Chapter Report Sosling - Kelompok 10 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CHAPTER REPORT (BUKU) Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Lingkungan Dosen Pengampu: Dr. Hj. Epon Ningrum, M.Pd.



Disusun oleh: Aldy Mulya



1704154



Anisya Andriani



1705871



Haifa Dwi Cahyani



1700430



Ike Heppiyani



1703663



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2020



KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan chapter report ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan tugas akhir dalam bentuk chapter report Bab 10 (Towards an ‘emergence’ model of environment and society ) dari buku John Hannigan yang berjudul Environmental Sociology pada mata kuliah Sosiologi Lingkungan. Penulis tentu menyadari bahwa chapter report ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk chapter report ini, supaya tugas ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga chapter report ini dapat bermanfaat. Terima kasih.



Bandung, Mei 2020



DAFTAR ISI



A. IDENTITAS BUKU JUDUL BUKU



: Environmental Sociology



BAB



: Bab 10, (Towards an ‘emergence’ model of environment and society)



PENULIS



: John Hannigan



TAHUN



: 2006



PENERBIT



: Taylor & Francis e-Library



B. RESUME/RINGKASAN BAB 10 Dalam bab penutup, yaitu Bab 10, Hannigan menyajikan model kemunculan (emergence model) atas lingkungan dan masyarakat. Tampaknya, dia meminjam wawasan dari teori kompleksitas dalam ilmu fisika dan biologi dan dikembangkan untuk teori emergent norm yang tidak begitu terkenal, yang menekankan proses dinamis, adaptif, dan pembelajaran dalam sistem yang saling berhubungan dari unsur-unsur yang relatif lebih sederhana. Dengan menerapkan teori ini untuk hubungan



alam



dan



masyarakat,



dijelaskan



bahwa



hubungan



semacam



itu



harus



dikonseptualisasikan sebagai hubungan yang bersifat fluid (berubah-ubah) dan emergent. Pertama, hubungan masyarakat dan alam berubah-ubah dan tidak pasti, sebagai akibat dari aktivitas teknologi yang dikembangkan manusia; kedua, dalam menghadapi ketidakpastian yang ada, terdapat tanggapan sosial yang terorganisir dalam bentuk improvisasi organisasi seperti organisasi perbatasan dan manajemen hibrid; ketiga, hubungan masyarakat dan alam harus dikonseptualisasikan sebagai arus dan jaringan global yang tidak hanya terdiri dari zat dan energi material tetapi juga hubungan sosial, wacana, dan semacamnya. Yang menakjubkan di sini adalah upaya yang jelas untuk mempersatukan “persepsi dan definisi manusia” dengan “elemen materialis”. Dengan demikian, model kemunculan ini dipandang sebagai upaya yang menjanjikan dalam mengintegrasikan realisme dan konstruksionisme ke dalam kerangka teori tunggal yang dapat mengatasi kesenjangan antara alam dan masyarakat. Dalam bab-bab tersebut, Hannigan menunjukkan dua manfaat penting dari konstruksionisme sosial seperti yang dijelaskan pada Bab 2. Pertama, ditunjukkan bahwa analisis wacana, yang memiliki hubungan erat dengan tradisi interaksionis simbolik, dikombinasikan dengan gagasan kekuasaan Foucault, merupakan bagian integral dari analisis konstruksi. Misalnya, perhatian



pada detail pengaturan fisik antara pertemuan (meeting) dan gaya presentasi aktual yang diterapkan oleh berbagai pihak sangat mirip dengan analisis klasik yang dilakukan Foucault tentang struktur bangunan penjara. Kedua, Hannigan menyatakan secara meyakinkan bahwa pendekatan konstruksionis terhadap sosiologi lingkungan dapat sangat efektif diterapkan dalam analisis kebijakan. Banyak elemen kunci sosiologi lingkungan menerima narasi mini-historis mereka, yang ditambah dengan berbagai studi kasus membuat buku ini menjadi bacaan yang sangat menarik.



C. ANALISIS Hubungan masyarakat dan alam berubah-ubah dan tidak pasti, sebagai akibat dari aktivitas teknologi yang dikembangkan manusia. Teknologi berperan penting dalam kehidupan manusia dan manusia tidak dapat terlepas dari teknologi, Manusia sering tidak sadar akan apa yang dilakukan di lingkungannya sendiri, sehingga menyebabkan terjadinya dampak yang negatif, yang akhirnya muncul suatu ketidak pastian. Tanpa lingkungan, manusia tidak bertahan hidup. Kemudian manusia mengatur lingkungan, agar manusia terus mampu bertahan. Berbagai temuan teknologi dicari dan dicoba, untuk meningkatkan kualitas hidup. Secara sosiologis, teknologi memiliki makna yang lebih mendalam daripada peralatan. Teknologi menetapkan suatu kerangka bagi kebudayaan non material suatu kelompok. Jika teknologi suatu kelompok mengalami perubahan, maka cara berpikir manusia juga akan mengalami perubahan. Hal ini juga berdampak pada cara mereka berhubungan dengan yang lain. Bagi Marx, teknologi merupakan alat, dalam pandangan materialisme historis hanya menunjuk pada sejumlah alat yang dapat dipakai manusia untuk mencapai kesejahteraan. Weber mendefinisikan teknologi sebagai ide atau pikiran manusia itu sendiri. Sementara itu menurut Durkheim, teknologi merupakan kesadara kolektif yang bahkan diprediksi dapat menggantikan kedudukan agama dalam masyarakat (Martono, 2012, pp.277-278). Teknologi mampu mengubah pola hubungan dan pola interaksi antar manusia. Kehadiran teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas manusia sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kehadiran teknologi. Kemajuan teknologi dewasa ini ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat di bidang informasi dan komunikasi, satelit, bioteknologi, pertanian, peralatan di bidang kesehatan, dan rekayasa genetika. Muculnya



masyarakat digital dalam berbagai bidang kehidupan merupakan bukti dari kemajuan teknologi. Masyarakat dan negara-negara di dunia berlomba-lomba untuk dapat menguasai teknologi tinggi (high tech) sebagai simbol kemajuan, kekuasaan, kekayaan dan prestise. Dalam masyarakat Postmodern berlaku hukum “barang siapa yang menguasai teknologi maka ia akan menguasai dunia”. Dalam era globalisasi, kemajuan teknologi berlangsung sangat cepat sehingga kadang kala manusia tidak sempat untuk beradaptasi dengan kemajuan tersebut. Akibatnya terjadi anomi dalam masyarakat karena mereka tidak mempunyai pegangan hidup yang jelas. Masyarakat yang tidak mampu menguasai teknologi akan mengalami cultural lag dan akan terancam eksistensinya. Kemajuan teknologi ibarat dua sisi mata uang, di mana di satu sisi kemajuan teknologi memberikan banyak manfaat positif bagi manusia untuk mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun demikian disisi yang lain kemajuan teknologi menimbulkan efek negatif yang kompleks melebihi manfaat dari teknologi itu sendiri terutama terkait pola hidup manusia dalam dimensi sosial budaya. Teknologi mengancam kematian melalui berbagai penyakit, kerusakan lingkungan, pemanasan global, menciptakan ketegangan, memberikan berbagai resiko, dan lain-lain. Kita memang berhak memanfaatkan sumber daya alam (SDA) melalui teknologi untuk kemakmuran manusia. Namun, hal itu dalam batas-batas yang wajar yang tidak mengancam keseimbangan ekosistemnya. Kita juga harus menyesuaikan diri dengan alam dengan pengertian tidak hanya memelihara keseimbangan ekosistem tersebut, melainkan mengantisipasi segala kemungkinan dan ketidakpastian yang akan terjadi. Untuk menghadapi ketidakpastian yang ada, terdapat tanggapan sosial yang terorganisir dalam bentuk improvisasi organisasi seperti organisasi perbatasan dan manajemen hibrid. Ketidak pastian di sini seperti yang di jabarkan pada poin pertama yaitu hubungan masyarakat dan alam berubah-ubah dan tidak pasti, sebagai akibat dari aktivitas teknologi yang dikembangkan manusia. Dalam hal ini, untuk upaya dalam menghadapi ketidakpastian ini, maka dalam mengantisipasinya tercetuslah gerakan-gerakan sosial sebagai bentuk dari tanggapan sosial yang terorganisir dalam bentuk suatu improvisasi organisasi, seperti organisasi tanggap bencana. Menurut Baldridge gerakan sosial merupakan sebuah bentuk perilaku kolektif yang terdiri atas kelompok orang-orang yang memiliki dedikasi dan terorganisasi.



Manusia hidup berdampingan dengan alam, hidup dengan memanfaatkan segala sesuatu yang tersedia di alam. Sehingga hubungannya menjadi sangat erat dan tak dapat untuk dipisahkan. Namun dalam hubungan manusia dengan alam, tidak hanya bisa diungkapkan dengan manusia yang sibuk mengambil dan mengeksploitasi segala yang menjadi sumber dayanya, tetapi juga mengenai timbal balik diantara keduanya. Perilaku dan sifat yang dimiliki oleh sekelompok manusia kerap kali dikaitkan dengan kondisi alam dimana ia tinggali. Atau juga ada pandangan bahwa manusia akan menentukan bagaimana nasib yang terjadi pada suatu wilayah alam. Bahwa manusia harus mampu menjaga alam untuk keberlangsungan hidup makhluk hidup ke depannya. Karena ketika manusia hanya mengambil zat, energi, dan materi yang dimiliki oleh alam, maka sumber daya tersebut akan habis karena alam memiliki keterbatasan. Salah satu cara untuk dapat membuat alam terus lestari adalah dengan merencanakan pembangunan berkelanjutan, atau bisa juga dengan konservasi. Manusia harus dapat mewacanakan mengenai bagaimana ketika alam yang dimanfaatkannya mampu untuk bertahan, dan juga terus memberikan manfaat, serta meminimalisir terjadinya kerusakan. Konservasi juga sebagai upaya melestarikan alam dengan cara memberlakukan suatu wilayah sebagai tempat yang tidak bisa dieksploitasi agar kelangsungan makhluk hidup didalamnya akan terjamin. Wittmer dan Birmer (2005) dalam Yogaswara (2009), mengidentifikasi pihak yang terlibat dalam kebijakan keanekaragaman hayati kedalam tiga kelompok, conservasionist, ecopopulist dan developmentalist. Konservasionis merupakan usaha yang memberlakukan wilayah tanpa terganggu intervensi manusia, dengan tujuan untuk menjaga spesies yang ada didalamnya dari kepunahan, juga untuk memelihara keseimbangan ekologi. Biasanya didukung oleh organisasi non pemerintah, seperti sarjana biologi, dan juga ekologi. Eko-populis biasanya didukung oleh berbagai organisasi non pemerintah juga, yang berargumen bahwa masyarakat lokal adalah mereka yang sejatinya sebagai pengurus alam. Sedangkan developmentalis didukung oleh berbagai kelompok yang memiliki ideologi tentang pembangunan, bahkan oleh pemerintah dan ahli ekonomi. Dengan pandangan bahwa pengurangan kemiskinan merupakan hal yang mendasar untuk menyelamatkan lingkungan (Yogaswara : 2009). Maksudnya, ketika manusia mampu untuk tidak bergantung dengan alam karena telah mampu menciptakan banyak



hal untuk menunjang kehidupannya, maka pemanfaatan alam dan kerusakannya dapat untuk diminimalisir. D. SIMPULAN Hubungan antara masyarakat dengan alam haruslah terbentuk dengan proses yang dinamis, adaptif, dan pembelajaran dalam sistem yang saling berhubungan. Dimana hubungan masyarakat dan alam itu berubah-ubah dan tidak pasti, sehingga perlunya melakukan tanggapan sosial yang terorganisir dalam bentuk improvisasi organisasi. Selain itu hubungan masyarakat dan alam harus pula dikonseptualisasikan sebagai arus dan jaringan global yang tidak hanya terdiri dari zat dan energi material tetapi juga hubungan sosial, wacana, dan semacamnya. Salah satu cara untuk dapat membuat alam terus lestari adalah dengan merencanakan pembangunan berkelanjutan, atau bisa juga dengan konservasi.



E. RUJUKAN Martono, Nanang. (2012). Sosiologi perubahan sosial: perspektif klasik, modern, postmodern, dan postkolonial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ngafifi, M. (2014) ‘Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya’, Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 2(1), pp. 33–47. doi: 10.21831/jppfa.v2i1.2616. Yogaswara, Herry. (2009). Taman Nasional Dalam Wacana Politik Konservasi alam:Studi kasus pengelolaan Taman Nasional Gunung-Halimun Salak. Jurnal Kependudukan Indonesia, Vol. Iv, No.1 https://www.slideshare.net/mobile/suherlambang/perilakukolektifdangerakansosial