Case Neuro Cephalgi Kronis Ec SOL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS



Pembimbing : dr. H. Samino, Sp.S



Penyusun : Vera Septia nalurita 2008730129



Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2014 STATUS PASIEN A. Identitas Pasien Nama



: Tn. RI



Jenis kelamin



: Laki-laki



Usia



: 31 tahun



Agama



: Islam



Status Pernikahan



: Menikah



Pekerjaan



: Pegawai swasta



Pendidikan



: SLTA



Alamat



: Pulo gadung- Jakarta Timur



Tanggal Masuk Rumah Sakit : 9 Maret 2014 Ruang



: Matahari Dua



B. Anamnesis Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien dan alloanamnesis terhadap Ibu pasien pada tanggal (10 Maret 2014) Keluhan Utama Sakit kepala sejak 3 bulan SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sakit kepala sejak 3 bulan SMRS. Sakit terutama dirasakan di bagian belakang kepala, rasanya seperti ditusuk-tusuk dan leher terasa tegang. Sakit kepala tidak berputar dan tidak diperberat dengan batuk atau mengedan. Pasien juga menyangkal pernah terbangun dari tidur karena sakit kepala namun mengatakan bila bangun pagi sakit kepala dirasa makin berat. Sakit kepala dirasakan hilang-timbul dan



tidak dicetuskan oleh hal tertentu. Keluhan ini merupakan yang pertama kali terjadi. 5 hari SMRS, saat baru pulang kerja pasien merasa napasnya sesak, lalu merasa kaku pada lengan dan tungkai kemudian pasien hilang kesadaran. Teman pasien menyatakan bahwa pasien pingsan dan kaku selama ±30 menit, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas, lidah tidak tergigit, tidak mengompol. Saat bangun, pasien sadar penuh. Pasien menyatakan hari itu dirinya hanya makan roti dan buah saja sejak pagi. Tidak ada muntah, kejang, telinga berdenging, atau keluhan kurang pendengaran. Selama 2 tahun terakhir ini pasien mengaku dirinya sering mengalami serangan pusing berputar. Frekuensi serangan ±1 kali tiap 1-2 minggu. Terakhir kali serangan adalah 1 bulan lalu, durasi ±15 menit. Pasien menyatakan bahwa durasi serangan cenderung makin lama dibanding dulu. Serangan vertigo bisa datang kapan saja, misalnya saat pasien sedang menonton TV. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma : terjatuh dari tangga karena terpeleset ±1 tahun yang lalu, posisi jatuh terduduk, kepala tidak terbentur. Riwayat penyakit maag kronis. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat Kebiasaan Pasien merokok sehari bias menghabiskan ±1 bungkus. Makan sering tidak teratur. C. Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Sikap Kooperasi Tanda vital Tek. Darah Nadi Laju Napas Suhu BB Keadaan lokal Trauma/stigmata Pulsasi Aa.Carotis Pemb. darah perifer Kel. Getah bening



: tampak sakit ringan : compos mentis : berbaring aktif : kooperatif : : 110/70 mmHg : 100 kali/menit : 18 kali/ menit : 36,5ºC : ± 65 kg : baik :: reguler, cukup, equal kanan dan kiri : capillary refill time < 2 detik : tidak teraba membesar



Columna vertebralis : lurus ditengah Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midklavikularis sinistra Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra Batas kiri : ICS V midklavikularis sinistra Auskultasi : Bunyi jantung I normal, Bunyi jantung II normal, reguler, tidak terdengar murmur dan gallop Paru Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis Palpasi : vocal fremitus simetris di kedua hemithoraks Perkusi : sonor pada kedua hemithoraks Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak terdengar ronchi, tidak terdengar wheezing. Abdomen Inspeksi : datar Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak teraba massa, tidak teraba pembesaran hepar dan lien Perkusi : timpani, nyeri ketuk (-) Ekstremitas



: tidak ada deformitas, akral hangat, oedem (-)



Status Neurologis GCS Rangsang selaput otak a. Kaku kuduk b. Laseque c. Laseque menyilang d. Kernig e. Brudzinski I f. Brudzinski II



: E4 M6 V5 =15 : (-) : >70°/ >70° : -/: >135°/ >135° : -/: -/-



Peningkatan tekanan intrakranial : a. b. c. d.



Penurunan kesadaran Muntah proyektil Sakit kepala Edema papil



Saraf-saraf Kranialis N. I



: baik



: (+) : (-) : (+) : tidak dilakukan pemeriksaan



N.II Kanan



Kiri



:



4/60



4/60



Campus visus :



baik



baik



Melihat warna : Funduskopi :



baik tidak dilakukan



baik tidak dilakukan



Bentuk



bulat, ø3mm



bulat, ø3mm



RCL



(+)



(+)



RCTL



(+)



(+)



Akomodasi



baik



baik



Konvergensi baik



baik



Ascies visus



Pupil



N. III, IV, dan VI Kanan



Kiri



Kedudukan bola mata :



ortoforia



Kelopak mata :



normal



normal



Pergerakan bola mata Nasal Temporal Nasal atas Temporal atas Temporal bawah Exophtalmus : Nistagmus :



baik baik baik baik baik (-) (-)



baik baik baik baik baik (-) (-)



Kanan baik



Kiri baik



baik baik baik



baik baik baik



N.V Cabang motorik Cabang sensorik  Opthalmikus  Maxillaris  Mandibularis



N.VII Kanan baik baik baik baik



Kiri baik baik baik baik



Kanan



Kiri



(+) (-)



(-)



(-) (-)



(-) (-)



kanan



kiri



Mengangkat bahu



baik



baik



Menoleh



baik



baik



Motorik orbitofrontalis Motorik orbicularis oculi Motorik orbicularis oris Pengecap 2/3 anterior lidah N.VIII Vestibular  Vertigo  Nistagmus Cochlearis  



Tuli konduktif Tuli sensorineural



N.IX dan X Motorik



: arcus faring simetris



Sensorik



: refleks muntah (+)



N.XI



N.XII Pergerakan lidah



: baik



Atrofi



: (-)



Fasikulasi



: (-)



Tremor



: (-)



Sistem Motorik Kekuatan motorik



5555 5555



5555 5555



Gerakan Involunter  Tremor  Chorea  Athetose  Mioklonik  Tics



: (+) intention tremor : (-) : (-) : (-) : (-)



Trofik



: eutrofik



Tonus



: normotonus



Sistem sensorik



: sulit dinilai



Fungsi cerebellar dan koordinasi        



Ataxia Tes Rhomberg Disdiadokinesia Jari-jari Jari-hidung Tumit-lutut Rebound phenomenon Hipotoni



Fungsi luhur



: (+) : (+) : (+) : (+) : (+) : (+) :( ) :



: baik



Fungsi otonom    



Miksi Defekasi Sekresi keringat Ereksi



: baik : baik : baik :-



Refleks fisiologis



    



Kornea Berbangkis Pharing Bisep Trisep



Kanan



kiri



(+) (+) (+) (+3) (+3)



(+) (+) (+) (+3) (+3)



    



Radius Dinding perut Otot perut Lutut Tumit



(+)



(+)



(+3) (+3)



(+3) (+3)



Hoffman Tromer



(-)



(-)



Babinsky



(+)



(+)



Chaddock



(-)



(-)



Oppenheim



(-)



(-)



Gordon



(-)



(-)



Schaeffer



(-)



(-)



Klonus tumit



(-)



(-)



Klonus lutut



(-)



(-)



Refleks Patologis



Keadaan Psikis   



Intelegensia : baik Demensia : (-) Tanda regresi : (-)



D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM a. Darah dan Kimia Darah  Hemoglobin : 13,5 gr/dL  Hematokrit : 40%  Treombosit : 386000/mm3  Eritrosit : 5.028.000/mm3  LED : 10  SGOT : 15  SGPT :7  Ureum : 21  Creatinine : 0,7  Natrium : 131 mmol/L  Kalium : 4.1 mmol/L  Chlor : 97 mmol/L  GDS : 123 mg/dl



E. PEMERIKSAAN PENCITRAAN CT Scan kepala Kesan : tampak sumbatan parsial pada intraventrikuler III-IV F. RESUME Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sakit kepala sejak 3 bulan SMRS. Sakit terutama dirasakan di bagian belakang kepala, rasanya seperti ditusuk-tusuk dan leher terasa tegang. Sakit kepala tidak berputar dan tidak diperberat dengan batuk atau mengedan. Pasien juga menyangkal pernah terbangun dari tidur karena sakit kepala namun mengatakan bila bangun pagi sakit kepala dirasa makin berat. Sakit kepala dirasakan hilang-timbul dan tidak dicetuskan oleh hal tertentu. Keluhan ini merupakan yang pertama kali terjadi. 5 hari SMRS, saat baru pulang kerja pasien merasa napasnya sesak, lalu merasa kaku pada lengan dan tungkai kemudian pasien hilang kesadaran. Teman pasien menyatakan bahwa pasien pingsan dan kaku selama ±30 menit, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas, lidah tidak tergigit, tidak mengompol. Saat bangun, pasien sadar penuh. Pasien menyatakan hari itu dirinya hanya makan roti dan buah saja sejak pagi. Tidak ada muntah, kejang, telinga berdenging, atau keluhan kurang pendengaran. Selama 2 tahun terakhir ini pasien mengaku dirinya sering mengalami serangan pusing berputar. Frekuensi serangan ±1 kali tiap 1-2 minggu. Terakhir kali serangan adalah 1 bulan lalu, durasi ±15 menit. Pasien menyatakan bahwa durasi serangan cenderung makin lama dibanding dulu. Serangan vertigo bisa datang kapan saja, misalnya saat pasien sedang menonton TV. Riwayat trauma : terjatuh dari tangga karena terpeleset ±1 tahun yang lalu, posisi jatuh terduduk, kepala tidak terbentur. Riwayat penyakit maag kronis. Riwayat penyakit jantung dan hipertensi disangkal. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan pasien sakit ringan dan kesadaran compos mentis. Tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan GCS : E4M6V5  Pupil : bulat isokor, ø3mm/ø3mm, RCL +/+, RCTL +/+  TRM : kaku kuduk (-), laseq >70°/>70°, kernig >135°/>135°  Nervus kranialis : parese (-)  Motorik : 5 5 5 5 5 5 5 5 , Refleks fisiologis +3 +3 5 5 5 5 5 5 5 5 +3 +3



   



Refleks patologis -/Sensorik : baik Otonom : baik Fungsi luhur : baik Fungsi koordinasi dan cerebellar : terganggu



Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan pencitraan CT Scan Kepala didapatkan kesan sumbatan parsial intraventrikuler III-IV. G. DIAGNOSA KERJA Diagnosa Klinis : Riwayat penurunan kesadaran Vertigo Cephalgia kronis Gangguan koordinasi Ataxia Diagnosa Etiologi



: Space occupying lesion



Diagnosa Topik



: Cerebellum



H. PENATALAKSANAAN Simtomatik :     



Asering 500ml / 8 jam Deksametason 4 x 1 amp Manitol 250cc (habis dlm 10 menit) Dephaken sr 4 x 15 cc Lerophiksi 750mg 1 x 1



I. ANJURAN PEMERIKSAAN MRI EEG J. PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanationam



: Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam



PEMBAHASAN 2.1 NYERI KEPALA Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan diseluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala.Berdasarkan kausanya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainanan atomi atau kelainan struktur atau sejenisnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan non vaskuler. Red flag nyeri kepala3 



Onset baru atau perubahan jenis sakit kepala yang diderita pada pasien dengan usia di atas 50 tahun.







thunderclap:intensitas berat dalam waktu yang singkat







Terdapat tanda-tanda neurologis fokal, seperi kelemahan tungkai, terdapat aura atau gejalan non neurologis fokal seperti penurunan fungsi kognitif







Perubahan frekuensi maupun karakteristik nyeri kepala







Ditemukan pemeriksaan neurologis abnormal







Nyeri kepala dengan perubahan postur tubuh







Nyeri kepala hingga membangunkan pasien dari tidur







Nyeri kepala dipicu manuver valsalva







Pasien dengan faktor riiko trombosis pembuluh darah otak







Nyeri kepala dengan gangguan penglihatan







Nyeri kepala dengan kaku kuduk







Nyeri kepala dengan demam







Nyeri kepala pada HIV dan keganasan



Nyeri kepala pada sol intrakranial Banyak masyarakat yang belum mewaspadai gejala nyeri kepala sedini mungkin sebagai gejala SOL. Nyeri kepala pada SOL intracranial termasuk dalam nyeri kepala yang berhubungan dengan kelainan intracranial non vaskuler pada criteria International Headache Classification Edisi 2 dari International Headache Society (IHS-ICHD2) tahun 2003, dengan pembagiannya yaitu: 1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan peninggian tekanan cairan serebrospinal. 2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan penurunan tekanan cairan serebrospinal. 3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan penyakit inflamasi noninfeksius. 4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan neoplasma intrakranial. Kriteria diagnostik nyeri kepala yang berkaitan dengan SOL intracranial yaitu berupa: A. Nyeri kepala disertai minimal satu dari karakteristik berikut dan memenuhi criteria C dan D yaitu: 1. Progresif 2. Terlokalisir 3. Makin berat pada pagi hari 4. Dipicu dengan batuk B. Terdapat gambaran massa intracranial pada pemeriksaan imaging. C. Nyeri kepala muncul diregio temporal(dan biasanya spasial) dan berkaitan dengan massa D. Nyeri kepala membaik dalam 7 hari setelah operasi pengangkatan massa atau setelah operasi pengurangan massa neoplasma atau dengan pemberian kortikosteroid. Selain itu,ada pula yang menambahkanuntuk penentuan diagnostik nyeri kepala yang berkaitan dengan SOL intracranial berupa: 



Ada gejala klinis dan atau tanda kelainan intrakranial.







Dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang yang sesuai.







Ada nyeri kepala sebagai gejala baru atau muncul dengan tipe nyeri kepala yang baru yang muncul kadang-kadang yang berhubungan kelainan intrakranial(termasuk migren,type tension headache atau cluster headache)



Karakteristik nyeri kepala pada SOL intracranial



Seiring dengan perjalanan penyakit, nyeri kepala akan semakin sering terjadi. Nyeri kepala umumnya dirasakan sebagai nyeri tumpul, tidak berdenyut, terlokalisir, onset intermiten, terjadi selama beberapa bulan atau tahun, mengalami pertambahan dalam derajat berat, frekuensi dan durasinya, bisa disertai bertambahnya defisit neurologis yang lain selain nyeri kepala. Hal ini disebut kronis progresif. Dapat juga nyeri kepala ini bersifat difus, bilateral,kontinyu, intensitas moderat. Nyeri kepala cenderung lebih berat pada pagi hari, dengan batuk, manuverval sava, ataupun dengan perubahan posisi. Nyeri kepala ini umumnya bukan gejala tunggal, namun disertai gejala lain meski derajat beratnya tidak sama. Nyeri kepala pada SOL intracranial ini secara signifikan sering bertumpang tindih dengan migren maupun dengan nyeri kepala tipe tegang. Adapula yang menyatakan bahwa tipe nyeri kepala yang berubah dari biasanya, nyeri kepala disertai deficit neurologis yang bukan termasuk bagian dari aura pada migren, nyeri kepala pagi hari atau malam hari disertai vomitus dan frekuensi nyeri kepala yang meningkat merupakan karakteristik nyeri kepala pada SOL intracranial. Mekanisme nyeri kepala pada SOL intracranial adalah: 1. Traksi pada pembuluh darah intra serebral (sinus venosus dan arteri dibasal otak). 2. Traksi pada saraf cranial atau servikal. 3. Pergeseran struktur bangunan peka nyeri karena suatu desakan, misalnya massa neoplasma dan edema perifokal. 4. Inflamasi pada dan disekitar bangunan peka nyeri,sehingga keluarlah berbagai substrat mediator inflamasi yang merangsang nosiseptor, kemudian menyebabkan sensitisasi sentral,sehingga menimbulkan persepsi nyerik epala. 5. Edema serebri dan obstruksi aliran cairan serebrospinal yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. 6. Pergeseran garis tengah serebral.



1. Definisi Space Occupying Lesion Space occupying lesion (SOL) adalah lesi desak ruang yang dapat disebabkan oleh massa, perdarahan, kista maupun malformasi vascular yang mengisi rongga intrakranial. SOL dapat dibedakan menjadi lesi neoplastik dan non neoplastik.



Lesi Neoplastik Secara umum, neoplasma intracranial dapat dikelompokkan menjadi neoplasma intraaksial, yaitu neoplasma yang berasal dari parenkim otak (sel saraf dan sel glia) dan yang



berasal dari mesenkim, dan neoplasma ekstraaksial, yaitu neoplasma yang berasal dari struktur ekstraserebral. Klasifikasi lesi neoplasma intracranial berdasarkan topis neoplasma intracranial dibagi dua yaitu: a. Neoplasma supratentorial 



Hemisfer serebral.Misalnya:meningioma, tumor metastase, glioma.







Tumor midline.Misalnya:adenoma pituitari, tumor pineal,kraniofaringioma.



b. Neoplasmainfratentorial 



Pada dewasa. Misalnya:schwanoma akustik, tumor metastase, meningioma, hemangioblastoma, glioma batan gotak







Pada anak-anak. Misalnya:astrositoma serebelar, meduloblastoma, ependimoma.



Lesi non neoplasma 



Lesi inflamatori, seperti abses otak, empiema subdural, meningoencefalitis, stenosis primer dan oklusi sluran LCS







Penyakit demielinasi akut seperti ensefalomielitis diseminata dan sklerosis difus







Granuloma, kista, perdarahan intrakkranial, malformasi vascular maupun infark pada otak



2. SOL menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial SOL secara umum menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK) melalui dua mekanisme dasar yaitu: A. Penambahan volume otak oleh jaringan SOL, sehingga akan terjadi: 1. Tekanan oleh massa SOL 2. Tekanan oleh oedema serebri B. Mekanisme obstruksi pada: 1. Obstruksi aliran CSS. 2. Obstruksi sistem vena. 3. Obstruksi absorbsi CSS. Konsekuensi klinik peningkatan tekanan intrakranial Tahap awal ekspansi massa intracranial terjadi peningkatan sedikit TIK dan pasien tetap baik dengan sedikit gejala. Bila massa terus membesar, mekanisme kompensasi berkurang, maka TIK makin meningkat.Pasien mengeluh nyeri kepala yang memburuk oleh



faktor- faktor yang menambah peningkatan TIK seperti batuk, manuverval sava, membungkuk atau berbaring terlentang dan kemudian menjadi lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak menyebabkan peninggian tekanan darah, sedangkan denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Adanya ekspansi dan peningkatan TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif. Pupil tidak bereaksi dan terjadi dilatasi, serta tidak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang otak berhenti. Tekanan darah makin turun, nadi lambat, respirasi menjadi lambat dan tak teratur serta akhirnya berhenti. Terjadilah kejadian iskemik otak yang menyebabkan kematian neuron otak, kemudian terjadi kematian. Gejala dan tanda klinis SOL intrakranial SOL pada sistem saraf pusat umumnya menyebabkan disfungsi neurologis yang progresif. Gejala klinis yang bersifat akut progresif umumnya disebabkan adanya komplikasi perdarahan intraserebral atau sumbatan aliran CSS. Gambaran klinis SOL intracranial secara umum dibagi dalam tiga yaitu gambaran klinis umum, localising sign, dan false localising sign. 



Gambaran klinis umum SOL intrakranial. Gejala dan tanda umum biasanya disebabkan oleh meningkatnya TIK, infiltrasi difus dari massa,o edema serebri, atau hidrosefalus. Gambaran klinis umum yang lebih sering terlihat adalah nyeri kepala, muntah, kejang, perubahan status mental. Tanda klinisnya berupa edema pada papil nervus optikus (N.II).







Gambaran klinis localising sign Gejala-gejala tumor secara fokal dapat berasal dari adanya destruksi, infark, atau edema parenkim yang diinduksi massa intracranial. Gejala yang timbul akan sesuai dengan daerah yang terkena.







Gambaran klinis false localising sign Suatu neoplasma intracranial dapat menimbulka nmanifestasi klinis yang tidak sesuai dengan fungsi bagian otak yang didudukinya. Adapun manifestasi tersebut adalah: 1. Kelumpuhan saraf otak Oleh karena desakan massa neoplasma, saraf otak dapat tertarik atau tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf kranialis yang sering terkena pengaruh tidak langsung dari neoplasma intracranial adalah saraf kranialis III, IV,dan VI.



2. Refleks patologis yang positif pada ke dua sisi Hal ini dapat ditemukan pada pasien neoplasma intracranial pada salah satu hemisfer saja. Oleh karena adanya pergeseran mesensefalon kesisi kontralateral, pedunkulus serebri pada sisi kontralateral mengalami kompresi dan refleks patologis pada sisi neoplasma menjadi positif. Refleks patologis pada sisi kontralateral terhadap neoplasma menjadi positif karena kerusakan jaras kortikospinalis ditempat yang diduduki neoplasma itu sendiri. 3. Gangguan mental Gangguan mental dapat timbul pada semua pasien neoplasma intracranial pada letak dimanapun. 4. Gangguan endokrin Gangguan endokrin dapat muncul karena proses desak ruang didaerah hipofise, tapi juga dapat terjadi akibat desakan tidak langsung dari neoplasma di ruang supratentorial.



Diagnosis SOL intrakranial Diagnosis SOL intracranial ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.Computed Tomographyscan (CTscan) kini menjadi prosedur diagnostic yang paling penting. Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitive dalam mendeteksi massa yang berukuran kecil, memberikan visualisasi yang lebih detail terutama untuk daerah basis kranium, batang otak, dan fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik, atau massa padat jaringan neoplasma intrakranial.



5. Dasar diagnosis a. Dasar diagnosis klinis : SOL ditegakkan berdasarkan keluhan yang disampaikan penderita ditunjang hasil yang diperoleh dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Keluhan berupa riwayat sakit kepala yang makin berat, dijumpai tanda –tanda kelainan pada nervus kranialis mengarahkan kecurigaan terjainya peningkatan tekanan intrakranial, dan didapati gambaran massa intracranial pada CT-scan. b. Dasar diagnosis topik :



Dari keluhan pasien diduga lesi berada intrakranial, dari pemeriksaan fisik ditemukan parese nervus kranialis dan didukung dengan hasil CT-scan dimana terdapat massa pada lobus parietal sinistra. c. Dasar diagnosis etiologik : SOL yang diderita pasien diduga merupakan suatu tumor intrakranial, hal ini dikarenakan adanya gejala peningktan intrakranial seperti adanya sakit kepala dan kelainan nervus kranialis dan didukung dengan hasil periksaan CT-scan ditemukan gambaran lesi berbatas tegas pada lobus parietal sinistra. d. Dasar diagnosis banding Diagnosis banding abses dipikirkan karena abses otak juga dapat menyebabkan gejala yang menyerupai gejala yang ditimbulkan oleh adanya tumor intrakranial. Pemeriksaan penunjang dengan CT scan maupun MRI akan membedakan gambaran abses otak dengan tumor. e. Dasar diagnosis akhir SOL et causa Tumor intrakranial dipikirkan karena pada pasien ditemukan keluhan yang bersifat progresif dan tidak disertai dengan adanya tanda tanda infeksi.



6. Dasar Usul Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium darah rutin dan kimia darah: Untuk mengetahui viskositas darah dan keadaan umum pasien. b. Rontgen Thoraks Untuk mengetahui adanya kelainan pada paru yang dapat menyebabkan penyebaran intrakranial c. CT-Scan dan MRI : Untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain terjadinya peningkatan intrakranial seperti perdarahan maupun abses.



2.2 TUMOR OTAK Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan, dalam istilah radiologisnya disebut lesi desak ruang/ Space Occupying Lesion (SOL). Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi progresif disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhannya lambat akan memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang terletak pada posisi yang vital akan memberikan gejala



yang muncul dengan cepat.1 Sekitar 10% dari semua proses neoplasma di seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis spinalis. Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua tipe, yaitu: 2 a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang cenderung berkembang ditempat-tempat tertentu. Seperti ependimoma yang berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis, glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan dilobus parietal, oligodendroma di lobus frontalis dan spongioblastoma di korpus kalosum atau pons. b. Tumor sekunder, yaitu tumor yang berasal dari metastasis karsinoma yang berasal dari bagian tubuh lain. Yang paling sering ditemukan adalah metastasis karsinoma bronkus dan prostat pada pria serta karsinoma mammae pada wanita.



2.2.2 Epidemiologi Saat ini, tiap tahun diperkirakan terdapat 540.000 kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Dimana sejumlah pasien yang meninggal akibat tumor otak primer secara komparatif lebih kecil (sekitar 18.000, setengah dari keganasan glioma) tetapi secara kasar 130.000 pasien lain meninggal akibat metastase. Sekitar 25% pasien dengan kanker, otak dan yang melapisinya terkena neoplasma dan kadang-kadang merupakan perjalanan penyakitnya. Sebagai perbandingan, terdapat 200.000 kasus kanker payudara baru pertahun. Sejumlah kasus kematian pada penyakit intrakranial selain tumor otak adalah akibat stroke. Secara berlawanan, pada anak-anak, tumor otak primer tersering diakibatkan oleh tumor padat dan menggambarkan 22% dari seluruh neoplasma pada masa anak-anak, peringkat kedua adalah leukemia. Pada perspektif lain, di Amerika Serikat insiden tumor otak pertahun adalah 46 per 100.000 dan 15 per 100.000 dari tumor otak primer. Tabel 1 Neoplasma intrakranial dan Penyakit-penyakit paraneoplastik2 Tumor



Persentase total



Glioma - Glioblastoma multiforme - Astrositoma - Ependimoma



20 10



- Meduloblastoma - Oligodendroglioma



6 4 5



Meningioma



15



Pituitary adenoma



7



Neurinoma



7



Karsinoma metastasis



6



Kraniofaringioma, dermoid, epidermoid, teratoma



4



Angioma



4



Sarkoma



4



Tak dapat diklasifikasikan (terutama glioma)



5



Miscellaneous (Pinealoma, kordoma, granuloma,



3



limfoma Total



100



2.2.3 Klasifikasi Berdasarkan kebanyakan tumor patologi anatomi, tumor sistem saraf pusat dibagi:1 1. Tumor Jaringan Otak 2. Tumor Jaringan Mesenkim 3. Tumor Selaput Otak 4. Tumor dari cacat perkembangan 5. Tumor Kelenjar Pineal 6. Tumor Medula Spinalis



7. Tumor Otak Metastatik 2.2.4 Gejala Klinis Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor. a. Gejala Klinik Umum Gejala umum timbul akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses difus dari tumor tersebut. Tumor ganas menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor jinak. Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian memberikan gejala umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan dengan tumor otak, yaitu perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan kejang. 2 



Perubahan status mental Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari, lekas marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi, bahkan psikosis.2 Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering disampaikan oleh pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari disfungsi memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi, halusinasi, atau letargi.3







Nyeri kepala Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolah-olah mau meledak.2 Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan episodik, kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari obat kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik.3 Lokasi nyeri yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler ipsilateral. Tumor di supratentorial menyebabkan nyeri kepala pada sisi tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.2







Muntah



Muntah ini juga sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan dengan makanan. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak didahului oleh mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior.2 



Kejang Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-15% penderita tumor otak.3 20-50% pasien tumor otak menunjukan gejala kejang. Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa mengindikasikan adanya tumor di otak. Kejang berkaitan tumor otak ini awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya kerusakan fokal serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat menjadi kejang umum yang terutama merupakan manifestasi dari glioblastoma multiforme.2 Kejang biasanya paroxysmal, akibat defek neurologis pada korteks serebri. Kejang parsial akibat penekanan area fokal pada otak dan menifestasi pada lokal ekstrimitas tersebut, sedangkan kejang umum terjadi jika tumor luas pada kedua hemisfer serebri.3







Edema Papil Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.4



b. Gejala Klinik Lokal Manifestasi lokal terjadi pada tumor yang menyebabkan destruksi parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar tumor (contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.3,4 



Tumor Lobus Frontal



Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti paralisis pos-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma frontal khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri, kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi. Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus olfaktorius. 3,4 



Tumor Lobus Temporalis



Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks. Tumor hemisfer dominan menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya konsentrasi yang merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala yang



lain



diantaranya



disfungsi



traktus



kortikospinal



kontralateral,



hemianopsia/



quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor atau kejang sensoris. 3,4 



Tumor Lobus Oksipital



Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi kontralateral episodic terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri. 3,4 



Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal



Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi dapat meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada daerah frontal dan verteks, muntah dan kadangkadang pingsan. Hal ini juga menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan gangguan pengecapan dan pengaturan suhu. 3,4 



Tumor Batang Otak



Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel empat menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-gejala umum. 3,4 



Tumor Serebellar



Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus mungkin menonjol. 3,4 c. Gejala Lokal yang Menyesatkan (False Localizing Signs) Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan kompresi di bagian otak yang jauh dari lesi primer. Tumor otak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dapat menghasilkan false localizing signs atau gejala lokal yang menyesatkan.5 Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah: 6



a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena tidak langsung adalah saraf III, IV, dan IV. b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja. c. Gangguan mental d.Gangguan endokrin dapat juga timbul proses desak ruang di daerah hipofise. 2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Tumor otak dapat dideteksi dengan CT-scan atau MRI. Pilihannya tergantung ketersediaan fasilitas pada masing-masing rumah sakit. CT-scan lebih murah dibanding MRI, umumnya tersedia di rumah sakit dan bila menggunakan kontras dapat mendeteksi mayoritas tumor otak. MRI lebih khusus untuk mendeteksi tumor dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang tengkorak dan di fossa posterior. Selain itu MRI juga dapat membantu ahli bedah untuk merencanakan pembedahan karena memperlihatkan tumor pada sejumlah bidang.3 2.2.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien dengan SOL meliputi: 2,3 a. Simptomatik 



Antikonvulsi Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien dengan tumor otak.







Edema serebri Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran radiologi memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason dapat digunakan dengan keuntungan yang signifikan. Rasa tidak menyenangkan pada pasien akan dikurangi dan kadang-kadang juga berbahaya, gejala dan tanda status intrakranial ini akan lebih aman bila intervensi bedah saraf akan diambil.



b. Etiologik (pembedahan) 



Complete removal



Meningioma dan tumor-tumor kelenjar tidak mempan dengan terapi medis, neuroma akustik dan beberapa metastase padat di berbagai regio otak dapat diangkat total. Terkadang, operasi berlangsung lama dan sulit jika tumor jinak tersebut relatif sulit dijangkau.







Partial removal Glioma di lobus frontal, oksipital dan temporal dapat diangkat dengan operasi radical debulking. Terkadang tumor jinak tidak dapat diangkat secara keseluruhan karena posisi tumor atau psikis pasien.



2.2.7 Prognosis Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40%.4



Daftar Pustaka



1. Lionel Ginsberg. Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga Medical Series 2. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta. 2008. FKUI 3. Mahar Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-15. Jakarta. 2012. PT. Dian rakyat 4. Misbach Jusuf. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta. 1999. FKUI 5. Wahjoepramono EJ. Tumor Otak. Jakarta: FK Pelita Harapan. 2006 6. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th edition. USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-91. 7. Kleinberg LR.Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New York: Demos Medical. 8. Wilkinson I, Lennox G. Brain tumor in Essential neurology. 4th edition. USA: Blackwell Publishing, 2005. 40-54. 9. Ilmubedah.info.



Tumor



Otak.



http://ilmubedah.info/tumor-otak-20110208.html



Diakses tanggal 10 Maret 2014 10. Cancerhelps.com. Tumor otak. http://www.cancerhelps.com/tumor-otak.html Diakses tanggal 10 Maret 2014