Buku Makro [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Riiza
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI EKONOMI MAKRO Guritno Mangkoesoebroto Algifari



Bagian Penerbitan : STIE YKPN



i



KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis mengucapkan terimakasih kepada pembaca yang telah member respon positif terhadap buku ini pada edisi sebelumnya. Dan beberapa respon pembaca tersebut, mendorong penulis untuk memperbaiki beberapa bagian dari buku tersebut. Buku “Teori Ekonomi Makro Edisi 3” ini merupakan Perbaikan terhadap edisi sebelumnya. Perbaikan yang dilakukan penulis, terutama pada kesalahan-kesalahan yang sifatnya kesalahan cetak. Disamping itu, perbaikan dilakukan terhadap konsep-konsep yang dari uraian penulis dapat memunculkan interpretasi ganda bagi pembaca. Namun, secara sistematika pembahasan dalam buku edisi ini tidak berbeda dengan sitematika pembahasan pada edisi sebelumnya. Pada Bab 12, Yaitu Mengenai Soal dan Jawaban, penulis melakukan perbaikan dengan menyertakan Jawaban dan penjelasan pada setiap soal pilihan berganda. Pada soal uraian (essay), penulis tidak menyediakan jawabannya. Harapan penulis, pembaca mencoba membuat jawabannya secara mandiri dengan menggunakan pemahaman yang pembaca miliki. Akhir kata, penulis masih mengharapkan respon (tanggapan) dari pembaca terhadap buku ini. Respon pembaca sangat bermanfaat bagi penulis untuk perbaikan pada edisi sebelumnya. Yogyakarta, maret 1998 Penulis Guritno & Algifari



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………………….... DAFTAR ISI ………………………....………………………....………………… BAB I PENDAHULUAN ………………………....…………………… BAB II PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL ……………… Pendekatan Produksi (Production Approach) ……………………… Pendekatan Pendapatan (Income Approach) ……………………… Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) ……………… Pengertian GDP dan GNP ………………………....…………… Transaksi-transaksi yang dimasukkan dalam Penghitungan Pendapatan Nasional ………………………....…………………… Beberapa Istilah ………………………....…………………… BAB III



BAB IV



v vii 1 7 8 9 11 14 15 16



ANALISIS PENDAPATAN NASIONAL ………………………. Perekonomian Sederhana (Perekonomian Dua Sektor) ………. Penentuan Pendapatan Nasional ……………………….. Fungsi konsumsi ………………………....……. Fungsi tabungan ………………………....……… Hubungan antara MPC, MPS, APC, dan APS ….… Fungsi Investasi ………………………....……… Angka Pengganda (Multiplier) Pengeluaran, dan Analisis Kesenjangan (Gap) ………………………..………………… Perekonomian dengan Kebijakan Fiskal (Perekonomian Tiga Sektor) …………………………………..…..… Pendapatan Nasional Keseimbangan dengan Sistem Perpajakan Tetap (Lump Sum-tax) ……………….… Pendapatan Nasional Keseimbangan dengan Sistem Perpajakkan Proporsional (Proportional Tax) ……………… Angka Pengganda (Multiplier) Pengeluaran pada Perekonomian Tiga Sektor ………………………..………… Angka Pengganda Pengeluaran atau Multiplier pada Perekonomian dengan pajak Lump-sum ……………… Angka Pengganda Anggaran Belanja Berimbang (Balanced Budged Multiplier) ………………………..… Angka Pengganda Pengeluaran pada Pajak Proporsional ………………………..…………… Perekonomian Terbuka (Perekonomian Empat Sektor) ………… Angka Pengganda (Multiplier) pada Perekonomian Terbuka ….. Angka Pengganda pada Perekonomian Terbuka Dengan Impor merupakan Variabel Konstan ……….… Angka Pengganda pada Perekonomian dengan Impor Proporsional terhadap Pendapatan Nasional …………… Kesenjangan Inflasi dan Kesenjangan Deflasi ………………..



17 18 18 18 22 27 28



TEORI KONSUMSI ………………………..………………………..… Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis) ………………………..…………………..



65



iii



32 34 38 40 42 42 44 46 49 54 54 55 58



66



Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis) ………………………..…………………… Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis) ………………………..…………… BAB V TEORI INVESTASI ………………………..………………………..… Menentukan Tingkat Pengembalian (Rate of Return) …………………. Keputusan untuk Membeli Barang Modal atau Investasi Riil …………. Hubungan Investasi Riil dengan Tingkat Bunga ………………………..



70 72 81 82 83 84



BAB VI



KESEIMBANGAN SEKTOR RIIL (PASAR BARANG) …………… Analisis Keseimbangan Sektor Riil dengan Grafik …………………….. Menurunkan Kurva IS Metode Matematik ………………………… Kebijakan Fiskal ………………………..………………………..



89 90 92 94



BAB VII



KESEIMBANGAN SEKTOR MONETER (PASAR UANG) ……. Teori Permintaan Uang ………………………..…………………….. Teori Permintaan Uang Sebelum Keynes ………………… Teori Permintaan Uang Menurut Irving Fisher ………. Teori Permintaan Uang Menurut Cambridge …………. Teori Permintaan Uang Menurut Keynes ………………………..… Permintaan Uang untuk Tujuan Transaksi ……………………. Permintaan Uang untuk Tujuan Berjaga-jaga …………………. Permintaan Uang untuk Tujuan Spekulasi …………………….. Teori Permintaan Uang Setelah Keynes ………………………..…..… Teori Permintaan Uang untuk Tujuan Transaksi Menurut Baumol ………………………..………………… Teori Permintaan Uang untuk Tujuan Spekulasi Menurut Tobin ………………………..………………… Teori Permintaan Uang Menurut Friedman ………………….. Teori Penawaran Uang ………………………..…………………….... Keseimbangan di Pasar Uang ………………………..………… Menurunkan Kurva LM dengan Metode Grafik ……………… Menurunkan Kurva LM dengan Metode Matematik …………. Kebijakan Moneter ………………………..………………………… Intrumen Open Matket Operation ………………………..…… Instrumen Reserves Requirement ………………………..……. Instrumen Rediscount Policy ………………………..………… Instrumen Selective Credit Control ……………………………



97 98 99 99 100 101 101 102 102 107



BAB VIII



BAB IX



KESEIMBANGAN UMUM PASAR BARANG DAN PASAR UANG ………………………..………………………..…….. Efektifitas Kebijakan pada Berbagai Asumsi Moneter ……………… PERMINTAAN AGRAGATIF ………………………..………… Permintaan Agregatif (Agregate Demand) ………………………..…… Menurunkan Kurva Permintaan Agregatif dengan Asumsi/Efek Keynes ………………………..………………… iv



107 109 112 113 117 117 119 120 121 122 122 123



125 131 135 135 136



Menurunkan Kurva Permintaan Agregatif dengan Asumsi/Efek Pigou ………………………..………………… Pengaruh Kebijakan Ekonomi pada KUrva Permintaan Agregatif ………………………..…………………………. BAB X PASAR TENAGA KERJA DAN KURVA PENAWARAN AGREGATIF ………………………..………………………..……… Kurva Penawaran untuk Satu Firm (Perusahaan) ……………………… Kurva Penawaran untuk Industru (Pasar) ………………………..…… Kurva Penawaran Tenaga Kerja Menurut Kaum Klasik ……… Dampak Kebijakan Moneter dan Fiskal Menurut Ekonomi Klasik ………………………..…………… Kurva Penawaran Agregatif menurut Keynes ………………. Efek Pigou ………………………..………………………..………… Kondisi Full Employment ………………………..………………….. BAB XI



TEORI INFLASI ………………………..………………………….. Tingkat Inflasi yang Diantisipasikan dan Tingkat Bunga …………… Teori Inflasi ………………………..………………………..………… Inflasi Karena Perubahan Permintaan …………………………… Inflasi yang Berasal dari Sektor Riil …………………… Inflasi yang Disebabkan karena Faktor Penawaran ……… Kurva Philips ………………………..………………………..…………



SOAL DAN JAWABAN ………………………..………………………..……… DAFTAR PUSTAKA ………………………..………………………..………………



v



138 141



145 146 149 149 151 153 159 161 163 164 165 165 165 167 171 177 223



PENDAHULUAN Salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonom suatu masyarakat dakta dilihat dari angka pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) merupakan besaran yang diukur dari kenaikan besarnya pendapatan nasional (produksi nasional) pada periode tertentu dari pendapatan nasional pada periode sebelumnya. Angka pendapatan nasional ini merupakan gambaran dari kegiatan (aktivitas) ekonomi secara nasional pada periode tertentu. Menurut definisi, Ilmu Ekonomi Makro adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa ekonomi secara keseluruhan (nasional) dalam suatu perekonomian. Dalam Ilmu Ekonomi Makro dibahas mengenai analisis pendapatan nasional,termasuk mengenai masalah kesempatan kerja(pengangguran),perubahan harga(inflasi/deflasi), dan neraca pembayaran internasional suatu perekonomian. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibayangkan betapa luasnya permasalahan yang dipelajari dalam Teori Ekonomi Makro. Namun, untuk mempermudah pengamatan(pembahasan) mengenai bekerjanya perekonomian secara nasional, masyarakat suatu perekonomian dibagi menjadi beberapa sektor, yaitu sektor rumahtangga, sektor perusahaan,sektor pemerintah,sektor luar negeri.



1



Dalam mekanisme bekerjanya perekonomian suatu negara,sektor perusahaan memerlukan faktor-faktor produksi yang berasal dari sektor rumahtangga,sedangkan sektor rumahtangga sebagai pemilik faktor produksi(seperti tanah,modal,tenaga,dan interpreneur/penindak),memerlukan barangbarang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh sektor lain yang akan digunakan untuk keperluan hidup(konsumsi). Kemudian sektor pemerintah juga mengkonsumsi dan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa dari sektor lain. Sektor luar negeri mencerminkan hubungan ekonomi (khususnya transaksi barang dan jasa) antara suatu negara dengan negara lain. Sebagai gambaran keterkaitan antar sektor ekonomi dalam proses produksi dapat dilihat bagan alir pada Gambar 1-1. Untuk mempermudah dalam memahami keterkaitan antar sektor diambil contoh perekonomian yang sangat sederhana (perekonomian dua sektor) yaitu suatu perekonomian yang terdiri dari sektor rumahtangga dan sektor perusahaan.



FAKTOR PRODUKSI



PENDAPATAN



PERUSAHAAN



RUMAH TANGGA



BARANG DAN JASA



KONSUMSI Gambar 1-1 Bagan Alir Model Perekonomian Dua Sektor



Pada bagian atas dari bagan alir menunjukkan aliran faktor-faktor produksi (seperti tanah,modal,tenaga kerja,petindak) yang berasal dari sektor rumahtangga dan dihunakan oleh sektor perusahaan dalam kegiatan produksi. Kemudian sektor perusahaan memberikan imbalan berupa sewa,bunga,upah dan keuntungan kepada sektor rumahtangga. Nilai imbalan ini merupakan pendapat-



2



an bagi sektor rumahtangga,yang besarnya sama dengan nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor perusahaan tadi. Bagian bawah aliran menunjukkan aliran barang-barang dan jasa-jasa yang dihasikan oleh sektor perusahaan dan dikonsumsi oleh sektor rumahtangga. Sebagai pengembaiannya,sektor rumahtangga memberikan uang kepada sektor perusahaan untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan. Apabila seluruh pendapatan yang diperoleh sektor rumahtangga dibelanjakan untuk barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan, maka perekonomian berada dalam keadaan seimbang,karena sisi pendapatan sama dengan sisi pengeluaran. Ada kalanya sektor rumahtangga tidak membelanjakan semua pendapatannya untuk dikonsumsi,akan tetapi sebagian pendapatan yang diperoleh disimpan sebagai tabungan. Apabila ini terjadi, maka keseimbangan perekonomian terganggu, karena adanya bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan akan berakibat barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan tidak terjual habis. Gambar 1-2 menunjukkan keadaan keseimbangan apabila sektor rumahtangga menyimpan sebagian pendapatan yang diperoleh sebagai tabungan.



FAKTOR PRODUKSI



PENDAPATAN



RUMAH TANGGA



PERUSAHAAN



BARANG DAN JASA



KONSUMSI



TABUNGAN



PASAR MODAL



INVESTASI



Gambar 1-2 Bagan Alir Modal Perekonomian Dua Sektor dengan Tabungan dan Investasi



3



Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan oleh rumahtangga (tabungan) disebut kebocoran (leakages). Agar perekonomian tetap pada keadaan seimbang, maka bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan (tabungan) tadi harus digunakan dalam perekonomian. Tabungan rumahtangga biasanya disalurkan kepada sektor perusahaan melalui pasar modal (sektor perbankan) dan oleh perusahaan ini merupakan penyeimbang dari adanya kebocoran dalam persuntikan (injection). Apabila besarnya kedua variabel ini (tabungan dan investasi ) tidak sama, maka dalam perekonomian terdapat kesenjangan. Untuk kasus-kasus ketidakseimbangan dalam perekonomian akan dibahas pada bab berikutnya.



Pada perekonomian yang terdapat campur tangan pemerintah (tiga sektor), pendapatan rumahtangga, selain digunakan untuk membiayai pengeluaran konsumsi dan tabungan, juga dikeluarkan untuk membayar pajak kepada pemerintah. Pendapatan yang diterima pemerintah dari pajak yang dibayar oleh rumahtangga dan sektor perusahaan, akan digunakan pemerintah untuk membiayai belanja dan aktivitas pemerintah. Perekonomian akan seimbang kembali apabila investasi ditambah pengeluaran pemerintah sama dengan besarnya tabungan ditambah pajak yang dibayarkan oleh rumahtangga kepada pemerintah.



Gambar 1-3 memperlihatkan bagan alir kegiatan ekonomi dengan campur tangan pemerintah (perekonomian tiga sektor). Pada bagan alir tersebut terlihat keadaan keseimbangan dalam perekonomian jika ada Sebagian pendapatan yang diperoleh sektor rumahtangga disimpan (ditabung) dan Sebagian lagi dibayarkan kepada pemerintah sebagai pajak.



Bagan alir pada perekonomian yang terdapat campur tangan pemerintah, bagian pendapatan yang ditabung (S) dan pajak netto (Tx = pajak dikurang pembayaran transfer pemerintah) merupakan kebocoran, sedangkan pengeluaran investasi perusahaan (I) dan pengeluaran pemerintah (G) adalah merupakan suntikan. Agar tabungan rumahtangga dapat mengalir ke sektor perusahaan, Lembaga keuangan harus mampu memberi rangsangan yang dapat mendorong rumahtangga untuk bersedia menyerahkan (meminjamkan) tabungan nya kepada lembaga keuangan dan oleh lembaga keuangan dipinjamkan lagi kepada ke sektor perusahaan yang membutuhkan dana. Rangsangan ini biasanya, baik langsung maupun tidak langsung, diciptakan oleh sektor pemerintah melalui kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk memobilisir dana yang ada dimasyarakat disebut kebijakan moneter (monetary policy). Variabel ekonomi yang di pengaruhi dengan kebijakan moneter ini adalah jumlah uang yang beredar (money supply).



Penerimaan pemerintah, yaitu pajak netto (selisih antara pajak dengan pembayaran transfer) yang dipungut dari sektor rumahtangga, kemudian digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran dan aktivitas



4



kebijakan mengenai pengeloalaan anggaran belanja pemerintah disebut kebijakan fiskal ( fiscal policy). FAKTOR PRODUKSI



PENDAPATAN



RUMAH TANGGA



PERUSAHAAN



BARANG DAN JASA



KONSUMSI



PASAR MODAL



TABUNGAN



TABUNGAN



KEBIJAKAN MONETER



PEMERINTAH



PAJAK NETTO



PENGELUARAN PEMERINTAH



KEBIJAKAN FISKAL



Gambar 1-3 Bagan Alir Perekonomian dengan Campur Tangan Pemerintah



5



6



Pengukuran Pendapatan Nasional Dalam uraian pada bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa masalah yang dipelajari dalam Ilmu Ekonomi Makro sangat luas. Oleh karena itu, tolak ukur dari masalah-masalah yang dipelajari juga sangat kompleks. Pendapatan Nasional (National income) merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam pembahasan Ilmu Ekonomi Makro. Pendapatan Nasional yang merupakan salah satu perhatian dalam Ilmu Ekonomi Makro, akan menjadi sangat sulit ditentukan, mengingat banyaknya variabelvariabel yang membentu Pendapatan Nasional tersebut. Metode pengukuran pendapatan nasional suatu negara bermacam-macam. Pada pembahasan ini diuraikan menjadi tiga macam metode pengukuran besarnya pendapatan nasional suatu negara yang lazim digunakan, yaitu metode dengan pendapatan produksi (Production Approach), pendekatan pendapatan (Income Approach), dan pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach).



7



Menghitung besarnya Pendapatan Nasional dengan menggunakan metode dari ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sangat besar . Pada pembahasan selanjutnya akan dikemukakan contoh penghitungan Pendapatan Nasional dengan metode yang menggunakan pendekatan produksi , pendekatan pendapatan , dan pendekatan pengeluaran .



Pendekatan produksi ( Production Approach ) Pendapatan nasional suatu negara dapat di ukur menggunakan metode melalui pendekatan produksi . Dengan menggunakan pendekatan produksi ini , pendapatan nasional di hitung berdasarkan atas penghitungan dari jumlah nilai ( nilai = harga dikalikan dengan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan ) barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam suatu perekonomian atau negara pada periode tertentu . Kelemahan pengukuran pendapatan nasional dengan metode melalui pendekatan produksi ini adalah sering terjadinya penghitungan ganda ( double counting ). Penghitungan ganda ini akan terjadi jika beberapa output dari suatu jenis usaha dijadikan input bagi jenis usaha lain . Untuk menghindari penghitungan ganda tersebut , penghitungan Pendapatan Nasional dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menghitung nilai akhir (final goods) atau dengan menghitung nilai tambah (value added). Nilai akhir suatu barang adalah nilai barang yang siap dikonsumsi oleh konsumen terakhir, sedangkan nilai tambah suatu barang adalah selisih antara nilai suatu barang dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut, termasuk nilai bahwan baku yang digunakan. Besarnya angka Pendapatan Nasional yang di ukur dari menghitung nilai akhir dan menjumlahkan nilai tambah akan diperoleh dengan angka yang sama. Penghitungan Pendapatan Nasional dengan menggunakan pendekatan produksi dapat di lihat pada Tabel 2-1 Tabel 2-1 penghitungan Pendapatan Nasional Hasil



Nilai



akhir



tambahan



Produsen I



Kapas



225



225



Produsen II



Benang



460



235



Produsen III



Kain



840



380



Produsen IV



Pakaian jadi



1300



460



Jumlah nilai tambah -



Nilai



1300



Angka Hipotesis



8



Dari Tabel 2-1 dapat di lihat bahwa untuk menghasilkan pakaian jadi melalui 4 (empat) tahapan kegiatan (proses), yaitu dari kapas (petani), benang (pabrik benang), kain (pabrik pemintal), dan pakaian jadi (penjahit). Dalam analisis ini digunakan asumsi bahwa hasil (output) setiap tahapan produksi merupakan input bagi tahapan produksi berikutnya. Dari semua kegiatan produksi di atas (dari kegiatan petani sampai kegiatan penjahit ) terlihat bahwa nilai barang akhir (pakaian jadi) adalah Rp1.300. Nilai ini akan sama besarnya dengan menjumlahkan nilai tambah yang diperoleh setiap aktivitas produksi. Nilai tambah setiap aktivitas produksi adalah tambahan nilai yang diciptakan oleh setiap aktivitas produksi tersebut. Misalnya, aktivitas produksi untuk menghasilkan kapas kapas. Petani kapas menghasilkan nilai produk sebesar Rp225. Karena ini merupakan tahapan awal maka nilai tambah yang diciptakan petani kapas adalah Rp225, yaitu Rp225 dikurangi 0. Nilai 0 diasumsikan petani kapas mampu memperoleh kapas tanpa mengeluarkan biaya. Selanjutnya pengusaha benang menciptakan nilai sebesar Rp460. Nilai ini tidak semuanya merupakan sumbangan pengusaha benang karena sebesar Rp225 merupakan sumbangan petani kapas. Jadi, nilai tambah produsen adalah Rp235 yaitu Rp460 dikurangi Rp225. Begitu juga pengusaha pakaian memberikan nilai tambah sebesar Rp840. Dengan cara menjumlahkan nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap tahapan produksi akan diperoleh angka sebesar Rp1.300 yang sama dengan angka yang diperoleh dari nilai barang akhir. Angkat ini merupakan besarnya Gross Domestik product (GDP)yang diperoleh dari beberapa proses produksi dari perekonomian tersebut. Di Indonesia, menghitung pendapatan nasional menggunakan pendekatan produksi, kegiatan produksi dibagi menjadi beberapa lapangan usaha. Sejak pertama pelaksanaan REPELITA hingga tahun 1982/1983, kegiatan produksi pada perekonomian Indonesia dibagi menjadi 7 lapangan usaha. Mulai tahun 1983/1984 kegiatan produksi pada perekonomian Indonesia dibagi menjadi 11 lapangan usaha yaitu sebagaimana ditunjukkan Tabel 2-2 . Penjumlahan seluruh hasil kegiatan produksi dari semua lapangan usaha menunjukan besaru Produk Domestik Bruto (PDB) atas Gross Domestik Bruto (GDP) Indonesia. GDP Indonesia dihitung setiap kuartal dan setiap tahun, sedangkan angka-angka sebenarnya dari contoh perhitungan diatas dapat dilihat pada beberapa publikasi seperti Nota keuangan dan RAPBN RI. Indikator ekonomi, statistik Indonesia.



Pendekatan Pendapatan ( Income Approach ) Pengukuran pendapatan nasional dengan menggunakan metode melalui pendekatan pendapatan adalah dilakukan dengan cara menjumlahkan semua pendapatan yang diperoleh semua pelaku ekonomi dari aktivitas ekonominya dalam suatu masyarakat atau negara pada periode tertentu. Pendapatan tersebut



9



Tabel 2-2 Penghitungan PDB Berdasarkan 11 Lapangan Usaha Sektor



Nilai



1. pertanian, peternakan, kehutanan,



Rp xxx



Dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian



Rp xxx



3. Industri pengolahan



Rp xxx



4. Listrik, gas dan air minum



Rp xxx



5. Bangunan



Rp xxx



6. Perdagangan



Rp xxx



7. Pengangkutan dan komunikasi



Rp xxx



8. Bank dan lembaga keuangan lainnya



Rp xxx



9. Sewa rumah



Rp xxx



10. Pemerintah dan pertahanan



Rp xxx



11. Jasa-jasa



Rp xxx



Jumlah (GDP)



Rp xxx



berupa sewa,bunga,upah,keuntungan dan lain sebagainya. Angka yang diperoleh dari peritungan pendapatan nasional dengan menggunakan pendapatan ini menunjukan besarnya Pendapatan Nasional atau National Income (NI). Contoh penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan metode melalui pendekatan pendapatan dapat dilihat pada tabel 2-3 dibawah ini :



Tabel 2-3 Penghitungan Pendapatan Nasional Penghasilan dari :



Nilai



Kompensasi kepada pegawai



2.600



Bunga



1.000



Sewa



230



Laba perusahaan



210



Pendapatan dari kekayaan



66



Pendapatan Nasional



Rp4.106



-



Angka Hipotesis



10



Jumlah pendapatan yang diperoleh Menunjukkan besarnya pendapatan nasional (NI) yaitu Rp4.106. Pendapatan nasional ini jika ditambah dengan pajak tidak langsung dan penyusutan akan diperoleh nilai pendapatan nasional kotor atau gross nasional product (GNP).



Pendekatan pengeluaran ( expenditure approach) Pengukuran besarnya pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran uang dilakukan semua sektor ekonomi, yaitu sektor rumah tangga, sektor perusahaan sektor pemerintah sektor luar ngeri pada suatu masyarakat atau negara pada periode tertentu. Pengeluaran sektor rumah tangga berupa pengeluaran investasi perusahaan pengeluaran dari pemerintah berupa belanja pemerintah dan dari sektor luar negri berupa ekspor neto (selisih antara nilai ekspor dan nilai impor). Angka yang diperoleh dari penghitungan pendapatan nasional pendekatan ini menunjukkan besarnya produk nasional bruto atau _gross national product _(GNP) masyarakat dalam perekonomian tersebut pada periode tertentu. Contoh penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan metode melalui pendekatan pengeluaran dapat dilihat pada tabel 2-4 dibawah ini.



Table 2-4 Penghitungan GNP dengan Pendekatan Pengeluaran



-



Jenis pengeluaran



Nilai



Pengeluaran konsumsi (C) Investasi (I) Pengeluaran pemerintah (G) Ekspor Neto (X-M)



3.236 1.208 890 30



GNP



Rp 5364



Angka hipotesis



Pengeluaran konsumsi uang terdapat pada tabel 2-4 diatas merupakan pengeluaran dari konsumsi sector rumahtangga (C), investassi merupakan pengeluaran dari sektor perusahaan untuk investasi bruto (I), pengeluaran



11



Pemerintah merupakan pengeluaran dari sektor pemerintah untuk pembelian barang dan jasa(G), dan ekspor neto menunjukkan pengeluaran sektor luar negeri berupa selisih antara ekspor dan impor (X-M) yang nilainya dapat positif dan dapat juga negatif. Jika nilai ekspor neto suatu negara positif berarti aktivitas perdagangan internasional negara tersebut suripus. Sebaliknya jika nilai ekspor neto suatu negara nilainya negatif, maka aktivitas perdagangan internasional negara tersebut adalah defisit. Angka yang diperoleh dari penjumlahan semua pengeluaran sektor ekonomi diatas yaitu sebesar Rp 5,364 menunjukkan besarnya GNP dari perekonomian masyarakat tersebut. Contoh penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan metode melalui pendekatan pengeluaran untuk kasus di Indonesia disajikan dalam bentuk penggunaan GDP sebagai berikut :



-



Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi pemerintah Pembentukan modal domestic bruto Ekspor neto barang dan jasa (Ekspor dikurang Impor)



XXXX XXXX XXXX XXXX _________+



Jumlah GDP



XXXX



- Ditambah : Pendapatan neto factor produksi luar negeri



XXXX _________+ XXXX



Jumlah GNP -



Dikurangi : Pajak tak langsung neto ( Pajak dikurang pembayaran transfer)



-



Dikurangi penyusutan



XXXX _________-



Jumlah NI



XXXX



Contoh penghitungan tersebut nampak hubungan antara GNP,GDP, dan NI Penentuan besarnya pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran dari ketiga pendekatan penghitungan pendapatan nasional tersebut diatas adalah dilihat dari Gambar 2-1.



12



Depresi (-) Konsumsi rumahtangga (C)



Pajak tidak Langsung (-) Pajak langsung neto (-)



Investasi (I) Konsumen pemerintah (G) Ekspor neto (X-M) GNP



NNP



NI



Yd



Gambar 2-1 Hubungan antara GNP dengan Pendapatan Siap Pakai (Disposable Income)



Seperti yang terlihat pada Gambar 2-1, GNP dikurangi despensasi (penyusutan) sama dengan NNP (Net National Product). Atau dapat ditulis sebagai berikut :



GNP - Despensasi = NNP



Angka NNP ini merupakan angka NNP atas berdasarkan harga pasar, sedangkan angka NNP atas harga pasar tidak kurang pajak tidak langsung sama dengan NNP atau dasar biaya faktor produksi atau disebut juga National Income (NI)



NNP - Pajak tak langsung = NI



13



Pendapatan siap pakai atau disposable income ( Yd ) merupakan selisih antara NI dengan Pajak Langsung Neto. Atau dapat ditulis sebagai berikut : NI – Pajak Langsung Neto = Yd di mana : Pajak Langsung Neto = Pajak langsung – Pembayaran Transfer Pajak langsung merupakan jenis pajak yang langsung dipungut dari wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Misalnya pajak pendapatan, pajak kekayaan, sedangkan pajak tidak langsung merupakan jenis pajak yang dipungut dari wajib pajak dan oleh wajib pajak dimaksudkan oleh pemerintah untuk dialihkan kepada pihak lain, misalnya pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah. Pengertian GDP dan GNP Dalam menghitung pendapatan nasional, terdapat dua macam konsep penghitungan, yaitu dengan menggunakan konsep kewilayahan dan dengan menggunakan konsep kewarganegaraan. Penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep kewilayahan dilakukan dengan cara menghitung besarnya nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh penduduk yang ada di wilayah tersebut, baik kegiatan produksi oleh warga negara sendiri atau dari warga negara asing. Perhitungan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep ini menghasilkan angka GDP ( Gross Domestic Product ). Jadi, nilai hasil produksi orang Jepang atau warga negara asing lainnya di Indonesia akan dihitung dalam penghitungan GDP, sebaliknya nilai hasil produksi bangsa Indonesia di luar negeri, misalnya di Amerika Serikat tidak dimasukkan dalam penghitungan GDP. Penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep kewarganegaraan adalah menghitung besarnya nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara sendiri, baik di dalam negeri sendiri maupun luar negeri. Penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep ini menghasilkan anaka GNP ( Gross National Product ). Jadi, dalam menghitung GNP Indonesia misalnya, kita hanya menghitung nilai produksi yang dihasilkan warga negara Indonesia di Indonesia maupun di luar negeri, tetapi kita tidak memasukkan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara asing di Indonesia. Adapun yang membedakan antara GDP dengan GNP adalah pendapatan neto faktor produksi dari luar negeri ( net factors income from abroad ). Variabel ini menunjukkan pendapatan yang diperoleh dari faktor produksi yang ada di



14



luar negeri dikurangi pendapatan yang diperoleh dari pemilik factor produksi yang berasal dari luar negeri di dalam negeri. Atau dapat ditulis : GDP = GNP – Pendapatan neto luar negeri dari factor produksi Dengan demikian, jika GDP lebih besar dari pada GNP, maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan yang dihasilakan oleh pemilikan factor produksi di dalam negeri yang berasal dari luar negeri lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari factor produksi dalam negeri yang ada di luar negeri. Keadaan ini biasa sering ditemui pada banyak negara sedang berkembang. Transaksi – transaksi yang tidak dimasukkan dalam Penghitungan Pendapatan Nasional Setiap kegiatan yang dapat menambah nilai dapat dikatakan sebagai suatu proses produksi. Akan tetapi ada beberapa kegiatan yang dapat menambah nilai, tetapi tidak dimasukkan dalam penghitungan GNP atau GDP. Alasan tidak dimasukkannya beberapa aktivitas produksi tersebut disebabkan karena dua hal, yaitu alasan teknis dan alasan konseptual. Transaksi – transaksi yang tidak dimasukkan dalam penghitungan GNP atau GDP yang disebabkan karena alasan teknis antara lain : 1. Hasil produksi yang dihasilkan dan dikonsumsi atau digunakan sendiri. 2. Kegiatan – kegiatan yang seharusnya dikerjakan oleh orang lain, tetapi dikerjakan sendiri. Misalnya jasa ibu rumah tangga dan sebagainnya. Aktivitas yang tidak dimasukkan dalam perhitungan GNP atau GDP karena alasan teknis terjadi karena secara teknis sangat sulit untuk mengukur nilai dari aktivitas – aktivitas tersebut. Seandainya suatu saat ada alat statistik yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas – aktivitas tersebut, maka aktivitas – aktivitas di atas akan dimasukkan dalam penghitungan pendapatan nasional. Aktivitas yang tidak dimasukkan dalam penghitungan GNP atau GDP karena alasan konseptual adalah : 1. Kegiatan – kegiatan yang tidak resmi ( illegal ), misalnya penyelundupan barang – barang dagangan, produksi ganja dan lain sebagainya. Aktivitas yang dimasukkan dalam penghitungan GDP atau GNP haruslah merupakan aktivitas yang legal dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. 2. Pembayaran transfer yang dilakukan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain. Misalnya pembayaran subsidi, sumbangan bencana alam, hadiah, warisan dan sebagainya. Pembayaran transfer bukanlah merupakan aktivitas yang merupakan produksi barang dan jasa.



15



3. Perubahan nilai barang – barang sebagai akibat dari perubahan harga barang tersebut. Perubahan nilai bukanlah disebabkan karena aktivitas produksi, sehingga tidak dimasukkan dalam penghitungan GNP atau GDP. Aktivitas produksi yang secara konseptual tidak diukur adalah karena adanya prinsip pengukuran, sehingga aktivitas – aktivitas tersebut selamanya tidak akan diukur walaupun pendekatan mudah dan dapat dilakukan.



Beberapa Istilah GNP nominal ( Nominal GNP ) mengukur nilai output yang dihasilkan berdasarkan pada harga – harga yang berlaku pada waktu output tersebut diproduksi.



GNP riil ( Real GNP ) mengukur nilai output yang dihasilkan Pada suatu waktu dengan berdasarkan pada harga – harga tahun dasar tertentu ( harga konstan ).



GNP atas harga pasar ( GNP at market price ) mengukur nilai output yang dihasilkan berdasarkan pada harga pasar, yaitu tingkat harga yang sudah termasuk pajak tak langsung seperti pajak penjualan, pajak pembelian dan lain – lain. Jadi harga pasar tidak sama dengan harga yang diterima oleh penjual output tersebut.



GNP atas biaya faktor produksi ( GNP at factor cost ) mengukur nilai output yang dihasilkan atas biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan output tersebut.



16



Analisis Pendapatan Nasional



Ukuran perkembangan perekonomian dari satu periode ke periode lainnya di suatu negara biasanya menggunakan variabel pendapatan nasional negara tersebut. Oleh karena itu, variabel pendapatan nasional merupakan variabel pokok yang dibahas dalam Teori Ekonomi Makro. Basarkecilnya nilai variabel pendapatan nasional suatu negara bergantung dari banyak variabel yang membentuk variabel pendapatan nasional tersebut. Namun, untuk mempermudah dalam menganalisis pendapatan nasional suatu perekonomian, biasanya kegiatan ekonomi suatu negara dikelompokkan menjadi empat sektor ekonomi, yaitu sektor rumahtangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor luar negeri.



Pada tahap awal, pembahasan mengenai analisis pendapatan nasional dilakukan terhadap perekonomian yang sederhana (disebut juga perekonomian dua sektor). Kemudian dilanjutkan dengan analisis pendapatan nasional pada perekonomian tertutup dengan kebijakan fiskal (ekonomi tiga sektor) dan perekonomian terbuka (perekonomian empat sektor).



17



Perekonomian Sederhana (Perekonomian Dua Sektor) Pada perekonomian yang sangat sederhana (perekonomian dua sektor), kegiatan ekonomi suatu negara hanya dilakukan oleh sektor rumahtangga dan sektor perusahaan. Sektor rumahtangga menyerahkan faktor-faktor produksi yang dimiliki kepada perusahaan (misalnya berupa tanah, modal, tenaga, keahlian) dan sebagai imbalan dari perusahaan adalah pendapatan bagi rumahtangga (misalnya berupa sewa, bunga, upah, keuntungan). Kemudian, pendapatan tersebut oleh rumahtangga dibelanjakan lagi kepada perusahaan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan untuk keperluan hidup anggota rumahtangga. Nilai barang dan jasa yang dihasilkan sektor perusahaan sama dengan pendapatan yang diterima oleh rumahtangga.



Pendapatan Nasional Keseimbangan Pada perekonomian yang sangat sederhana (perekonomian dua sektor), perekonomian akan berada dalam keadaan seimbang (keseimbangan) apabila sisi pendapatan sama dengan sisi pengeluaran. Ini berarti bahwa semua barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan dapat dijual terjual habis. Keadaan ini dapat tercipta jika semua pendapatan yang diterima oleh sektor rumahtangga dibelanjakan untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Fungsi Konsumsi. Dalam suatu perekonomian pendapatan rumahtangga merupakan sisi pendapatan, sedangkan pengeluaran konsumsi merupakan sisi pengeluaran. Keseimbangan ekonomi tercapai apabila sisi pendapatan sama dengan sisi pengeluaran. Apabila pendapatan rumahtangga diberi simbol Y dan sisi pengeluaran diberi simbol E, sedangkan pengeluaran konsumsi diberi simbol C, maka keseimbangan dalam perekonomian terjadi apabila: Y=E



Karena E = C, maka



Y=C



Kerangka pemahaman dalam analisis pendapatan nasional yang sangat sederhana ini dapat dibuat dengan menggunakan berbagai asumsi terhadap indikator yang membentuk pendapatan nasional tersebut. Misalnya asumsi pada pola konsumsi rumahtangga yang konstan selama periode analisis. Dengan demikian, bentuk kurva pengeluaran konsumsi rumahtangga yang



18



menunjukkan hubungan antara pengeluaran rumahtangga dengan pendapatan nasional adalah linear, seperti yang dikemukakan oleh Keynes. Menurut Keynes, pengeluaran konsumsi rumahtangga sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang ia terima. Atau secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut: C = f (Y) dengan ketentuan :



0
0) sebesar Rp 3 milyar, maka akibatnya pendapatan nasional akan naik sebesar : ∆Y =



= 1,48 x Rp 3 miliyar = Rp 44 milyar



Apabila pengeluaran transfer naik (∆Tr > 0) sebesar Rp 2 milyar, maka akibatnya pendapatan nasional akan naik sebesar:



48



∆Y =



= 1,1 x Rp 2 miliyar = Rp 2,2 miliyar



Apabila penerimaan pajak lump-sum naik (∆Tx > 0 ) sebesar Rp 4 milyar, maka : ∆Y =



= -1,1 x Rp 4 miliyar = -Rp 4,2 milyar



Apabila pengeluaran investasi naik (∆I > 0 ) sebesar Rp 1 milyar, maka akibatnya pendapatan nasional akan naik sebesar : ∆Y =



= 1,48 x Rp 1 milyar = Rp 1,48 milyar



Perekonomian Terbuka ( perekonomian Empat Sektor ) Hampir semua perekonomian di dunia ini mengadakan hubungan dengan luar negeri. Terjadinya hubungan dengan luar negeri ini akibat dari perekonomian tersebut tidak mampu mencukupi kebuthan ekonomi dengan mengandalkan hanya dari sumber ekonomi yang dimiliki. Pada perekonomian terbuka, di dalam perekonomian terdapat sector rumah tangga, sector perusahaan, sector pemerintah, dan sector luar negeri. Untuk menentukan besarnya pendapatan nasional pada perekonomian terbuka ini sama halnya dengan menghitung pendapatan nasional pada perekonomian yang telah dibahas sebelumnya, yaitu dengan menjumlahkan pengeluaran dari sektorsektor ekonomi. Pengeluaran dari sector luar negeri berupa ekspor (X) dan impor (M) dan selisih antara nilai ekspor dengan nilai impor (X-M) disebut ekspor netto. Ekspor merupakan pengeluaran orang di luar negeri terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu Negara. Besar kecilnya permintaan akan barang jasa yang dihasilkan Indonesia oleh warga Negara asing di Negara mereka sangat tergantung pada tingkat pendapatan mereka, sehingga bukan merupakan factor yang dapat dikuasai di Indonesia. Oleh karena itu, dalam model ekonomi makro maka permintaan ekspor merupakan factor eksogen, atau dianggap merupakan suatu konstan.



X=



49



Pengeluaran untuk impor dalam perekonomian terbuka dibedakan menjadi dua jenis, yaitu impor yang nilainya tidak tergantung dari variabel lain, atau impor yang nilainya dianggap tetap. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: M = Mo ; Mo adalah besarnya impor.



Jenis impor yang lain, yaitu impor yang nilainya tergantung dari besar. Kecilnya pendapatan. Atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: M = mY ; m adalah Marginal Propensity to Import



Jadi secara keseluruhan persamaan impor dirumuskan sebagai berikut:



M = M + mY



Dengan memasukkan sektor luar negeri ke dalam model penghitungan pendapatan nasional, berarti kita menambahkan dua variabel dalam mode tersebut, yaitu variabel ekspor (X) dan variabel impor (M). Dengan demikian untuk menghitung pendapatan nasional keseimbangan pada perekonomian terbuka dilakukan dengan jalan menyamakan antara sisi pendapatan dan sisi pengeluaran, yaitu:



Y = C + I + G + (X - M)



Untuk mempermudah pemahaman dalam analisis ini, perhatikan contoh penyelesaian kasus di bawah ini:



Kasus I : Impor merupakan variabel konstan



Misalnya dalam perekonomian didapat informasi sebagai berikut: Fungsi konsumsi :C Investasi :I Pengeluaran Pemerintah :G Pajak : Tx Pembayaran transfer : Tr Ekspor :X Impor :M (semua angka dalam milyar rupiah)



= 10 + 0,8 Yd = 20 = 10 =7 =2 =6 =2



Berdasarkan informasi di atas,



50



a) tentukan besamya Pendapatan Nasional Keseimbangan (Yeq) b) tentukan besamya Konsumsi Keseimbangan ( Ceq) c) tentukan besarnya Tabungan Keseimbangan (Seq) Penyelesaian:



a. Menentukan besarnya Pendapatan Nasional Keseimbangan (Yeq) Syarat keseimbangan : Y=C+I+G+X-M) Y = 10+ 0,8 A + 20 + 10 - (6 - 2) = 44 - 0.8 Yd Yd = Y - Tx+ Tr = Y - 7+2 Yd = Y-5 Y = 44 + 0,8 Yd = 44 + 0.8 (Y - 5) = 44 + 0,8 Y - 4 = 40 + 0,8 Y Y - 0,8 Y = 40 0,2 Y = 40 Y = (1/0,2) x 40 Y = 200 Jadi Pendapatan Nasional Keseimbangan (Yeq) sebesar Rp200 milyar.



b. Menentukan besarnya Konsumsi Keseimbangan (Ceq). C = 10 + 0,8 Yd Yd = Y – Tx + T = 200 - 7 +2 = 195 C = 10 - 0,8 Yd = 10 + 0,8 (195) = 10 + 156 = 166



51



Jadi besamya Konsumsi Keseimbangan (Ceq) sebesar Rp 166 miliyar. c. Menentukan besarnya Tabungan Keseimbangan (Seq) S = - Co + (1 -b) Yd = - 10 + (1 – 0,8) Yd S = - 10 + 0,2 Yd Yd = Y - Tx + Tr = 200 – 7+2 = 195 S = -10 + 0,2 Yd = -10 +0,2 (195) = - 10+ 39 = 29 Jadi besarnya Tabungan Keseimbangan (Seq) sebesar Rp29 milyar Kasus II: Impor tergantung Pendapatan Nasional (Y)



Fungsi konsumsi : C = 10+ 0.8Yd Investasi : I = 20 Pengeluaran Pemerintah : G = 10 Pajak : Tx= 7 Pembayaran Transfer : Tr = 2 Ekspor :X = 6 Impor : M = 2 +0,05 Y (semua angka dalam milyar rupiah) Berdasarkan informasi di atas. a. Tentukan besarnya Pendapatan Nasional Keseimbangan (Yeq) b. Tentukan besarnya Konsumsi Keseimbangan (Ceq) c. Tentukan besarnya Tabungan keseimbangan (Seq) Penyelesaian: a. Menentukan besarnya Pedapatan Nasional Keseimbangan (Yeq) b. Syarat keseimbangan: Y = C + I + G + (X - M)



Y= 10 + 0,8 Yd + 20 + 10 + (6 – (240,05 Y)



52



= 40 +0,8 Yd + (6 – 2 – 0,05 Y) = 40 +0,8 Yd + 4 – 0,05 Y = 44 + 0,8 Yd – 0,05 Y Yd = Y – Tx + Tr =Y–7+2 Yd = Y – 5 Y = 44 + 0,8 Yd – 0,05 Y = 44 + 0,8 ( Y – 5 ) – 0,05 Y = 44 + 0,8 Y – 4 – 0,05 Y = 40 + 0,8 Y – 0,05 Y = 40 + 0,75 Y Y – 0,75 Y = 40 0,25 Y = 40



Yeq



=



= 160



Jadi Pendapatan Nasional Keseimbangan (Yeq) sebesar Rp 160 milyar. b. Menentukan besarnya Konsumsi Keseimbangan (Ceq)



C = 10 + 0,08 Yd Yd = Y – Tx + tr = 160 – 7 + 2 = 155 C



= 10 + 0,8 Yd = 10 + 0,8 (155) = 10 + 133



Ceq = 144 Jadi besarnya Konsumsi Keseimbangan (Ceq) sebesar Rp 144 milyar. c.



Menentukan besarnya Tabungan Keseimabangan (Seq) S = - Co + ( 1 – b ) Yd = - 10 + 1 – 0,8 ) Yd S = - 10+ 0,2 Yd 53



Yd = Y – Tx + Tr = 160 – 7 – 2 = 155



S = - 10 + 0,2 Yd = - 10 + 0,2 (155) = - 10 + 31 Seq = 21 Jadi besarnya Tabungan Keseimbangan (Seq) sebesar Rp 21 milyar.



Angka penggandaan (multipier) pada Perekonomian Terbuka Seperti yang telah dikemukakan di atas, pengeluaran untuk impor dalam perekonomian terbuka dibedakan menjadi dua jenis, yatu imor yang nilainya tidak tergantung dari variabel lain (Mo) dan impor yang nilainya tergantung dari besar-kecilnya pendapatan (mY), sehingga persamaan inpor dapat ditulis sebagai berikut :



M = Mo + mY Di mana Mo adalah nilai impor apabila pendapatan sama dengan nol dan m adalah Marginal Propensity to Import.



Angka Penggandaan Pada Perekonomian Terbuka dengan Impor merupakan variabel konstan. Besarnya angka penggandaan pengeluaran pada perekonomian terbuka dengan impor sebagai variabel konstan ini dibedakan menjadi dua, yaitu pada perekonomian dimana perpajakan bersifat lump-sum dan perpajakan yang bersifat proporsional. Besarnya angka penggandaan untuk perekonomian terbuka dimana pemerintah hanya mengenakan pajak lump-sum adalah sama dengan angka penggandaan pengeluaran untuk perekonomian tiga sektor di mana sistem perpajakan adalah lump-sum.



Y = Co + b Y + b Tr – b To + l + G + X – M Y=



[ Co + b Tr – b To + I + G + X + M]



Y=



[b



Tr – b



To + I + G + X - M]



Karena ekspor dan impor merupakan suatu konstan, maka penggandaan masing-masing variabel adalah sebagai berikut :



54



X =



M = 0, sehingga angka



KI



=



=



Ki



=



=



KG =



=



KTo =



=



KTr



=



=



Besarnya angka penggandaan pengeluaran (kE) untuk perekonomian terbuka dimana sistem perpajakan proporsional (tY) adalah sama dengan angka penggandaan pengeluaran untuk perekonomian tiga sektor di mana sistem perpajakan adalah proporsional, yaitu : Y



= Co + b Y + b Tr – b To – b tY + I + G + X – M



Y



=



[ Co + b Tr – b To – b Ty + I + G + X – M]



Y =



[b Tr – b To + I + G + X - M]



Karena ekspor dan impor merupakan satu konstan, maka X = M = 0, sehingga angka penggandaan masing-masing variabel adalah sebagai berikut : kI =



=



Angka Penggandaan Pada Perekonomian dengan Impor proporsional terhadap Pendapatan Nasional. Besarnya angka penggandaan pengeluaran (kE) untukperekonomian terbuka di mana nilai impor juga tergantung dari besar-kecilnya pendapatan nasional, atau : M = Mo + mY Dibedakan menjadi dua, yaitu angka penggandaan untuk perekonomian terbuka



55



Dimana sistem perpajakan yang lump-sum dengan angka pengganda pengeluaran untuk terbuka dimana sistem perpajakan adalah proporsional. Dengan cara yang sama seperti menentukan besranya angka pengganda untuk perekonomian dua sektor maupun tiga sektor, maka angka pengganda pengeluaran untuk perekonomian dimana sistem perpajakan adalah lump-sum diperoleh dengan cara sbb:



Y = Co + by + b Tr - b To + I + G + X – Mo - mY Y=



[Co + b Tr - b To + I + G + X - Mo]



∆Y =



[b



Tr - b



To + l + G - M]



Co dan X merupakan suatu konstata sehingga dalam proses derival keduanya menjadi sama dengan nol. Dengan mencari Tr; To; G; dan Y/ maka kita dapat menemukan angka pengganda untuk masing” variabel. Misalkan: K1 =



=



Untuk mempermudah pemahaman atas pembahasan ini,kita ambil contoh pada kasus ke II di atas. Fungsi Konsumsi



: C = 10 + 0,8 Yd



Fungsi Impor



: M = 2 + 0,05 Y



Dengan demikian besarnya Angka pengganda investasi (K1) adalah sebesar: K1=



K1=



=



=4



Jadi besarnya angka pengganda investasi adalah 4, yang berarti apabilainvestasi emningkat sebesar Rp.4 Milyar maka pendapatan nasional akan mengalami kenaikan sebesar 4X Rp.4 milyar = 16 Milyar.



56



Angka pengganda mengeluarkan untuk perekonomian terbuka dimana sistem perpajakan adalah proporsional apat dicari dengan menggunakan persamaan dibawah ini:



Y = Co = b Tr - b To - b tY+ I + G + X – Mo - mY Y=



[Co + b Tr - b To + I + G + X - Mo]



ΔY =



[b Δ Tr - b Δ To + Δl + ΔG - ΔM]



Co dan X merupakan suatu konstata sehingga dalam proses derivatif keduanya menjadi sama dengan nol. Dengan mencari Tr; To; G; dan Y/ maka kita dapat menemukan angka pengganda untuk masing” variabel.Sehingga misal, pengganda untuk pajak lump-sum diperoleh dengan cara sbb: Fungsi konsumsi



:C



= 10 + Yd



Fungsi Pajak



: Tx



=0,1 Y + 2



Fungsi Impor



:M



=4 + 0,05 Y



Dengan demikian besarnya angka pengganda pejek lump-sum adalah: KTo =



=



KTo=



=



KTo= KTo=



= -2,42



Jadi besarnya angka pengganda pajak lump-sum adalah -2,42 yang berarti apabila pemerintah menaikan pajak lump-sum sebesar Rp.4 Milyar maka pendapatan nasional akan turun sebesar 2,42x Rp.4=Rp. 9,68 Milyar Untuk mencari angla pengganda untuk variabel lainnya, maka kita dapat mencari derivitif persamaan diatas terhadap masing-masing variabel: ;dan .



57



Kesenjangan Inflasi dan Kesenjangan Deflasi Dalam suatu perekonomian besarnya penawaran. Ditunjukkan oleh besarnya kemampuan berproduksi dari perekonomian tersebut. Apabila tingkat produksinya yang dihasilkan dengan menggunakan seluruh kapasitas produksi yang ada, maka pendapatan yang diperoleh merupakan pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh atau Full Employment Income (Y10). Sisi permintaan pada perekonomian ditunjukkan oleh besarnya pengeluaran masyarakat dalam perekonomian tersebut ditunjukkan oleh C + I + G + X – M. dalam suatu perekonomian, mungkin terjadi bahwa pendapatan keseimbangan tidak sama dengan pendapatan full employment. Yang dimaksudkan pendapatan keseimbangan adalah tingkat pendapatan dimana pendapatan sama dengan permintaan agregatif. Pendapatan keseimbangan merupakan suatu situasi perekonomian yang stabil dalam arti kata, apabila terjadi perubahan pendapatan, maka dalam perekonomian tersebut timbul suatu kekuatan yang mendorong pendapatan untuk kembali pada pendapatan keseimbangan. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 3-6.



AD



Y=E A



E



0



Y2



B



Yeq



C + I + G + X – M = AD



Y1



Gambar 3-6 Kesenjangan Penawaran dan Permintaan



58



Y



Keseimbangan terjadi pada titik E, yaitu perpotongan antara permintaan agregatif( C + I + G + X – M ) dengan garis yang membentuk 45°. Pada titik E permintan agregatif sama dengan penawaran agregatif dan perekonomian berada dalam keseimbangan dengan pendapatan nasional pada Yeq . Seandainya karena suatu hala pendapatan naik menjadi Y1 , maka keseimbanga ekonomi terganggu karena permintaan agregatif menjadi lebih kecil daripada penawaran agregatif yang menunjukan jumlah produksi barang dan jasa dihasikan dalam perekonomian tersebut. Pada pendapatan sebesar AY1 . Keadaan ini akan menyebabkan para usahawan menghadapi tingkat persediaan barang produksi yang lebir besar dari pada yang di gudang dengan cara mengurangi investasi. Berkurangnya investasi tersebut kan menyebabkan turunnya pendapatan nasional. Berkurangnya investasi akan terus terjadi selama tingkat persediaan barang lebih besar daripada yang diinginkan, dan baru berhenti apabila pendapatan nasional mencapai Yeq kembali. Sebaliknya, apabila pendapatan nasional karena suatu turun menjadi Y2 , yang berarti penawaran penawaran agregatif lebih kecil daripada permintaan agregatif. Sebagai akibatnya pengusaha menghadapi keadaan dimana persediaan barangnya lebih kecil daripada jumlah yang diinginkan, sehingga mereka akan memperbesar produksi dengan cara menaikkan investasi, dan sebagai akibatnya pendapatan nasional akan megalami kenaikan. Hal ini akan terus berlangsung selama penawaran agregatif lebih kecil daripada permintaan agregatif , dan baru berhenti sampai pendapatan naisonal kembali mencapai Y . Suatu perekonomian yang baik senantiasa bergerak menuju tingkat pendapatan full employment yang merupakan keadaan perekonoian ideal, karena pada tingkat pendapatan full employment ini semua kapasits produksi sudah digunakan secara penuh. Pada tingkat pendapatan full employment semua faktor produksi tidak ada lagi yang menganggur. Namun, masalhnya adalah tingkat pendapatan full employment dan tingkat pendapatan keseimbangan mungkin tidak sama. Akibatnya, toingkat pendapaatan full employment yang sudah tercapai tidak akan bisa bertahan lama, karena perekonomian akan bergerak untuk meninggalkan tingkat pendapatan full employment menuju ke tingkat pendapatan keseimbangan. Apabila pada tingkat pendapatan full employment, sementara permintaan agregatif lebih kecil daripada penawaran agregatif, maka tingkat pendapatan nasional cenderung akan turun. Dalam keadaan seperti ini berarti pada perekonomian tersebut terjadi kesenjangan deflasi ( deflation gap ). Kesenjangan deflasi terjadi apabila pendapatan full employment ( Yte2 ) lebih besar daripada pendapatan keseimbangan ( Yeq) . Pada tingkat pendapatan full employment ( Yte ), permintaan agregatif sebesar HYte , Sedangkan penawaran agregatif sebesar GYte , dan kesenjangan deflasi yag terjadi sebesar GH. Adanya kesenjangan deflasi ini menyebabakan pendapatan nasional cenderung akan bergerak kembali ke arah pendapatan nasional keseimbangan (Y eq).



59



Sebaliknya, apabila pada tingkat pendapatan full employment permintaan agegratif lebih besar dari pada penawaran agegratif mak tingkat pendapatan cenderung akan naik. Dalam keadaan seperti ini berarti pada perekonomian tersebut terjadi kesenjangan inflasi (inflationary gap). Kesenjangan inflasi terjadi apabila pendapatan full employment (Y le1) lebih kecil daripada pendapatan keseimbangan (Y aq) . permintaan agegratif pada tingkat pendapatan Yle 1 sebesar Iy le 1 sedangkan penawaran keseimbangan sebesar Jy le1 sehingga terdapat jenjang inflasi tersebut IJ. AD Y=E G Deflas AD H



Inflasi J



0



Yfe1



Yeq



Yfe2



Y



Gambar 3-7 Jenjang Deflasi dan Jenjang Inflasi



Untuk menentukan besarnya kesenjangan /gap pada perekonomian tiga sektor di mana pungutan pajak berupa pajak lump-sum (lump-sum tax) adalah sebagai berikut :



60



Diketahui : Fungsi komsumsi



: C = 10 + 0,9 Yd



Investasi



:I



Pengeluaran pemerintah



: G = 10



Pajak



: Tx = 7



Pembayaran transfer



: Tr = 2



Ekspor



:X = 6



Impor



: M = 2 + 0,05 Y



Syarat



: Y = C + I + G + (X - M)



= 20



a. Apabila Pendapatan full employment sebesar Rp 200 milyar, kesenjangan apakah yang terjadi ? b. Bagaimana cara menghilangkan kesenjangan tersebut ? Penyelesaian : a. Pendapatan kesenjangan (Yaq): Y Y



Yd Yd Y



=C+I+G+X–M = 10 + 0,8 Yd + 20 + 10 + [6 (2 + 0,05 Y)] = 40 +0,8 Yd + (6 - 2 – 0,05 Y) = 40 + 0,8 Yd + 4 -0,05 Y = 44 + 0,8 Yd -0,05 Y = Y – Tx + Tr =Y–7+2 =Y–5 = 44 + 0,8 Yd – 0,05 Y = 44 + 0,8 (Y-5) – 0,05 Y = 44 + 0,8 Y-4 – 0,05 Y = 40 + 0,8 Y – 0,05 Y = 40 + 0,75 Y Y – 0,75 Y = 40 0,25 Y = 40



Y aq



=



= 160



61



Jadi pendapatan nasional keseimbangan ( Yeq ) sebesar Rp 160 milyar. Pendapatan full employment ( Yle ) sebesar Rp 200 milyar, dank arena Yeq < Fle berarti pada perekonomian tersebut terjadi kesenjangandeflasi. Pada tingkat pendapatan full employment sebesar Rp 200 milyar, permintaan agregatif sebesar : C + I + G + X – M = 10 + 0,8 ( Y-5 ) + 20 + 10 + 6 – 2 – 0,05 Y = 40 + 0,75 ( 200 ) = 190 Jadi kita ketahui bahwa pendapatan lebih besar daripada permintaan agregatif ( 200 > 190 ), sehingga terdapat kesenjangan deflasi perekonomian sebesar Rp 10 milyar. b. Untuk menghilangkan jenjang deflasi maka pendapatan keseimbangan harus terjadi pada tingkat pendapatan full employment ( Yeq = Yle ). Ini dapat dilakukan dengan cara menaikkan permintaan agregratif. Perbedaan antara Yle dan Yeq sebesar Rp 40 milyar dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini : 1. Investasi dinaikkan 2. Pajak diturunkan 3. Pembayaran transfer dinaikkan 4. Pengeluaran pemerintah dinaikkan. Penjelasan : 1. Menghilngkan jenjang deflasi dengan menaikkan investasi sebesar: K1 = ∆Y/∆I = 1/0,25 = 4 ∆Y = 40 Maka : 40/∆I = 4 dan ∆I = 10



2. Menghilangkan jenjang deflasi dengan menaikkan pengeluaran pemerintah sebesar : KG = ∆Y/∆G = 1/0,25 = 4 ∆Y = 40 Maka : 40/∆G = 4 dan ∆G = 10



3. Menghilangkan jenjang deflasi dengan menaikkan pengeluaran transfer sebesar : KTr = ∆Y/∆Tr = 0,75/0,25 = 3 ∆Y = 40



62



Maka = 40/∆Tx = 3 dan ∆Tr = 13,33



4. Menghilangkan jenjang deflasi dengan menaikkan pengeluaran transfer sebesar : KTr = ∆Y/∆Tr = 0,75/0,25 = 3 ∆Y = 40 Maka = 40/∆Tx dan ∆Tx = - 13,33



AD Y=E deflasi AD



Y 0



160



190



63



64



4. Teori Konsumsi



Teori konsumsi yang dikemukakan sebelumnya merupakan teori konsumsi yang sangat sederhana sebagaimana dikemukakan oleh Keynes. Dalam teori tersebut dikemukakan bahwa besarkecilnya pengeluaran konsumsi hanya didasarkan atas besar-kecilnya tingkat pendapatan masyarakat. Keynes menyatakan bahwa ada pengeluaran konsumsi minuman yang harus dilakukan oleh masyarakat (konsumsi autonomous) dan pengeluaran konsumsi akan meningkatkan dengan bertambahnya penghasilan. Dari analisis pengeluaran konsumsi yang dikemukakan oleh Keynes tersebut terdapat dua hal yang penting, yaitu:



1. MPC < APC, dan 2. APC orang yang lebih kecil daripada APC orang miskin. 3. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data cross section mendukung teori Keynes tersebut. Keynes dengan menggunakan data tahun 1869-1929 menemukan bukri batha APC tidak mengalami penurunan, akan tetapi



65



Konstan selama periode tersebut. APC sebesar 0,86 yang berarti MPC juga akan konstan pada angka sebesar 0,86 (MPC = APC). Semenjak itu timbul pertanyaan mengenai bagaimanakah hubungan yang sebenarnya antara pengeluaran konsumsi dan penghasilan siap pakai (disposable income) ? Selain pendapatan, sesungguhnya pengeluaran konsumsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kekayaan, tingkat sosial ekonomi, tingkat harga, selera, tingkat bunga, dan lain-lain. Dari kenyataan ini terdapat beberapa teori tentang pengeluaran konsumsi yang menghubungkan pengeluaran konsumsi dengan faktor-faktor lain selain pendapatan. Teori-teori tersebut antara lain Teori konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis), Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis), dan Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis).



4.1. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis) Teori Konsumsi dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Ando, Brumbreg dan Modigliani yaitu tiga ekonom besar yang hidup di abad 18. Menurut teori ini faktor sosial ekonomi seseorang sangat mempengaruhi pola konsumsi orang tersebut. Teori ini membagi pola konsumsi seseorang menjadi 3 bagian berdasarkan umur seseorang. Bagian pertama yaitu dari seseorang berumur nol tahun hingga berusia tertentu di mana orang tersebut dapat menghasilkan pendapatan sendiri. Sebelum orang tersebut dapat menghasilkan sendiri, maka ia mengalami dissaving (ia berkonsumsi akan tetapi tidak menghasilkan pendapatan sendiri yang lebih besar dari pengeluaran konsumsinya. Dan pada bagian tiga di mana ia berada pada usia tidak bisa bekerja lagi. Pada bagian dua, ia mengalammi saing. Dan bagian ke tiga ketika seseorang pada usia tua di mana orang tersebut tidak mampu lagi menghasilkan pendapatan sendiri, ia mengalami dissaving lagi. Dengan menggunakan grafik pola konsumsi seseorang dapat ditunjukkan pada gambar 4-1.



66



C 1



II



C



III Y



t 0



to



t1



t2



Gambar 4-1 Kurva Pengeluaran Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup



Sumbu vertikal menunjukkan tingkat konsumsi seseorang dan sumbu horisontal menunjukkan waktu (umur) orang tersebut. Pada bagian I, yaitu pada umur 0 sampai dengan to, seseorang mengalarni dissaving. Ini terjadi karena orang tersebut belum menghasilkan pendapatan sedangkan ia perlu konsumsi. Pada umur to, orang tersebut mulai menghasilkan pendapatan. Akan tetapi hingga umur sebelum t1, masih melakukan dissaving, karena pengeluaran konsumsi lebih besar dari pendapatan yang dihasilkan. Kemudian pada bagian II, yaitu pada umur t1 sampai t2 seseorang mengalami saving. Pada keadaan ini ia sudah mengasilkan pendapatan yang lebih besar dari pengeluaran konsumsi. Pada bagian III, yaitu pada umur t2, orang tersebut kembali melakukan dissaving. Karena pada umur t2, ia tidak sanggup lagi menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi pengeluaran konsumsinya. Untuk membuktikan teori mereka, AMB menggunakan bentuk fungsi konsumsi sebagai berikut: C = aW yang menyatakan bahwa a adalah MPC. Berbeda dengan asumsi Keynes bahwa M PC merupakan suatu bilangan statis AMB menyatakan bahwa a bukan merupakan bilangan statis, namun nilai yang tergantung dari umur, selera, dan tingkat bunga. Nilai W dalam formulasi



67



AMB merupakan nilai sekarang (present value) dari kekayaan. Ada tiga faktor yang membentuk W, yaitu : 1. Nilai sekarang (present value) penghasilan dari kekayaan, misalnya bunga, sewa. 2. Nilai sekarang (present value) penghasilan dari balas jasa kerja, seperti upah, gaji. 3. Nilai sekarang (present value) penghasilan dari upah yang diharapkan diterima seumur hidup. Secara spesifik, bentuk persamaan konsumsi yang dikemukakan oleh AMB adalah sebagai berikut: C = a At + a YtL + a (T - 1) YtLE



Yang menyatakan bahwa : C a A YL YLE T



: pengeluaran konsumsi : MPC : kekayaan : penghasilan dari kerja : penghasilan yang diharapkan seumur hidup sejak tahun ini : sisa umur seseorang dihitung dari saat ini



Permasalahan yang sering muncul dalam menentukan model konsumsi AMB adalah kesulitan membuat estimasi mengenai penghasilan yang diharapkan akan diterima pada masa yang akan datang. Untuk mengatasi permasalahan ini. AMB menggunakan asumsi bahwa YtLE = b YtL



Dengan ketentuan:



0 Yp). Bagi golongan rumah tangga kaya, juga ada yang melakukan pengeluaran konsumsi sementara positif dan ada yang melakukan peneluaran konsumsi sementara negatif. Namun, secara keseluruhan jumlah keduanya sama besar, sehingga pengeluaran sementara golongan rumahtangga kaya adalah nol. Menurut Friedman, APC bagi golongan kaya adalah rendah. Alasanya dapat dijelaskan secara matematis sebagai berikut :



75



APC = C/Y Dengan nilai Y = Yp + Yt dan



C = Cp + Ct



Bagi golongan rumahtangga kaya, Y > Yp dan Ct = 0. Ini berarti Cp < C Yp



Y



Dengan nilai C = Cp dan



Y > Yp



Selanjutnya, menurut Friedman, bagi golongan miskin terdapat mereka yang memperoleh pendapatan sementara positif da nada yang mendapat pendapatan sementara negative. Bagi golongan miskin, mereka yang memperoleh pendapatan sementara positif jumlahnya lebih kecil daripada mereka yang memperoleh pendapatan sementara negative, sehingga secara keseluruhan bagi golongan miskinmempunyai pendapatan sementara negative (Yt < 0). Ini berarti pendapatan terukur (Y) lebih kecil daripada pendapatan permanen (Yp). Bagi golongan rumahtangga miskin juga ada yang memperoleh pendapatan sementara negative, namun secara keseluruhan jumlah keduanya sama. Dengan demikian, bagi golongan miskin, besarnya pengeluaran sementara sama dengan nol (Ct = 0). Dan akibatnya APC bagi golongan miskin tinggi. Penjelasan matematis dapat diuraikan sebagai berikut :



APC = C/Y Dengan nilai Y = Yp + Yt dan



C = Cp +Ct



Bagi golongan miskin, Y < Yp dan Ct = 0, sehingga Cp > C Yp



Y



Dengan nilai C =Cp dan



Y < Yp



Jadi, APC golongan kaya lebih rendah dibandingkan dengan APC golongan miskin. Dengan perbedaan APC antara golongan kaya dn golongan miskin didasarkan atas perbedaan penghasilan ini menunjukkan bahwa fungsi konsumsi jangka pendek adalah kurva konsumsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Keynes, yaitu adanya inpersep (konsumsi otonom) yang menunjukkan kurva pengeluaran konsumsi memotong sumbu tegak (sumbu konsumsi). Arti



76



-nya dalam jangka pendek teori konsumsi Friedman ini selaras dengan teori konsumsi yang dikemukakan oleh Keynes. Perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variable yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain pendapatan, seperti tingkat bunga, kredit perbankan, efek kekayaan, inflasi, tersedianya barang tahan lama.



Tingkat bunga. Faktor yang penting pengaruuhnya terhadap tabungan ( pada akhirnya juga akan mempengaruhi pengeluaran konsumsi ) adalah tingkat bunga. Kkonsumen mempunyai preferensi terhadap suatu barang sekarang dibandingkan dengan barang itu diperoleh pada masa yang akan dating. Agar konsumen bersedia menangguhkan pengeluaran konsumsinya, diperlukan balas jasa yang disebut dengan bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin besar pula jumlah uang yang ditabung ( berarti semakin kecil uang yang di belanjakan untuk konsumsi ). Sebaliknya, semakin rendah tingkat bunga, maka jumlah uang yang ditabung juga semakin rendah ( berarti semakin besar uang yang digunakan untuk konsumsi. Keynes menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi adalah penghasilan riil. Walaupun demikian, hal tersebut tidak menghilangkan pengaruh tingkat bunga terhadap alokasi dana untuk tabungan dan pengeluaran konsumsi. Namun tidaklah jelas apakah semakin tinggi tingkat bunga akan menyebabkan pengeluaran konsumsi semakin sedikit atau semakin banyak. Ini karena perubahan tingkat bunga mempunyai dua efek, yaitu efek substitusi (substitution effect ) dan efek pendapatan ( income effect ). Efek substitusi bagi kenaikan tingkat bunga adalah rumah tangga cenderung menurunkan pengeluaran konsumsi dan menambah tabungan, sedangkan efek pendapatan bagi naiknya tingkat bunga adalah meningkatnya pengeluaran konsumsi dan mengurangi tabungan. Efek totalnya tergantung dari efek mana yang paling kuat ( dominan ), apakah efek substitusi ataukah efek pendapatan. Bagi golongan kaya yang mempunyai APC lebih rendah daripada golongan miskin, kenaikan tingkat bunga menghasilkan efek pendapatan mungkin lebih kuat daripada efek substitusi. Akibatnya rumah tangga cenderung menambah pengeluaran konsumsinya. Sebaliknya, bagi golongan miskin, kenaikan tingkat bunga menghasilkan efek substitusi lebih kuat daripada efek pendapatan, sehingga pada kondisi ini rumah tangga cenderung akan menabung lebih banyak. Jadi, secara teoritis tidaklah mudah membuktikan kenaikan tingkat bunga menyebabkan sesorang melakukan konsumsi lebih besar atau lebih sedikit,. Untuk menjelaskan fenomena ini diperlukan suatu studi empiris. Kredit. Kredit yang diberikan oleh sector perbankan juga sangat erat hubungannya dengan pengeluaran konsumsi yang dilakukan rumah tangga dapat membeli barang pada waktu sekarang dan pembayarannya dilakukan dikemudian hari. Namun demikian, ini tidak



77



berarti bahwa adanya fasilitas kredit menyebabkan rumah tangga akan melakukan konsumsi yang lebih banyak, karena apa yang mereka beli sekarang harus di bayar dengan penghasilan yang akan diterima pada masa yang akan datang. Konsumen akan memperhitungkan beberapa hal dalam melakukan pembayaran dengan cara kredit, misalnya uang muka ( down payment ), tingkat bunga, dan waktu pelunasannya . sering kali terjadi bahwa tingkat bunga tidak merupakan faktor yang dominan dalm memutuskan pembelian dengan cara kredit, sebagaimana faktor-faktor yang lain seperti uang muka dan waktu pelunasan. Kenaikan uang muka akan menurunkan menurunkan jumlah uang yang harus di bayar secara kredit. Sedangkan semakin panjang waktu pelunasan kredit akan meningkatkan jumlah yang harus di bayar dengan kredit. Jadi dapat di simpulkan bahwa tidak adanya kejelasan mengenai pengaruh kredit terhadap pengeluaran konsumsi. Penelitian emipis yang pernah dilakukan juga tidak menemukan adanya hubungan yang positif antara kredit dan pengeluaran konsumsi. Kekayaan.Perubahan tingkat harga akan menyebabkan seseorang yang memiliki kekayaan akan mengalami perubahan niali kekayaan tersebut. Jika tingkat harga naik, maka nilai kekayaan akan naik dan pada kondisi tersebut pemilik kekayaan akan merasa lebih kaya. Akibatnya , mungkin ia akan meningkatkan pengeluaran konsumsinya. Sebaliknya, jika harga turun , nilai kekayaan akan turun dan pemilik kekayaan akan merasa kekayaan menurun. Akibatnya , mungkin ia akan mengurai pengeluaran konsumsinya . dalam mekanisme ini terjadi Efek Pigou ( Pembahasan yang lebih rinci mengenai efek pigou ini akan di berikan pada bab mengenai keseimbangan di sektor rill). Mekanisme yang mirip dengan efek pigou ini adalah dampak kenaikan suku bunga terhadap pengeluaran konsumsi. Adanya kenaikan suku bunga menyebabkan seseorang yang memiliki kekayaan finansial , seperti obligasi , saham akan merasa bahwa ia semakin kaya. Akibatya , mungkin ia akan mempengaruhi pengeluaran konsumsinya. Barang tahan lama. Barang tahan lama adalah barang yang dapat dinikmati sampai pada masa yang akan datang ( biasanya lebih dari satu tahun ). Adanya barang tahan lam ini menyebabkan timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki barang tahan lama, seperti lemari es, perabotan , mobil, sepeda motor ,tidak akan membelinya lagi dalam waktu dekat. Akibatnya , pengeluaran konsumsi untuk jenis barang seperti ini cenderung menurun pada masa (tahun) yang akan datang. Pengeluaran konsumsi untuk jenis barang ini menjadi berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga pada periode tersebut pengeluaran konsumsi secara keseluruhan juga berfluktuasi. Inflasi. Kenaikan harga barang secara umum (inflasi) menyuebabkan terjadinya efek substitusi. Konsumen akan mengurangi pembelian terhadap barang-ba



78



rang yang harganya relatif mahal dan menambah pengeluaran konsumsi terhadap barangbarang yang harganya relatif murah. Namun demikian, adanya inflasi berarti harga semua barang mengalami kenaikan dan ini akan menimbulkan efek substitusi antara pegeluaran konsumsi dengan tabungan. Kenaikan tingkat harga umum tidaklah berarti bahwa kenaikan harga barang terjadi secara proporsional. Hal ini mendorong konsumen untuk mengalihkan konsumsinya dari barang yang satu ke barang yang lain. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap pengeluaran konsumsi sangat bergantung dari teori konsumsi mana yang digunakan sebagai acuan. Teorl konsurnst yang dikemukakan oleh Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan riil dan tingkat penghasilan riil, sehingga adanya inflasi tidak akan berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi.



79



5.Teori Investasi Investasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitubinvestasi riil dan investasi finansial.Yang dimaksud dengan Investasi riil adalah investasi terhadap barang-barang tahan lama (barangbarang modal) yang akandigunakandalam proses produksi. Jenis investasi ini dibedakan lagi menjadi tiga komponen, yaitu Investasi tetap perusahaan (Business Fixed Investment), Investasi untuk perumahan (Residential Construction), dan Investasi perubahan bersih persediaan perusahaan (net change in business inventory), sedangkan Investasi Finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga, misalnya pembelian saham, obligasi, dan surat bukti hutang lainnya. Pertimbangan-pertimbangan utama yang perlu di lakukan dalam melakukan (memilih) suatu jenis investasi riil adalah tingkat bunga pinjaman yang berlaku (i), tingkat pengembalian (rate of retum) dan barang modal, dan prospek (harapanberkembang) proyekinvestasi. Pembelian barang modal tidak selamanya berarti investasi. Yang dimaksud dengan investasi adalah penambahan barang modal secara neto yang positif. Seseorang yang membeli barang modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal yang aus dalam proses produksi bukanlah merupakan investasi, tetapi disebut dengan pembelian barang modal untuk mengganti (replacement).Pembalian barang modal ini merupakan investasi pada waktu yang akan datang.



80



Kriteria pengambilan keputusan untuk pembelian barang modal adalah dengan melihat tingkat pengembalian (rate of return) dari barang modal tersebut. Apabila tingkat pengembalian dari suatu barang modal (misalnyamesinjahit) lebih besar dari pada tingkat pengembalian dari barang modal jenis lain (misal. nyalemaries), maka barang modal pertama (mesinjahit) yang dibeli. Tingkat pengembalian dari suatu barang modal disebut dengan Marginal Effcency of Capital (MEC atau r) sedangkan tingkat pengembalian dari investasi finansial, terutama obligasi adalah tingkat bunga obligasi dan perubahan harga jenis investasi finansial tersebut.



Menentakan Tingkat Pengembalian (Rate of Return) Untuk menentukan besarnya tingkat pengembalian dari suatu barang modal (MEC -r) dapat dilakukan dengan jalan mencari tingkat diskonto yang menyamakan antara harga barang modal dengan pendapatan-pendapatan yang diharapkan dari pengoperasian barang modal tersebut ditambah nilai sisanya. Formulasi yang digunakan sebagai berikut:



yang menyatakan, bahwa: C adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh investasi hingga siapun tuk dipakai/ harga investasi. R,, R,, R,, ..., R, adalah besarnya penerimaan yang diharapkan dari diperoleh dari mengoperasikan investasi. 1,2, 3, ...., N adalah periode waktu dari masing-masing penerimaan. S adalah nilai residu (nilai sisa) dari investasi setelah umur ekonomis dan investasi tersebut dinyatakan habis/harga investasi pada tahun N. r adalah tingkat pengendalian proyek Investasi (MEC).



ContohKasus Satu unit mesinjahit yang diperkirakan dapat digunakan selama 2 tahun.Harga mesin tersebut hingga siap digunakan Rp500.000. Perkiraan pendapatan yang dapat diperoleh dari penggunaan mesin tersebut Rp300.000 setiap tahun.Berapakah MEC mesin jahit tersebut?



81



Penyelesaian : Perhitungan MEC mesin jahit adalah sebagai berikut:



500



=300



500(1+2r+ 500



= 0.13 dan



+ 300



) = 600 + 300r



+ 700r – 100 = 0



= -1,53 (tidak terpakai karena negatif)



Jadi tingkat pengembalian (MEC) mesin jahit adalah 1346. Misalnya kita dihadapkan pada dua alternatif proyek investasi, yaitu lemari es. Perkiraan umur ekonomi (lama waktu penggunaan barang modal) satu tahun dan berharga Rp400 000. Penghasilan diperkirakan sebesar Rp425.000 setahun tanpa nilai sisa. Proyek investasi mana yang akan dipilih? Mesin Jahit atau Lemari Es?



400 (l+r) = 425 400 + 400r = 425 400r = 425 – 400 400r = 25 R = 0,0625 = 6,25%



Jadi, kalau kita membeli mesin jahit maka tingkat keuntungan yang diharapkan akan diperoleh sebesar 13 persen, sedangkan apabila kita membeli lemari es maka tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar 6,25 persen. Barang modal manakah yang akan kita beli? Keputusan untuk membeli suatu barang modal tidak hanya tergantung pada MEC (atau nilai r) akan tetapi juga tergantung dari tingkat bunga (i= eksternal rate of retum) yang besar keciinya ditentukan Oleh faktor luar, yaitu sektor perbankan.



KeputusanuntukMembeliBarang Modal atauInvestasiRiil Keynes menyatakan bahwa investasi tergantung dari tingkat bunga, dan tingkat bunga tersebut kemudian dibandingkan dengan MEC yang menunjukkan pembelian suatu barang modal. 82



Tingkat bunga menunjukan biaya modal yang dipinjam,atau menunjukan biaya oportunitas bagi pemilik modal. Adapun kriteria pengambilan keputusan dilaksankan tidaknya suatu janis investasi riil adalah sebagai berikut : 1. Apabila r > i maka proyek investasi pajak (menguntungkan) dilaksanakan. 2. Apabila r = i maka investasi dapat dilaksanakan dan dapat juga tidak dilaksanakan, tergantung prospek dari investasi tersebut. 3. Apabila r < i maka investasi tidak layak dilaksanakan.



Hubungan investasi Riil dengan Tingkat Bunga Seseorang/perusahaan dalam menganbila keputusan yang rasional untuk melakukan investasi riil ( investasi terhadap alat-alat model seperti mesin,gedung,dan lain sebagainya) harus terlebih dahulu mengetahui tingkat pengambilan (MEC) yang mungkin dapat diperoleh dan proyek investasi tersebut. Semakin tinggi MEC dari sebuah proyek investasi, maka besar pula kemungkinan proyek investasi tersebut memberikan keuntungan bagi investor. Untuk melukiskan hubungan antara tingkat bunga dengan besarnya investasi yang akan dilaksanakan dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut, misalnya terdapat beberapa proyek investasi dan masing-masing proyek investasi mempuanyai MEC seperti yang terlihat pada tabel 5.1. Dalam penyusunan prioritas investasi, janis investasi diurutkan berdasarkan MEC tertinggi. Tabel 5.1 Jenis Investasi dan MEC Jenis investasi



-



Herga investasi



Mesin



Rp 72 juta



Truk Mesin jahit Komputer/unit Gedung Lemari es



Rp 35 juta Rp 500.000 Rp 7 juta Rp 72 juta Rp 400.000



MEC 18 14 13 10 8 6,25



Angka hipotesis



83



Apabila tingkat bunga pinjaman yang terjadi (i) sebesar 20%, maka tidak ada barang modal yang akan dibeli karena tingkat keuntungan dari semua jenis barang modal lebih rendah dari tingkat bunga, dan apabila i sebesar 17% maka barang modal mesin yang akan dibeli, karena MEC >i, sedangkan barang modal lainnya (truk, mesin jahit, komputer, gedung, dan lemari es) tidak dibeli. Apabila tingkat bunga pinjaman yang terjadi sebesar 12 %, maka barang modal mesin, mesin jahit, dan truk yang akan dibeli, sedangkan barang modal lain (komputer, lemari es dan gedung) tidak dibeli. Dengan demikian besarnya pembelian barang modal yang terjadi adalah Rp107,5 juta (yaitu mesin ditambah truk dan mesin jahit). Dan seterusnya apabila tingkat bunga lebih kecil. Apabila keadaan tersebut di atas digambarkan ke dalam sebuah grafik, maka diperoleh grafik seperti tampak pada Gambar 5-1. Berdasarkan Gambar 5.1, dapat diperoleh informasi mengenai hubungan antara besarya pembelian barang modal dengan tingkat bunga. Hubungan antara investasi dengan tingkat bunga adalah negatif ini berarti bahwa apabila tingkat bunga turun, maka barang modal yang diinginkan naik. Dan sebaliknya apabila tingkat bunga naik, maka besarnya investasi yang diinginkan turun. i 17% 12%



5% I 0



72



107.5



186.9



(juta Rp)



Gambar 5 – 1 Penentuan Pembelian Barang Modal



Kurva MEC dan Kurva MEI Penghitungan MEC diatas dilakukan dengan suatu asumsi harga barang modal. Tidak mengalami perubahan apabila permintaan akan barang modal mengalami perubahan. Jadi, produsen akan dapat menambah jumlah produksinya dengan harga yang tetap, berapapun permintaan akan barang-barang modal mengalami kenaikan.



84



Hal tersebut bisa saja terjadi apabila pembelian barang modal dilakukan oleh satu atau dua perusahaan saja. Namun apabila seluruh industri menambah pembelian barang modal maka hal ini akan menaikkan harga barang modal karena produsennya manghadapi kenaikan biaya marjinal. Kenaikan harga barang akan menyebabkan turunnya tingkat keuntungan pembelian barang modal. Selain itu, kenaikan permintaan barang modal tidak dapat dipenuhi dalam satu malam saja, apalagi kalau kenaikan permintaan barang modal tersebut dilakukan oleh seluruh faktor industri. Kemampuan produsen barang modal untuk meningkatkan produksinya sangat tergantung dari kapasitas produksinya, apakah sudah mendekati maksimal atau belum. Pada gambar 5-2 dapat dilihat hubungan antara tingkat bunga (i) dengan investasi yang diinginkan (I).



i



I = f(i)



0



Gambar 5-2 Tingkat Bunga dan Investasi yang Diinginkan Gambar 5-3 menunjukkan kurva MEC dan kurva MEI. Apabila tingkat bunga sebesar 6%, maka barang modal yang dibeli sebesar Rp400 juta dan investasi neto sama dengan nol. Pembelian barang modal lebih jauh akan menyebabkan tingkat pengembalian modal (r) lebih kecil dari 6%, yaitu di bawah tingkat bunga, dan perusahaan secara keseluruhan telah mempunyai barang modal yang dapat mencapai keuntungan maksimal, sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk menambah jumlah barang modal (tidak ada investasi neto). Pada tingkat bunga 6% tersebut ada pembelian barang modal, tetapi pembelian barang modal tersebut hanyalah untuk mengganti barang modal yang aus dipakai dalam proses produksi (replacement investment) atau investasi neto sama dengan nol.



85



Apabila tingkat bunga turun menjadi 3% maka pembelian barang modal yang diinginkan sebesar Rp480 juta, yang berarti ada tambahan investasi sebesar Rp80 juta. Penambahan investasi sebesar Rp60 juta tersebut tidak dapat dipenuhi seketika, namun memerlukan waktu. Kita asumsikan bahwa produsen barang modal hanya dapat menambah Rp80 juta per periode. Jika produsen barang modal tidak dapat memenuhi meningkatnya permintaan barang modal sebagai akibat dari turunnya tingkat bunga, maka harga barang modal akan naik. Akibatnya barang modal yang tadinya menguntungkan (layak) menjadi tidak menguntungkan lagi. Tambahan investasi yang terjadi pun nilainya lebih rendah dibandingkan dengan tanpa adanya kenaikan harga barang modal. Kurva yang menunjukkan hubungan antara nilai investasi yang terjadi dengan tingkat bunga dan perubahan tingkat bunga diikuti dengan perubahan harga barang modal disebut Kurva MEI. Jadi perbedaan antara kurva MEC dengan kurva MEI (marginal efficiency of investment) adalah bahwa kurva MEI menunjukkan hubungan nilai investasi yang terjadi dengan tingkat bunga pada harga barang modal yang berubah dengan berubahnya tingkat bunga, sedangkan kurva MEC adalah kurva yang menunjukkan hubungan nilai investasi yang terjadi dengan tingkat bunga pada harga barang modal yang tetap walaupun tingkat bunga berubah. Perbedaan antara kurva MEC dan kurva MEI dapat dilihat pada Grafik 5-3 berikut ini.



i 6%



480



MEI



0



400



480



MEC



(juta Rp)



Gambar 5-3 Kurva MEC dan Kurva MEI



Penurunan tingkat bunga dari 6% menjadi 3% akan menambah barang modal dalam perekonomian sebesar Rp480 juta. Namun, karena penurunan tingkat bunga akan menaikkan harga barang modal, maka tambahan barang modal yang terjadi dalam perekonomian hanya Rp400 juta.



86



Kesaimbangan Sektor Rill ( Pasar Barang ) Istilah sektor rill dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena itu, sektor rill ini disebut juga dengan istilah pasar barang . Sisi penawaran di pasar barang ini menggambarkan kemampuan perekonomian menghasilkan barang dan jasa pada suatu periode tertentu. Sedangkan sisi permintaannya menggambarkan pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi, seperti rumah tangga,perusahaan , pemerintah , dan luar negeri. Stabilitas ekonomi makro dapat dilihat dari kesaimbangan antara permintaan (yang ditunjukan oleh total pengeluaran) dan penawaran ( yang ditunjukan oleh kemampuan perekonomian tersebut menghasilkan barang dan jasa) yang terjadi dipasar tersebut.



87



Untuk memulai pembahasan mengenai kesaimbangan disektor rill (pasar barang) ii , kita mulai dari pembahasan mengenai variabel-variabel sebagai indikator dalam perekonomian makro , seperti pengeluaran konsumsi rumah tangga (C), investasi perusahaan (I), pengeluaran pemerintah (G), dan pengeluaran luaran luar negeri netto (X – M). Untuk mempermudah pemahaman uraian mengenai kesaimbangan sektor rill ini digunakan perekonomian sederhana, terutama dalam analisis yang menggunakan grafik sebagai contoh.



Analisis Kesaimbangan Sektor Rill dengan Grafik Pada pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa pengeluaran konsumsi rumahtangga dipengaruhi oleh pendapat. Secara matematis, hubungan fungsional anatara pengeluaran konsumsi rumahtangga (C) dan pendapatan (y) dapat dinyatakan sebagai berikut: C = f(Y) Investasi perusahaan sangan tergantung dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, maka semakin kecil investasi yang dilaksanakan, dan sebaliknya. Oleh karena itu hubungan matemtisnya adalah : I = f (i) Dimana



I/



i Md maka harga akan naik dan jumah uang yang beredar secaa riil aka turun sehingga Ms =Mdbegitu jugaa sebaliknya apabila Ms 0; (m₂/i < 0 Teori Permintaan Uang untuk Tujuan Spekulasi Menurut Tobin Tobin dalam menjelaskan mengenai motivasi seseorang memegang uang tunai untuk tujuan spekulasi menggunakan pendekatan portfolio. Teori Keynes mengenai permintaan uang untuk tujuan spekulasi dianggaptidak memuaskan oleh karena Keynes menyatakan bahwa seseorang dalam memegang kekayaan hanya mempunysi dua pilihan saja, yaitu seluruhmya dipegang dalam bentuk uang tunai atau seluruhnya dipegang dalam bentuk surat berharga. Dalam teori Keynes tidak dimungkinkan adanya seseorang memegang kekayaanya dalambentuk tunai dan surat berharga dalam komposisi yang



107



tunai dan surat berharga dalam komposisi yang berbeda-beda. Selajutnya, teori Keynes itu tidak memasukan unsur ketidakpastian (uncertainty). Menurut Tobin, pada kenyataanya setiap orang menghadapi ketidakpastian. Dalam memegang sebuah surat berharga, seseorang mempunyai spektrum dari keuntungan dari keuntungan yang diharapkan dengan probabilitas terjadinya keuntungan tersebut yang diukur dengan suatu frekuensi distribusi (fg) sebagaimana ditunjukan pada Gambar 7-4. Seseorang yang memegang sebuah surat berharga mengharapkan akan memperoleh pendapatan (e): e=i+g dimana : i = bunga g = keuntungan modal Jadi, seseorang yang memiliki sejumlah surat berharga (B) mengharapkan akan memperoleh pendapatan total (RT) sebesar : Rᵣ= B x e = B (i + g) Memegang uang tunai juga mempunyai resiko, yaitu adanya kerugian modal karena turunya harga surat berharga. Apabila risiko yang dihadapi dalam memegang sebuah surat berharga adalah sebesar σg, maka risiko total yang dihadapi (T) oleh seseorang yang memegang sejumlah surat berharga (B) adalah : T =B x σg



dan



B = T /σg



Dengan memasukan B = T/σg kedalam persamaan R maka kita dapatkan sebuah kurva kendala angaran (budget constraint) :



R˕=



R˕ T



T (i + g) σg



=



(i + g) σg



108



Fg



-2og



-og 0



+og



+2og og



Gambar 7-4 Distribusi Risiko Kurva kendala anggaran ini menunjukkan kombinasi antara pendapatan yang diharapkan dan risiko yang dihadapi pada berbagai kombinasi bentuk kekayaan, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 7-5. Kurva kendala anggaran bermula pada titik 0 yang berarti pada titik tersebut semua kekayaan dipegang dalam bentuk uang tunai sehingga orang tersebut tidak memperoleh pendapatan (RT = 0), dan risiko yang dihadapi juga tidak ada dalam arti kata ia tidak akan memperoleh kerugian modal (T=0), pada titik S semua kekayaan dipegang dalam bentuk surat berharga. Sehingga pendapatan yang diharapkan maksimum (RT2). Namun resiko yang dihadapi juga besar sekali (T2). RT



RT1



----------------------------------------E1



RT2-------------------------------------------------------S



1+g/og



RT0---------------------------------E



0



To



T1



T2og=T



-----------------------------------------------W -----------------------------------1/og Gambar 7-5 Tobin : Analisis Portofolio



109



Seseorang yang mempunyai kekayaan sebesar 0W, akan mencapai kepuasan yang optimal pada titikpersinggungan antara kurva indifferens dan kurva kendala anggaran. Kurva indifferens dibuat dengan asumsi seseorang tidak menyukai risiko(risk averse), dan kurva indifferens tersebut menunjukkan kombinasi antar pendapatan dan risiko yang memberikan kepuasan yang sama. Semakin tinggikurva indifferens, berarti semakin tinggi kepuasan konsumen. Titik persinggungan antara kurva indifferens dan kurva kendala anggaran terjadi pada titik E yang berarti konsumen memperoleh kepuasan yang optimal dengan pendapatanyang diharapkan , sebesar RTO dan risiko yang dihadapi sebesar TO, Kekayaan yang dipegang sebesar OBO, dalam bentuk surat berharga dan BOW1 dalam bentuk yang tunai. Apabila tingkat bunga mengalami kenaikan, maka kurva kendala anggaran akan berputar ke atas, dan titik keseimbangan akan berpindah dari titik E ketitik E1. Pendapatan yang diharapkan naik menjadi RT1 dan orang bersedia untuk menanggung risiko yang lebih besar, yaitu sebesar T1. Surat berharga ini yang dipegang sebesar OB, yang berarti adanya kenaikkan tingkat bunga menyebabkan orang lebih banyak memegang surat berharga dibandingkan dengan uang tunai (B1W1). Jadi apabila tingkat bunga naik, maka orang akan lebih sedikit memegang uang tunai untuk tujuan spekulasi, atau secara matematis dirumuskan : ms = g(i) dan ∆ms/∆I < 0 Jadi, Baumol menyatakan bahwa md = f(Y,i) dan Tobin menyatakan bahwa ms = g(i), mak ekonom yang disebut aliran Keynesian berpendapat bahwa md = mt(Y,i) +ms(i) = md(Y,i) yang berarti tidak ada lagi pembedaan antara mt dan ms. Teori Permintaan Uang menurut Friedman. M. Friedman adalah seorang ekonom klasik yang menyatakan bahwa seseorang atau suatu perusahaan memegang uang tunai karena memperoleh kepuasan (utility), sebagaimana halnya dengan barang konsumsi tahan lama lainnya. Konsumen memegang uang tunai sebab memperoleh kepuasan dalam hal kemudahan dalam memegang alat pembayaran (uang) dibandingkan apabila ia memegang surat berharga yang mempunyai risiko. Produsen memegang uang tunai karena uang tunai memberikan kemudahan dalm pembayaran atas tagihan pembelian input. Friedman merumuskan teori permintaan uang sebagai berikut : Md/P = k(r1,…,rj) y atau md/y = k (r1,…,rj),



110



Yang menyatakan bahwa : Md



: Permintaan uang tunai riil



r



: Tingkat pembelian (rate of return);



1,…,j : jenis kekayaan,termasuk tingkat bunga.



Jadi, teori permintaan uang yang dikemukakan oleh Friedman menyatakan bahwa jumlah uang yang diminta bergantung dari tingkat pendapatan nasional. Perbedaan teori permintaan Friedman dan menurut hokum klasik ( Cambridge atau Fisher) adalah bahwa Friedman menyatakan : 1. Nilai k bukanlah sesuatu yang konstan (tidak berubah). Nilai k berubah-ubah tergantung beberapa factor seperti tingkat bunga dan sebagainya. Hanya saja, menurut Friedman perubahan k yang disebabkan karena perubahan factor penybabnya itu dapat diramalkan. Misalnya, apabila nilai k sangat sensitif terhadap tingkat bunga maka perubahan tingkat bunga akan menyebabkan perubahan nilai k yang besar dan akibatnya permintaan uang juga akan meningkat banyak. Variabel lainnya yang menentukan nilai k adalah tingkat harga. Tingkat bunga menunjukan tingkat pengembalian (rate of return) bagi seseorang yang memegang uang tunai dan tingkat perubahan harga menunjukan nilai riil memegang uang tunai. Tingkat perubahan harga ini harus dibedakan dengan tingkat harga absolutyang sudah tercermin dalam M/Y = m. Apabila tingkat kenaikan harga naik maka kenaikan permintaan uang akan diikuti oleh turunya permintaan akan uang. Semakin cepat terjadi kenaikan tingkat harga maka akan semakin besar biaya memegang uang tunai, semakin besar kenaikan harga yang berarti semakin besar penurunan nilai k. 2. Berbeda dengan pendahulunya, Friedman tidak menganggap pendapatan selalu terjadi pada tingkat full employment, akan tetapi dapat saja terjadi pendapatan pada tingkat dibawah full employment. Ini berarti T dalam persamaan M/P = k Y atau M/P = k (PT) dapat berubah-ubah sehingga perubahan M tidak selalu menyebabkan perubahan PT atau Y. Persamaan teori Friedman dengan pendahulunya adalah bahwa Friedman menganggap tidak masuk akal apabilaada seseorang yang memegang uang tunai untuk tujuan spekulasi, dan orang memegang uang tunai semata-mata untuk tujuan transaksi.



Teori Penawaran Uang Uang adalah suatu benda yang diterima secara umum sebagai alat pertukaran untuk barang, jasa, kekayaan, dan untuk membayar hutang. Jadi, barang yang



111



diterima sebagai uang harus memenuhi beberapa fungsi. Yaitu sebagai alat pertukaran, sebagai penyimpan kekayaan, dan sebagai unit pengukuran. Fungsi uang yang sangat pokok adalah sebagai alat pertukaran. Tanpa adanya alat pertukaran maka kehidupan ekonomi modern yang didasarkan pada spesialisasi kegiatan tidak mungkin akan terjadi. Tanpa adanya alal pertukaran mak tenaga kerja tersebut harus mencari orang lain yang mau membeli barang yang dimilikinya untuk ditukarkan dengan barang yang di inginkannya. Sebagai missal, seseorang yang bekerja di pabrik sepatu akan memperoleh pendapatan dalam bentuk sepatu. Apabila ia ingin membeli beras, maka ia harus mencari orang yang mempunyai beras dan menginginkan sepatu. Dalm perekonomian modern, pertukaran barang secara barter akan menimbulkan kesulitan yang sangat besar, bahkan mungkin mustahil akan dapat terjadi pertukaran dengan barang yang dimiliki dengan barang yang diinginkan. Agar suatu barang dapat menjadi uang haruslah dipenuhi beberapa syarat, yaitu : 1. Barang tersebut dapat diterima secara umum. 2. Barang tersebut harus mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan beratnya, sehingga biaya untuk membawa barang tersebut adalah nol. 3. Barang tersebut harus dapat dipecah dalam unit yang kecil. 4. Barang tersebut harus sulit untuk ditiru atau dipalsukan. Fungsi uang lainnya adalah sebagai penyimpan kekayaan. Uang merupakan alat pengukur daya beli atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat. Uang merupakan kekayaan sendiri yang dapat dengan mudah ditukarkan dengan jenis kekayaan lainnya, seperti rumah, mesin-mesin, emas, dan sebagainya. Uang sebagai salah satu bentuk kekayaan disukai karena mempunyai sifat likuiditas sempurna, yaitu dapat setiap saat ditukar dengan barang dan jasa maupun dengan bentuk kekayaan lainnya. Fungsi uang lainnya adalah sebagai unit pengukur. Nilai dua jenis barang dapat diperbandingkan apabil nilainya dalam bentuk uang dapat diketahui. Misalnya barang A mempunyai nili Rp5000,- dan barang B mempunyai nilai Rp10.000, kita dapat ketahui bahwa nilai barang B dua kali lipat nilai barang A. Fungsi uang lainnya adalah sebagai alat pembayar hutang. Apabila seseorang atau sebuah perusahaan memberikn piutang maka nilainya akan diukur dengan uang, yang berarti uang merupakan alat ukur untuk membayar kembali piutang tersebut. Uang yang beredar dimasyarakat atau penawaran akan uang (ms) adalah jumlah uang beredar di masyarakat yang berupa penjumlahan dari uang kartal dan uang giral. Jumlah uang beredar di masyarakat (ms) besarnya sudah tertentu didasarkan pada kebijakan otoritas moneter. Dalm teori ekonomi makro ini kita tidak membedakan antar uang dalam arti sempit (ms) ataupun uang.



112



dalam arti luas (m₂). Uang yang beredar di masyarakat dapat didefinisikan sebagai : M=C+D yang menyatakan bahwa M



= jumlah uang secara nominal dipegang oleh masyarakat di luar sektor perbankan.



C



= uang tunai yang dipegang oleh masyarakat non-bank.



D



= giro yang dipegang oleh masyarakat non-bank Basis moneter dalam suatu perekonomiana dalah : H = C + RR + ER



yang menyatakan bahwa H



= uang inti



C



= uang tunai yang dipegang oleh masyarakat non-bank



RR



= cadangan wajib



ER



= kelebihan cadangan



JIka M dibagi dengan H maka diperoleh formulasi M



C/D + 1



H



C/D + RR/D + ER/D



Atau C/D + 1 M



={



}H C/D + RR/D + ER/D



Dari formulasi tersebut dapat kita lihat bahwa M dapat sangat tergantung pada dua faktor, yaitu : 1. H atau uang inti C/D + 1 C/D + 1 2. Multiplier uang yang besarnya {



} C/D + RR/D + ER/D



Perbandingan antara C dan D (atau C/D) bergantung pada kesukaan masyrakat memegang uang tunai, dan pada umumnya stabil dalam jangka pendek. Kecuali pada waktuwaktu tertentu sebagai akibat adanya variasi musim. Misalnya saja, pada saat menjelang lebaran atau natal masyarakat lebih suka memegang uang tunai dalam jumlah yang besar. ER/D atau resiko antara kelebihan reserve (excess reserve) dengan giro bergantung dari perilaku bank umum. Excess reserve adalah dana yang sebenarnya dapat diberikan kepada nasabah dalam 113



bentyk kredit, tetapi karena sesuatu pertimbangan tetap disimpan oleh bank umum. Besar kecilny kelebihan cadangan yang dipegang oleh bank ditentukan oleh antisipasi bank terhadap nasabah yang akan meminta tabungannya dan keadaan ekonomi. Misalnya bank memperkirakan bahwa pada suatau waktu yang akan datang akakn banhyak nasabah yang mengambil tabungan, maka bank umum perlu memgang cadangan dalam jumlah yang lebih besar agar dapat memenuhi kewajibannya membayar Kembali tabungan sebagaimana permintaan nasabah. Contoh lain, misalnya bank umum memperkirakan bahwa masa yang akan datang perekonomian akan menuju ke resesi. Dalam hal ini bank umum akan enggan memberikan kredit teralalu banyak karena khawatir bahwa adanya resesi menyebabkan banyak nasabah yang tidak bisa membayar Kembali kredit mereka . keadaan ini akan menyebabkan bank umum cenderung untuk mempunyai kelebihan cadangan yang banyak. Kelebihan cadanga ini sangat bergatung pula pada tingkat bunga. Apabila tingkat bunga turun, makan sebagaimana juga individual, bank umum lebih memgang kelebihan cadangan (ER) dan sebagai akibatnya maka ER/D menjadi lebih besar dan M akan menurun. Sebaliknya yang terjadi apabila tingkat bunga mengalami kenaikan maka ER/D akan turun dan M mengalami kenaikan. Factor lain yang mempengaruhi multiplier uang adalah RR/D atau rasio antara cadanga wajib dan jumlah giro. Cadangan wajib ditentukan oleh bank sentral, merupakan dana yang waji disimpan oleh bank umum di bank sentral. Jadi, apabila pemerintah menaikan RR maka rasio RR/D akan menjadi lebih besar dan akibatnya msmenjadi lebih kecil, dan sebaliknya apabila RR ditetapkan lebih kecil maka ms akan menjadi lebih besar. Atas dasar pertimbangan diatas maka persamaan penawaran uang dapat dirumuskan sebagai : ms= f(h,i) dengan ketentuan bahwa Δms/Δh > 0 dan Δi > 0, yang berarti bahwa jumlah uang yang ditawarkan akan naik apabila tersapat kenaikan nilai riil dari uang inti dan tingkat bunga. Walaupun demikian, pada umumnya perubahan penawaran uang ditentukan oleh cadangan wajib atau RR, dan karena itu maka



114



Penawaran uang sering dianggap sebagai variabel kebijakan (policy variable), yaitu jumlahnya dianggap tetap kecuali apabila pemerintah mengubah jumlahnya. Keseimbangan Dipasar Uang Pasar uang akan berada dalam keseimbangan apabila penawaran akan uang ( ms) sama dengan akan uang (md). Dalam analisis keseimbangan dipasar uang diguunakan suatu kurva yang disebut kurva LM. Kurva LM adalah tempat kedudukan titik yang menghubungkan tingkat bunga (i) dan pendapatan nasional (Y), dimana pasar uang dalam keadaan seimbang Seperti halnya dengan cara untuk memperoleh /menjrunkan kurva IS, menurunkan kurva LM juga dapat dilakukan dengan dua cara (metode) yaitu dengan cara grafik dan dengan cara matematik. Menurunkan kurva LM dengan cara grafis dapat dilakukan dengan menyediakan empat buah grafik yang masing-masing grafik menggambarkan keadaan pada sector moneter (pasar uang). Menurunkan Kurva LM Dengan Metode Grafik Pertama-tama kita buat dulu empat buah grafik yang kemudian masing-masing grafik diberi nama grafik I,II,III,dan IV. Misalnya, kurva LM akan kita buat pada grafik empat. Karena kurva LM adalah kurva yang menghubungkan tingkat bunga dengan pendapatan nasioanal, maka pada grafik empat kita tentukan sumbu-sumbu yang akan divariabel tingkat bunga dan variabel pendapatan nasional misalnya untuk garis datar kita tempatkan variabel pendapatan nasional (Y) dan sumbu tegak kita tempatkan variabel tingkat bunga (i). dengan demikian grafik yang berada disebelah atas grafik empat adalah yaitu III adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara uang yang dipegang untuk tujuan transaksi berjaga-jaga (m1) dan tingkat pendapatan nasioanal (Y). Hubungan antara m1dengan pendapatan nasional ini adalah (Y) ini adalah positif artinya makin besar pendapatan nasional, maka permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga juga makin besar sehingga kurva permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga berlereng positif (kurva m1). Diagram II menunjukan hubungan m1dan m2dan jumlah uang yang beredar. Kurva ms bergeser kekanan apabila pemerintah menambah jumlah uang yang beredar dan beregeser kekiri apabila pemerintah mengurangi jumlah uang yang beredar. Diagram II memperlihatkan uang yang porsi /permintaan akan uang sesuai dengan jumlah uang yang ditawarkan ( jumlah uang beredar). Kurva menujukan porsi / pembagian ini memotong sumbu tegak sebesar penawaran akan uang C jumlah uang beredar dan memotong sumbu datar juga sebesar penawaran akan uang. Ini mengandung arti bahwa apabila tidak ada permintaan uang untuk tujuan spekulasi, maka seluruh penawaran uang adalah



115



dalam bentuk permintaan uang untuk tujuaj transaksi berjaga-jaga (m1). Dan apabila tidak ada permintaan uang untuk tujuan transaksi berjaga-jaga, maka seluruh penawaran uang dalam bentuk permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m2). Dengan demikian titik potong kurva dengan masing-masing sumbu (tegak dan datar) mempunyai jarakyang sama dengan titik origin (titik pusat sumbu). Kemudian untuk grafik IV, yaitu grafik I adalah grafik yang mengenai variabel yang berhubungan dengam tingkat bunga. Perhatikan contoh cara menurunkan kurva LM dengan cara grafik seperti dibawah ini. m1



m1 = f(Y) m1



(m1) I1



(m1) I0



m3=m4=m1+m2



0



Y Y0



Y1



0 (m2)1 (m2)3



m2



I I



LM B



I1 A I2



0



m2 = f(I)



Y0



Y1



Y 0



(m2)1



(m2)2



m2



Variabel ekonomi pada pasar uang yang berhubungan demgan tingkat bunga adalah p ermintaan uang untuk tujuan spekulasi. Hubungan antara besarnya permintaan uang untuk tuj uan spekulasi dengan tingkat bunga adalah negatif. Artinya, apabila tingkat bunga turun maka permintaan uang untuk tujuan spekulasi akan naik, sebaliknya. Dengan demikian kurva permi ntaan uang untuk tujuan spekulasi berlereng negatif. Sumbu tegak pada grafik I untuk variabe l tingkat bunga dan sumbu datar untuk besarnya permintaan uang untuk tujuan spekulasi. Perhatikan contoh cara menurunkan kurva LM dengan cara grafik seperti dibawah in i. Kita mulaibdari grafik I yaitu dengan mengambil salah satu titik.



116



Tingkat bunga, misalnya i0pada tingkat bunga sebesar i0permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m2) sebesar (m2)0dalam keadaan ini besarnya permintaan uang untuk tujuan transaksi berjaga-jaga (m1) sebesar (m1)0. Permintaan uang untuk tujuan berjaga jaga sebesar (m1)0terjafi pada tingkat pendapatan sebesar Y0. Apabila keadaan tersebut kita bawa pada grafik IV, maka kita memperoleh satu titik dari kurva LM ( misalnya kita beri nama titik A). Untuk menggambarkan suatu kurva LM (kita anggap kurva LM adalah linear), maka minimal harus ada dua titik yang dilalui oleh kurva LM tersebut. Dengan demikian, kita perlu mengambil salah satu tingkat bunga lagi,misalnya il. Pada tingkat bunga sebesar i1, permintaan uang untuk tujuan transaksi berjaga-jaga (m1) sebesar (m1)1. Permintaan uang untuk berjaga jaga sebesar (m1)1terjadi pada tingkat pendapatan sebesar Y1. Apabila keadaan tersebut kita bawa pada grafik IV, maka kita memperoleh satu titik lagi dan kurva LM (misalnya kita beri nama titik B). Apabila titik A dan titik B kita hubungkan, maka akan diperoleh kurva LM, yaitu kurva yang menggambarkan keseimbangan disektor moneter (pasar uang). Kkurva LM berlereng postif, ini memberi petunjuk bahwa pada sector moneter (pasar uang), apabila terjadi tingkat kenaikan bunga, maka pendapatan nasional akan meningkat. Dan sebaliknya apabila tingkat bunga turun makan pendapatan nasional akan turun pula. Menurunkan Kurva LM Dengan Metode Matematik. Cara lain yang dapat digunakan untuk memperoleh (menurunkan) kurva LM adalah dengan cara matematik. Untuk menentukan persamaan kurva LM dapat dilakukan dengan menyaamakan antara penawaran akan uang dan permintaan akan uang. Ini menunjukan keseimbangan dipasar uang. Untuk memperjelas uraian diatas perhatikan contoh kasus dibawah ini. Misalnya kita inghgin mencapai persamaan kurva LM pada suatu perekonomian. Pada perekonomian tersebut diketahui jumalh uang yang beredar dimasyarakat (ms) sebesar 500. Permintaan uang untuk transaksi berajaga-jaga ditunjukan oleh persamaan : m1= 0,2 Y dan permintaan uang untuk tuuan spekulasi ditunjukan oleh persamaan : m2 = 428 -400 I. persamaan kurva LM untuk perekonomian tersebut adalah Pasar uang dalam keadaan seimbang apabila penawaran uang akan (ms) sama dengan kurva permintaan akan uang (md). ms = 500 md = m1 + m2 = 0,2 Y + 428 -400 i



117



ms = md 500 = 0,2 Y + 428 - 400 i 500 - 428 +400 i = 0,2 Y 0,2 Y = 72 + 400 I Y = 360 + 2000 i Persamaan Y = 360 + 2000 i adalah persamaan kurva LM yaitu kurva yang menunjukkan keseimbangan di pasar uang. Kurva LM tersebut dapat digambarkan ke dalam sebuah grafik sebagai berikut :



Gambar 7-7 Menurunkan Kurva LM Dengan Metode Matematik Kebijakan Moneter Posisi kurva LM dapat berubah apabila terjadi perubahan pada sektor moneter (pasar uang) yang disebabkan karena tindakan / kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi sektor moneter disebut kebijakan moneter (monetary policy). Variabel ekonomi yang biasanya dipengaruhi melalui kebijakan moneter ini adalah Jumlah Uang Beredar (JUB) dan tingkat bunga (i). Kebijakan moneter murni adalah kebijakan moneter yang tidak disertai dengan berubahnya pengeluaran pemerintah (G), pemungutan pajak (Tx) dan pembayaran transfer (Tr). Perhatikan kurva LM pada grafik di bawah ini, apabila pemerintah melakukan kebijakan moneter.



118



Y LM2 LM0 LM1



Y 0 Gambar 7-8 Kurva LM Dengan Adanya Kebijakan Moneter Kebijakan moneter yang ekspansif (menambah JUB)akan menggeser kurva LM dari LM0 ke LM1(ke kanan bawah), sebaliknya kebijakan moneter yang kontraktif (mengurangi JUB) akan menggeser kurva LM dari LM0 ke LM2(ke kiri atas). Adapun instrumen (alat) yang sering digunakan pemerintah dalam melakukan dalam kebijakan moneter antara lain: 1. Open Market Operation (Operasi Pasar Terbuka) 2. Reserver Requirement (Cadangan Minimum) 3. Rediscount Policy (Politik Diskonto) 4. Selective Credit Control Semua instrumen kebijakan moneter ini adalah tujuannya mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Instrumen Open Market Operation Apabila pemerintah ingin mempengaruhi jumlah uang beredar di masyarakat dengan menggunakan instrumen ini adalah dengan memperjual-belikan surat berharga pemerintah (misalnya Sertifikat Bank Indonesia/ SBI dan Surat Berharga Pasar Uang/ SBPU. Apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar naik, maka pemerintah (dalam hal ini bank sentral) memberi surat berharga pemerintah yang telah dikeluarkan. Dengan demikian maka pemerintah akan memegang lebih banyak surat berharga sedangkan masyarakat mempunyai lebih banyak uang. Sebaliknya, apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar turun, maka pemerintah harus menjual surat berharga.



119



Instrumen Reserves Requirement Kebijakan moneter dengan Instrumen Reserve Requirement adalah kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan penentuan cadangan minimum bagi bank umum oleh pemerintah(Bank Sentral). Cadangan minimum perbankan ini adalah bagian(presentase) tertentu yang harus disimpan di bank sentral dan simpanan yang diperoleh dan bagian yang ditahan ini tidak boleh dipinjamkan. Dengan menggunakan instrumen ini apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar di masyarakat turun,maka cadangan minimum perbankan dinaikkan. Dan Sebaliknya apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar naik, maka cadangan minimum perbankan diturunkan. Cadangan minimum (RR) menentukan besarnya jumlah uang yang beredar dengan rumus: H M= RR yang menyatakan bahwa: H = uang inti M



= jumlah uang beredar



RR



= cadangan minimum



Jadi, seandainya pemerintah menetapkan RR sebesar 20% dan pemerintah menaikkan H sebesar Rp 2 milyar, berarti jumlah uang beredar secara maksimal akan mengalami kenaikan sebesarRp10 milyar. Apabila pemerintah menurunkan RR menjadi 10%, maka uang beredar akan naik sebesar Rp20 milyar. Penambahan jumlah uang yang beredar tersebut tergantung dari multiplier uang (money multiplier). Dalam bagian di atas kita ketahui bahwa multiplieruang tidak bergantung semata-mata pada RR, akan tetapi juga bergantung pada kesukaan masyarakat memegang uang tunai (C) dan kelebihan cadangan (ER)



Instrumen Rediscount Policy Kebijakan moneter dengan instrumen Rediscount Policyadalah kebijakan pemerintah mengubah tingkat bunga pinjaman Bank Sentral terhadap Bank Umum. Apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar turun, maka pemerintah (dalam hal ini Bank Sentral) menaikkan tingkat bunga pinjaman. Sebagai akibatnya maka bank umum meminjam dari Bank Sentral merasakan kenaikan biaya pinjaman (bunga) sehingga mereka berusaha untuk memperkecil pinjaman tersebut dengan cara menagih pinjaman bank umum kepada masyarakat yang sudah jatuh tempo. Berarti ada aliran uang dari masyarakat ke bank umum, sehingga uang yang beredar di masyarakat menurun. Sebaliknya, apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar naik, maka Bank Sentral menurunkan tingkat bunga pinjaman.



120



Instrumen selective credit control Kebijakan moneter dengan instrument selective credit control adalah kebijakan pemerintah dibidang moneter dengan cara memberi himbauan kepada sektor perbankan (moral suasion) dalam hal penyaluran da ake masyarakat melalui pinjaman (credit). Apabila pemerintah menginginkan jumlah uang beredar dimasyarakat berkurang, maka pemerintah menghimbau kepada sektor perbankan untuk mermperketat pemberian kredit, dan sebaliknya. Oleh karena itu kebijakan ini hanya berupa himbauan, maka sering disebut dengan kebijakan moneter yang kualitatif.



121



8.Keseimbangan Umum (Pasar Barang dan Pasar Uang) Keseimbangan umum dapat terjadi apabila pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Dalam keadaan keseimbangan umum ini besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) yang terjadi akan mencerminkan pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) keseimbangan baik di pasar barang maupun di pasar uang. Untuk menentukan besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) yang menjamin keseimbangan baik di pasar barang maupun di pasar uang dapat dilakukan dengan menentukan titik potong antara kurva IS dan kurva LM. Perhatikan grafik pada gambar 8-1. Misalnya, keadaan sektor riil (pasar barang) digambarkan oleh kurva ISo dan keadaan di sektor moneter (pasar uang) digambarkan oleh kurva LMo.



122



I



LM0 i1



LM1



i0 .



IS1



i2



0



IS2



Y0



Y1 Gambar 8-1



Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang



Tingkat bunga dan besarnya pendapatan nasional yang diperoleh dari perpotongan kurva ISoden kuna LMo adalah tingkat bunga (io) keseimbangan den pendapatan nasional (Yo) keseimbangan. Apabila pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif (misalkan pengeluaran pemerintah naik), maka kurva IS bergeser ke kanan atas menjadi IS1. keseimbangan pada perekonomian akan berubah. Tingkat bunga keseimbangan naik menjadi i1dan pendapatan nasional keseimbangan naik menjadi Y1. KeadaanKeadaan ini akan Sebaliknya apabila pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang kontraktif (misalkan mengurangi pengeluaran pemerintah). Apabila pemerintah melakukan kebijakan moneter yang ekspansif (jumlah uang beredar naik), maka kurva LM geser ke kanan bawah menjadi LM1. Akibat dari adanya kebijakan ini keseimbangan pada perekonomian akan berubah. Tingkat bunga keseimbangan akan turun menjadi i2 dan pendapatan nasional akan naik menjadi Y2. Keadaan ini akan sebaliknya apabila pemerintah melakukan kebijakan moneter yang kontraktif. Untuk menentukan keadaan keseimbangan, baik di pasar barang maupun di pasar uang dapat dilakukan dengan mencari titik potong antara persamaan kurva IS dan persamaan kurva LM. Caranya adalah dengan mensubstitusikan kedua persamaan tersebut.



123



Diketahui : M5 = 500 Md = m1 + m2 M1 = 0,2 Y M2 = 428 – 400 i C = 100 + 0,75 Y I = 60 + 200 i Dari persamaan di atas diperoleh persamaan yang menunjukkan keseimbangan di sektor riil dan di sektor moneter sebagai berikut : Keseimbangan di sektor riil Y=C+I = 100 + 0,75 Y + 60 – 200 I Y – 0,75 Y = 160 – 200 I 0,25 Y = 160 – 200 i Y = 640 – 800 i Jadi persamaan kurva IS adalah Y = 640 – 800 i Keseimbangan di sektor moneter : .ms = md 500 + 0,2 Y + 428 – 400 i 500 – 428 + 400 i = 0,2 Y 0.2 Y = 72 + 400 i Y



= 360 + 2000 i



Dari persamaan di atas diperoleh persamaan kurva LM : Y = 360 + 2000 i Seperti yang telah dikemukakan di atas, untuk menentukan titik keseimbangan pada dua dasar tersebut adalah dengan cara mensubtitusikan kedua persamaan tersebut diproleh tingkat bunga (i) dan pendapatan nasional yang menunjukkan keseimbangan, baik di pasar barang ( sektor riil ), maupun di pasar uang ( sektor moneter ) sebagai berikut : I S : Y = 640 - 800 i LM : Y = 360 + 2000 i



124



125



Pendapatan nasional keseimbangan, baik di pasar barang maupun di pasar uang (keseimbangan umum), pendapatan nasional dan tingkat bunga yang terjadi di kedua pasar tersebut adalah sama. Jadi jika Y di pasar uang sama dengan Y di pasar barang, maka persamaan tersebut da;pat diselesaikan dengan cara sebagai berikut : IS = LM 640 – 800 i = 360 + 2000 i 2800 i = 280 .ieq = 280



= 0,1 atau 10%



2800 Tingkat bunga keseimbangan umum adalah 10% Y



= 360 + 2000 i = 360 + 2000 (0,1) = 360 + 200



Yeq = 560 Pendapatan nasional keseimbangan umum adalah 560 Pendapatan nasional keseimbangan umum sebesar 560 dan tingkat bunga keseimbangan (ieq) sebesar 10% adalah pendapatan nasional dan tingkat bunga yang menjamin keseimbangan baik di pasar barang maupun di pasar uang. Atau dengan kata lain, keseimbangan umum terjadi pada pendapatan nasional sebesar 560 dan tingkat bunga sebesar 10%. Keadaan ini dapat digambarkan ke dalam sebuah grafik seperti pada Gambar 8-2. Apabila pemerintah meningkatkan pengeluaran pemerintah (G) sebesar Rp20 milyar, maka kurva IS akan bergeser ke kanan, menjadi: Y=C+I = 100 + 0,75 Y + 60 – 200 i + 20 Y - 0,75 Y = 180 – 200 i 0,25 Y = 180 – 200 I Y = 720 – 800 i



Persamaan kurva IS : Y = 720 – 800 atau I = 0,9 – 0,00125 Y Persamaan kurva LM : Y = 360 + 2000 i 126



Persamaan kurva LM tidak berubah , karena diasumsikan bahwa perubahan pada sektor riil tidak berdampak terhadap kondisi di sektor moneter . Perlu diingat bahwa ini hanya asumsi yang digunakan dalam analisis ini. Dalam dunia nyata, kondisi ini sangat sulit untuk diyakini, karena biasanya perubahan di sektor riil akan berpengaruh terhadap sektor moneter dan sebaliknya. Untuk mencari titik keseimbangan yang baru (titik A) maka kita substitusikan persamaan (8-3) kepersamaan (8-2) : Y = 360 + 2000 i = 360 + 2000 ( 0,90 – 0,00125 Y) = 360 + 1800 – 2,5 Y 3,5 Y = 2160 Y eq= 617, 14 Tingkat bunga keseimbangan : i = 0,90 – 00125 (617,14) i = 0,12 8 Jadi tingkat bunga keseimbangan( ieq ) adalah 12,8 % . I(%)



LM



12,8 10,0



IS1 IS0



0



560



617,14



Gambar 8-2 Keseimbangan Umum Pasar Barang Dan Pasar Uang



127



Kebijakan fiskal yang ekspansif, yakni pemerintah menaikkan pengeluarannya akan menyebabkan pendapatan nasional dan tingkat bunga mengalami kenaikan. Seandainya pemerintah menambah jumlah uang yang beredar (ms) dari 500 menjadi 550, maka kebijakan moneter yang ekspansif ini akan menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan sehingga keseimbangan akan terjadi di titik B. Mencari kurva LM yang baru (LM): .ms = 550 .md = m1 + m2 = 0,2 Y + 428 – 400 i .ms = md 550 = 0,2 Y + 428 – 400 i 550 – 428 + 400 i = 0,2 Y 0,2 Y = 122 + 400 i Y



= 610 + 2000 i Kurva LM: i = - 0,305 + 0.0005 Y



Dengan mensubstitusikan kedua persamaan tersebut, maka kita akan memperoleh Yeq dan ieq pada titik keseimbangan B : Y = 640 – 800 (-0,305 + 0,0005 Y) = 640 + 244 – 0,4 Y 1,4 Y = 884 Yeq = 631,43 Dari kurva IS : i = 0,80 – 0,00125 Y = 0,80 - 0,00125 (631,43) = 0,8 – 0,789 .ieq = 0,011 atau 1,1% Tingkat bunga keseimbangan (ieq) menjadi 1,1%. Jadi, dari contoh di atas, kita dapat melihat peerbedaan dampak antara kebijakan fiskal dan kebijakan ekspansif. Pada kebijakan fiskal yang ekspansif



128



dampaknya adalah kenaikan tingkat bunga dan pendapatan nasional, sedangkan pada kebijakan moneter yang ekspansif dampaknya adalah penurunan tingkat bunga dan kenaikan pendapatan nasional. Apabila kebijakan fiskal yang ekspansif digunakan bersama-sama dengan kebijakan moneter yang ekspansif, maka dampaknya adalah kenaikan tingkat pendapatan secara lebih besar daripada apabila kebijakan moneter dan kebijakan fiskal digunakan sendiri-sendiri. Akan tetapi dampaknya terhadap tingkat bunga tidak jelas, apakah akan naik ataukah akan turun. Naik atau turunnya tingkat bunga tersebut tergantung pada dua faktor, yaitu : 1. Kekuatan relative kedua kebijakan tersebut, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. 2. Kepekaan kurva IS dan kurva LM terhadap tingkat bunga.



Efektivitas Kebijakan pada berbagai Asumsi Moneter Dalam analisis Hicks mengenai keseimbangan pada sektor moneter, bentuk kurva LM sangat dipengaruhi oleh preferensi masyarakat mengenai permintaan uang untuk tujuan spekulasi. Preferensi masyarakat mengenai permintaan uang untuk tujuan spekulasi, dapat terlihat dari bentuk permintaan uang untuk tujuan spekulasi (M2). Dengan demikian, bentuk kurva LM sangat dipengaruhi oleh bentuk kurva permintaan uang untuk spekulasi. Pada tingkat bunga yang sangat tinggi ,masyarakatberanggapanterlalubesarnyakerugian yang terjadi apabila memegang uang tunai dan begitu kecilnya kerugian modal (capital loss) yang mungkin akan terjadi, sehingga permintaan uang untuk tujuan spekulasi menghilang (tidak ada permintaan uang untuk tujuan spekulasi). Keynes menyatakan bahwa pada tingkat bunga yang sangat rendah, masyarakat merasa begitu rendahnya kerugian memegang uang tunai dan begitu tingginya risiko melakukan investasi finansial , sehingga masyarakat akan cenderung memegang uang tunai , berapapun jumlahnya selain itu , saat tingkat bunga sangat rendah berarti harga surat berharga sudah sangat tinggi , dan masyarakat mengharapkan harga surat berharga di waktu dekat akan segera turun. Untuk mengantisipasi turunnya harga surat berharga tersebut maka masyarakat berjagajaga untuk membeli surat-surat berharga dengan memegang uang tunai untuk tujuan spekulasi dalam jumlah yang besar. Dalam kondisi seperti ini, apabila pemerintah memberikan tambahan uang tunai kepada masyarakat maka uang tersebut tidak akan digunakan untuk tujuan transaksi yang dapat meningkatkan pendapatan nasional, akan tetapi akan digunakan untuk tujuan spekulasi sehingga tambahan uang tunai tersebut tidak akan beredar di masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, bentuk kurva permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m2) seperti pada gambar 8-3.



129



Bentuk kurva permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m²) seperti pada gambar 8-3, mengakibatkan bentuk kurva LM menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu bagian datar, bagian miring dan bagian tegak seperti yang terlihat pada gambar 8-4. LM0



LM1 H



D I Y I1



A



I0



E



m2 = f (i)



IS1 IS0



0 Y4



m2



0



Y0



Y1



Y3



Y



Gambar 8-3 Gambar 8-4 Kurva Permintaan Uang untuk Spekulasi menurut Keynes Daerah klasik dan keynes Bagian datar dari kurva LM disebut dengan perangkap likuiditas (liquidity trap) atau daerah keynes, sedangkan daerah yang tegak pada kurva LM disebut dengan daerah klasik. Bagian yang miring daerah tengah (antara) atau intermediate range. Adanya daerah yang berbeda-beda pada kurva LM tersebut membawa implikasi evektifitas kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang berbeda-beda. Apabila kurva IS memotong kurva LM pada daerahvkeynes, misalnya kurva IS maka kebijakan moneter yang ekspansif tidak akan efektif dalam Meningkatkan pendapatan nasional. Kebijakan moneter yang ekspansif menyebabkan kurva LM bergetar dari LMo ke LM. Titik potong antara kurva IS dan LM tetap berada pada titik A sehingga pendapatan nasional tetap akan berada pada tingkat Y. Namun, apabila kebijakan moneter yang ekspansif tersebut diterapkan pada saat perpotongan antara kurva IS dan LM terjadi di titik D (kurva IS dan Kurva LM), maka dampaknya adalah keseimbangan akan berpindah ketitik E. Akibatnya kita lihat pendapatan nasional akan naik dari Y3 ke Y4, dan dikatakan bahwa kebijakan moneter sangat efektif. Kebijakan fiskal yang ekspansif sangat efektif dilakukan apabila kurva IS dan LM berpotongan didaerah Keynes. Ini dapat dilihat bahwa kebijakan fiskal yang ekspansif akan menyebabkan kurva IS bergeser dari IS0 ke IS1 dan sebagai akibatnya pendapatan nasional akan naik dari Y0 ke Y1. Sebaliknya pada daerah Klasik kebijakan fisikal sangat tidak efektif dalam usaha meningkatkan pendapatan nasional . Dampak kebijakan fiskal yang ekspensif akan menggeser kurva IS dari IS3 ke kanan atas 130



menjadi kurva IS4. Titik kesaimbangan berpindah dari titik D ke titik H. Jadi kita lihat bahwa kebijakan fiskaldi Daerah klasik hanya akan menaikan tingkat bunga akan tetapi tidak akan meningkatkan pendapatan nasional. Kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan pada saat kurva IS dan LM berpotongan di daerah antara ( tengah ) dapat meningkatkan pendapatan nasional, dan efektiitas masingmasing kebijakan tergantung pada kepekaan kurva IS dan LM terhadap tingkat bunga (yang berarti kurva IS sangat landai), maka kebijakan fiskal dan moneter yang relatif kecil akan membawa dampak kenaikan pendapatan nasional yang besar. Dan sebaliknya, apabila kurva IS sangat tidak peka terhadap tingkat bunga (berarti kurva IS sangat curam) , maka kedua kebijakan pemerintah kurang efektif dalam menaikan pendapatan nasional. Selanjutnya, apabila kurva LM sangat peka terhadap tingkat bunga (yang berarti kurva LM sangat landai), maka kebijakan fiskal dan moneter yang relatif kecil akan membawa dampak kenaikan pendapatan nasional yang besar. Dan sebaliknya, apabila kurva LM sangat tidak peka terhadap tingkat bunga ( berarti kurva LM yang sangat curam ), maka kedua kebijakan pemerintah kurang efektif dalam menaikan pendapatan nasional. Apabila kurva IS dan kurva LM sangat peka terhadap tingkat bunga (yang berarti kurva IS dan kurva LM kedua-duanya sangat landai), maka kebijakan fiskal dan moneter yang relatif kecil akan membawa dampak kenaikan pendapatan nasional sangat besar, dan sebaliknya, apabila kurva IS sangat tidak peka terhadap tingkat bunga( berarti kurva IS sangat curam), maka kedua kebijakan pemerintah kurang efektif dalam menaikan pendapatan nasional.



131



9. PERMINTAAN AGREGATIF Pada pembahasan mengenai analisis keseimbangan pada pasar barang dan keseimbangan pada pasar uang (analisis IS-LM) yang terdahulu, dibicarakan mengenai hubungan antara tingkat bunga dengan pendapatan Nasional. Dalam pembahasan tersebut banyak variabel-variabel ekonomi yang dapat mempengaruhi keseimbangan ekonomi dianggap konstan. Diantaranya adalah tingkat harga. Tingkat harga dapat mempengaruhi keseimbangan dalam perekonomian, terutama pengaruhnya terhadap tingkat output (tingkat Pendapatan Nasional). Hubungan antara tingkat harga dengan tingkat output (tingkat Pendapatan Nasional) ditunjukkan oleh kurva yang disebut Kurva permintaan Agregatif (Agregate Demand Curve). Permintaan Agregatif (Agregate demand) Yang dimaksud dengan Permintaan Agregatif adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa yang terjadi dalam suatu perekonomian, baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.



132



Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya Permintaan Agregatif ini, di antaranya tingkat harga (tingkat harga secara umum), jumlah uang beredar nominal, jumlah obligasi pemerintah, defisit tertimbang pada pemanfaatan tenaga secara penuh dan lain-lain. Dalam pembahasan ini kita coba menganalisis pengaruh perubahan harga terhadap besarnya permintaan Agregatif di mana besarnya Permintaan Agregatif di sini ditunjukkan oleh besarnya Pendapatan Nasional (Y). Dengan demikian kurva Permintaan Agregatif dapat digunakan untuk melihat hubungan antara tingkat harga dengan besarnya Pendapatan Nasional. Apabila terjadi perubahan harga dalam suatu perekonomian, maka keadaan perekonomian secara Agregatif ( keseluruhan) akan berubah. Ada dua pendapat mengenai jalur pengaruh perubahan harga terhadap perekonomian. Pendapat pertama dikemukakan oleh keynes. Menurut Keynes, apabila terjadi perubahan harga, maka jumlah uang beredar riil (m/p) akan berubah. Akibat lebih lanjut adalah terjadinya perubahan pada tingkat bunga (i). Apabila tingkat bunga berubah, maka investasi (l) juga berubah. Perubahan investasi mengakibatkan perubahan Pendapatan nasional (Y). Mekanisme ini sering disebut Efek Keynes atau sering juga disebut Efek Bunga-Investasi. Pendapat yang ke dua mengenai jalur pengaruh perubahan harga terhadap perekonomian dikemukakan oleh A.C. Pigou. Menurut Pigou, apabila terjadi perubahan harga dalam suatu perekonomian , maka masyarakat merasa besarnya saldo kas riil (real cash balance) mereka berubah. Untuk mengembalikan kepada keadaan semula, mereka berusaha mempengaruhi besarnya Pengeluaran Konsumsi (C) mereka. Perubahan tingkat konsumsi mengakibatkan perubahan tingkat pendapatan nasional (Y). Bagaimana cara memperoleh (menurunkan) kurva permintaan Agregatif (AD), yaitu suatu kurva yang menunjukkan hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pendapatan nasional di mana sektor riil (pasar barang) dan sektor moneter (pasar uang) berada dalam keadaan seimbang? Dengan berdasarkan pada dua pendapat tersebut, maka terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh (menurunkan) kurva permintaan Agregatif. Karena kedua pendapat tersebut menjelaskan pengaruh perubahan harga terhadap kegiatan ekonomi melalui sektor riil dan sektor moneter, maka kurva permintaan agregatif dapat diperoleh (diturunkan) dengan menggunakan model (analisis) IS-LM. Menurunkan Kurva Permintaan Agregatif dengan Asumsi/Efek Keynes Efek Keynes menjelakan bahwa perubahan tingkat harga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar secara riil. Perhatikan gambar 9-1.Gambar 9-1 ini menjelaskan bagaimana menurunkan kurva Permintaan Agregatif dengan bekerjanya Efek Keynes.



133



Pada gambar 9 – 1 terlihat keseimbangan mula-mula terjadi pada tingkat Pendapatan Nasional sebesar Y ̥, tingkat bunga sebesar i ̥dan tingkat harga sebesar P ̥. Keadaan ini ditunjukkan oleh perpotongan kurva IS dan kurva LM. Titik potong antara garis sebesar P ̥dan garis Pendapatan Nasional sebesar Y ̥ diberinama titik A. Misalnya terjadi kenaikan tingkat harga menjadi PI . Akibat dari kenaikan tingkat harga ini, jumlah uang beredar secara riil (ms/P) turun. Menurunya jumlah uang beredar (seperti pada pembahasan sebelumnya) akan menggeser kurva LM ke kiri atas menjadivLM ,. Akibatnya tingkat bunga keseimbangan naik menjadi iI dan besarnya Pendapatan Nasional keseimbangan turun menjadi Y1. LM1 iLM2 i1 i0



IS1 0



Y1 Y0



Y



P



P1



B A



P0



AD 0



Y1



Y0



Y



Gambar 9 – 1 Kurva Permintaan Agregatif dengan Efek Keynes Menurunya Pendapatan Nasional akibat dari naiknya harga dapat dijelaskan sebagai berikut : Akibat adanya kenaikan harga, masyarakat perlu menambah uang tunai yang dipegang untuk tujuan transaksi. Untuk menambah uang tunai tersebut, masyarakat melakukan penyesuaian terhadap komposisi pemilikan harta kekayaanya. Misalnya masyarakat perlu meminjam uang atau mungkin menjual harta yang menghasilkan (misalnya surat berharga). Keadaan ini mengakibatkan tingkat bunga naik. Kenaikan tingkat bunga akan menurunkan investasi yang selanjutnya akan menyebabkan turunya tingkat Pendapatn Nasional .



134



Pada grafik yang terdapat dibagian bawah, titik potong antara garis harga P1 dengan garis pendapatan Nasional sebesar Yl diberi nama titik B. Apabila titik A dan titik B dihubungkan , maka akan diperoleh kurva Permintaan Agregatif (AD). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurva Permintaan Agregatif adalah suatu kurva yang menghubungkan antara titik titik tingkat harga pada berbagai tingkat Pendapat Nasioal (Y) dimana pada barang dan pasar uang berada dalam keadaan seimbang. Menurunkan Kurva Permintaan Agregatif dengan Asumsi/Efek Pigou Efek Pigou menjelaskan bahwa perubahan tingkat harga dapat mempengaruhi saldo kas masyarakat secara riil (real cash balance). Apabila terjadi perubahan harga, maka masyarakat merasa alokasi kekayaan yang dimilikinya saat ini tidak menguntungkan, sehingga ia berusaha mengubah alokasi kekayaanya sehingga sesuai dengan komposisi kekayaan yang diinginkan, yaitu alokasi kekayaan yang paling menguntungkan baginya. Perhatikan gambar 9-2. Gambar 9-2 ini menjelaskan bagaimana menurunya kurva Permintaan Agregatif dengan bekerjanya Efek Pigou. i LM i1 i0



IS2 IS1 0



Y1



Y0Y



P



P1



B



P0



A AD 0



Y1



Y2



Y



Gambar 9-1 PermintaanAgregatifdenganEfekPigou



135



Pada gambar 9-2 terlihat keseimbangan mula-mula terjadi pada tingkat Pendapatan Nasional sebesar Yo, tingkat bunga sebesar io dan tingkat harga sebesar Po. Ini ditunjukkan oleh perpotongan kurva IS dan kurva LM. Titik potong antara garis harga sebesar Po dan garis Pendapatan Nasional sebesar Yo diberi nama titik A. Misalnya terjadi kenaikan tingkat harga menajdi P,. Akibat dari kenaikan tingkat harga ini, masyarakat merasa saldo riil mereka turun, sehingga mereka mengurangi pengeluaran konsumsi mereka pada seluruh tingkat pendapatan. Menurunnya Pengeluaran Konsumsi oleh masyarakat akan menggeser kurva IS ke kiri bawah menjadi IS,. Akibatnya tingkat bunga keseimbangan turun menjadi i, dan besarnya Pendapatan Nasional keseimbangan turun menjadi Y, . pada grafik di sebelah bawah, titik potong antara garis harga P, dengan garis Pendapatan Nasional sebesar Y, diberi nama titik B. Apabila titik A dan titik B kita hubungkan, maka akan diperoleh kurva Permintaan Agregatif (AD). Kurva Permintaan agregatif juga dapat diturunkan dengan melalui pemisalan terjadi penurunan harga. Apabila harga-harga baran turun, maka masyarakat merasa saldo kas riil naik. Untuk mempertahankan alokasi kekayaan yang menguntungkan baginya, mereka membelanjakan kelebihan saldo kas tersebut sehingga pengeluaran konsumsi masyarakat secara keseluruhan akan meningkat. Meningkatnya pengeluaran konsumsi masyarakat akan menggeser kurva IS ke kanan atas, sehingga tingkat bunga dan tingkat pendapatan nasional keseimbangan naik. Sebaliknya , apabila tingkat harga mengalami penurunan, maka masyarakat menganggap bahwa kekayaan riil mereka mengalami kenaikan dan sebagai akibatnya mereka merasa menjadi lebih kaya.dalam bab 5 mengenai teori konsumsi sudah dikemukakan bahwa pengeluaran



konsumsi selain tergantung dari jumlah penghasilan juga tergantung dari



kekayaan riil mereka. Jadi, akibat adanya kenaikan penurunan harga meyebabkan orang merasa menjadi lebih kaya dan sebagai akibatnya mereka akan meningkatkan pengeluaran konsumsi, sehingga pendapatan nasional mengalami kenaikan. Hubungan antara harga dan pendapatan nasional tersebut dicerminkan dalam kurva permintaan agregatif . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurva permintaan agregatif adalah suatu kurva yang menghubungkan antara titik-titik besarnya pendapatan Nasional (Y) pada berbagai tingkat harga (P) dimana pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan. Bagaimana bentuk kurva Permintaan Agregatif apabila Efek Keynes dan Efek Pigou bekerja bersama-sama? Gambar 9-3 menunjukkan bentuk kurva permintaan agregatif apabila efek Keynes dan efek Pigou bekerja bersama-sama.



136



i LM1 i1



LM0



i0 IS1 0



Y1



Y0



IS0



Y



P



P1 P0 ADk ADf 0



Y1



Y0



Y



Gambar permintaan agregatif dengan efek Keynes dan efek pigou Pada gamabar 9-3 terlihat keseimbangan mula-mula terjadi pada tingkat pendapatan nasional sebesar Yo, tingkat Bunga sebesar io dan tingkat harga sebesar Po. Ini ditunjukan oleh perpotongan kurva IS dan kurva LM. Titik potong antara garis harga sebesar Po dan garis pendapatan nasional sebesar Yo diberi nama titik A. Misalnya terjadi kenaikan tingkat harga menjadi P1. di mana kenaikan harga ini akan mempengaruhi keseimbangan pada dasar barang (sektor riil) dan pasaruang (sektor moneter). Akibat dari adanya kenaikan harga, pada sektor moneter akan bekerja efek Keynes, dimana kenaikan tingkat harga akan menggeser kurva LM ke kiri atas menjadi LM1. Akibatnya tingkat bunga keseimbangan naik menjadi i1 dan besarnya pendapatan nasional keseimbagan turun menjadi Y1. Pada diagram di sebelah bawah, titik potong antara garis P1 dengan garis pendapatan nasional sebesar Y1 diberi nama titik B. apabila titik A dan titik B kita hubungkan, maka akan diproleh kurva permintaan Agregatif (ADk). kemudian bekerjanya efek pigou mengakibatkan bergesernya kurva IS ke Kiri bawah menjadi IS,. Ini mengakibatkan kenaikan tingkat bunga menjadi i2 dan pendapatan Nasional menjadi Y2,(perpotongan antara IS1 dan LM1). Penurunanpendapatannasional (Y1) akibatbekerjanyaefek Keynes lebih kecil daripada penurunan pendapatan nasional akibat dari bekerjanya efek pigou(Y2). Titik potong antara garis tingkat harga sebesar P1 dan tingkat 137



pendapatan nasional sebesar Y2 di beri nama titik C. Apabila titik A di hubungkan dengan titik C akan dihasilkan kurva permintaan Agregatif yang terlihat lebih landai daripada kurva permintaan agregatif yang di peroleh dari bekerjanya efek Keynes saja. Pengaruh kebijakan ekonomi pada kurva permintaan agregatif Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter, dapat mempengaruhi keseimbangan dalam perekonomian. Dengan demikian kebijakan ekonomi dapat mempengaruhi juga posisi kurva permintaan agregatif. Kebijakan moneter yang ekspansif akan menggeser kurva permintaan agregatif sejajar ke kanan atas seperti yang terlihat pada gambar 9-4. P



P0 AD1 AD0 Y 0



Y0



Y1



Gambar 9-4 Kurva permintaan agregatif dengan kebijakan moneter Ekspansif Pada gambar 9-4 keseimbangan perekonomian mula-mula terjadi pada tingkat bunga besar i0, tingkat pendapatan nasional sebesar Y0 dan tingkat harga sebesar P0. keseimbangan ini di tunjukan oleh perpotongan antara kurva IS dan kurva LM dan titik A pada kurva permintaan agregatif ditunjukan oleh kurva AD0. Kurva AD0 diperoleh dengan menghubungkan titik-titik keseimbangan.



138



Kurva AD0. Kurva AD0 diperoleh dengan menghubungkan titik-titik keseimbangan IS-LM pada tingkat harga yang berbeda-beda. Dengan asumsi tingkat harga tidak mengalami perubahan, maka kebijakan moneter yang ekspansif (jumlah uang beredar naik) akan menggeser kurva LM ke kanan bawah menjadi LM1. Akibatnya tingkat bunga keseimbangan turun menjadi i, dan pendapatan nasional keseimbangan naik menjadi Y1. Karena tingkat harga tetap sebesar P0, maka untuk memperoleh kurva permintaan agregatif yang baru adalah dengan menggeser sejajar kurva permintaan agregatif AD ke kanan sampai pada titik potong antara garis harga sebesar P0 dan garis pendapatan sebesar Y1. Kurva permintaan agregatif dengan adanya kebijakan moneter yang ekspansif (Otorita moneter menciptakan uang baru) adalah kurva AD1. Jadi adanya kenaikan jumlah uang beredar akan menyebabkan tingkat harga mengalami kenaikan pada setiap tingkat pendapatan nasional. Kebijakan fiskal yang ekspansif akan menggeser kurva permintaan agregatif sejajar ke kanan atas Seperti yang terlihat pada gambar 9-5.



P



P 0



B



A



AD 1



AD0 0



Y0



Y1



Y



Gambar 9-5 Kurva Permintaan Agregatif dengan Kebijakan Fiskal Ekspansif Pada gambar 9-5 dapat dilihat keseimbangan perekonomian mula-mula terjadi pada tingkat bunga sebesar i0, tingkat pendapatan nasional sebesar Y0, dan tingkat harga sebesar P0. Kondisi keseimbangan ini ditunjukkan oleh titik perpotongan antara kurva IS dan kurva LM pada titik A dengan kurva permintaan agregatif AD0. Kurva AD diperoleh dengan cara menghubungkan titik potong kurva IS dan LM pada beberapa tingkat harga yang berbeda. Kebijakan fiskal yang ekspansif kurang suka pengeluaran pemerintah naik atau pemungutan pajak dari pemerintah turun) akan menggeser kurva IS ke kanan atas menjadi IS1. Akibatnya tingkat bunga keseimbangan naik menjadi i1 dan



139



pendapatan nasional menjadi Y1. Karena tingkat harga sebesar P0, maka untuk memperoleh kurva permintaan agregatif yang baru adalah dengan menggeser sejajar kurva permintaan agregatif AD0 ke kanan sampai pada titik potong antara garis harga sebesar P0 dengan garis pendapatan nasional sebesar Y1. Kurva permintaan agregatif yang baru ditunjukan oleh kurva AD1 pada gambar 9-5. Kurva permintaan agregatif juga akan bergeser ke kanan atas dengan permintaan menaikkan pembayaran transfer (transfer payment) atau menurunkan pajak. Kenaikan pembayaran transfer atau penurunan pajak akan menyebabkan permintaan akan barang dan jasa meningkat. Kenaikan permintaan dalam perekonomian akan meningkatkan pendapatan nasional. Namun pada tingkat tertentu, kenaikan pendapatan nasional akan tertahan yang disebabkan terjadinya kenaikan tingkat bunga yang akan menghambat (menurunkan ) investasi perusahaan.



140



10. Pasar Tenaga Kerja Dan Kurva Penawaran Agregatif Setiap kenaikan permintaan agregatif untuk barang dan jasa menunjukkan kenaikan penerimaan perusahaan-perusahaan yang hasilnya dibeli masyarakat. Perubahan permintaan agregatif akan menyebabkan perusahaan-perusahaan bereaksi, sehingga akan terjadi perubahan penggunaan faktor-faktor produksi, perubahan tingkat harga, dan sebagainya. Untuk selanjutnya, perusahaan-perusahaan lain yang merupakan pemasok (supplier) input bagi perusahaan-perusahaan yang mengalami perubahan permintaan akan memberikan reaksi dengan menyesuaikan permintaan akan input maupun faktor-faktor produksi lainnya. Oleh karena itu, analisis mengenai pasar tenaga kerja haruslah dilakukan dengan menganalisis satu jenis industri, dan baru akhirnya kita dapat menganalisis seluruh industri dalam suatu perekonomian.



141



Kurva Penawaran untuk Satu Firm (Perusahaan) Reaksi suatu perusahaan / firm atas perubahan permintaan antara lain tergantung pada jangka waktu, Dalam analisis ekonomi kita kenal adanya dua periode waktu, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek didefinisikan sebagai suatu periode waktu yang singkat sehingga suatu perusahaan tidak dapat mengubah penggunaan paling sedikit satu input apabila terjadi perubahan permintaan atas output perusahaan tersebut. Sebaliknya, jangka panjang didefinisikan sebagai suatu periode waktu yang cukup lama sehingga perusahaan dapat mengubah permintaan atas seluruh faktor produksi untuk menyesuaikan dengan perubahan permintaan output perusahaan tersebut. Dari definisi tersebut maka dapat kita lihat bahwa perbedaan antara jangka panjang dan jangka pendek sifatnya sangat relatif dan bukan merupakan suatu periode waktu yang jelas. Perbedaan tersebut berbeda-beda antara perusahaan yang satu dan perusahaan lainnya. Jangka waktu 3 bulan mungkin merupakan jangka pendek bagi suatu perusahaan, tetapi mungkin merupakan jangka panjang bagi perusahaan lainnya. Hubungan input-output bagi suatu perusahaan ditunjukkan dengan suatu fungsi produksi atau kurva total produk sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 10-1 yang menunjukkan hubungan antara total produksi dan penggunaan tenaga kerja. Panel A



Panel B



L



L SL



TP



L1 L0 L2 DL



0



(W/P)0



W/P



0



Y0



Y1



Gambar 10-1 Penggunaan Tenaga Kerja pada satu Firm (Perusahaan)



Pada tingkat penggunaan tenaga kerja yang rendah, penambahan satu unit tenaga kerja akan meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada kenaikan jumlah tenaga kerja sampai pada penggunaan tenaga kerja sebesar L0 unit. Setelah itu, penambahan tenaga kerjaakan menyebabkan



kenaikan output dalam jumlah yang semakin kecil, yaitu apa yang dikenal sebagai deminishing return. Ini ditunjukkan pada penggunaan tenaga kerja sampai sejumlah L0 L1 unit. Deminishing return terjadi karena kita menambahkan satuinput variabel pada input lainnya yang sifatnya 142



konstan (tetap). Pada tingkat penggunaan tenaga kerja lebih besar dari L, penambahan input tenaga kerja akan menyebabkan turunnya produksi total. Oleh karena itu, seorang produsen yang rasional tidak akan menggunakan tenaga kerja lebih banyak daripada OL1., Ini ditunjukkan pada panel B. Pada tingkat penggunaan tenaga kerja sebanyak OL0 unit, produksi marjinal mengalami kenaikan, dan setelah itu penambahan penggunaan tenaga kerja akan menyebabkan produksi marjinal menurun dan pada penggunaan tenaga kerja sebesar L1 produksi marjinal sebesar 0. Penggunaan tenaga kerja lebih besar dari L1 akan menyebabkan produksi marjinal negatif. Oleh karena output dalam analisis ini adalah berjangka pendek, ini hanya berubah apabila input variabel (dalam hal ini tenaga kerja) berubah, maka hanya biaya upah yang bisa menyebabkan berubahnya output. Dalam jangka pendek input lainnya bersifat konstan dan perusahaan telah membelinya dengan mengeluarkan biaya tertentu, apakah perusahaan tersebut menggunakan input tersebut dengan kapasitas penuh atau tidak. Biaya marjinal merupakan biaya yang berubah dengan berubahnya tingkat output, maka biaya marjinal dalam analisis ini adalah upah yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. Karena biaya marjinal (MC) disini sepenuhnya terdiri dari biaya upah, maka biaya marginal akan sama dengan upah dibagi dengan produksi marjinal (MPP= marginal physical product):



Dari hubungan antara MPP dan biaya marjinal dapat dilihat bahwa pada saat MPP mengalami kenaikan dengan bertambahnya tenaga kerja yang digunakan maka biaya marjinal akan menurun, sedangkan saat MPP mengalami penurunan (yaitu pada tingkat penggunaan tenaga kerja lebih besar dari L0) menyebabkan biaya marjinal semakin rendah, dan apabila MPP sama dengan nol (pada penggunaan tenaga kerja sebanyak L1 unit), maka MC menjadi tak terhingga. Jadi jelaslah bahwa seorang produsen tidak akan menggunakan tenaga kerja sampai batas MPP-nya nol. Pada pasar persaingan sempurna, jumlah produsen yang menawarkan barang yang homogen sangat banyak, sehingga seorang produsen secara



individual tidak dapat mempengaruhi



tingkat harga. Tingkat harga ditetapkan oleh interaksi antara kurva permintaan dan kurva penawaran seluruh industri, tidak oleh produsen secara individual. Oleh karena itu, kurva penerimaan rata-



143



rata (AR) dan kurva penerimaan marjinal (MR) berimpit pada tingkat harga pasar (P). Seorang produsen yang mempunyai motivasi mencapai keuntungan maksimum akan berproduksi pada tingkat dimana MC = MR, atau pada MC = P. Ini berarti seorang produsen akan menggunakan tenaga kerja pada tingkat dimana harga output (P) sama dengan biaya marjinal (MC) sama dengan upah nominal (W) dibagi dengan produksi marjinal (MPP). Atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: MC =



atau



W = P × MPP



yang menyatakan, bahwa: P = tingkat harga W = upah nominal



Keadaan di atas menunjukkan tingkat produksi di mana pertambahan penerimaan dari tambahan hasil produksi sama dengan tingkat upah. Perpotongan antara kurva MPP dengan garis upah rill (W/P) yang ditunjukkan pada Gambar 10-2 menggambarkan penggunaan tenaga kerja yang mendatangakan keuntungan maksimum. MPP



MPP0



W/P



MPP



0



N0



N



Gambar 10-2 Produksi Marjinal Tenaga Kerja suatu Perusahaan Apabila tingkat produksi yang menunjukkan keuntungan maksimum bagi produsen dapat ditentukan, maka produsen akan dapat mengetahui berapa jumlah tenaga kerja yang akan digunakan.



144



Dalam pasar persaingan sempurna, kurva MC menunjukkan kurva penawaran bagi perusahaan tersebut. Dari hubungan P = W/MPP kita dapatkan MPP = W/P yang menunjukkan hubungan antara MPP dan upah rill = (W/P). Dari sini kita dapat melihat bahawa karena W dan P selalu positif, maka MPP juga harus positif, yang berarti seorang produsen tidak hanya akan menggunakan tenaga kerja pada MPP yang positif. MPP ditentukan oleh fungsi produksi. Kenaikan upah nominal (W) akan menyebabkan bertambahnya biaya di atas MPP tenaga kerja, sehingga pengusaha akan mengurangi penggunaan tenaga; sebaliknya, penurunan upah nominal akan menyebabkan berkurangnya biaya produksi dibawah MPP sehingga produsen akan menambah penggunaan tenaga kerja. Oleh karena itu, kita dapat menganggap persamaan MPP = W/P sebagai permintaan produsen atas tenaga kerja. Dalam persaingan sempurna permintaan untuk industri merupakan penjumlahan dari permintaan seluruh produsen, karena itu permintaan industri untuk tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut: DL= Kurva Penawaran untuk Industri (Pasar) Dalam pasar persaingan sempurna, kurva penawaran untuk seluruh industri merupakan penjumlahan secara horisontal dari kurva penawaran oleh setiap produsen. Mengenai kurva penawaran tenaga kerja inilah terjadi pertentangan antara ekonom yang beraliran klasik dan mereka yang beraliran Keynes. Kurva Penawaran Tenaga Kerja Menurut Kaum Klasik Kaum ekonom Klasik menyatakan, bahwa tenaga kerja/karyawan mendasarkan penawaran tenaga kerja atas dasar upah rill (W/P). Oleh karena itu, kenaikan upah nominal tidak akan mengubah penawaran tenaga kerja apabila kenaikan upah tersebut disertai dengan kenaikan tingkat harga yang sepadan. Orang yang merasa lebih kaya karena kenaikan upah nominal dan kenaikan tingkat harga yang sama dikatakan sebagai terkena ilusi uang (money illusion). Orang yang rasional tidak akan mengalami ilusi uang, karenanya mereka hanya mau mengubah penawaran tenaga kerja apabila terjadi perubahan dalam upah rill. Karena itu, kurva penawaran tenaga kerja menurut kaum Klasik adalah: SL =



145



Dengan demikian, interaksi antara kurva permintaan dan penawaran tenaga kerja akan menentukan jumlah tenaga kerja yang digunakan, yaitu jumlah tenaga kerja yang ditawarkan (SL) sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta (DL) pada tingkat upah tertentu, atau: SL=DL Setelah jumlah tenaga kerja yang menunjukkan SL=DL. Dapat ditentukan maka dari fungsi produksi akan dapat ditentukan berapa produksi total yang dihasilkan produsen. Analisis diatas dapat dijelaskan melalui grafik seperti yang terlihat pada Gambar 10-3. Kurva penawaran agregatif menurut kaum klasik dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 10-3 Panel: A,B,C,D.



L



Panel A



L L1



Y=f(L)



L1



Panel B



Pengangguran terpaksa



L0



L0



L2



L2



DL



Y 0



P



SL



0



Yaq



W/P



(W/P)0 (W/P)1



Panel D



Panel C



P As



P0



P0



P1



P1



W1 W1



Gambar 10-3 W/P 0 (W/P) 0 (W/P)1 Kurva Penawaran Agregatif menurut Kaum Klasik Panel A menunjukkan keadaaan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Sumbu datar menunjukkan jumlah tenaga kerja per periode waktu dan sumbu tegak menunnjukkan upah rill (W/P). Panel B menunnjukan hubungan antata penggunaan tenaga kerja dan produksi total. Sumbu datar menunjukkan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dan sumbu tegak menunjukkan total produksi yang apabila dikalikan dengan dengan tingkat harga barang tersebut akan



0



Yaq



Y



146



menunjukkan nilai output (Y). Panel C menunjukkan hubungan antara upah nominal (W) dan upah menunjukkan nilai output (Y). Panel C menunjukkan hubungan antara upah nominal (W) dan upah riil (W/P). Panel D menunjukkan kurva penawaran agregatif. Upah riil (W/P)0 dimana upah nominal = W0 dan P = P0 merupakan upah riil yang menyebabkan terjadinya keseimbangan di pasar tenaga kerja. Pada upah nominal W0 dan tingkat harga P0 jumlah tenaga kerja yang ditawarkan dan yang diminta sebanyak L0 dan nilai produksi yang dihasilkan tenaga kerja sebanyak itu adalah Yeq. Hubungan antara Yeq dan P0 merupakan titik A pada panel C. Apabila terjadi kenaikan upah nominal dari W0 menjadi W1 berarti terjadi kenaikan upah riil menjadi (W/P)1. Kenaikan upah nominal ini menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran tenaga kerja, sebab jumlah tenaga kerja yang diminta hanya sebesar L0 sedangkan penawarannya sebesar L2. Adanya kelebihan penawaran tenaga kerja ini akan menyebabkan mereka bersaing satu sama lain untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka akan bersedia untuk menerima upah nominal yang lebih rendah. Persaingan tersebut akan terus terjadi selama ada kelebihan penawaran atau selama upah riil masih di atas upah riil keseimbangan (W/P)0. Apabila tingkat harga mengalami penurunan maka upah riil juga akan naik, sehingga di pasar tenaga kerja terjadi kelebihan penawaran atas permintaan. Oleh karena itu, maka terjadi juga persaingan antara tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga mereka berseedia untuk menerima upah nominal yang lebih rendah. Akibatnya, upah riil akan mengalami penuruan. Persaingan untuk mencari pekerjaan dan turunnya upah nominal akan terus terjadi selama upah riil masih diatas upah riil keseimbangan (W/P)0, upah riil akan kembali ke tingkat semula dengan tingkat harga yang lebih tinggi (P1) dan tingkat upah nominal yang lebih rendah dan ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja sebanyak L0 dan akhirnya nilai output tidak berubah, yaitu Yeq. Jadi kita mendapatkan titik K pada Panel D, yaitu hubungan antara P1 dan Yeq. Dengan melakukan analisis yang sama maka kita akan mendapat kurva penawaran agregatif yang tegak lurus. Menurut pandangan ahli ekonomi klasik, kurva penawaran agregatif bentuknya tegak lurus dan sejajar dengan sumbu tegak pada tingkat upah full employment. Ini disebabkan karena upah nominal tenaga kerja dapat naik atau turun secara bebas apabila terdapat kelebihan atau kekurangan tenaga kerja di pasar tenaga kerja.



Dampak Kebijakan Moneter dan Fiskal Menurut Ekonom Klasik Setelah kita memperoleh kurva penawaran agregatif dan kurva permintaan agregatif, maka kita dapat menganalisis berbagai dampak kebijakan Fiskal dan Moneter yang dilakukan oleh pemerintah.



147



Pada gambar 10-4 pada panel A ditunjukan kurva IS dan LM, dan pada panel B ditunjukan kurva permintaan agregatif dan kurva penawaran agregatif. Apabila kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperbesar jumlah uang yang beredar, maka kurva LM akan bergeser kanan bawah akibatnya, keseimbangan IS-LM akan bergeser dari Y ke Y dan kurva permintaan agregatif akan bergeser ke atas dari AD ke AD . sebagai akibat pergeseran kurva LM tingkat bunga akan mengalami kenaikan sehingga investasi akan menjadi lebih kecil. Turunnya investasi tersebut akan mendorong kurva IS ke kiri bawah, sehingga tingkat harga (upah masyarakat) akan menurun kembali ke Y tercapai. Kebijakan fiskal yang ekspansif yang ditempuh pemerintah, misalnya dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan penyebaran kurva IS ke atas. Gambar 10-5 menunjukan pengaruh kebijakan fiskal dengan menaikan pengeluaran pemerintah. Ini akan menyebabakan kurva permintaan agregatif bergeser ke kanan atas, dan tingkat harga mengalami kenaikan dari P ke P. kenaikan tingkat harga tersebut akan menimbulkan dau akibat, .pertama, kenaikan tingkat harga akan menyebabkan penurunan upah riil, sehingga terjadi kelebihan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja.kelebihan permintaan tenaga kerja ini akan menyebabkan kenaikan upah nominal. Kedua, kenaikan tingkat harga akan menyebabkan uang yang beredar secara riil mengalami penurunan sehingga kurva LM akan bergeser ke kiri. Pergeseran kurva LM tersebut menyebabkan tingkat bunga naik sehingga investasi akan menurun. Panel A i



LM0 LM1



i0 i1 i2 IS0 IS1 P



P0 AD1 AD0 0



Y0



/Y1



Dampak 10-4 Dampak Kebijakan Moneter menurut Kaum Klasik



Turunnya investasi dan turunya upah nominal akan menyebabkan perekonomian kembali mencapai Y. apabila kebijakan fiskal ditempuh dengan menaikan pengeluaran tranfer atau mengurangi pajak, kurva IS akan bergeser ke kanan, begitu pula dengan permintaan agregatif. 148



Hasilnya sama apabila pemerintah menaikan pengeluaran pemerintah. Jadi, menurut kaum klasik, baik kebijakan fikal maupun kebijakan moneter tidak akan mengubah Y yang mengubah upah full employment. i LM



LM i i i IS IS 0



Y



Y



Y



P



P0



AD1 AD0



0



Yeq



Y1 Gambar 10-5



Dampak Kebijakan Fiskal menurut kaum Klasik



Kurva penawaran agregatif menurut keynes Pada keadaan resesi atau depresi penawaran tenaga kerja jauh lebih banyak dari pada permintaan tenaga kerja pada tingkat upah riil yang terjadi saat itu. Keadaan ini ditunjukan dengan grafik pada gambar 10-6 dimana permintaan tenaga kerja sebesar OL sedangkan tenaga kerja yang diminta sebesar OL. Sehingga jumlah pengangguran yang terjadi sebesar L0L1 L



SL 149



LI Pengangguran L• L0



0



DL



(W/P)*



(W/P)0



Menurut kaum klasik, adanya pengangguran disebabkan karena upah riil terlalu tinggi dan untuk menghapuskan pengangguran tingkat upah nominal haruslah diturunkan menjadi (W/P)*. Kaum klasik selanjutnya menyatakan bahwa adanya pengangguran berarti di pasar tenaga kerja terjadi suatu ketidaksempurnaan sehingga upah nominal tidak dapat turun, sehingga upah riil juga tidak dapat turun sehingga mencapai tingkat upah riil keseimbangan (W/P)*. Keynes mengkritik pandangan kaum klasik di atas. Ia menyatakan bahwa upah nominal cenderung tegar kebawah (tidak bisa turun) walau punter dapat pengangguran. Pandangan Keynes itu bukanlah merupakan pandangan yang hebat karena hal tersebut menunjukkan kenyataan sehari-hari. Tetapi Keynes membuat pandangan lain yang hebat dengan menyatakan bahwa walaupun upah nominal dapat diturunkan, upah riil tidak akan turun, sehingga pengangguran tidak akan bisa dihapuskan dan keseimbangan tidak akan terjadi pada tingkat pendapatan full employment. Penurunan upah nominal menurut Keynes akan menyebabkan upah riil turun dan produsen-produsen akan berusaha meningkatkan produksi mereka. Apabila semua produsen meningkatkan output mereka, maka akan terjadi kenaikan pendapatan yang akan menaikkan konsumsi. Namun, karena mereka marginal propensity to consume (MPC) lebih kecil dari satu berarti kenaikan konsumsi lebih kecil dari kenaikan pendapatan. Situasi ini menyebabkan terjadinya kenaikan persediaan barang yang tidak dikehendaki produsen. Adanya barang yang tidak terjual ini akan menyebabkan turunnya tingkat harga, sehingga upah riil tidak mengalami kenaikan sebagaimana dinyatakan kaum klasik. Turunnya tingkat harga akan menyebabkan produsen mengurangi produksinya. Apabila upah nominal dan tingkat harga turun sehingga upah riil mencapai tingkat upah riil semula. Penggunaan tenaga kerja dan produksi akan kembali ke tingkat semula, sehingga penurunan upah nominal tidak akan mencapai hasil yang diharapkan, yaitu pengurangan pengangguran. Perhatikan Gambar 10-7. C,I



Y=E



C+1



150



Iu C ΔC



ΔY Y 0



Y0



Yeq Gambar 10-7



Dampak Turunnya Pendapatan Nominal Seperti yang terlihat pada Gambar 10-7, kurva C+I memotonggaris 45° pada tingkat pendapatan Y0, sedangkan pendapatan full employment terjadi pada Yeq. Pendapatan keseimbangan yang di bawah pendapatan full employment (Yeq