang yang gila atau mabuk, hukumnya tidak sah. Oleh karena itu, daging binatang yang disembelih tersebut hukumnya haram. 23. 3) Mumayiz, artinya sudah dapat membedakan antara yang benar dan salah. Penyembelihan yang dilakukan oleh anak-anak, tidak sah. 24. 25. Selain itu, Binatang yang hendak disembelih harus memenuhi syarat sebagai berikut. 26. • Binatang yang akan disembelih benar-benar masih dalam keadaan hidup. 27. • Binatang yang akan disembeh binatang yang halal hukumnya. 28. 29. 30. Adapun Syarat-Syarat Alat Penyembelihan, adalah sebagai berikut:



31. 1) tajam; 32. 2) tidak runcing dan tidak tumpul; 33. 3) terbuat dan besi, baja, batu, bambu, atau kaca; 34. 4) bukan kuku, gigi, atau tulang. 35. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.yang artinya “Sesuatu yang dapat men gucurkan darah dan yang disembelih dengan menyebut nama Allah maka makanlah, kecuali dengan menggunakan gigi dan kuku. (H.R. Bukhari dan Muslim) 36. 37. Dalam Penyembelihan. Ada beberapa hal yang disunahkan dalam menyembelih, antara lain 38. a. menghadap kiblat; 39. b. menyembelih pada pangkal leher; 40. c. menggunakan alat yang tajam; 41. d. mempercepat dalam menyembelih; 42. e. melepaskan tali pengikat setelah disembelih; 43. f. berlaku baik dalam menyembelih, tidak kasar, dan tidak lamban. 44. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.yang artinya: “Sesungguhnya Allah menetapkan supaya berbuat baik terhadap sesuatu. Apahila kamu memhunuh, bunuhlah dengan baik. Apabila kamu hendak menyembelih, sembelihlah dengan baik, dan hendaklah memperta jam pisaunya serta memherikan kesenangan terhadap binatang yang disembelih.” (H.R. Muslim) 45. 46. Menyembelih binatang, seharusnya pada bagian leher karena jalan napas, jalan makan dan minum, serta urat nadi terletak pada leher. Meskipun demikian, binatang yang liar dan sulit untuk disembelih pada bagian lehernya, misalnya jatuh ke lubang atau ke sumur dalam posisi kepala di bawah atau sulit ditangkap, dapat disembelih dengan cara melukai bagian tubuh yang dapat mematikannya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.yang artinya: “Dari Abu Usvra ,dart ayahnya, ia berkata bahwaRasuluilah saw. ditanya, Apakah tidak ada penyembehhan itu selain di kerongkongan dan di leher? Beliau bersabda, “Kalau kamu tusuk pahanya. niscaya memadailah itu.” (H.R. Tirmizi) 47. 48. Ada dua cara dalam menyernbelih binatang, yaitu secara tradisional dan secara mekanik. 49. a. Cara Menyembelih Binatang secara Tradisional 50. Adapun menyembelih binatang secara tradisional adalah sebagai berikut. 51. 1) Menyiapkan peralatan untuk menyembelih dan binatang yang akan disembelih. 52. 2) Hewan yang akan disembelih dibaringkan ke kiri sehingga menghadap kiblat. 53. 3) Lehemya diletakkan di atas lubang penampungan darah yang sudah disiapkan terlebih dahulu. 54. 4) Kaki-kaki binatang yang akan disembelih diikat atau dipegang kuat-kuat, kepalanya ditekan ke bawah agar tanduknya menancap ke tanah. 55. 5) Mengucapkan basmalah, kemudian alat penyembelih yang sudah disiapkan langsung digoreskan pada leher binatang yang disembelih sehingga jalan makan, minum, dan nafas, serta kedua urat nadi kanan dan kiri leher putus. 56. 6) Kemudian, tali pengikat pada binatang tersebut dilepaskan agar memudahkan dan mempercepat kematiannya. 57. b. Cara Menyembelih Binatang secara Mekanik



58. Menyembelih binatang secara mekanik merupakan cara yang modem dan sah hukumnya. Penyembelihan seperti ini lebih cepat sehingga binatang yang disembelih tidak merasakan sakit berkepanjangan. 59. 60. 61. B. Binatang yang dharamkan 62. Binatang yang diharamkan itu disebabkan empat hal, yaitu karena nasAl-Qur’an dan hadis, karena diperintah membunuh, karena dilarang membunuh, dan karena menjijikkan. 63. 1. Haram karena Nas AI-Qur’an atau Hadist 64. Binatang yang haram karena nas dalam Al-Qur’an atau hadis, antara lain 65. a. babi; 66. b. khimar jinak (keledai); 67. c. binatang buas atau binatang bertaring; 68. d. burung yang berkuku tajam dan berparuh kuat; 69. e. binatang jalalah (binatang yang sebagian besar makanannya adalah kotoran). 70. Babi diharamkan berdasarkan firman Allah swt. dalam SuratAl-M’idahAyat 3 yang artinya “Diharamkan bagi kamu (memakan) bangkai, darah, daging babi.” 71. 72. Khimar jinak diharamkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Yang artinya: Dan Jahir bahwa Nahi Muhammad saw. telah melarang memakan daging khimar jinak. (H.R. Bukhari dan Muslim) 73. 74. Binatang buas yang bertaring, seperti kucing, singa, harimau, beruang, serigala, dan anjing diharamkan berdasarkan sabda Rasulullah saw. Yang artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Tiap-tiap hinatang buas yang mempunyai taring haram dimakan. (H.R. Muslim dan Tirmizi) 75. Burung buas yang berkuku tajam untuk berburu, seperti elang dan rajawali diharamkan berdasarkan sabda Rasulullah saw. Baca dan pahamilah sabda Rasulullah saw. Yang artinya: “Rasulullah saw. melarang (memakan) tiap-tiap burung yang mempunyai kuku tajam.”(H.R. Muslim) 76. 77. Jalalah adalah binatang yang makanannya sebagian besar kotoran yang najis. Binatang itu diharamkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang artinya Dan Ibnu Umar r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. melarang memakan binatangjalalah (binatang pemakan kotoran) dan melarang pu/a meminum susunya.” (H.R.Ibnu Majah) 78. Binatang yang diharamkan karena kita diperintah supaya membunuhnya, antara lain 79. a) ular; 80. b) burunggagak; 81. c) burung elang; 82. d) tikus; 83. e) anjing gila. 84. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang artinya “Lima macam binatang yang semua merusak dan hendaklah dibunuh, baik di tanah halal maupun di tanah haram; (yaitu) ular; burung gagak, tikus, anjing gila, dan hurung elang. (H.R. Muslim) 85. 86. Ada beberapa binatang yang diharamkan karena kita dilarang membunuhnya, yaitu semut, lebah madu, burung hud-hud, dan burung suradi. Hal itu dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad yang artinya: Dan Ibnu A bhas, Nabi saw. telah



melarang membunuh empat macam binatang, (yaitu) semut, lehah, hurung hud-hud, dan burung suradi. (H.R. Ahmad) 87. 88. Selian itu, ada pula binatang yang diharamkan karena menjijikkan keadaannya, seperti belatung, pacet, cacing, dan lintah. Baca dan pahamilah firman Allah swt. Yang Artinya: “Dan (Allah) men ghalalkan bagi mereka sega/a yang balk dan men gharamkan bagi mereka sega/a yang buruk .... (Q.S. A1-A’raf: 157) 89. Selain binatang yang diharamkan karena empat hal tersebut, ada juga hinatang yang asalnya halal menjadi haram karena sebab-sebab tertentu. Binatang-binatang tersebut adalah 90. a. disembelih dengan menyebut selain nama Allah swt.; 91. 92. b. mati tercekik; 93. c. terpukul atau tertabrak kendaraan; 94. d. karenajatuh; 95. e. karena ditanduk binatang lain; 96. f. karena diterkam binatang buas; 97. g. disembelih untuk berhala. 98. 99. Hal tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Mã’idah Ayat 3. yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala .... (Q.S. A1-Mã’idah: 3)



A. Binatang yang halal Bin atang yang dihalalkan ialah binatang yang boleh dikonsumsi dagingnya oleh manusia khususnya bagi orang orang yang beriman. Binatang yang halal adalah sbb : 1. Binatang halal berdasarkan dalil umum dari Al Qur’an dan Hadis. Dalil umum yang dimaksud di sini a dalah dasar yang diambil dari Al Quran dan Hadis yang menunjukkan helallnya binatang secara umum. Yang termasuk jenis binatang halal berdasarkan dalil umum adalah :



a. Binatang ternak darat. Jenis jenis b inatang ternak darat seperti: kambing, domba, sapi, ker bau dan unta . firman Allah:



                



                Artinya: ... dihalalkan bagimu binatang ternak ... (QS. Al Maidah : 1) b. Binatang laut (air) Semua binatang yang hidupnya di dalam air baik berupa ikan atau lainnya, kecuali yang menyerup ai binatang haram seperti anjing laut , menurut syariat Islam hukumnya halal dimakan.



     



                               



                               Artinya :”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari



la ut yang lezat bagimu dan orang orang yang sedang dalam perjalanan ...”.(QS. Al Maidah : 96) 2. Binatang halal berdasarkan dalil khusus . Yang dimaksud dengan dalil khusus adalah dalil yang langsung menyebut jenis binatang tertentu. Yang termasuk jenis binatang halal yang langsung disebut melalui dalil tertentu adalah : SMPN 3 Baradatu/ PAI/ VIII.2/2009 2010



1) Kuda Kuda merupakan binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :



‫ن ح ز ن ا‬ ‫ع لﹶى ع ه د ر س و لﹸ اللﹼه‬ ‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه و س َّل م‬ ‫فﹶر س ا فﹶ‬ ‫أﹶكﹶلﹾن اه‬ ) ‫رواه البخاري ومسلم‬ ( Artinya : “Pada zaman Rasulullah kami pernah menyembelih kuda dan kami memakannya” (HR. Bukhari dan Muslim) 2) Keledai Liar Keledai yang masih l



iar termasuk binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :



‫ﹺي‬ ِ ‫الن ب‬



‫ف ي ق ص ة الﹾ‬ ‫ح م ارﹺ الو ح شﹺ فﹶأﹶكﹶلﹶ م ن ه‬ ‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه و س َّل م‬



) ‫رواه البخاري ومسلم‬ ( Artinya : “Tentang kisah keledai liar, maka Nabi SAW makan sebagian dari daging keledai itu”. (HR. Bukhari dan Muslim). 3) Ayam Ayam juga termasuk binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :



‫ر اﹶي ت‬ ‫ﹺي‬ ِ ‫الن ب‬ ‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه و‬ ‫س َّل م‬ ‫ي أﹾكﹸلﹸ د ج اجاﹰ‬ ) ‫رواه البخاري ومسلم‬ ( Artinya : “Pernah aku melihat Nabi SAW makan daging ayam” (HR. Bukhari dan Tirmizi) 4) Belalang Belalalng merupakan binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini :



‫ر س و لﹸ اللﹼه‬



‫غﹶز و ن ا م ع‬



‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه و س َّل م‬ ‫س ب ع غﹶز و ات فﹶاﹶكﹶلﹶ الﹾج ر د‬ ‫)‬ ‫رواه البخاري ومسلم‬ ‫(‬ ‫‪Artinya : “Kami berperang bersama Rasulullah SAW tujuh kali perang,‬‬ ‫‪kami‬‬ ‫‪memakan‬‬ ‫)‪belalang” (HR. Bukhari dan Muslim‬‬ ‫)‪5‬‬ ‫‪K‬‬ ‫‪elinci‬‬ ‫‪Dalam‬‬ ‫‪salah satu hadis dijelaskan‬‬



‫اﹶن سﹺ‬



‫ع ن‬ ‫ب‬ ‫نﹺ م ال ك ر ض ي‬ ‫اللﹼه ع‬ ‫ن ه قﹶالﹶ‬ ‫‪:‬‬ ‫م ر ر ن ا فﹶاس ت ن فﹶه ن ا اﹶر ن ب ا‬ ‫ﹺ َّ‬ ‫الظ ه ر ان‬ ‫بﹺم ر ّ‬ ‫فﹶس ع و ا ع لﹶي ه‬ ‫فﹶلﹶغ ب و ا‬ ‫قﹶالﹶ فﹶس ع ي ت ح ت ى اﹶد ر كﹾـت ه ا‬ ‫فﹶأﹾ‬ ‫ت ي ت بﹺه ا اﹶب ا طﹶلﹾح ةﹶ فﹶد ب ح ه ا‬ ‫فﹶب ع ثﹶ بﹺو رﹺك ه ا و فﹶخ ذﹶي ه ا‬ ‫ا لﹶى‬ ‫ر س و لﹸ اللﹼه‬ ‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه و س َّل م‬ ‫فﹶاﹶت ي ت بﹺه ا‬



‫و س َّل م‬



‫ر س و لﹸ اللﹼه‬ ‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه‬ ‫فﹶقﹶبﹺلﹶه‬



) ‫رواه البخاري ومسلم‬ ( Artinya : Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: Ketika kam i berjalan melalui Daerah az Zahran tiba tiba kami dikejutkan oleh seekor kelinci lalu kami mengejarnya sehinggga penat. Ia berkata lagi: Aku telah mengejarnya sehingga dapat menangkapnya. Aku pun membawanya kepada Abu Talhah lalu beliau menyembelihnya. Be liau mengirimkan kaki dan kedua pahanya kepada Rasulullah s.a.w lalu aku pun membawanya kepada Rasulullah s.a.w dan baginda menerimanya (HR Bukhari dan Muslim) SMPN 3 Baradatu/ PAI/ VIII.2/2009 2010



B. Binatang yang H aram Umat Islam dapat mengetahui tentang haramnya suatu binatang melalui tig a hal, yaitu : 1. Melalui dalil umum, yaitu : dalil yang hanya menyebut sifat binatang, sehingga haram dikonsumsi oleh umat Islam.



Ada tiga jenis binatang yang haram berdasarkan dalil umum karena memiliki sifat yang dikhawatirkan sangat mudah beralih pada dir i manusia. Ketiga jenis sifat binatang tersebut adalah : a)



Memiliki sifat buas dan bertaring, seperti : harimau, macan tutul, anjing, beruang. Nabi bersabda :



‫كﹸل ذ ي ن ا‬ ‫سب‬ ّ ِ ‫بﹴ م ن ال‬ ‫اعﹺ‬ ‫ح ر ام‬ ) ‫رواه البخاري ومسلم‬ ( Artinya : “Setiap binatang buas yang bertaring, haram dimakan” (HR. Muslim dan Turmuzi) b)



Setiap binatang yang berkuku tajam, seperti : burung rajawali, burung elang, burung kakatua, dan burung h antu. Nabi bersabda



‫ن ه ا الن بﹺي‬ ‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه و س َّل م‬ َّ ‫الط ي رﹺ‬ ‫ع ن كﹸلﹺ ِّ ذ ي م ح لﹶبﹺ م ن‬ ) ‫رواه مسلم‬ ( Artinya : “Rasulullah telah melarang (memakan) setiap burung yang berkuku tajam” (HR. Muslim). c)



Setiap binatang pemakan kotoran, se perti : lalat, nabi bersabda :



artinya : “Dari Ibnu Umar r.a berkata, “Rasulullah SAW melarang memakan binatang jalalah (binatang pemakan kotoran) dan meminum susunya” (HR. Arba’ah kecuali Nasai). Termasuk juga dalam kategori binatang ini adalah binatang binatang yang kotor dan secara umum menjijikkan, seperti : tungau, kutu, kecoa, dan sejenisnya . Allah berfirman :



                       



                               



      Artinya : “Dan dihalalkan bagi mereka segala yang baik dan diharamkan ba gi mereka segala yang jelek (buruk)” (QS. Al A’raf : 157)



2. Melalui dalil khusus yaitu, dalil yang langsung menyebut haramnya jenis binatang tertentu. Ada tujuh jenis binatang yang haram dimakan oleh umat Islam karena masing masing disebut oleh dalil yang melarangnya. Ketujuh jenis binatang itu adalah : a) Daging babi Allah berfirman :



Artinya : “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, dan daging babi ... (Al Maidah :3) b) Khimar atau keledai jinak Nabi bersabda yang artinya : “Nabi telah melarang makan daging khimar jinak da n mengijinkan daging kuda” (HR. Bukhari dan Muslim) c) Dilarang membunuhnya, seperti : burung suradi, katak, semut, dan burung hud hud.



Nabi bersabda SMPN 3 Baradatu/ PAI/ VIII.2/2009 2010



‫ع ن اﹶ‬ ‫بﹺي ه ر ي ر ةﹶ‬ ‫قﹶالﹶ ن ه ى ر س و لﹸ اللﹼه‬ ‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه و س َّل م‬ ‫ع ن قﹶت لﹺ الص ر د و‬ ‫الضّ فﹾد عﹺ‬ ‫و الن م لﹶة‬ ‫و الﹾه د ه د‬ ) ‫رواه احمد‬ ( artinya : “Rasulullah telah melarang membunuh burung suradi, katak, semut, dan burung hud hud” (HR. Ahmad) d) Disuruh membunuhnya, seperti: burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus, dan anjing liar . Nabi bersabda



‫فﹶ‬



‫ﹺ كﹸل ه ن‬ ّ ‫الد و اب‬



‫خ‬ ‫ـ‬ ‫م‬ ‫س‬ ‫م ن‬ ‫اس‬



‫ق‬ ‫ي‬ ‫ـ‬ ‫قﹾ‬ ‫ـ‬ ‫ت‬ ‫ـ‬ ‫لﹾ‬ ‫ن‬ ‫ف‬ ‫ي الﹾ‬ ‫ح‬ ‫ل ِّ‬ ‫ﹺ‬ ‫و‬ ‫الﹾ‬ ‫ح‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫مﹺ‬ ‫الﹾ‬ ‫غ‬ ‫ر‬ ‫ب‬ ‫و‬ ‫الح ِ‬ ‫ﹾ‬ ‫د‬



‫اﹶ‬ ‫ةﹸ‬ ‫و‬ ‫الﹾ‬ ‫ع قﹾ‬ ‫ر‬ ‫ب‬ ‫و‬ ‫الﹾ‬ ‫فﹶ‬ ‫أﹾ‬ ‫ر‬ ‫ةﹸ‬ ‫و‬ ‫الﹾ‬ ‫كﹶ‬ ‫لﹾ‬ ‫ب‬ ‫الﹸ‬ ‫ع‬ ‫قﹸ‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫)‬ ‫رواه البخاري ومسلم‬ ‫(‬ ‫‪artinya : “Lima binatang jahat yan‬‬



g disu r h mem bunuhnya adalah burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus, dan anjing liar” (HR. Muslim) e) Katak Nabi bersabda :



ٍ‫ض فﹾد ع ا ف ي د و اء‬ ‫و س َّل م‬



‫اﹶ َّن طﹶبﹺي ب ا ذﹶكﹶر‬ ‫ع ن د‬ ‫ر س و لﹸ اللﹼه‬ ‫ص َّل ى اللﹼه ع لﹶي ه‬ ‫فﹶن ه ى‬ ‫ر س و لﹸ اللﹼه‬ ‫ص َّل ى اللﹼه‬ ‫ع لﹶي ه و س َّل م‬ ‫ع ن قﹶت ل ه‬



) ‫رواه النسائى‬ ( Artinya : “Sesungguhnya seorang tabib bertanya kepada Rasulullah tentang katak untuk keperluan obat,Rasulullah melarang membunuhnya” ( HR. An Nasai ) C. Binatang yang tidak jelas hukumnya antara halal dan h aram . Terhadap jenis binatang seperti ini, umat Islam dapat meneliti berdasarkan sebab ( illat).



Kalau ada kesamaan sebab dihalalkan atau diharamkan, maka mengikuti sebab tersebut. Contoh 1 : Kita akan menentukan hukum bebek. Bebek lebih dekat dengan sifat sifat ayam, maka hokum adalah halal sebagaimana ayam. Contoh 2 : Kita akan menentukan hukum kelabang. Kelabang mempunyai sifat dekat dengan kalajengking, maka hukumnya haram sebagaimana kalajengking. Namun kalau tidak adanya sebab tertentu, dapat dikemba likan kepada hukum asal, yaitu mubah (boleh). D. Manfaat memakan hewan yang Halal 1. Menyehatkan badan dan terhindar dari penyakit. 2. Menenangkan jiwa sehingga hidupnya tidak gelisah. 3. Mendorong seseorang untuk menjadi hamba yang bersih. 4. Mendorong sesoerang untuk selalu bersyukur atas nikmat Allah. 5. Menambah khusyu dalam ibadah . 6. Menyelamatkan diri dari dosa dari siksa api neraka E. Bahaya (mudarat) memakan hewan yang diharamkan 1. Menyebabkan terjangkitnya penyakit. 2.



Berpengaruh pada mental dan prilaku manusia. 3. Mendorong perbuatan yang dilarang Allah. SMPN 3 Baradatu/ PAI/ VIII.2/2009 2010



4. Berdosa dan mendapat azab dari neraka . 5. Mengakibatkan amal ibadah dan doa ditolak oleh Allah F. Cara m enghindari m akanan yang bersumber dari binatang yang di haramkan . Allah SWT melarang memakan makanan yang bersumber dari he wan yang diharamkan pasti mempunyai dampak dari negatif bagi pemakannya. Oleh karena itu hindarilah makanan tersebut supaya kita terbebas dari pengaruh yang dihasilkan dari makanan yang diharamkan itu. Adapun cara menghindari makanan yang bersumber dari b inatang yang di haramkan sbb: 1. Selalu waspada terhadap makanan yang bersumber dari binatang yang diharamkan. 2. Selektif dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi. 3. Mencari informasi tentang makanan yang bersumber dari binatang yang diharamkan baik melalui dar i surat kabar, buku, internet dll. SMPN 3 Baradatu/ PAI/ VIII.2/2009 -



2010



6) Dhab Dhab ( Binatangnya mirip biawak) merupakan binatang yang halal dimakan karena secara khusus dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut ini : Artinya : “Daging dhab dimakan pada hidangan Rasulullah SAW” (HR. Bukhari danMuslim). Diriwayatkan daripada Ibnu Umar r.a katanya: Nabi s .a.w pernah ditanya mengenai dhab. Baginda menjawab dengan bersabda: Aku tidak memakannya tetapi aku tidak mengharamkannya *



[LENGKAP] Jenis-jenis Makanan Haram dan Halal Ditulis oleh Admin pada 30/11/2009 Makanan Halal & Haram Dari A Sampai Z Termasuk di antara keluasan dan kemudahan dalam syari’at Islam, Allah -Subhanahu wa Ta’alamenghalalkan semua makanan [1] yang mengandung maslahat dan manfaat, baik yang kembalinya kepada ruh maupun jasad, baik kepada individu maupun masyarakat. Demikian pula sebaliknya Allah mengharamkan semua makanan yang memudhorotkan atau yang mudhorotnya lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad, yang mana baik atau buruknya keempat perkara ini sangat ditentukan -setelah hidayah dari Allah- dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi darah dan daging sebagai unsur penyusun hati dan jasadnya. Karenanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallampernah bersabda: ‫ام مِ نٍَ نَبَتٍَ لَحْ مٍ أَيُّ َما‬ ٍِ ‫َلهٍ أَ ْولَى فَالنَّارٍ ا ْلح ََر‬ “Daging mana saja yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih pantas untuknya”. Makanan yang haram dalam Islam ada dua jenis: 1. Ada yang diharamkan karena dzatnya. Maksudnya asal dari makanan tersebut memang sudah haram, seperti: bangkai, darah, babi, anjing, khamar, dan selainnya. 2. Ada yang diharamkan karena suatu sebab yang tidak berhubungan dengan dzatnya. Maksudnya asal makanannya adalah halal, akan tetapi dia menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri, upah perzinahan, sesajen perdukunan, makanan yang disuguhkan dalam acara-acara yang bid’ah, dan lain sebagainya. Satu hal yang sangat penting untuk diyakini oleh setiap muslim adalah bahwa apa-apa yang Allah telah halalkan berupa makanan, maka disitu ada kecukupan bagi mereka (manusia) untuk tidak



mengkonsumsi makanan yang haram. [Muqaddimah Al-Luqothot fima Yubahu wa Yuhramu minal Ath'imah wal Masyrubat dan muqaddimah Al-Ath'imah karya Al-Fauzan] Sebelum kita menyebutkan satu persatu makanan dan minuman yang disebutkan dalam Al-Qur`an dan Sunnah beserta hukumnya masing-masing, maka untuk lebih membantu memahami pembahasan, kami dahului dengan beberapa pendahuluan. -Pendahuluan Pertama: Asal dari semua makanan adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang menyatakan haramnya. Allah -Ta’ala- berfirman: ٍ‫ض فِي َما لَك ٍْم َخلَقٍَ ا َّلذِي ه َو‬ ٍ ِ ‫جَمِ ي ًعا ْاْل َ ْر‬ “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 29) Ayat ini menunjukkan bahwa segala sesuatu -termasuk makanan- yang ada di bumi adalah nikmat dari Allah, maka ini menunjukkan bahwa hukum asalnya adalah halal dan boleh, karena Allah tidaklah memberikan nikmat kecuali yang halal dan baik. Dalam ayat yang lain: ٍ‫ص ٍَل َو َق ْد‬ َ ‫ِإلَ ْي ٍِه اضْط ِر ْرت ٍْم َما ِإ ٍَّّل‬ َّ َ‫علَيْك ٍْم ح ََّر ٍَم َما لَك ٍْم ف‬ “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”. (QS. Al-An’am: 119) Maka semua makanan yang tidak ada pengharamannya dalam syari’at berarti adalah halal [2]. Faidah:Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Hukum asal padanya (makanan) adalah halal bagi seorang muslim yang beramal sholeh, karena Allah -Ta’ala- tidaklah menghalalkan yang baikbaik kecuali bagi siapa yang akan menggunakannya dalam ketaatan kepada-Nya, bukan dalam kemaksiatan kepada-Nya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: ٍ‫ْس‬ َ ٍَ‫ت َوعَمِ لوا َءا َمنوا الَّذِين‬ ٍِ ‫ت َوعَمِ لوا َو َءا َمنوا اتَّقَ ْوا َما إِ َذا َط ِعموا فِي َما جٍنَاحٍ الصَّا ِلحَا‬ ٍِ ‫الصَّا ِلحَا‬ َ ‫علَى لَي‬ “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh”. (QS. Al-Ma`idah: 93) Karenanya tidak boleh menolong dengan sesuatu yang mubah jika akan digunakan untuk maksiat, seperti memberikan daging dan roti kepada orang yang akan minum-minum khamar atau akan menggunakannya dalam kejelekan” [3]. -Pendahuluan Kedua: Manhaj Islam dalam penghalalan dan pengharaman makanan adalah “Islam menghalalkan semua makanan yang halal, suci, baik, dan tidak mengandung mudhorot, demikian pula sebaliknya Islam mengharamkan semua makanan yang haram, najis atau ternajisi, khobits (jelek), dan yang mengandung mudhorot”. Manhaj ini ditunjukkan dalam beberapa ayat, di antaranya: ‫ض فِي مِ َّما كلوا النَّاسٍ يَاأَيُّهَا‬ ٍ ِ ‫َطيِبًا ح َََل ًٍّل ْاْل َ ْر‬



“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”. (QS. AlBaqarah: 168) Dan Allah mensifatkan Nabi Muhammad dalam firman-Nya: ٍ‫ت َلهمٍ َويحِ ُّل‬ ٍِ ‫علَي ِْهمٍ َويح َِرمٍ ال َّطيِبَا‬ َ ‫ِث‬ ٍَ ‫ا ْل َخبَائ‬ “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS. Al-A’raf: 157) Allah melarang melakukan apa saja -termasuk memakan makanan- yang bisa memudhorotkan diri, dalam firman-Nya: َ‫التَّهْل َك ٍِة إِلَى بِأ َ ْيدِيك ٍْم ت ْلقوا َو ٍّل‬ “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195) Juga sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-: َ‫ار َو ٍّلَ ض ََر ٍَر ٍّل‬ ٍَ ‫ِض َر‬ “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”. Karenanya diharamkan mengkonsumsi semua makanan dan minuman yang bisa memudhorotkan diri -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik dengan segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya. Adapun makanan yang haram karena diperoleh dari cara yang haram, maka Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- telah bersabda: ٍَّ‫علَيْك ٍْم َوأَع َْراضَك ٍْم َوأ َ ْم َوالَك ٍْم ِد َمائ َك ٍْم ِإن‬ َ ٍ‫ح ََرام‬ “Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian antara sesama kalian adalah haram”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim) Faidah: 1. Makna makanan yang najis adalah jelas, adapun makanan yang ternajisi, contohnya adalah mentega yang kejatuhan tikus. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Maimunah radhiallahu ‘anha- bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- ditanya tentang lemak yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda: ‫أ ْلق ْو َها‬, ‫ َفا ْط َرح ْوهٍ ح َْولَهَا َو َما‬، ‫س َمنَك ٍْم َوكل ْوا‬ َ “Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah lemak kalian”. (HR. Al-Bukhary) Jadi jika yang kejatuhan najis adalah makanan padat, maka cara membersihkannya adalah dengan membuang najisnya dan makanan yang ada di sekitarnya, adapun sisanya boleh untuk dimakan. Akan tetapi jika yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa cairan, maka hukumnya dirinci;



jika najis ini merubah salah satu dari tiga sifatnya (bau, rasa, dan warna) maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi, demikian pula sebaliknya. 2. Makanan yang jelek (arab: khobits) ada dua jenis; yang jelek karena dzatnya -seperti: darah, bangkai, dan babi- dan yang jelek karena salah dalam memperolehnya -seperti: hasil riba dan perjudian-. Lihat Majmu’ Al-Fatawa (20/334). 3. Adapun ukuran kapan suatu makanan dianggap thoyyib (baik) atau khobits (jelek), maka hal ini dikembalikan kepada syari’at. Maka apa-apa yang dihalalkan oleh syari’at maka dia adalah thoyyib dan apa-apa yang diharamkan oleh syari’at maka dia adalah khabits, ini adalah madzhab Malikiyah dan yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagaimana yang akan nampak dalam ucapan beliau. Adapun jumhur ulama, mereka mengatakan bahwa yang menjadi ukuran dalam penentuannya adalah orang-orang Arab, karena kepada merekalah asalnya diturunkan Al-Qur`an sehingga mereka yang secara langsung diajak bicara oleh syari’at. Lihat Hasyiyah Ibni ‘Abidin (5/194), Al-Majmu’ (9/2526), dan Asy-Syarhul Kabir (11/64). Hanya saja ini (pendapat jumhur) adalah pendapat yang kurang kuat, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam menjelaskan makna firman Allah -Ta’ala-: ٍَ‫ال َّط ِيبَاتٍ لَكمٍ أحِ ٍَّل ق ٍْل لَه ٍْم أحِ ٍَّل َماذَا يَسْأَلونَك‬ “Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik.”. (QS. Al-Maidah: 4) Beliau berkata, “Seandainya makna “yang baik” di sini adalah apa yang dihalalkan, maka tentunya kalimat ini tidak ada faidahnya4. Maka dari sini diketahuilah bahwa thoyyib dan khobits adalah sifat yang berada pada sebuah benda, dan bukan yang diinginkan dengannya (thoyyib) sekedar kelezatan dalam memakannya. Karena terkadang seorang manusia menikmati (merasa lezat) dengan apa yang membahayakan dirinya yang berupa racun [5], atau menikmati apa yang dilarang oleh dokter [6]. Dan bukan pula yang diinginkan darinya (thoyyib) dengan merasa nikmatnya sebagian bangsa -misalnya bangsa Arab- terhadap suatu makanan, dan bukan pula dianggap thoyyib karena keberadaannya sebagai makanan yang biasa dimakan (dinikmati) oleh orang-orang Arab. Hal itu karena, keberadaan suatu makanan biasa dimakan dan disenangi oleh sebagian bangsa atau sebaliknya mereka tidak menyukainya karena makanan itu tidak ada di negerinya, (semua ini) tidaklah mengharuskan Allah mengharamkan sebuah makanan kepada segenap kaum mu`minin dengan alasan mereka (sebagian bangsa) tidak terbiasa dengannya sebagaimana tidak mengharuskan Allah menghalalkan suatu makanan kepada segenap kaum mu`minin dengan alasan mereka (sebagian bangsa) terbiasa dengannya. Bagaimana tidak, padahal orang-orang Arab (dahulu) telah terbiasa (menyukai) dengan memakan darah, bangkai, dan selainnya padahal semuanya telah diharamkan oleh Allah -Ta’ala-. …. . Demikian halnya Quraisy, mereka memakan yang khobits yang telah Allah haramkan dan sebaliknya mereka tidak menyukai makanan-makanan yang Allah tidak mengharamkannya”. -Lalu beliau membawakan hadits yang menunjukkan Nabi tidak makan biawak, bukan karena dia haram akan tetapi karena beliau tidak biasa memakannya [7]-. “Maka dari sini jelaslah bahwa ketidaksukaan suku Quraisy dan selainnya (dari bangsa Arab) terhadap sebuah makanan tidaklah mengharuskan (baca: menunjukkan) pengharaman makanan tersebut atas segenap kaum mu`minin baik yang Arab maupun yang ajam (non-Arab). Dan juga sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabat beliau, tidak seorangpun di antara mereka yang mengharamkan makanan yang tidak disukai oleh orang Arab dan sebaliknya tidak pernah membolehkan apa yang (biasa) dimakan oleh orang Arab” [8].



-Pendahuluan Ketiga: Makanan manusia secara umum ada dua jenis: 1. Selain hewan, terdiri dari tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, benda-benda (roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan semua bentuknya). Ibnu Hubairah -rahimahullah- dalam Al-Ifshoh (2/453) menukil kesepakatan ulama akan halalnya jenis ini kecuali yang mengandung mudhorot. 2. Hewan, yang terdiri dari hewan darat dan hewan air. Hewan darat juga terbagi menjadi dua; 1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak 2. Liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: singa, kelinci, ayam hutan, dan sejenisnya. Hukum hewan darat dengan kedua bentuknya adalah halal kecuali yang diharamkan oleh syari’at [9], yang rinciannya insya Allah akan datang satu persatu. Hewan air juga terbagi menjadi 2: 1. Hewan yang hidup di air yang jika dia keluar darinya akan segera mati, contohnya adalah ikan dan yang sejenisnya. 2. Hewan yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting [10]. Hukum hewan air bentuk yang pertama, -menurut pendapat yang paling kuat- adalah halal untuk dimakan secara mutlak. Ini adalah pendapat Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, mereka berdalilkan dengan keumuman dalil dalam masalah ini, di antaranya adalah firman Allah -Ta’ala-: ٍ‫صيْدٍ لَك ٍْم أٍحِ َّل‬ َ ‫َو َط َعامهٍ ا ْلبَحْ ٍِر‬ “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” (QS. Al-Ma`idah: 96) Adapun bangkainya maka ada rincian dalam hukumnya: 1. Jika dia mati dengan sebab yang jelas, misalnya: terkena lemparan batu, disetrum, dipukul, atau karena air surut, maka hukumnya adalah halal berdasarkan kesepakatan para ulama. Lihat AlMughny ma’a Asy-Syarhul Kabir (11/195) 2. Jika dia mati tanpa sebab yang jelas, hanya tiba-tiba diketemukan mengapung di atas air, maka dalam hukumnya ada perselisihan. Yang kuat adalah pendapat jumhur dari kalangan Imam Empat kecuali Imam Malik, mereka menyatakan bahwa hukumnya tetap halal. Mereka berdalilkan dengan keumuman sabda Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-: ٍ‫ َماؤهٍ ال َّطه ْورٍ ه َو‬, ‫َم ْيتَتهٍ اَ ْلحِ ٍُّل‬



“Dia (laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Imam Al-Bukhary). Lihat At-Talkhish (1/9) [Al-Bidayah (1/345), Asy-Syarhul Kabir (2/115), Mughniyul Muhtaj (4/291), dan Al-Majmu' (9/32,33), Al-Mughny ma'a Asy-Syarhul Kabir (11/84,195] Adapun bentuk yang kedua dari hewan air, yaitu hewan yang hidup di dua alam, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syafi’iyah yang menyatakan bahwa seluruh hewan yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai- seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Dikecualikan darinya kodok karena ada hadits yang mengharamkannya [11]. Lihat AlMajmu’ (9/32-33) Setelah memahami ketiga pendahuluan di atas, maka berikut penyebutan satu persatu makanan yang dibahas oleh para ulama beserta hukumnya masing-masing: 1. Bangkai Bangkai adalah semua hewan yang mati tanpa penyembelihan yang syar’iy dan juga bukan hasil perburuan. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan dalam firman-Nya: ٍْ‫علَيْكمٍ ح ِر َمت‬ َ ٍ‫ير َو َلحْ مٍ َوالدَّمٍ ا ْل َم ْيتَة‬ ٍِ ‫ّللا ِلغَي ٍِْر أ ِه ٍَّل َو َما ا ْلخِ ْن ِز‬ ٍَِّ ‫سبعٍ أ َ َك ٍَل َو َما َوال َّنطِ يحَةٍ َوا ْلمت َ َر ِديَةٍ َوا ْل َم ْوقو َذةٍ َوا ْلم ْن َخنِقَةٍ بِ ٍِه‬ َّ ‫ذَ َّكيْت ٍْم َما إِ ٍَّّل ال‬ “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3) Dan juga dalam firmannya: َ‫ّللا اسْمٍ ي ْذك ٍَِر لَ ٍْم مِ َّما تَأْكلوا َو ٍّل‬ ٍَِّ ‫علَ ْي ٍِه‬ َ ٍ‫لَ ِفسْقٍ َو ِإنَّه‬ “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan”. (QS. AlAn’am: 121) Jenis-jenis bangkai berdasarkan ayat-ayat di atas: 1. Al-Munhaniqoh, yaitu hewan yang mati karena tercekik. 2. Al-Mauqudzah, yaitu hewan yang mati karena terkena pukulan keras. 3. Al-Mutaroddiyah, yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi. 4. An-Nathihah, yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya. 5. Hewan yang mati karena dimangsa oleh binatang buas. 6. Semua hewan yang mati tanpa penyembelihan, misalnya disetrum. 7. Semua hewan yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.



8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah. 9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid secara marfu’: ‫يٍ ا ْلب َِه ْي َم ٍِة مِ نٍَ قطِ ٍَع َما‬ َ ‫ َحيَّةٍ َو ِه‬، ‫َم ْيتَةٍ َفه ٍَو‬ “Apa-apa yang terpotong dari hewan dalam keadaan dia (hewan itu) masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzy dan dishohihkan olehnya) Diperkecualikan darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan: 1. Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok. 2. Belalang. Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar secara marfu’: ٍ‫ان لَنَا أحِ َّل‬ ٍِ َ ‫ان َم ْيتَت‬ ٍِ ‫و َد َم‬، ٍِ َ ‫ا ْل َم ْيتَت‬: ٍ‫س َمك‬ ٍِ ‫ال َّد َم‬: ٍ‫الطحَالٍ َفا ْل َك ِبد‬ ِ ‫َو‬ َّ ‫وا ْلج ََرادٍ َفال‬, َ ‫ان َفأ َ َّما‬ َ ‫ان َوأَ َّما‬ “Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah) 3. Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`iy, bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: ٍ‫ْن ذَكَاة‬ ٍِ ‫أ ِم ٍِه ذَكَاةٍ ا ْل َجنِي‬ “Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang. [Al-Luqothot fima Yubahu wa Yuhramu minal Ath'imah wal Masyrubat point pertama] 2. Darah. Yakni darah yang mengalir dan terpancar. Hal ini dijelaskan dalam surah Al-An’am ayat 145: ٍ‫“ َمسْفو ًحا َد ًما أ َ ْو‬Atau darah yang mengalir”. Dikecualikan darinya hati dan limfa sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang baru berlalu. Juga dikecualikan darinya darah yang berada dalam urat-urat setelah penyembelihan. 3. Daging babi. Telah berlalu dalilnya dalam surah Al-Ma`idah ayat ketiga di atas. Yang diinginkan dengan daging babi adalah mencakup seluruh bagian-bagian tubuhnya termasuk lemaknya. 4. Khamar.



Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman: ‫ن ِرجْ سٍ َو ْاْل َ ْز َّلمٍ َو ْاْل َ ْنصَابٍ َوا ْل َم ْيسِرٍ ا ْل َخ ْمرٍ إِ َّن َما َءا َمنوا الَّذِينٍَ يَاأَيُّهَا‬ ٍْ ِ‫ع ٍَم ٍِل م‬ َ ‫ان‬ ٍِ ‫ش ْي َط‬ َّ ‫ت ْفلِحونٍَ لَعَلَّك ٍْم فَاجْ تَنِبوهٍ ال‬ “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”. (QS. Al-Ma`idah: 90 Dan dalam hadits riwayat Muslim dari Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- secara marfu’: ٍ‫سكِرٍ ك ُّل‬ ْ ‫ح ََرامٍ م‬، ‫ح ََرامٍ َخ ْمرٍ َوك ٍُّل‬ “Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua khamar adalah haram”. Dikiaskan dengannya semua makanan dan minuman yang bisa menyebabkan hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis dan macamnya. 5. Semua hewan buas yang bertaring. Sahabat Abu Tsa’labah Al-Khusyany -radhiallahu ‘anhu- berkata: ٍَّ‫َن نَهَى وسلم عليه هللا صلى هللا رسول أَن‬ ٍْ ‫ِي ك ٍِل ع‬ ٍْ ‫َاع مِ نٍَ نَابٍ ذ‬ ٍِ ‫السب‬ ِ “Sesungguhnya Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang dari (mengkonsumsi) semua hewan buas yang bertaring”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim) Dan dalam riwayat Muslim darinya dengan lafazh, “Semua hewan buas yang bertaring maka memakannya adalah haram”. Yang diinginkan di sini adalah semua hewan buas yang bertaring dan menggunakan taringnya untuk menghadapi dan memangsa manusia dan hewan lainnya. Lihat Al-Ifshoh (1/457) dan I’lamul Muwaqqi’in (2/117). Jumhur ulama berpendapat haramnya berlandaskan hadits di atas dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya. [Asy-Syarhul Kabir (11/66), Mughniyul Muhtaj (4/300), dan Syarh Tanwiril Abshor ma'a Hasyiyati Ibnu 'Abidin (5/193)] 6. Semua burung yang memiliki cakar. Yang diinginkan dengannya adalah semua burung yang memiliki cakar yang kuat yang dia memangsa dengannya, seperti: elang dan rajawali. Jumhur ulama dari kalangan Imam Empat kecuali Imam Malik- dan selainnya menyatakan pengharamannya berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma-: ‫َن نَهَى‬ ٍْ ‫ِي ك ٍِل ع‬ ٍْ ‫َاع مِ نٍَ نَابٍ ذ‬ ٍِ ‫السب‬، ‫ِي َوك ٍُّل‬ ٍْ ‫ال َّطي ٍِْر مِ نٍَ َم ْخلَبٍ ذ‬ ِ “Beliau (Nabi) melarang untuk memakan semua hewan buas yang bertaring dan semua burung yang memiliki cakar”. (HR. Muslim) [Al-Majmu' (9/22), Al-Muqni' (3/526,527), dan Takmilah Fathil Qodir (9/499)]



7. Jallalah. Dia adalah hewan pemakan feses (kotoran) manusia atau hewan lain, baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan sebagian gagak. Lihat Nailul Author (8/128). Hukumnya adalah haram. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad -dalam satu riwayat- dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Syafi’iyah, mereka berdalilkan dengan hadits Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma- beliau berkata: ‫َن وسلم عليه هللا صلى هللا رسول نَهَى‬ ٍْ ‫َوأَ ْلبَا ِنهَا ا ْل َجَلَّ َل ٍِة أ َ ْك ٍِل ع‬ “Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang dari memakan al-jallalah dan dari meminum susunya”. (HR. Imam Lima kecuali An-Nasa`iy (3787)) Beberapa masalah yang berkaitan dengan jallalah: 1. Tidak semua hewan yang memakan feses masuk dalam kategori jallalah yang diharamkan, akan tetapi yang diharamkan hanyalah hewan yang kebanyakan makanannya adalah feses dan jarang memakan selainnya. Dikecualikan juga semua hewan air pemakan feses, karena telah berlalu bahwa semua hewan air adalah halal dimakan. Lihat Hasyiyatul Al-Muqni’ (3/529). 2. Jika jallalah ini dibiarkan sementara waktu hingga isi perutnya bersih dari feses maka tidak apaapa memakannya ketika itu. Hanya saja mereka berselisih pendapat mengenai berapa lamanya dia dibiarkan, dan yang benarnya dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. Lihat Al-Majmu’ (9/28). [Al-Muqni' (3/527,529), Mughniyul Muhtaj (4/304), dan Takmilah Fathil Qodir (9/499-500)] 8. Keledai jinak (bukan yang liar). Ini merupakan madzhab Imam Empat kecuali Imam Malik dalam sebagian riwayat darinya. Dari Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-, bahwasanya Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: ْ ‫ِرجْ سٍ َف ِإنَّهَا‬ ٍَّ‫َن يَ ْن َهيَاك ٍْم ورسوله هللا ِإن‬ ٍْ ‫اْل َ ْه ِل َّي ٍِة ا ْلحم ٍِرٍِلح ْو ٍِم ع‬, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan daging-daging keledai yang jinak, karena dia adalah najis”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim) Diperkecualikan darinya keledai liar, karena Jabir -radhiallahu ‘anhu- berkata: ‫ش َوحم ٍَر اَ ْل َخ ْي ٍَل َخ ْيبَرٍ َز َمنٍَ أ َ َك ْلنَا‬ ٍ ِ ْ‫ ا ْل َوح‬، ‫َن وسلم عليه هللا صلى النبي َونَهَانَا‬ ٍِ ‫ار ع‬ ٍِ ‫ي ا ْلحِ َم‬ ٍْ ‫ْاْل َ ْه ِل‬ “Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallammelarang kami dari keledai jinak”. (HR. Muslim) Inilah pendapat yang paling kuat, sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan, “Tidak ada perselisihan di kalangan ulama zaman ini tentang pengharamannya”. Lihat Al-Mughny beserta AsySyarhul Kabir (11/65). [Al-Bada`i' (5/37), Mughniyul Muhtaj (4/299), Al-Muqni' (3/525), dan Al-Bidayah (1/344].



9. Kuda. Telah berlalu dalam hadits Jabir bahwasanya mereka memakan kuda saat perang Khaibar. Semakna dengannya ucapan Asma` bintu Abi Bakr -radhiallahu ‘anhuma-: ‫سا نَح َْرنَا‬ َ ‫ع ْه ٍِد‬ َ ‫فَأ َ َك ْلنَاهٍ وسلم عليه هللا صلى هللا رسول‬ ً ‫علَى فَ َر‬ “Kami menyembelih kuda di zaman Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- lalu kamipun memakannya”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim) Maka ini adalah sunnah taqririyyah (persetujuan) dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Ini adalah pendapat jumhur ulama dari kalangan Asy-Syafi’iyyah, Al-Hanabilah, salah satu pendapat dalam madzhab Malikiyah, serta merupakan pendapat Muhammad ibnul Hasan dan Abu Yusuf dari kalangan Hanafiyah. Dan ini yang dikuatkan oleh Imam Ath-Thohawy sebagaimana dalam Fathul Bary (9/650) dan Imam Ibnu Rusyd dalam Al-Bidayah (1/3440). [Mughniyul Muhtaj (4/291-291), Al-Muqni' beserta hasyiyahnya (3/528), Al-Bada`i' (5/18), dan AsySyarhus Shoghir (2/185)] 10. Baghol. Dia adalah hewan hasil peranakan antara kuda dan keledai. Jabir -radhiallahu ‘anhuma- berkata: ٍ‫سيَّ ٍِة ا ْلحم ٍِر لح ْو ٍَم – َخ ْيبَرٍٍ ي َْو ٍَم يَ ْعنِي – وسلم عليه هللا صلى هللا رسول ح ََّر َم‬ ِ ‫ا ْ ِْل ْن‬، ‫ا ْلبِغَا ٍِل َولح ْو ٍَم‬ “Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mengharamkan -yakni saat perang Khaibar- daging keledai jinak dan daging baghol. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzy) Dan ini (haram) adalah hukum untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan yang haram dimakan. [Al-Majmu' (9/27), Ays-Syarhul Kabir (11/75), dan Majmu' AlFatawa (35/208)]. 11. Anjing. Para ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah bahwa anjing termasuk dari hewan buas yang bertaring yang telah berlalu pengharamannya. Dan telah tsabit dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau bersabda: ٍَّ‫ش ْيئ ًا ح ََّر ٍَم ِإذَا هللا ِإن‬ َ ‫ث َ َمنَهٍ ح ََّر ٍَم‬ “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu maka Dia akan mengharamkan harganya [12]“. Dan telah tsabit dalam hadits Abu Mas’ud Al-Anshory riwayat Al-Bukhary dan Muslim dan juga dari hadits Jabir riwayat Muslim akan haramnya memperjualbelikan anjing. [Al-Luqothot point ke-12] 12. Kucing baik yang jinak maupun yang liar. Jumhur ulama menyatakan haramnya memakan kucing karena dia termasuk hewan yang bertaring dan memangsa dengan taringnya. Pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh Al-Fauzan. Dan juga



telah warid dalam hadits Jabir riwayat Imam Muslim akan larangan meperjualbelikan kucing, sehingga hal ini menunjukkan haramnya. [Al-Majmu' (9/8) dan Hasyiyah Ibni 'Abidin (5/194)] 13. Monyet. Ini merupakan madzhab Syafi’iyah dan merupakan pendapat dari ‘Atho`, ‘Ikrimah, Mujahid, Makhul, dan Al-Hasan. Imam Ibnu Hazm menyatakan, “Dan monyet adalah haram, karena Allah -Ta’ala- telah merubah sekelompok manusia yang bermaksiat (Yahudi) menjadi babi dan monyet sebagai hukuman atas mereka. Dan setiap orang yang masih mempunyai panca indra yang bersih tentunya bisa memastikan bahwa Allah -Ta’ala- tidaklah merubah bentuk (suatu kaum) sebagai hukuman (kepada mereka) menjadi bentuk yang baik dari hewan, maka jelaslah bahwa monyet tidak termasuk ke dalam hewan-hewan yang baik sehingga secara otomatis dia tergolong hewan yang khobits (jelek)” [13]. [AlLuqothot point ke-13] 14. Gajah. Madzhab jumhur ulama menyatakan bahwa dia termasuk ke dalam kategori hewan buas yang bertaring. Dan inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu ‘Abdil Barr, Al-Qurthuby, Ibnu Qudamah, dan Imam An-Nawawy -rahimahumullah-. [Al-Luqothot point ke-14] 15. Musang (arab: tsa’lab) Halal, karena walaupun bertaring hanya saja dia tidak mempertakuti dan memangsa manusia atau hewan lainnya dengan taringnya dan dia juga termasuk dari hewan yang baik (arab: thoyyib). Ini merupakan madzhab Malikiyah, Asy-Syafi’iyah, dan salah satu dari dua riwayat dari Imam Ahmad. [Mughniyul Muhtaj (4/299), Al-Muqni' (3/528), dan Asy-Syarhul Kabir (11/67)] 16. Hyena/kucing padang pasir (arab: Dhib’un) Pendapat yang paling kuat di kalangan ulama -dan ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’iy dan Imam Ahmad- adalah halal dan bolehnya memakan daging hyena. Hal ini berdasarkan hadits ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Abi ‘Ammar, beliau berkata, “Saya bertanya kepada Jabir, “apakah hyena termasuk hewan buruan?”, beliau menjawab, “iya”. Saya bertanya lagi, “apakah boleh memakannya?”, beliau menjawab, “boleh”. Saya kembali bertanya, “apakah pembolehan ini telah diucapkan oleh Rasulullah?”, beliau menjawab, “iya”“. Diriwayatkan oleh Imam Lima [14] dan dishohihkan oleh Al-Bukhary, At-Tirmidzy dan selainnya. Lihat Talkhishul Khabir (4/152). Pendapat ini yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath (9/568) dan Imam AsySyaukany. Adapun jika ada yang menyatakan bahwa hyena adalah termasuk hewan buas yang bertaring, maka kita jawab bahwa hadits Jabir di atas lebih khusus daripada hadits yang mengharamkan hewan buas yang bertaring sehingga hadits yang bersifat khusus lebih didahulukan. Atau dengan kata lain hyena diperkecualikan dari pengharaman hewan buas yang bertaring. Lihat Nailul Author (8/127) dan I’lamul Muwaqqi’in (2/117). [Mughniyul Muhtaj (4/299) dan Al-Muqni' (3/52)] 17. Kelinci. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Imam Muslim dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu-:



ٍ‫ِي وسلم عليه هللا صلى أَنَّه‬ ٍَ ‫عضْوٍ لَهٍ أ ْهد‬ َ ‫ن‬ ٍْ ِ‫أ َ ْرنَبٍ م‬، ٍ‫فَقَبِلَه‬ “Sesungguhnya beliau (Nabi) -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah diberikan hadiah berupa potongan daging kelinci, maka beliaupun menerimanya”. Imam Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny, “Kami tidak mengetahui ada seorangpun yang mengatakan haramnya (kelinci) kecuali sesuatu yang diriwayatkan dari ‘Amr ibnul ‘Ash”. [Al-Luqothot point ke-16] 18. Belalang. Telah berlalu dalam hadits Ibnu ‘Umar bahwa bangkai belalang termasuk yang diperkecualikan dari bangkai yang diharamkan. Hal ini juga ditunjukkan oleh perkataan Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-: َ ‫س ْب ٍَع وسلم عليه هللا صلى هللا رسول َم ٍَع‬ َ ٍ‫ا ْلج ََرا ٍَد نَأْكل‬ ‫غ َز ْونَ ٍَ ا‬ َ ٍ‫غ َز َوات‬ “Kami berperang bersama Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sebanyak 7 peperangan sedang kami hanya memakan belalang”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim). [Al-Luqothot point ke-17] 19. Kadal padang pasir (arab: dhobbun [15]). Pendapat yang paling kuat yang merupakan madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah bahwa dhabb adalah halal dimakan, hal ini berdasarkan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- tentang biawak: ‫َحَلَلٍ فَ ِإنَّهٍ َوأَ ْطعِم ْوا كل ْوا‬ “Makanlah dan berikanlah makan dengannya (dhabb) karena sesungguhnya dia adalah halal”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari hadits Ibnu ‘Umar) Adapun keengganan Nabi untuk memakannya, hanyalah dikarenakan dhabb bukanlah makanan beliau, yakni beliau tidak biasa memakannya. Hal ini sebagaimana yang beliau khabarkan sendiri dalam sabdanya: َ‫س ٍّل‬ ٍَ ْ ‫ ِب ٍِه بَأ‬، ٍ‫ْس َولٍَ ِكنَّه‬ ٍَ ‫ن لَي‬ ٍْ ِ‫َطعَامِ ي م‬ “Tidak apa-apa, hanya saja dia bukanlah makananku”. Ini yang dikuatkan oleh Imam An-Nawawy dalam Syarh Muslim (13/97). [Mughniyul Muhtaj (4/299) dan Al-Muqni' (3/529)] 20. Landak. Syaikh Al-Fauzan menguatkan pendapat Asy-Syafi’iyyah akan boleh dan halalnya karena tidak ada satupun dalil yang menyatakan haram dan khobitsnya. Lihat Al-Majmu’ (9/10). 21. Ash-shurod, kodok, semut, burung hud-hud, dan lebah. Kelima hewan ini haram dimakan, berdasarkan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-, beliau berkata: ‫َن وسلم عليه هللا صلى هللا رسول نَهَى‬ ٍْ ‫َعِ الص َُّر ٍِد قَتْ ٍِل ع‬ ٍ ‫الض ْفد‬ ِ ‫َوا ْلهدْه ٍِد َوالنَّ ْم َل ٍِة َو‬



“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang membunuh shurod, kodok, semut, dan hud-hud. (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shohih). Adapun larangan membunuh lebah, warid dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud. Dan semua hewan yang haram dibunuh maka memakannyapun haram. Karena tidak mungkin seeokor binatang bisa dimakan kecuali setelah dibunuh. [Al-Luqothot point ke-19 s/d 23] 22. Yarbu’. Halal. Ini merupakan madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, dan merupakan pendapat ‘Urwah, ‘Atho` Al-Khurosany, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir, karena asal dari segala sesuatu adalah halal, dan tidak ada satupun dalil yang menyatakan haramnya yarbu’ ini. Inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny (11/71). [Hasyiyatul Muqni' (3/528) dan Mughniyul Muhtaj (4/299)] 23. Kalajengking, ular, gagak, tikus, tokek, dan cicak. Karena semua hewan yang diperintahkan untuk dibunuh tanpa melalui proses penyembelihan adalah haram dimakan, karena seandainya hewan-hewan tersebut halal untuk dimakan maka tentunya Nabi tidak akan mengizinkan untuk membunuhnya kecuali lewat proses penyembelihan yang syar’iy. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: ٍ‫وا ْلح ََر ِمٍ ا ْلحِ ٍِل فَي ي ْقت َ ْلنٍَ فَ َواسِقٍ َخ ْمس‬: َ ٍ‫َوا ْلح َديَّا َوال ٍْ َك ْلبٍ َوا ْلفَأ ْ َرةٍ ْاّلَ ْبقَعٍ َوا ْلغ َرابٍ ا َ ْل َحيَّة‬ “Ada lima (binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh baik dia berada di daerah halal (selain Mekkah) maupun yang haram (Mekkah): Ular, gagak yang belang, tikus, anjing, dan rajawali (HR. Muslim) Adapun tokek dan -wallahu a’lam- diikutkan juga kepadanya cicak, maka telah warid dari hadits Abu Hurairah riwayat Imam Muslim tentang anjuran membunuh wazag (tokek). [Bidayatul Mujtahid (1/344) dan Tafsir Asy-Syinqithy (1/273)] 24. Kura-kura (arab: salhafat), anjing laut, dan kepiting (arab: sarthon). Telah berlalu penjelasannya pada pendahuluan yang ketiga bahwa ketiga hewan ini adalah halal dimakan. [Al-Luqothot point ke-28 s/d 30] 25. Siput (arab: halazun) darat, serangga kecil, dan kelelawar. Imam Ibnu Hazm menyatakan, “Tidak halal memakan siput darat, juga tidak halal memakan seseuatupun dari jenis serangga, seperti: tokek (masuk juga cicak), kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk dan yang sejenis dengan mereka, berdasarkan firman Allah -Ta’ala-, “Diharamkan untuk kalian bangkai”, dan firman Allah -Ta’ala-, “Kecuali yang kalian sembelih”. Dan telah jelas dalil yang menunjukkan bahwa penyembelihan pada hewan yang bisa dikuasai/dijinakkan, tidaklah teranggap secara syar’iy kecuali jika dilakukan pada tenggorokan atau dadanya. Maka semua hewan yang tidak ada cara untuk bisa menyembelihnya, maka tidak ada cara/jalan untuk memakannya, sehingga hukumnya adalah haram karena tidak bisa dimakan, kecuali bangkai yang tidak disembelih” [16]. [Al-Luqothot point ke-31 s/d 34]



Inilah secara ringkas penyebutan beberapa kaidah dalam masalah penghalalan dan pengharaman makanan beserta contoh-contohnya semoga bisa bermanfaat. Penyebutan makanan sampai point ke-25 di atas bukanlah dimaksudkan untuk membatasi bahwa makanan yang haram jumlahnya hanya sekitar itu, akan tetapi yang kami inginkan dengannya hanyalah menjelaskan kaidah umum dalam masalah ini yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur dalam menghukumi hewan-hewan lain yang tidak sempat kami sebutkan. Adapun makanan selain hewan dan juga minuman, maka hukumnya telah kami terangkan secara global dalam pendahuluan-pendahuluan di awal pembahasan, yang mana pendahuluan-pendahuluan ini adalah semacam kaidah untuk menghukumi semuanya, wallahul muwaffiq.