Makalah Sosling [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BILINGUALISME DAN MULTILINGUALISME Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Sosiolinguilistik Dosen Pengampu : Prof. Dr. Zainal Rafli, M.Pd. dan Puti Zulharby, M.Pd. ________________________________________________________________________



Disusun Oleh : Dewi Puspita Sari



(1205617032)



Desi Kariyani



(1205617022)



Khamisah Ardani



(1205617042)



Muthia Noersyah Putri



(1205617109)



Rieda Qurrotu Aini



(1205618016)



Rike Putrika Sari



(1205618108)



__________________________________________________________ PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA



2020



DAFTAR ISI DAFTAR ISI...................................................................................................................1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang..........................................................................................................2 1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2 1.3 Tujuan ......................................................................................................................2 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 BILINGUALISME A. Pengertian Bilingualisme ..........................................................................................3 B. Masa Perkembangan Bilingualisme ……….............................................................. 3 C. Faktor Bilingualisme.................................................................................................. 4 D. Masyarakat Bilingualisme......................................................................................... 4 E. Pengaruh Bilingualisme Terhadap Individu.............................................................. 8 2.2 MULTILINGUALISME A. Pengertian Multilingualisme ......................................................................................9 B. Masyarakat Multilingualisme ..................................................................................10 C. Kelebihan dan Kekurangan Multilingualisme .........................................................11 2.3 KAITAN A. Pengaruh Bilingualisme dan Multilingualisme .......................................................13 BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan .............................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................15



1



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa, manusia sulit untuk berinteraksi. Dunia yang terdiri dari berbagai Negara, baik terpisah oleh laut maupun batas Negara, tentunya memiliki perbedaan dalam bahasa. Terlebih bahasa yang dijadikan sebagai lingua franca masing-masing, karena dalam suatu Negara memungkinkan terdapat lebih dari satu bahasa ibu, seperti di Indonesia. Bahasa sebagai spoken language yang berfungsi sebagai alat komunikasi, tentunya sangat berperan penting dalam hubungan antar daerah maupun antar Negara. Oleh karena itu, mempelajari bahasa lain demi kepentingan hubungan antar daerah atau Negara di nilai sebagai kebutuhan. Dengan demikian, memungkinkan suatu masyarakat dapat menguasai lebih dari satu bahasa. Berkaitan dengan penguasaan bahasa, masyarakat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok



masyarakat



monolingualisme,



bilingualisme,



dan



multilingualisme.



Monolingualisme atau eka bahasa merupakan suatu kelompok masyarakat yang mempergunakan satu bahasa. Sedangkan bilingualisme dan multilingualisme secara berturutturut adalah masyarakat yang menggunakan atau menguasai dua bahasa dan lebih dari dua bahasa. Keberadaan keduanya sebagai akibat adanya kontak masyarakat yang memiliki bahasa yang berbeda. Mengenai pembahasan bilingualisme dan multilingualisme sendiri akan dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini. 1.2 Rumusan Masalah 1.



Apa pengertian bilingualisme dan multilingualisme?



2.



Bagaimana masa perkembangan bilingualisme?



3.



Apa saja faktor bilingualisme?



4.



Bagaimana masyarakat bilingualisme?



5.



Apa saja pengaruh bilingualisme terhadap individu?



6.



Bagaimana masyarakat multilingualisme?



7.



Apa saja kelebihan dan kekurangan multilingualisme?



8.



Bagaimana pengaruh bilingualisme dan multilingualisme?



1.3 Tujuan 1.



Menjelaskan pengertian bilingualisme dan multilingualisme



2.



Menjelaskan masyarakat bilingualisme dan multilingualisme serta pengaruhnya



3.



Menjelaskan masa perkembangan bilingualisme



4.



Menjelaskan faktor bilingualisme dan pengaruh bilingualisme terhadap individu



5.



Menjelaskan kelebihan dan kekurangan multilingualisme 2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 BILINGUALISME A. Pengertian Bilingualisme Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2). Menurut Mackey (Chaer, 2014:84) bilingualisme merupakan penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Bloomfield (Chaer, 2014:85), bahwa bilingualisme merupakan kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan standar yang sama baiknya. Disisi lain Robert Lado dan Haugen memperluas pandangan mengenai bilingualisme. Menurut Keduanya bahwa seseorang sudah dapat dikatakan bilingual meskipun kemampuan B2 dibawah kemampuan B1. Selain itu, Weinrich (Aslinda, dkk., 2007:23), menyebutkan kedwibahasaan sebagai ‘The practice of alternately using two language’, yaitu kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Dalam penggunaan dua bahasa atau lebih, jika melihat pengertian menurut Weinrich, penutur tidak diharuskan menguasai kedua bahasa tersebut dengan kelancaran yang sama. Artinya bahasa kedua tidak dikuasai dengan lancar seperti halnya penguasaan terhadap bahasa pertama. Namun, penggunaan bahasa kedua tersebut kiranya hanya sebatas penggunaan sebagai akibat individu mengenal bahasa tersebut. Perbedaan pendapat para ahli tersebut terbatas pada batasan kriteria seseorang dapat dikatakan bilingual. Melalui definisi-definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa bilingualisme merupakan penggunaan dua bahasa oleh penutur. Sedangkan batasannya adalah penutur mampu menggunakan B1 maupun B2, meskipun kemampuan B2 tidak sama baik dengan B1. Minimal penutur mampu memahami B2. B. Masa Perkembangan Bilingualisme Pemerolehan tambahan bahasa yang terjadi sebelum adolesen disebut bilingualisme cepat (early bilingualism). Apabila bahasa pertama diperoleh sebelum atau sekitar usia sebelas dan bahasa yang yang lainnya sesudah periode ini disebut bilingualisme lambat (late bilingualism).Ada yang menyebut masing-masing kedwibahsaan diatas sebagai bilingualisme konsekutif untuk bilingualisme cepat dan bilingualisme suksesif untuk bilingualisme lambat. 3



Sudah umum diterima bahwa bilingualisme cepat mempunyai banyak keuntungan daripada bilingualisme lambat dilihat dari kemampuan berbahasa di dalam kedua bahasa yang bersangkutan (Kamaruddin, 1989: 33). Berdasarkan cara pemerolehannya Reynolds (1991: 155) bilingualisme dibedakan atas dua macam. Pertama, pemerolehan dua bahasa secara serempak pada usia dini dan dalam konteks alamiah (balance bilingualism). Kedua, pemerolehan bahasa kedua setelah bahasa pertama ketika dewasa dan setelah memasuki pendidikan formal (unbalance bilingualism). Selain itu, Hastuti (1989: 20) membagi bilingualisme dalam dua kategori berdasarkan cara terjadinya, yaitu: 1. Bilingualisme alamiah (natural bilingualism) atau bilingualisme utama (primary bilingualism) yaitu proses bilingualisme timbul dalam lingkungan alamiah, spontan, dan tidak terorganisasi. 2. Bilingualisme bantuan atau bilingualisme buatan atau bilingualisme sekunder (secondary bilingualism) yaitu bilingualisme sengaja diatur dan diajarkan secara teratur dan formal. C. Faktor Bilingualisme Bilingualisme merupakan akibat dari kontak dari dua masyarakat yang memiliki dua bahasa yang berbeda. Bahasa pertama (B1), yaitu bahasa ibu atau bahasa pertama yang diperoleh oleh seseorang secara alami. Sedangkan bahasa kedua (B2) merupakan bahasa yang diperoleh atau dipelajari oleh seseorang setelah bahasa pertamanya. Penggunaan B1 dan B2 oleh bilingual tentunya tidak dapat digunakan sekaligus dalam satu waktu. Penggunaan keduanya tersebut menurut Chaer (2014) tergantung pada tiga hal, yaitu :  Lawan bicara  Topik pembicaraan  Situasi sosial pembicaraan Jika lawan bicara memiliki B1 yang berbeda, akan tetapi memiliki B2 yang sama, maka saat itu B2 digunakan. Misal, A dan B merupakan rekan kerja di kantor yang berbeda suku, yaitu suku Jawa dan suku Sunda. Tentunya keduanya memiliki B1 yang berbeda, sehingga untuk berkomunikasi mereka perlu menggunakan B2 yaitu bahasa Indonesia. D. Masyarakat Bilingual Bahasa sebagai milik sosial dan individu, tentunya juga berkaitan dengan penyebutan masyarakat bilingual. Jean Ann (Lucas, 2004:34) membagi bilingualisme menjadi dua, yaitu : 1. Societal Bilingualism Suatu kelompok masyarakat yang menerapkan kebijakan bilingual. Akan tetapi, tidak seluruh masyarakat tersebut mampu bertutur bilingual, tidak sedikit diantaranya yang merupakan monolingual. 4



Contoh Negara yang menerapkan kebijakan bilingual adalah kanada. Kanada mennggunakan dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan Bahasa Prancis. Bahasa Prancis digunakan oleh sepertiga dari populasi masyarakat di New Brunswick dan 90% dari masyarakat Quebec. Dalam masyarakat New Brunswick dan Quebec juga terdapat masyarakat monolingual bahasa Inggris. Selain itu, beberapa diantaranya adalah bilingual kedua bahasa tersebut. 2. Individual Bilingualisme  Merupakan seorang penutur yang mampu bertutur dalam dua bahasa. Hal tersebut dapat dilihat pada Negara Singapore yang memiliki empat Official Language yaitu bahasa Malaysia, Tamil, Mandarin dan Bahasa Inggris. Dalam suatu pembicaraan, penguasaan suatu bahasa yang sama menjadi faktor penentu keberhasilan dalam peristiwa komunikasi. Bahasa pertama atau yang biasanya disebut sebagai bahasa ibu menjadi faktor utama di dalam peristiwa komunikasi. Akan tetapi, tidak semua penutur akan selalu menggunakan bahasa pertamanya di dalam komunikasi, karena terkadang pada topik tertentu bahasa kedua atau ketiga digunakan. Penggunaan bahasa semacam ini dimaksudkan untuk memperlancar peristiwa komunikasi. Seorang penutur tidak ingin mengalami kegagalan untuk menyampaikan pesan tertentu. Peristiwa penggunaan bahasa oleh seseorang secara bergantian disebut juga bilingualisme. Pemilihan bahasa ini dilakukan ketika para pembicara menguasai benar tentang bahasanya. Jika hal ini dilaksanakan sebaik-baiknya antara penutur dan pendengar, maka pesan yang akan disampaikan dapat diterima secara baik. Kontak bahasa yang terjadi pada suatu kelompok bahasawan sering terjadi pengaruh-mempengaruhi antara bahasa yang satu dengan lainnya. Pengaruh ini akan membawa perubahan pada langue dan parole para penutur lainnya. Kontak bahasa ini akan mampu mempengaruhi pola pikir para penuturnya dan sekaligus kebiasaan berbahasanya. Selain itu, performance (penampilan) penggunaan bahasa seseorang akan berubah sewaktu penutur bahasa selalu mengadakan kontak bahasa. Dalam masyarakat yang tergolong dwibahasa (bilingual) dan multibahasa, kelancaran dan ketepatan penyampaian pesan, maksud, atau tujuan merupakan hal yang harus terus menerus dipelajari. Hal ini berarti bahwa tiap pengguna bahasa pada saat berkomunikasi secara verbal tidak hanya ingin menyampaikan pesan melalui kata-kata saja tetapi harus mengetahui fungsi, konteks, topik serta situasi yang ada. Fungsi perlu dipahami terlebih dahulu oleh para penutur sebab bahasa yang digunakan akan mampu mengubah persepsi para pendengarnya. Tidak sedikit para penutur mengalami kegagalan dalam berkomunikasi dengan orang lain karena tidak paham akan fungsi bahasanya. 5



Di dalam masyarakat bahasa terkadang terdapat dua atau lebih bahasa yang hidup berdampingan secara subur. Selain itu, juga banyaknya variasi penggunaan bahasa secara bergantian di masyarakat. Gambaran peristiwa penggunaan variasi bahasa di dalam suatu masyarakat yang memiliki peranan tertentu disebut diglosia. Adapun konteks, topik, dan situasi juga merupakan hal yang cukup penting dipahami terlebih dahulu oleh antar penutur. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan harus dikuasai terlebih dahulu agar penutur mampu memilih konteks, topik dan situasi yang tepat untuk melakukan komunikasi. Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya kontak bahasa (dan juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus berikut: a) Alih Kode Alih kode yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa ataupun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain). Dalam bilingualisme (kedwibahasaan) mengenal istilah sumber (B1) dan bahasa target (B2). Perubahan antara bahasa ibu ke bahasa target butuh saling pengertian antara penerima bahasa atau penyampai bahasa untuk saling pengertian satu sama lain entah itu dalam keadaan konotatif atau denotatif. Untuk itu, alih kode dapat terjadi secara reliable antara penutur dan penerima pesan untuk mengontrol pesan melalui bahasa sehingga maksud dan tujuannya tercapai. Contoh : Achamd dan Shalih keduanya menggunakan bahasa Indonesia, selain itu keduanya juga mengerti bahasa Arab. Disaat Irfan yang merupakan ketua komunitas bahasa Arab datang, maka ketiganya menggunakan bahasa Arab dalam komunikasi mereka. b) Campur Kode Istilah campur kode terjadi pada kedwibahasaan. Nababan, menuturkan bahwa dalam situasi berbahasa formal jarang terjadi campur kode, kalau terdapat campur kode dalam keadaan itu karena tidak ada kata atau ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakai sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing. Kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa dia telah melakukan campur kode. Contoh : Achmad menyisipkan bahasa Arab di dalam percakapannya dengan Ali. Achmad



: Anta mau kemana?



Ali



: Ana mau ke masjid.



6



c) Transfer Di dalam berbahasa tentunya pembiasaan akan menimbulkan dampak yang positif dalam pemakaian bahasa. Karena pembiasaan ada hal yang diketahui bahwa ada persamaan dan perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa target. Pembiasaan itu sering kali disebut transfer. Adapun transfer kebahasaan terbagi menjadi dua, yaitu:  Transfer Positif Kebahasaan Dimungkinkan apabila terdapat beberapa persamaan antara bahasa sumber dan bahasa target. Transfer positif kebahasaan ini menunjukkan saling silang kebahasaan yang sama antara bahasa sumber dan bahasa target. Contoh :



Kosakata Bahasa Arab



Kosakata Bahasa Indonesia



ّ ‫كرسي‬



Kursi



 Transfer Negatif Kebahasaan Transfer negatif kebahasaan dengan mudah diidentifikasikan berdasarkan perbedaan dan ketidaksamaan yang ada. Contoh : Dalam bahasa Indonesia tidak ditemukannya kata kerja lampau Kosakata Bahasa Arab ‫م ْقهى‬



Kosakata Bahasa Indonesia Kafe di dalam bahasa Indonesia adalah tempat santai, makan dan minum



d) Interferensiasi Kemampuan menggunakan bahasa target (asing) kadang ada sama baiknya, atau kadang bahasa kedua tidak baik dalam pengungkapan. Hal tersebut disebut interferensiasi. Kadang kala terdapat kendala dalam berbasa asing sehingga penuturan yang disampaikan tidak sesuai dengan kemampuan penutur asli sehingga menimbulkan kesalahan berbahasa. Interferensiasi itu sendiri merupakan akibat dari pembedaan antara dua bahasa B1 dan B2. Contoh : Kemampuan bahasa Ali dalam berbahasa Arab kadang dipengaruhi bahasa Indonesia yang tidak mengenal sistem morfologi secara feminim dan maskulin sehingga pengungkapan bahasa menjadi salah. Misalnya :



- ‫يذهب فاطمة إلى المدرسة‬ - ‫على حاضرة في الحفلة‬ 7



E. Pengaruh Bilingualisme terhadap Individu Kaitannya pengaruh bilingualisme terhadap individu, Purwo (1990: 132) mengemukakan bahwa anak belajar bahasa tidak lepas dari konteksnya. Jika berhadapan dengan masyarakat A maka ia akan mengucapkan bahasa A, dan jika berhadapan dengan masyarakat B maka ia akan mengucapkan bahasa B. Hal ini diperkuat oleh Dardjowidjojo (1997: 37) yang menyatakan bahwa anak bilingual justru terbantu dengan kebilingualannya itu, bukan saja dalam hal bahasa tetapi juga dalam hal lain seperti yang ditunjukan Lambert dalam penelitiannya di Kanada. a) Perbedaan Kognitif Kajian mendalam mengenai pengaruh bilingualisme terhadap intelegensi telah dilakukan oleh Lambert di Kanada (1962). Anak bilingual lebih unggul di dalam tugas-tugas nonverbal yaitu pada ketangkasannya di dalam pembentukan konsep, sebagai akibat dari generalisasi yang lebih cepat yaitu berpikir tanpa simbol bahasa. Dengan demikian, bilingualisme bermanfaat di dalam berpikir abstrak yaitu mengkonsepkan sesuatu hal dan peristiwa di dalam hubungannya dengan sifat-sifat umumnya daripada hubungannya dengan simbol bahasa. Bilingualisme juga mendorong kelentukan kognitif dan mental karena struktur inelektual yang bervariasi memudahkan beralih dari bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya. Kajian lain seperti yang dilakukan oleh Anisfeld (dalam Kamaruddin, 1989: 36) memperkuat penemuan Lambert. Demikian pula kajian berikutnya menggunakan pendekatan yang berbeda dan dilaksanakan di tempat lain memperkuat keunggulan bilingual dibanding dengan monolingual di dalam fleksibilitas kognitif, berpikir divergen, dan keunggulan di dalam ketinggian bernalar secara umum serta di dalam kemampuan verbal. b) Tingkat Bilingualisme dan Penampilan Kognitif Tingkat kemampuan yang dicapai oleh anak bilingual di dalam kedua bahasanya dapat menjadi variabel intervening terhadap pengaruh bilingualisme bagi perkembangan kognitif dan akademik (Cummins, dalam Kamaruddin, 1989: 36). Ia menyebut teori ini “threshold hypotesis” dan menyatakan bahwa ada dua ambang yang terjadi pada perkembangan bilingual. Kalau anak menunjukkan tingkat kemahiran yang rendah pada kedua bahasa berarti anak itu berada pada ambang kemampuan bilingual yang rendah dan akibat situasi ini adalah negatif terutama pada prestasi di sekolah (achievement). Pada anak yang bilingual dan menunjukkan kemampuan terhadap satu bahasa yan dominan dan mirip dengan penutur asli, bilingualisme tidak mengakibatkan pengaruh kognitif baik yang positif maupun yang negatif. Sebaliknya, anak yang mencapai tingkat kemampuan yang lebih tinggi pada kedua bahasa, bahasa ibu maupun bahasa kedua, akan menunjukkan pengaruh kognitif yang positif di dalam belajar dan prestasi akademik. 8



Kemampuan memecahkan masalah pada bidang science telah diteliti oleh Kessler dan Quinn (dalam Kamaruddin, 1989: 37). Ditemukan bahwa anak bilingual lebih lebih unggul di dalam mutu hipotesis dan skor kerumitan bahasa tertulis. Pada suatu kajian berikutnya murid monolingual dibandingkan dengan dua kelompok bilingual. Kelompok bilingual yang satu adalah kelompok bilingual subtraktif dan kelompok bilingual yang lainnya adalah kelompok dwibahsawan aditif. Hal kajian menunjukkan bahwa kedua kelompok bilingual mempunyai kemampuan memecahkan masalah yang lebih tinggi, dan bilingual aditif tampil lebih baik daripada bilingual subtraktif. c) Bilingualitas dan Penampilan Akademik Seorang anak yang sejak usia dini dibiasakan berkomunikasi dwibahasa atau multilingual, ia akan memiliki kepribadian yang lebih baik ketimbang anak yang hanya mengenal satu bahasa. Ia akan lebih toleran, mudah menghargai perbedaan pendapat, serta memiliki wawasan yang lebih luas. Hubungan antara pemerolehan bahasa kedua dengan perkembangan otak merupakan salah satu topik yang banyak diteliti para ahli neurosains. Kesimpulan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan berbagai pengaruh pemerolehan bahasa kedua dan keuntungannya bagi perkembangan otak yaitu anak-anak yang mengikuti program bahasa kedua cenderung menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dalam proses kognitif, kreativitas, dan divergent thinking dibandingkan anak-anak yang monolingual. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa mereka yang menguasai lebih dari satu bahasa memiliki skor lebih baik dalam tes kemampuan verbal dan nonverbal. 2.2 MULTILINGUALISME A. Pengertingan Multilingualisme Multilingual yang berarti aneka bahasa, memiliki arti bahwa suatu masyarakat yang memiliki banyak bahasa. Chaer (2014) menyebutkan bahwa multilingualisme merupakan suatu keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain. Mirip dengan konsep bilingualisme, bahwa bahasa-bahasa tersebut digunakan secara bergantian dengan mempertimbangkan tiga kondisi, yaitu lawan bicara, topik pembicaraan dan situasi sosial pembicaraan. Kondisi multilingualisme tersebut dapat terjadi ketika suatu kelompok masyarakat terbentuk dari beberapa etnik. Setiap etnik memiliki karakteristik masing-masing, Selain adat dan tradisi, bahasa termasuk dalam ciri pembeda antar etnik. Perbedaan bahasa dalam satu kelompok tersebut tidak berarti menjadikan komunikasi antar etnik terhambat. Melalui lingua franca mereka dapat berkomunikasi atau lebih ekstrem mereka saling mempelajari bahasa satu sama lain. 9



Aneka bahasa dalam multingualisme lebih lanjut diartikan sebagai  penguasaan atau penggunaan lebih dari dua bahasa. Dengan demikian terdapat B1, B2, B3,.. atau lebih. Aneka bahasa tersebut tidak hanya sebatas antar etnik dalam suatu Negara, akan tetapi juga bahasa lain di luar Negara penutur. B. Masyarakat Multilingualisme Salah satu contoh masyarakat multilingual adalah masyarakat Tukano di bagian barat daya Amerika, lebih tepatnya antara Colombia dan Brazil (Sorensen dalam Ann, 2004). Masyarakat Tukano memiliki tradisi yang mengharuskan laki-laki menikah dengan wanita yang berbeda bahasa. Mereka dilarang menikah dengan wanita yang satu bahasa dengannya. Oleh karena itu, anak di lingkungan tersebut dihadapkan pada lingkungan multilingualisme. Masyarakat Tukano terbiasa menggunakan beberapa bahasa secara bergantian dalam satu percakapan. Seringkali mereka tidak menyadari berapa jumlah bahasa yang dikuasai. Suatu masyarakat multilingual tidak terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi dilatarbelakangi oleh beberapa kondisi. (Sumarno, 180-186), menyebutkan bahwa terdapat empat kondisi pembentuk masyarakat multilingual yang mana kondisi tersebut juga mampu membentuk masyarakat bilingualisme, yaitu : 1) Migrasi Migrasi atau perpindahan penduduk merupakan salah satu factor masuknya bahasa lain disuatu wilayah. Migrasi memiliki dua jenis, yaitu :  Sekelompok besar penduduk yang serentak berpindah ke suatu tempat yang telah memiliki penduduk asli. Hal ini mengakibatkan adanya nasionalisasi bahasa kelompok besar. Akan tetapi, juga ada yang mampu mempertahankan bahasa aslinya  Sekolompok kecil penduduk yang berpindah ke suatu tempat yang telah memiliki penduduk asli. Contoh : Perpindahan seseorang dari Arab Saudi ke Amerika yang mengharuskannya untuk berbahasa inggris. Amerika Serikat sebagai negara penerima imigrasi penduduk terbanyak di dunia tumbuh pesat sebagai masyarakat multilingual. 2) Penjajahan Penjajahan atau pendudukan bangsa lain atas suatu bangsa menyebabkan masuknya bahasa tersebut ke wilayah yang diduduki. Dalam konteks bahasa Indonesia, pengaruh tersebut terutama datang dari bangsa yang pernah menjajah negeri ini, seperti Belanda, Inggris, Portugis dan Jepang. Selain dari bangsa penjajah, pengaruh juga datang dari bangsa yang pernah berdagang dengan penduduk negeri ini, seperti Arab, Cina, Persia, dan India



10



3) Federasi Penyatuan berbagai etnik atau nasionalitas di bawah kontrol politik satu Negara mengakibatkan diakuinya beberapa bahasa menjadi bahasa resmi Negara tersebut. Misalnya Swiss yang terdiri dari beberapa Negara bagian. Swiss memiliki empat bahasa resmi yaitu Jerman, Prancis, Italia dan Roman. 4) Wilayah Tapal Batas Daerah perbatasan yang berbatasan dengan daerah bahasa yang berbeda memungkinkan masyarakatnya menguasai bahasa daerah sekitarnya. Contoh kecil adalah warga Negara Amerika bagian timur laut yang berpenutur Prancis, secara etnik merasa lebih dekat dengan masyarakat Quebec yang juga berbahasa Prancis. C. Kelebihan dan Kekurangan Multilingualisme  Peningkatan Daya Ingat Terkadang kita sering kali menderita hambatan di dalam pikiran kita dan lupa sebuah kata yang ingin kita ucapkan padahal bagi sebagian dari kita, itu mungkin satu-satunya bahasa yang kita gunakan. Tapi bagi seorang multilingual, penderitaannya menjadi berlipat ganda ketika mereka mencari kata yang tepat untuk digunakan, aturan tata bahasa dan struktur ketika berpindah ke budaya dan konteks yang berbeda. Jadi tidak mengherankan ketika seorang multilingual diberkati dengan daya ingat yang lebih bagus dibanding seorang monolingual (orang yang hanya menguasasi satu bahasa).  Proses Kreatif yang Lebih Baik Berdasarkan pada sekumpulan ahli di Eropa, mereka menyimpulkan bahwa menjadi seorang multilingual membantu otakmu mengembangkan lebih banyak koneksi neuronal. Dengan mempelajari sebuah bahasa baru, otakmu bekerja seperti halnya sebuah otot, menstimulasi dan mengembangkan jaringan neuronal yang mengarah pada kapasitas yang lebih tinggi untuk menciptakan lebih banyak proses kreatif. Medical Daily melaporkan pada sebuah penelitian yang dilakukan untuk mengamati 120 murid sekolah umur 9 tahun. Separuh dari mereka adalah monolingual dan sisanya adalah bilingual. Anak-anak itu kemudian dites untuk menyelesaikan masalah dan berpikir kreatif. Hasilnya? Anak-anak yang bisa berbicara lebih dari satu bahasa memiliki nilai tes yang lebih baik. Di bidang berpikir kreatif, anak-anak bilingual menunjukkan tingkat ketelitian dan keragaman yang berbeda dalam mendeskripsikan sesuatu.



11



 Kemampuan Penyelesaian Masalah yang Lebih Baik Penelitian yang dilakukan pada Universitas Sharjah di Amerika telah menunjukkan bahwa multilingual mengambil pendekatan pada permasalahan yang sama dengan perspektif yang berbeda dibandingkan monolingual. Hal ini dikarenakan mereka sering berhubungan dengan kultur yang berbeda ketika mempelajari bahasa baru, oleh karena itu, para multilingual lebih terbuka pikirannya ketika berhadapan dengan sebuah situasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa multilingual lebih baik saat menyaring informasi yang tidak diinginkan karena mereka menggunakan lebih banyak fungsi eksekusi dari otak mereka. Dengan begitu, mereka menjadi efisien dalam berfokus pada permasalahan dan juga membawa perspektif baru untuk menyelesaikan permasalahan mereka pada sudut yang berbeda.  Ahli dalam Multi-tasking Agar dapat menangani dua kali atau tiga kali lipat jumlah kata-kata secara efisien, otak tidak punya pilihan lain selain lebih fokus dan menggunakan lebih banyak sumber daya untuk bisa berpindah-pindah antara bahasa satu dengan lainnya dengan cepat. Penelitian telah menunjukkan bahwa karena hal ini, multilingual dapat berpindah-pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dan memindahkan pikiran dan perhatian mereka lebih cepat dibanding para monolingual.  Pengambilan Keputusan yang Tajam Sebuah penelitian di Universitas Chicago telah menemukan bahwa para multilingual lebih sering mengambil keputusan yang tepat dibandingkan dengan monolingual. Dengan bisa berbicara beberapa bahasa, menjadikan multilingual dapat melihat gambaran yang lebih besar dan mengerti situasi rumit lebih baik. Pool (1972) mencoba masalah-masalah yang timbul dengan adanya multilingualisme dengan menganalisis beberapa negara atas dasar jumlah bahasa dan Pendapatan Domistik Bruto (GDP), sebagai berikut:  Suatu negara dapat saja mempunyai derajat keseragaman bahasa, tetapi tetap menjadi negara tidak berkembang  Suatu negara yang seluruh penduduknya sedikit-banyak berbicara bahasa yang bisa saja sangat kaya atau sangat miskin  Suatu negara yang secara linguistic secara heterogen selalu tidak berkembang atau setengah berkembang  Suatu negara yang sangat maju selalu mempunyai keseragaman bahasa yang baik 12



2.3 KAITAN A. Pengaruh Bilingualisme dan Multilingualisme Bilingualisme dan Multilingualisme berakar dari adanya perbedaan bahasa dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Suatu perbedaan akan cenderung menimbulkan masalah baik dari segi personal maupun segi sosial. Masalah perbedaan bahasa tentunya juga memberikan pengaruh



pada lingkungan



pemerintahan



dan gerakan



politik.



Terlebih



dampak



keanekabahasaan terhadap populasi minoritas. Masalah bagi individu adalah keharusan menguasai minimal dua bahasa yaitu bahasa ibu dan bahasa mayoritas. Para imigran generasi pertama akan kesulitan dalam penguasaan bahasa mayoritas, terlebih anak-anak. Anak-anak akan dihadapkan dengan proses pengajaran dengan bahasa yang berbeda dengan bahasa ibunya. Tentunya anak-anak imigran tidak dapat menggunakan bahasa asal di lingkungan barunya. Sehingga bahasa para imigran hanya dapat digunakan di komunitas mereka sendiri. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bahasa para imigran ini akan punah di lingkungan baru mereka, seperti kepunahan bahasa Jawa di kampung Jawa yang berada di Thailand. Keanekabahasaan di suatu Negara juga menimbulkan masalah bagi pemerintah. Menghapuskan atau memelihara bahasa-bahasa minoritas memiliki resiko politik. Bahasa sering dijadikan sebagai alat politik atau alat gerakan politik, baik untuk mematikan suatu etnik atau untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Efek lain yaitu diglosia. Diglosia digunakan untuk menyatakan suatu keadaan masyarakat yang memiliki dua variasi dalam satu bahasa dan masing-masing digunakan pada fungsi tertentu. Disisi lain, multilingualisme dan bilingualism juga memiliki sisi positif. Masyarakat yang mampu berperan sebagai multilingual atau minimal bilingual akan lebih mudah berkembang dibanding masyarakat yang hanya mampu menggunakan satu bahasa, baik dari segi pendidikan maupuk sosial ekonomi.       



13



BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Bilingualisme merupakan penggunaan dua bahasa oleh penutur. Sedangkan batasannya adalah penutur mampu menggunakan bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1) maupun bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2), meskipun kemampuan B2 tidak sama baik dengan B1. Minimal penutur mampu memahami B2. Multilingual yang berarti aneka bahasa, memiliki arti bahwa suatu masyarakat yang memiliki banyak bahasa. Chaer (2014) menyebutkan bahwa multilingualisme merupakan suatu keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain. Bilingualisme dan



multilingualisme menggunakan bahasa-bahasa secara bergantian



dengan mempertimbangkan tiga kondisi, yaitu : lawan bicara, topik pembicaraan dan situasi sosial pembicaraan. Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya kontak bahasa (dan juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus berikut :  Alih Kode  Campur Kode  Transfer  Interferensiasi Bilingualisme dan Multilingualisme berakar dari adanya perbedaan bahasa dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Suatu perbedaan akan cenderung menimbulkan masalah baik dari segi personal maupun segi sosial. Masalah perbedaan bahasa tentunya juga memberikan pengaruh pada lingkungan pemerintahan dan gerakan politik.



14



DAFTAR PUSTAKA  Lucas, Ceil. 2004. The Sosiolinguistics Of Sign. United Kingdom: Cambridge University Press.  Muin, Abdul. 2004. Analisis Kontraktor Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru  Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction To Sosiolinguistics. Australia: Blackwell Publishing.  Sumarsono, Prof. Dr, M.Ed. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.  Mckay, Sandra Lee dan Nancy H Hornberger. 2009. Sociolinguistics and Language Teaching. London: Cambridge University Press.  Wahyudin, Ahmad. 2012. Bilingualisme : Konsep dan Pengaruhnya Terhadap Individu. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Dalam seminar internasional PIBSI XXXIV 30-31 November 2012. Dalam versi PDF  Chaer, Abdul, Leonie Agustina. 2014. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.  Malabar, Sayama. 2015. Sosiolinguistik. Gorontalo : Ideas Publishing.  Salikin, Hairus. 2015. Terjemahan Pengantar Kajian Bahasa Sosiolinguistik. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher (Anggota IKAPI).



 Anonymous. (2018). “Monolingualisme, Bilingualisme, dan Multilingualisme”. [online] Tersedia



:



http://pohonsaung.blogspot.com/2018/03/monolingualisme-bilingualisme-



dan.html?m=1 yang diakses pada [28 Maret 2018].



 Rafli, Zainal dan Puti Zulharby. 2019. Pengantar Sosiolinguistik. Serang: Media Madani



15