Case Tinea Capitis Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CASE REPORT DERMATOLOGI



TINEA CAPITIS



Disusun oleh: Hansen Ferdinan Panjaitan 1261050169 Dosen Pembimbing: Dr. Vitalis Pribadi, M.Kes, SpKK



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PERIODE 29 AGUSTUS 2016 – 1 OKTOBER 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA



TINJAUAN PUSTAKA TINEA CAPITIS A.



Definisi Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan



oleh spesies dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat keratolitik, dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat. Tinea kapitis lebih banyak terdapat pada anak-anak prapubertas. B.



Epidemiologi Tinea kapitis telah dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang



serius selama beberapa dekade, jarang terjadi pada orang dewasa dan lebih sering menyerang wanita di sekitar menopause dan wanita tua mungkin karena perubahan pH kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang mempunyai peran protektif. Tinea kapitis lebih sering mengenai balita dan anak-anak usia sekolah dengan rentang usia yaitu antara 3-7 tahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih di Amerika Serikat. Tinea kapitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan, terutama pada anak-anak keturunan Afro-Karibia, di Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Asia Tenggara, tingkat infeksi telah dilaporkan



telah menurun secara dramatis dari 14% (rata-rata anak-anak laki-laki dan perempuan) menjadi 1,2% dalam 50 tahun terakhir karena peningkatan kondisi sanitasi umum dan kebersihan pribadi. Angka insidensi dermatofitosis yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari prosentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus dermatofitosis. C.



Etiologi Di Amerika Serikat 90% dari kasus tinea capitis disebabkan oleh T.



tonsurans, dan pada beberapa kasus disebabkan oleh M. canis. Di Inggris M. canis tetap menjadi penyebab umum yang menyebabkan Tinea Kapitis, yang biasa didapatkan dari kucing maupun anak anjing. Di Eropa Timur dan Eropa Selatan serta Afrika Utara kasus tinea kapitis sering disebabkan oleh T. Violaceum. Kasus tinea kapitis di Indonesia dapat disebabkan oleh genus Microsporum ( M. Canis, M. Gypseum), T. Tonsurans dan T. Violaceum. D.



Patogenesis Golongan jamur dermatofita menyerang jaringan yang mengandung zat



tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku. Infeksi disebabkan oleh arthrospora. Secara umum, dermatofita dapat masuk ke tubuh melalui kulit yang terluka, bekas luka, dan luka bakar. Patogen sebagian besar masuk melalui jaringan mati, lapisan kulit yang mengandung keratin, menghasilkan ekso-



enzim pektinase dan menyebabkan reaksi peradangan pada lokasi infeksi. Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan berbagai gambaran klinis pada lokasi infeksi seperti kemerahan (rubor), bengkak (indurasi), panas dan alopesia. Pergerakan hifa jamur tumbuh secara sentrifugal menjauh dari lokasi infeksi pada stratum korneum menimbulkan gambaran klasik lesi cincin. Infeksi jamur pada folikel rambut, menyebabkan jamur terus bertumbuh ke dalam lapisan kulit hingga folikel rambut kemudian menyebar ke atas pada lokasi pertumbuhan rambut. Infeksi mengenai batang rambut mengakibatkan kerusakan sehingga rambut mudah patah. Apabila infeksi dermnatofita lebih jauh ke dalam hingga folikel rambut



dapat menyebabkan respon inflamasi yang lebih dalam .



Manifestasinya terbentuk nodul inflamasi yang lebih dalam, pustula folikular, dan abses Berdasarkan invasinya infeksi jamur dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 



Endothrix : infeksi di dalam batang rambut tanpa merusak kutikula, biasanya oleh Trchophyton spp yang ditandai dengan adanya rantai spora yang besar.







Eksothrix : infeksi terjadi di batang rambut luar dan menyebabkan kerusakan kutikula. Biasanya disebabkan oleh Microsporum spp.



E.



Klasifikasi



Berdasarkan gambaran klinisnya, tinea kapitis dapat dibagi menjadi: 



Grey Patch Ringworm Grey Patch Ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan



oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini dimulai dengan papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilau lagi. Rambut menjadi mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey patchyang mempunyai batas tegas. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood dapat dilihat fluoresensi hijau kekuningkuningan pada rambut yang sakit melampaui batas grey patch tersebut. Tinea kapitis



yang disebabkan oleh M. audouini biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sesekali saja dapat terbentuk kerion.







Kerion Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa



pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya M.canis dan M.gypseum pembentukan kerion ini lebih



sering



dilihat



dibandingkan



bila



penyebabnya T.tonsurans



dan



T.



Violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesiayang menetap.







Black Dot Ringworm Black Dot Ringworm terutama disebabkan oleh T. tonsurans dan T.



Violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat di muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberikan gambaran yang khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah



permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapat biakan jamur.



F.



Diagnosis Gambaran klinis bervariasi tergantung organisme penyebab, tipe invasi, dan



derajat respon inflamasi host. Gambaran klinis pada umumnya meliputi alopesia, skuama, inflamasi folikular, eritema. Pada anak-anak, gambaran klinis berupa skuama pada kulit kepala disertai rasa gatal dan alopesia. Diagnosis hanya berdasarkan gambaran klinis saja terutama pada anak-anak sering kali sulit, sehingga bila curiga tinea kapitis dapat dilakukan pemeriksaan KOH dan atau kultur untuk menunjang diagnosis. Selain itu beberapa pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk menunjang pemilihan obat terapi sistemik yang sesuai dengan organisme penyebab. Cara pengambilan spesimen dapat dilakukan dengan cara, rambut dicabut dari daerah kulit yang berkelainan kemudian kulit di daerah terinfeksi dikerok untuk mengumpulkan skuama. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain:







Lampu Wood Pemeriksaan dengan menggunakan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan sehingga dapat diketahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu. 1 Lampu Wood ini mempunyai panjang gelombang 365nm. Pada beberapa kasus tinea kapitis dapat menunjukkan hasil pada rambut yang terinfeksi oleh Microsporum spp memberikan warna hijau cerah – hijau kekuningan sedangkan rambut yang terinfeksi oleh T schoenleinii mungkin menunjukkan warna hijau atau biru-putih pucat.







Mikroskopis Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop dan menggunakan KOH 10% dan pewarnaan tinta Parker super chroom blue black.Yang dilihat adalah mikrospora atau makrospora yang tersusun di dalam atau di luar rambut. Kadang-kadang juga dapat terlihat hifa pada sediaan rambut.







Kultur Pemeriksaan



dengan



pembiakan



diperlukan



untuk



menyokong



pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media



buatan yaitu medium agar dekstrosa Sabouraud. Pertumbuhan jamur dapat dilihat antara 10-14 hari. G.



Diagnosa Banding 



Dermatitis Seboroik Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berhubungan erat



dengan keaktifan glandula sebasea, dengan manifestasi klinis yaitu mengenai kulit kepala berupa skuama halus dan kasar, berminyak dan kekuningan pada area seboroik yang menjadi ciri khasnya, serta batasnya tidak tegas. Rambut pada penderita dermatitis seboroik cenderung rontok, mulai di bagian vertex dan frontal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga post auricular dan leher. Dapat pula meluas ke daerah seboroik lainnya yaitu daerah sternal, areola mammae, lipatan payudara, interskapular, ummbilikus, lipat paha, dan daerah anogenital. 



Dermatitis Atopik Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit kronis dan residif, yang



umumnya terjadi selama masa anak-anak, penderita biasanya memliki riwayat atopi. Manifestasi klinis penderita umumnya memiliki kulit yang kering, gejala utama di dapatkan pruritus hilang timbul sepanjang hari namun hebat pada malam hari, sehingga penderita akan menggaruk dan timbul berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, krusta. Predileksi pada anak biasanya di muka dan pipi sedangkan dewasa pada lipat siku, lipat lutut, samping leher dan sekitar mata. Terdapat criteria diagnosis menurut Hanifin dan Rajka yaitu kriteria mayor



(pruritus, morfologi dan distribusi lesi khas, didapatkan dermatitis kronik dan sering kambuh, riwayat atopi) dan minor (xerosis, daerah mata berwarna gelap, pytiriasis alba, gatal waktu berkeringat, keratosis pilaris, dll)







Alopesia Areata Gejala klinis alopesia areata ditandai dengan bercak berbentuk bulat atau



lonjong dan terjadi kerontokan rambut pada kulit kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Tepi lesi dapat eritema pada stadium awal penyakit tetapi warna kembali normal pada stadium selanjutnya. Terdapat tanda exclamation hair mark, yakni rambut bila dicabut terlihat bulbus yang atrofi, sisa rambut terlihat seperti tanda seru dimana batang rambut yang ke arah pangkal makin halus sedangkan rambut disekitarnya tampak normal tetapi mudah dicabut. Etiologi alopesia areata belum diketahui, sering dihubungkan dengan adanya infeksi lokal, kelainan endokrin dan stress emosional. H.



Penatalaksanaan Tujuan pengobatan antara lain adalah mengeliminasi organisme penyebab,



mengurangi gejala, mencegah jaringan parut, dan mengurangi transmisi penularan ke orang lain. 



Terapi topikal Terapi topikal sebagai monoterapi tidak direkomendasikan sebagai management tinea kapitis. Terapi topikal digunakan untuk mengurangi



transmisi spora, shampo povidone-iodine, zinc pyrithione, ketokonazole 2% dan selenium sulfida 1% menunjukan efektifitas pada kasus ini. Shampo diaplikasikan pada kulit kepala dan rambut selama 5 menit, seminggu 2 x, kurang lebih dalam 2-4 minggu atau dapat seminggu 3 x hingga pasien secara klinis dan mikologi dinyatakan sembuh. Selanjutnya dapat diberikan krim atau lotion topikal fungisidal sekali setiap hari selama 1 minggu. Terbinafine solution 0,01% dapat membunuh arthroconidia pada kelima spesies Trichophyton setelah terpapar selama 15-30 menit. 



Terapi oral Griseofulvin ataupun terbinafine menjadi pilihan terapi awal (first-line treatments) secara umum terbinafine lebih efektif melawan spesies Trichophyton Griseofulvin



(T.tonsurans, lebih



efektif



T.violaceum, melawan



T.soudanense)



spesies



Microsporum



sedangkan (M.canis,



M.audouinii). 



Griseofulvin Merupakan obat fungistatik dan menghambat mitosis dermatofita



dengan berinteraksi dengan mikrotubulus dan mengganggu spindle mitosis, sehingga merupakan pilihan terapi baik untuk dermatofita yang sedang aktif tumbuh. Dosis yang dapat diberikan untuk anak-anak 10-25 mg / kgBB dan untuk dewasa 0,5-1 g dosis tunggal atau dosis terbagi selama 6-12 minggu rata-rata 8 minggu. Lama pengobatan bergantung



pada lokasi penyakit, penyebab dan keadaan imun penderita. Pada infeksi Trichophyton dosis perlu ditingkatkan dan pengobatan lebih lama (12-18 minggu). Efek samping yang sering muncul adalah gangguan gastrointestinal seperti diare, kemerahan dan nyeri kepala. Obat ini juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.







Terbinafine Termasuk obat kelas allyamine, generasi baru agen antifungi. Sifat



terbinafine adalah fungisidal dengan menghambat squalene epoxidase, enzim pengikat membran dalam jalur biosintesis untuk membentuk sterol dari membran sel fungi. Lebih efektif terhadap infeksi Trichophyton daripada infeksi Microsporum. Dosis bergantung berat badan. Berat badan < 20 kg diberikan 62,5 mg / hari, berat badan 20-40 kg dapat diberikan 125 mg/hari sedangkan berat badan > 40 kg dapat diberi 250 mg/hari selama 2-4 minggu. Efek samping gangguan gastrointestinal dan kemerahan lebih rendah. 



Itrakonazole Merupakan obat yang memiliki kerja fungistatik ataupun fungisidal



tergantung konsentrasi di jaringan, namun mode aksi utama adalah fungistatik dengan menghambat enzim dependent sitokrom P-450, memblok sistesis ergosterol, komponen utama membran sel fungi. Dosis



yang dapat diberikan adalah 100-200 mg selama 2-4 minggu untuk dewasa atau 5 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu untuk anak-anak. Itrakonazole juga dapat dipakai sebagai second line treatment ataupun first-line



treatments



karena



memiliki



aktifitas



melawan



baik



Microsporum spp. ataupun Trichophyton spp. dan apabila digunakan sebagai terapi awal maka untuk terapi berikutnya dapat diganti terbinafine apabila infeksi disebabkan oleh Trichophyton spp. dan ganti terapi dengan Griseofulvin bila disebabkan oleh Microsporum spp. 



Flukonazole Walaupun penggunaannya disetujui untuk anak-anak untuk infeksi



jamur lainnya (terutama sistemik), flukonazol oral tidak disetujui oleh FDA untuk pengobatan tinea kapitis. Namun, flukonazol oral baik digunakan untuk dermatofita dan merupakan pilihan lain untuk pengobatan dari tinea kapitis pada anak-anak, tersedia untuk asupan oral sebagai suspensi oral atau tablet. Flukonazol tidak lebih superior, sehingga sebaiknya flukonazol digunakan untuk kasus selektif. Dosisya 8 mg/Kg BB/minggu selama 8-16 minggu. 



Ketokonazole Terutama digunakan untuk kasus yang resisten terhadap griseofulvin.



Dosis yang dapat diberikan adalah 3-6 mg / kgBB/hari untuk anak-anak atau 200 mg / hari untuk dewasa selama 10 hari – 2 minggu. Ketokonazole



kontraindikasi pada pasien dengan kelainan hepar karena bersifat hepatotoksik. 



Kortikosteroid Baik oral maupun topikal dapat digunakan untuk tinea kapitis tipe



kerion atau tinea kapitis reaksi berat atau tinea kapitis dengan bentuk lesi kerion untuk menghambat respon inflamasi host, mengurangi keluhan umum dan gatal, serta dapat meminimalkan risiko jaringan parut, namun penggunaannya masih kontroversial. Prednisolon dapat digunakan sebagai pengobatan oral dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 7 hari, walaupun hal ini tidak dianjurkan sebagai bagian routine care kerion. Selain itu, untuk reaksi dermatophytid (autoeczematization),



topikal



steroid



mungkin



diperlukan



untuk



mengontrol gejala namun biasanya terapi oral antifungi tidak perlu dihentikan. 



Antihistamin Pada pasien dengan keluhan gatal, antihistamin dapat mengurangi



keluhan dan dapat mencegah distribusi spora melalui garukan (finger scratching). I. Prognosis Prognosis Tinea capitis akan baik, asalkan kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga.



STATUS PASIEN KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN I.



IDENTITAS PASIEN 



Nama



: An. R







Jenis Kelamin



: Laki-laki







Umur



: 4 tahun







Status



: Belum Menikah







Alamat



: Jl. Usman Harun Gg. Spakat RT 06 No. 23



II.







Pekerjaan



:-







Pendidikaan terakhir



: Belum Sekolah







Suku



: Jawa







Agama



: Islam



ANAMNESIS Alloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan pada hari Kamis, 1 September 2016 pukul 09.30 WIB di Poliklinik Kulit RSU UKI A. Keluhan Utama



: Timbul borok di kepala



B. Keluhan Tambahan



: Rasa gatal di kepala



C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU UKI dengan keluhan utama timbul borok di kepala sejak 1 bulan yang lalu. Pada awalnya rambut mudah rontok dan mengakibatkan kebotakan kecil dengan ukuran ± 1-2 cm pada kepala namun semakin hari semakin melebar dan di sertai dengan timbulnya ketombe pada daerah yang botak. Pada tempat yang mengalami kebotakan juga di rasakan rasa gatal sepanjang hari, sedikit nyeri namun rasa panas disangkal. Pasien juga mengatakan bahwa keluhannya tidak menyebar dan hanya terdapat di satu bagian kepala saja. Sekitar 2 minggu yang lalu pada area borok terlihat kemerahan dan mulai timbul nanah. Untuk meringankan keluhan pasien berobat ke klinik dokter umum dekat rumahnya dan diberikan obat krim betamethason, namun keluhan tidak berkurang. Keluhan lain sepeti demam disangkal, alergi obat dan makanan disangkal. Riwayat asma disangkal. Orang terdekat / keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. Keluhan batuk (-), pilek (-), nyeri menelan (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. D. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien baru pertama kali mengalami keluhan sepeti ini.



E. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien atau orang terdekat tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. F. Riwayat Kehidupan Pribadi 



Pasien memiliki kebiasaan mandi 2x sehari namun jarang menggunakan shampo tapi semenjak muncul keluhan pasien setiap mandi menggunakan shampo.







Pasien mengaku memiliki hewan peliharaan yaitu kucing, dan sering kontak dengan hewan peliharaannya setiap hari.



G. Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, udara, debu maupun bulu.



III.



PEMERIKSAAN FISIK Tanda Vital Kesadaran



: Compos Mentis



Keadaan umum



: Tampak Sakit Ringan



Tekanan darah



:110/80mmHg



Nadi



: 80 x/menit



Pernafasan



: 17 x/menit



Suhu



: 36,5º C



Berat badan



: 18 kg



Tinggi badan



:110cm



Status generalis Kepala



: Normochepali, rambut hitam, distribusi merata, tidak ada



kelainan kulit Mata



: Konjungtiva : tidak anemis Sklera



: tidak ikterik



Pupil



: 3mm/3mm, bulat, isokor, ditengah



Telinga



: Lapang (+), sekret (-), tidak ada kelainan kulit



Hidung



: Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit



Mulut



: Bibir tidak kering, caries dentis (-), faring hiperemis (-)



Leher



: KGB tidak teraba membesar



Thorax



:







Inspeksi



: Bentuk dan pergerakan dinding dada simetris kanan



dan kiri 



Palpasi



: Fremitus vokal simetris kanan dan kiri







Perkusi



: Sonor di seluruh lapang paru







Auskultasi



: Bunyi nafas dasar : Vesikular , Ronki -/- . Mengi -/-



Bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen



:







Inspeksi



: Perut tampak datar







Auskultasi



: Bising usus (+) 4 kali/ menit







Perkusi



: Timpani, nyeri ketuk (-)







Palpasi



: Nyeri tekan (-), Hepar/Lien tidak teraba membesar







Ekstremitas



: Akral hangat



Status Dermatologis Distribusi



: Regional



Regio



: Regio kapitis occipitalis



Lesi



:



-



Tampak plak eritem, soliter, bentuk bulat, batas tegas, ukuran 5cm x 3cm, diatasnya terdapat pustule multiple, skuama, krusta kekuningan dan disertai aloplesia.



Gambar Efloresensi Regio Kapitis



IV.



PEMERIKSAAN PENUNJANG KOH 10 %



V.



DIAGNOSIS KERJA Tinea Capitis



VI.



DIAGNOSIS BANDING 1. Alopesia Areata 2. Dermatitis Seroboik



VII.



PENATALAKSANAAN A. Non medikamentosa 



Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu menjaga higienitas anak dan menganjurkan pasien untuk keramas setiap hari







Menjelaskan kepada pasien untuk tidak memakai sisir, topi, handuk bersama orang dengan lain meskipun anggota keluarga sendiri







Menjelaskan untuk mencuci berulang kali untuk sisir, handuk yang pernah di gunakan pasien







Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi jika gatal dengan kuku kulit agar tidak terjadi infeksi sekunder







Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan obat dengan baik dan benar



B. Medikamentosa Sistemik : 



Griseofulvin 1 x 250 mg



Topikal :  VIII.



Ketokomazole cream 2% 2x1



RESEP



R/



Griseofulvin tab 250 mg



No. XV



S I dd 1 tab



R/



Ketokonazol cream 2% S 2 dd u.e



Nama : An. R Usia



: 4 Tahun



No. I



IX.



PROGNOSIS 



Ad Vitam



: Dubia ad bonam







Ad Sanationum



: Dubia ad bonam







Ad Fungsionum : Dubia ad bonam







Ad Kosmetikum : Dubia ad bonam



PEMBAHASAN



Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat keratolitik, dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Gambaran klinis bervariasi tergantung organisme penyebab, tipe invasi, dan derajat respon inflamasi host. Gambaran klinis pada umumnya meliputi alopesia, skuama, inflamasi folikular, eritema. Pada anak-anak, gambaran klinis berupa skuama pada kulit kepala disertai rasa gatal dan alopesia. Pada kasus di dapatkan seorang pasien laki-laki, berusia 4 tahun, datang dengan keluhan timbul borok di kepala, rasa gatal di kepala tiap hari, rambut mudah rontok dan mengakibatkan kebotakan kecil. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan pemeriksaan yang dilakukan. Teori



Kasus



- Tinea capitis biasanya ditandai dengan -Dari anamnesis didapatkan timbul borok lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia sehingga menyebabkan kebotakan kecil dan kadang terjadi gambaran klinis yang di kepala. Pada daerah yang botak lebih berat.



terdapat



ketombe



dan



lesi



yang



kemerahan. - Tinea kapitis lebih sering mengenai -Pada kasus ini pasien berusia 4 tahun. balita dan anak-anak usia sekolah dengan



rentang usia yaitu antara 3-7 tahun.



- Kebersihan yang kurang dan kontak - Pasien mengaku bahwa pasien jarang dengan binatang merupakan faktor resiko memakai shampoo dan sering kontak untuk terkena tinea kapitis. dengan hewan peliharaanya yaitu kucing.



-Pada pemeriksaan KOH 10% dapat terlihat mikrospora atau makrospora yang tersusun di dalam atau di luar rambut.



Pada



ditemukan



pemeriksaan



spora-spora



membungkus rambut. Kadang-kadang juga dapat terlihat hifa pada sediaan rambut.



- Penatalaksanaanya:



-Penatalaksanaanya:



Topikal:



Topikal :



-Shampo povidone-iodine, zinc



-Ketokomazole 2 %



pyrithione, ketokonazole 2% dan



Sistemik:



selenium sulfida 1% seminggu 2 x,



-Griseofulvin 1 x 250 mg



kurang lebih dalam 2-4 minggu Terbinafine solution 0,01%



KOH



10% yang



Sistemik: -Griseofulvin 0,5-1 g/hari selama 6-12 minggu -Terbinafine 250 mg/hari selama 2-4 minggu. -Itrakonazole 100-200 mg/hari selama 24 minggu -Flukonazole 150mg/minggu selama 8-16 minggu. -Ketokonazole 200 mg/hari selama 10 hari – 2 minggu. -Prednisolon 5-60 mg/hari selama 7 hari - CTM 1x1 tablet sehari ( bila gatal)



Prognosis Prognosis Prognosis Tinea capitis akan baik, asalkan kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga.



Ad Vitam



: Dubia ad bonam



Ad Sanationum



: Dubia ad bonam



Ad Fungsionum



: Dubia ad bonam



Ad Kosmetikum



: Dubia ad bonam



Untuk diagnosis bandingnya yaitu alopesia arenata, dermatitis seboroika,. Pada alopesia arenata rambut dibagian pinggir kelainan mula-mula mudah dicabut



dari folikel, akan tetapi pangkal yang patah tidak nampak. Pada kelainan ini juga tidak terdapat skuama, kulit lebih licin dan berwarna coklat. Bercak-bercak seboroika pada kulit kepala yang berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya lesi dermatitis seboroika pada kulit kepala lebih merata. Adanya lesi-lesi seboroika pada tempat-tempat predileksi lain dan dapat membantu menentukan diagnosis. Dermatitik seboroik mempunyai lesi-lesi kulit yang simetris distribusinya. Pada rambut biasanya tampak berminyak, kulit kepala ditutupi skuama yang berminyak.