CJR Dan CBR Tari Sibolga (Amelia) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KESENIAN SIKAMBANG : PRESPEKTIF MULTIKULTURAL SEBAGAI IDENTITAS BUDAYA PESISIR SIBOLGA CRITICAL JOURNAL REVIEW Oleh : AMELIA PITRI NIM: 2203141011 KELAS : A DOSEN PENGAMPUH : Sitti Rahma,S.Pd.M.Hum



JURUSAN SENDRATASIK PROGRAM PENDIDIKAN SENI TARI FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN



ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang kesenian Sikambang yang ada di daerah Pesisir Sibolga yang bertujuan untuk mengetahui multikultural yang terjadi pada kesenian Sikambang sebagai identitas masyarakat Pesisir Sibolga. Penelitian ini menggunakan teori Salad Bolw. Untuk mendukung penelitian, penulis juga menggunakan teori akulturasi dan adaptasi sebagai teori pendukung dan teori identitas Dusek. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga akhir bulan Aguatus tahun 2014. Sampelnya meliputi tokoh-tokoh budaya, seniman-seniman yang mengetahui tentang kesenian Sikambangdi Pesisir Sibolga. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kerja lapangan yang meliputi beberapa aspek : observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Kemudian dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian adalah, masyarakat pesisir Sibolga merupakan masyarakat yang heterogen, terdiri dari berbagai suku yang sangat bervariasidiantaranya Minangkabau dan Melayu. Proses multikultural bermula dari aktivitas perdagangan yang berdampak terjadinya akulturasi kebudayaan, seperti adat pernikahan yang menyertakan kesenian Sikambang yang dilakukan oleh setiap etnis di Pesisir Sibolga yang beragama Islam. Akulturasi kesenian Sikambang dapat terlihat pada tari Randai yang berasal dari Minang dan tari Kapri yang berasal dari Melayu. Hal ini mencerminkan rasa hormat dan rasa memiliki terhadap kesenian tersebut sehingga dapat disebut sebagai identitas budaya bagi Masyarakat Pesisir Sibolga.



PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang sangat tinggi. Datangnya etnis diluar etnis asli dapat dalakukan dengan berbagai cara baik menggunakan jalur darat maupun laut yang biasanya dilakukan dalam kegiatan perdagangan. Indonesia sebagai daerah yang dilalui jalur perdagangan-mobilitas penduduk yang dilakukan masyarakat, memungkinkan para pedagang untuk tinggal di kota-kota pelabuhan. Mereka melakukan interaksi dengan penduduk setempat di luar hubungan dagang. Masuknya pengaruh budaya dan agama yang dibawa oleh para pedagang mengakibatkan adanya akulturasi budaya satu dengan budaya lainnya dan diterima oleh masyarakat setempat. Masuknya budaya ke Pesisir Sibolga bermula dari pelabuhan Kota Barus yang berjaya pada masa itu yang didukung oleh daerah-daerah yang ikut menunjang aktivitas perdagangan di pelabuhan Barus (daerah belakang (hinterland) daerah pedalaman, seperti Tanah Karo, Simalungun, dan Toba serta pulau- pulau kecil disekitarnya, seperti pulau Mursala. Produksi daerah belakang antara lain berupa damar, kemenyan, kapur barus, dan kulit binatang), yang tentunya berperan penting dalam penyebaran budaya- budaya yang masuk melalui aktivitas pelabuhan atau perdagangan. Kurangnya sarana pelabuhan di Barus menyebabkan pusat pelabuhan berpindah ke Sibolga. Sehingga seluruh aktivitas perdagangan di pelabuhan yang terjadi di Sibolga mengakibatkan masyarakat padawilayah ini, terdiri dari berbagai etnis, yang memiliki kekayaan budaya yang beragam, sebagai bagian dari proses multikultural di Pesisir Sibolga. Sebagai wilayah yang heterogen, Pesisir Sibolga tetap memiliki adat istiadat yang dianut dan dilaksanakan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, selain itu, terdapat pula kesenian yang masih berkembang dan dilaksakan hingga saat iniyaitu kesenian Sikambang. Sikambang merupakan kesenian yang memadukan antara musik, tarian, senandung, pantun yang paling populer di wilayah ini. Kesenian Sikambang sangat erat kaitannya dengan adat penikahan. Kesenian Sikambang ini merupakan perpaduan dari Minang dan Melayu, tetapi dilakukan oleh etnis lain diluar mereka sebagaisebuah rasa saling menghargai sebagai bagian dari proses multikultural. Selain dapat digunakan dalam acara adat pernikahan, kesenian ini juga dapat digunakan pada acara penyambutan tamu, sunatan, memasuki rumah baru, penobatan, mengayun anak dan sebagainya. Dengan demikian kesenian Sikambang menjadi identitas baru bagi masyarakat Sibolga yang heterogen. Hal ini sejalan oleh Stuart Hall (1990:393) yang menjelaskan bahwa: “identitas budaya (atau juga disebut sebagai identitas etnis) sedikitnya dapat dilihat dua cara pandang, yaitu identitas budaya sebuah wujud ( identity as being) dan identitas budaya sebagai proses menjadi (identity as becoming). Melihat fenomena yang ada penulis merasa tertarik mengangkatmenjadi topik penelitian dengan judul “Kesenian Sikambang: Prespektif Multikultural sebagai Identitas Budaya Pesisir Sibolga”. Dari uraian di atas maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasi menjadi beberapa bagian yaitu: 1. Bagaiamana prosesmultikultural yang dilakukan oleh masyarakat Pesisir Sibolga? 2. Bagaimana Multikultural dalam kesenian Sikambangpada masyarakat Pesisir Sibolga? 3. Bagaimana bentuk Kesenian Sikambang sebagai identitaspada masyarakat Pesisir Sibolga? Berdasarkan identifikasi masalah peneliti membatasi masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana multikultural dalam kesenian Sikambang pada masyarakat Pesisir Sibolga? 2. Bagaimana bentuk kesenian Sikambang sebagai identitaspada masyarakat Pesisir Sibolga?



3. Bagaimana proses multikultural pada masyarakat Pesisir Sibolga? Agar masalah dapat terjawab secara akurat maka masalah yang akan diteliti perlu dirumuskan sebagai berikut: “ Bagaimana Kesenian Sikambang prespektif multikultural sebagai identitas budaya Pesisir Sibolga”. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan proses multikultural yang dilakukan oleh masyarakat Pesisir Sibolga? 2. Mendeskripsikan Multikultural dalam Kesenian Sikambang pada masyarakat Pesisir Sibolga? 3. Mendeskripsikan Kesenian Sikambang sebagai identitas pada masyarakat Pesisir Sibolga? Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Menambah wawasan penulis dalam menuangkan gagasan dan ide-ide dalam karya tulis berbentuk Skripsi. 2. Sabagai masukan bagi penulis dalammenambah pengetahuan dan wawasan mengenai kesenian Sikambang. 3. Sabagai sumber informasi mengenai kesenian yang terdapat pada masyarakat Sibolga. 4. Sabagai bahan reverensi bagi penulis lainnya yang hendak meneliti bentuk kesenian ini lebih jauh.



BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teoritis Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Landasan teoritis yang dimaksud adalah deskriptif dari hasil suatu studi kepustakaan yang berhubungan (relevan) serta mendukung pokok permasalahan yang hendak diteliti, sehingga landasan teoritis yang diharapkan mampu menjadi landasan atau acuan maupun pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam penelitian ini. 1. Teori Multikultural Lawrence Blum menyatakan bahwa: “Multikulruralisme meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Ia meliputi sebuah penilaianterhadap budaya-budaya orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari budaya- budaya tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana sebuah budaya yang asli mengeksperikan nilai bagi angota-anggotanya sendiri.” Teori utama dalam masalah ini yaitu teori Salat Bowl (Teori Gado-gado) yang dipopulerkan oleh Horace Kallen dalam Tuti Rahayu juga menyatakan bahwa: “Konsep salad bowl adalah bagaikan semangkuk salad. Isinya beraneka ragam. Dicampur dalam satu mangkuk tanpa menghilangkan bentuk asli dari setiap bahan. Paprika tetap terlihat sebagai paprika, kubis tetap terlihat sebagai kubis, kalau ada jagung, tetap terlihat dan terasa sebagai jagung.” Dengan demikian penelitian ini akan menjelaskan multikultural dalam kesenian Sikambang menurut Horace Kallen dimana tari Minang tetap terlihat seperti tari Minang dan tari Melayu tetap terlihat seperti tari Melayu.Untuk melihat proses terbentuknya multikultural, disini juga digunakan teori akulturasi danteori adaptasi sebagai teori pendukung, yaitu:a. Teori Akulturasi Masyarakat dengan tipe kebudayaan tertentu memiliki sikap terbuka dengan kebudayaan lain akan terjadi akulturasi budaya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Tuti rahayu yang menyatakan bahwa: “Suatu akulturasi yang didahului oleh interaksi yang berjalan terus-menerus sehingga minimbulkan rasa saling menyukai kebudayaan lain secara sadar atau tidak, individuindividu masyarakat tersebut akan mengikuti dan menggunakan perwujudan kebudayaan lain tadi.” a. Teori Adaptasi Parson dalam juga menyebutkan bahwa: “Setiap unsur kebudayaan mengalami proses perubahan, terlebih lagi dalam situasi urbanisasi dan pertumbuhanekonomi yang berlangsung cepat. Perubahan unsur kebudayaan juga dapat disebabkan oleh adanya gerakan sosial, oleh karenanya diperlukan adaptasi budaya. Dalam adaptasi budaya, setiap individu membutuhkan individu lain dalam rangka memberi respons dan menciptakan dunia sosialnya. Kebutuhan akan dunia sosial, memperkuat asumsi bahwa manusia tidak dapat hidup secara baik jikalau mereka terasing dari lingkungan sosialnya. Bukan hanya itu, manusia juga harus selalu berusaha memelihara hubungan yang selaras dengan alam dan lingkungan di sekitarnya berdasarkan prinsip hubungan timbal balik.” Adaptasi antarbudaya merupakan suatu proses panjang penyesuaian diri untuk memperoleh kenyamanan berada dalam suatu lingkungan yang baru. Berarti proses adaptasi runtunan pada saat penyesuaian terhadap hal-hal yang baru dalam suatu aktivitas. 2. Teori Identitas Dusek (1996:162) menyatakan bahwa, identitas budaya merujuk kepada seberapa besarseseorang merasa sebagian bagian dari sebuah kelompok budaya/ etnis tertentu dan bagaimana hal tersebut mempengruhi perasaan, presepsi, dan prilakunya. Berdasarkan teori di atas penelitian ini menjelaskan bagaimana kesenian Sikambang menjadi indentitas budaya masyarakat Pesisir Sibolga melalui bagaimana setiap etnis di Sibolga bagian dari masyarakat Sibolga yang berpengaruh terhadap presepsi dan prilakunya. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat



kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa penjelasan berdasarkan wawancara dengan narasumber serta hasil pengamatan terhadap objek penelitian. ISI Kota Sibolga adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini hanya memiliki luas ±10,77 km² dengan jumlah penduduk 85.981 jiwa. Masyarakat pesisir Sibolga merupakan masyarakat yang heterogen, terdiri dari berbagai suku yang sangat bervariasi baik yang berasal dari Sumatera Utara maupun di luar Sumatera Utara bahkan di luar dari negara Indonesia. Adapun rincian suku yang terdapat di kota Sibolga adalah Batak Toba, Mandailing, Minang Kabau, Melayu, Nias, Jawa, Bugis/ Banjar, Aceh, Cina, dan lain-lain. Masyarakat di daerah Pesisir Sibolga mayoritas beragama Islam. Melayu dan Minang juga identik dengan Islam sehinga budaya yang terserap pada daerah pesisir inisangat erat kaitannya antara Melayu, Minang dan Islam, sehingga adat istiadatnya masih berhubungan dengan Islam. Adat Istiadat Pesisir Sibolga antara lain: Adat Kelahiran, Sunat Rasul, Adat Perkawinan. Dalam pelaksanaannya, kesenian Sikambang acap kali hadir dalam kegiatan tersebut. Kesenian Sikambang merupakan kesenian yang memadukan antara musik, tarian, senandung, pantun yang paling populer di wilayah Pesisir Sibolga yang berisikan nasehat, ungkapan perasaan, sindiran, dan kasih sayang. Selain dilakukan dalam adat pernikahan, kesenian Sikambang ini juga dapat dilakukan dalam kegiatan- kegiatan lainnya seperti penyambutan tamu-tamu yang dihormati, hari jadi kota Sibolga dan hari-hari besar lainnya. Kesenian Sikambang yang dirangkaikan dengan lagu, tari dan musik pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat adalah Tari Randai yang digunakan sebagai tari penyambutan, Tari Kapri (Tari Saputangan), Tari Kapulo Pinang (Tari Payung), Tari Lagu Duo (Tari Selendang), dan Tari Anak. Adapun syair pantun nasehat yang terdapat di dalamnya disebut dengan Dampeng. 1. Proses Multikultural Proses multikultural dalam kesenian Sikambang yang dilihat dengan teori Salad Bowl dimana Minang tetap terlihat seperti Minang dan Melayu tetap terlihat seperti Melayu dapat dilihat dengan adanya tari Randai dan tari Kapri yang terdapat dalam kesenian Sikambang. Kedua tari ini merupakan sebuah bentuk multikultural yang ada di daerah Pesisir Sibolga dimana etnisyang ada mampu beradaptasi dan memberikan suatu bentuk akulturasi dalam masyarakat yang heterogen di daerah ini. Tari Randai merupakan tari yang digunakan sebagai tari penyambutan yang hadir dan terpengaruh dari etnis Minang. Di daerah asal (Minang) maupun di daearh Pesisir Sibolga tetaplah disebuat sebagai Randai. Namun Randai pada masyarakat pesisir tidaklah sama persis sebagaimana Randai pada masyarakat Minangkabau. Randai pada masyarakat Minangkabau merupakan suatu teater yang menceritakan cerita rakyat, sedangka Randai pada masyarakat Pesisir Sibolga hanya mengambil sebahagian dari kesenian masyarakat Minangkabau, yaitu dalam gerak silatnya dengan pola melingkar yang dijadikan tari dandisajikan pada acara pesta perkawinan pada masyarakat Pesisir Sibolga, sehingga gerak yang terdapat dalam tari Randai didominasi dengan gerakan-gerakan silat Minang yang dilakukan oleh penari laki-laki. Tari Kapri adalah tari muda mudi dimana tarian ini merupakan tarian pembuka untuk memulai setiap tarian yang dimulai pada setiap acara perkawinan dalam mengadakan Sikambang di Pesisir Sibolga. Jika dilihat dari gerakan- gerakan yang ada, tarian ini lebih banyak unsur etnis Melayu yang terlihat dalam gerakan mengayun saputangan. Gerakan inilah yang menjadi gerak dasar atau gerakan yang paling banyak pada tarian ini yaitu mengayun saputangan. 2. Multikultural dalam Kesenian Sikambang



Kesenian Sikambang yang digunakan pada acara penikahan berbagai etnis dan etnis asli di kota Sibolga tetap mendahulukan adat istiadat dari pelaku. Setelah pelaksanaan adat sesuai etnis selesai, dilanjutkan dengan menghadirkan kesenian Sikambang. Kesenian Sikambang tersebut menunjukkan peran nilai-nilai multikultural yaitu menghargai pluralisme, menghargai kebiasaan, menghargai atura-aturan dan menghargai adat istiadat yang berbeda. Proses multikultural dalam kesenian Sikambang menunjukkan bahwa masyarakat dari berbagai etnis yang berdiam di Sibolga belajar hidup dalam perbedaan dengan memelihara toleransi antar etnis. Menghormati sikap saling menghargai, memberi apresiasi terhadap keberagaman etnis,melahirkan resolusi terhadap konflik antar etnis yang mungkin terjadi. 3. Kesenian Sikambang sebagai Identitas Etnis pesisir mempunyai adat istiadat, kesenian, serta memiliki daerah tutorial tempat berasal dan bermukim yaitu Pesisir Sibolga. Hal tersebut juga dimiliki ke-tujuh etnis yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Sehingga dapat dirumuskan bahwa keberadaan etnis pesisir sejajar dengan etnis lainnya di Sumatera Utara. Setiap etnis yang bermukim di Pesisir Sibolga dan beragama Islam ketika melangsungkan adat pernikahan acapakali menyertakan kesenian Sikambang sabagai bagian dari acara pernikahan tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, etnis yang bermikim di Pesisir Sibolga adalah Batak Toba,Mandailing, Minang Kabau, Melayu, Nias, Jawa, Bugis/ Banjar, Aceh, Cina, dan lain-lain. Dari suku-suku tersebut yang warganya beragama Islam ketika melangsungkan acara pernikahan meskipun tetap melakukan adatnya masing-masing tetapi menyertakan kesenian Sikambang sebagai bagian dari acara penikahan. Kehadiran kesenian Sikambang pada berbagai acara pernikahan menunjukkan rasa memiliki terhadap kesenian tersebut, sehingga kesenian tersebut menjadi milik bersama dan berada dalam diri banyak etnis meskipun dari luar mereka tampak berbeda. Melalui kesenian Sikambang yang digunakan pada acara pernikahan menunjukkan cara masyarakat Sibolga untuk satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat disebut sebagai sebuah identitaskomunitas “kesibolga-an” yang membuat masing-masing etnis merasa menjadi masyarakat Sibolga.



DAFTAR PUSTAKA



Ady, Mitri Manalu. 2006. “Musik Sikambang dalam Pernikahan Adat Sumando”, Skripsi untuk memenuhi derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Seni Musik, Jurusan Sendratasik, Universitas Negeri Medan Ali, Muhammad. 1987. Penelitian Pendidikan, Prosedur, dan Strategi. Jakarta: Pustaka Amani Alimut, Aziz Hidayat. 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Surabaya: Salemba Media



Ananta, Dani. 2008. “Keberadaan Musik Sikambang Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Tapanuli Tengah”,Skripsi untuk memenuhi derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Seni Musik, Jurusan Sendratasik, Universitas Negeri Medan Arikunto, Suharsimi. 1984. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Atmadilag, Didi. 1994. Panduan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Bandung:Pionir JayaHall, Stuart. 1990. Cultural Identity and Diaspora. London Koenjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru Luckman, H.T Sinar, dkk. 2010. Mengenal Adat dan Budaya Pesisir Tapanuli Tengah SibolgaI. Medan: Forkala Sumut Rahayu, Tuti. 2013. “Teori Multikultural”,tugas matakuliah Bacaan dalam masalah-masalah sosial, Universitas Airlangga Surabaya Rustam. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: PT Rineka Cipta Simatupang, Sahat. 2014. “Negeri Berbilang Kaum”, Bahan Bacaan Terhadap Pemahaman Masyarakat Pesisir Sibolga Tentang Negeri Berbilang Kaum, Sibolga Tapanuli Tengah Simbolon, Nurdiansyah. 2008. “Tari Adok pada Upacara Adat Sumando dalam Pernikahan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah”,Skripsi untuk memenuhi derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Seni Tari, Jurusan Sendratasik, Universitas Negeri Medan Siregar, Siti Zubaidah. 1992. “Tari Tradisional Daerah Pesisir Pantai Barat Kotamadya



CRITICAL BOOK REPORT Oleh : AMELIA PITRI NIM: 2203141011 KELAS : A DOSEN PENGAMPUH : Sitti Rahma,S.Pd.M.Hum



JURUSAN SENDRATASIK PROGRAM PENDIDIKAN SENI TARI FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Suku Pesisir merupakan salah satu suku yang secara administratif berada di wilayah Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Takari, 2008:124).Masyarakat suku Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga mempunyai ciri khusus tentang budayanya karena masyarakat suku Pesisir mempunyai adat istiadat, kesenian, bahasa, dan makanan Pesisir (Nainggolan, 2012:19). Di Kota Sibolga kesenian yang paling dikenal dan digemari oleh masyarakat adalah Kesenian Sikambang. Menurut masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, istilah Sikambang mempunyai beberapa pengertian yaitu nama salah satu jenis alat musik pada masyarakat Pesisir yaitu gendang Sikambang, nama repertoar yaitu Sikambang dan Sikambang Botan, nama salah satu jenis pertunjukkan pada masyarakat Pesisir yaitu Basikambang, dan sebutan untuk nyanyian atau lagu yang akrab yaitu Lagu Sikambang (Nainggolan, 2012: 53). Kesenian Sikambang meliputi musik instrumen, vokal, tari dan seni bela diri pencak silat (Nainggolan, 2012:38).Namun pada sekarang ini kesenian Sikambang sudah mulai hilang dari peradaban. Hal ini dikarenakan masyarakat Pesisir yang sudah mulai tidak perduli akan keberadaan kesenian tersebut. Terlebih kepada anak-anak muda mereka bahkan tidak mengenal apa kesenian tradisional mereka. Adapun yang menjadi repertoar Sikambang adalah lagu Kapri untuk mengiringi tari Saputangan, Lagu Kapulo pinang untuk mengiringi tari payung, lagu Duo untuk mengiringi tari salendang,Dampeng untuk mengiringi tari randai, lagu Sikambang untuk mengiringi tari anak, dan Musik Kapri tanpa vokal untuk mengiringi pencak silatGalombang Duo Baleh(Nainggolan, 2012: 40). Musik Kapri adalah salah satu repertoar dari Kesenian masyarakat suku Pesisir di wilayah Kota Sibolga, merupakan lagu pembukaan dalam setiap upacara atau perayaan, seperti acara pernikahan, penyambutan tamu, khitanan atau sunatan, dan pembukaan Hari Jadi Kota Sibolga setiap tahun (Nainggolan, 2012: 69). Menurut Bapak Syhariman Hutajulu selaku pemimpin dan ketua sekaligus pelatih komunitas Sikambang Pesisir Sibolga bahwa musik Kapri terbagi dalam dua jenis yaitu musik Kapri Gabungan, dan musik Kapri Instrumen.Musik Kapri Gabungan artinya lagu Kapri diiringi dengan alat musik yang biasanya terdiri dari tujuh buah gendang, satu buah biola, satu buah akordion, satu buah singkadu, dan vokal (penyanyi).Musik jenis ini adalah musik untuk mengiringi Tari Saputangan.Musik Kapri Instrumen artinya musik yang dimainkan tanpa adanya vokal atau penyanyi.Alat musik yang dimainkan biasanya terdiri dari tujuh buah gendang, satu buah biola, dan satu buah akordion. Musik jenis inilah yang dipakai untuk mengiringi pencak silat Galombang Duo Baleh pada Hari Jadi Kota Sibolga ke 318 tanggal 02 April 2018 dengan tema “menjadikan Sibolga yang berdaya saing”(hasil wawancara dengan Bapak Syhariman Hutajulu pada tanggal 06 April 2018). Galombang Duo Baleh adalah seni pencak silat pada masyarakat Pesisir di Tapanuli Tengah Sibolga.Tradisi ini adalah pertunjukan yang memadukan karakter seni bela diri dengan seni tari sehingga menghasilkan gerakan-gerakan indah yang diiringi oleh musik instrumen dan vokal.Musikdan laguyang mengiringi pencak silat Galombang Duo Baleh adalah musik Kapri dan lagu Dampeng.Kedua musik atau lagu ini wajib dimainkan untuk mengiringi tamu undangan atau pengantin untuk mendatangi tempat atau ruang acara dan setelah tamu sampai ke ruang acara penonton dan tamu akan disuguhi pertunjukan sebelum memulai acara resmi contohnya akad nikah namun dalam perayaan hari jadi Kota Sibolga Dampeng tidak dipertunjukan(Ogek Uning Duta Wisata Sibolga, 2015:1). Menurut hasil observasi penulis, pada hari jadi kota Sibolga ke 318. Pencak



silatGalombang Duo Baleh dengan iringan Musik Kapri dipertunjukan untuk acara penyambutan Walikota Sibolga beserta jajarannya dalam menghadiri rapat Paripurna untuk penandatanganan Prasasti Gedung SMP Negeri 4 Kota Sibolga sekaligus Pembukaan resmi pesta arak-arakan setiap etnis di Kota Sibolga. Penyajian musik Kapri dalam mengiringi pencak silat Galombang Duo Baleh dilakukan oleh anak-anak muda Sibolga.Penyajian tersebut menurut penulis menarik karena kegiatan tersebut dilakukan sebagai kegiatan tahunan, namun hal yang lebih menarik lagi menurut penulis karena pemain yang terlibat semuanya adalah anak-anak muda.Menurut Bapak Syhariman sendiri biasanya kesenian ini dilakukan oleh para senior (orang dewasa).Walaupun ada anak-anak muda yang bergabung mereka hanya satu atau dua orang saja.Jumlah mereka masih sedikitdalam melestarikan kesenian karena ternyata masih banyak anak muda yang belum mengetahui kesenian tradisional masyarakat Pesisir.Komunitas yang mengambil bagian dalam acara Hari Jadi Kota Sibolga tersebut adalah Komunitas Sikambang Pesisir Sibolga yang dipimpin oleh Bapak Syhariman Hutajulu sekaligus sebagai ketua dan sebagai pelatih komunitas tersebut.Bapak Syahriman Hutajulu juga dihunjuk oleh Pemerintahan Kota Sibolga sebagai salah satu penanggung jawab atas budaya Pesisir Kota Sibolga.Hal ini tentu sangat baik bagi komunitas Sikambang Pesisir Sibolga untuk berkembang menjadi komunitas yang lebih baik dan lebih besar lagi, melihat ketua daripada komunitas ini adalah tokoh yang berpengaruh untuk budaya Pesisir Sibolga.Hal positifnya adalah mereka dapat bergabung dalam kegiatan tahunan budaya Pesisir Sibolga agar dapat diterima dan disahkan oleh Pemerintah Kota Sibolga sebagai komunitas anak muda Pesisir Sibolga. Komunitas ini berdiri pada bulan Juli tahun 2017.Anggota yang tetap berjumlah 40 orang sampai dengan sekarang, Anggotanyayang terdiri dari murid SMP Negeri 1 Kota Sibolgaberjumlah 10 orang, anak-anak dan remaja yang berumur kira-kira tujuh sampai delapan belas tahun yang berasal dari Sanggar Pencak Silat di Sibolga berjumlah 20 orang, dan yang berasal dari kalangan anak-anak muda dari luar murid SMP Negeri 1 Sibolga dan Sanggar pencak silat (terbuka untuk umum) berjumlah 10 orang.Tujuan Bapak Syhariman membentuk komunitas ini supaya Masyarakat Pesisir terutama kaum lelaki muda lebih peduli pada warisan budaya Sikambang (hasil wawancara dengan bapak Syhariman Hutajulu tanggal 23 April 2018). Pada zaman dahulu pemain musikSikambang, pemain pencak silatGalombang Duo Baleh dan penari untuk tari Saputangan, tari Payung, tari Selendang, dan tari Anak harus lakilaki tidak boleh wanita. Hal itu disebabkandahulu untuk menjadi seorang pemain pencak silat Galombang Duo Baleh harus seorang prajurit atau ulu balang dimana seorang prajurit adalah lakilaki.Pemain musik Sikambang dan penari pun harus laki-laki karena wanita dianggap hanya sebagai pengurus rumah tangga saja.Oleh sebab itu wanita dilarang mempelajari atau bermain alat musik dan belajar menari bahkan menyentuh saja tidak diperbolehkan.Namun seiring berjalannya waktu wanita sudah boleh ikut ambil bagian dalam pertunjukan. Hal itu dapat dilihat pada masa sekarang dimana wanita ikut serta bergabung dalam setiap acara pada kebudayaan Sibolga baik itu acara adat dan hiburan yaitu sebagai penari berpasangan antara lain tari Saputangan, tari Payung, tari Selendang, dan tari Anak. Untuk pemain musik Sikambang dan pemainpencak silat Galombang Duo Baleh wanitatidak diperbolehkan tampil di acara yang umum tetapi untuk belajar, komunitas ini memberikan kesempatan karena memang tujuan awalnya supaya anak-anak muda lebih peduli dan mengenal bagaimana



budaya tempat kelahirannya. Hal ini yang membuat penulis tertarik dan berkeinginan untuk mengangkat kembali budaya Pesisir Tapanuli Tengah sebagai tempat kelahiran penulis.Oleh sebab itu penulis sangat mengapresiasi hal yang dilakukan oleh komunitas Sikambang Pesisir Sibolga. Anggota komunitas ini memiliki peran masing-masing yaitu sebagai pemain musik Sikambang yaitu gendang, biola dan akordion dari murid SMP Negeri 1 Sibolga,sebagai pemain pencak silat Galombang Duo Balehdari Sanggar Pencak Silat di Sibolga, sebagai penari berpasangan yaitu tari Saputangan, tari Salendang, dan tari Anak dari kalangan anak-anak muda dari luar murid SMP Negeri 1 Sibolga dan Sanggar pencak silat (terbuka untuk umum). Pada acara hari jadi Kota Sibolga ke 318 pemain yang ikut ambil bagian adalah tujuh pemain Sikambang, dua belas pemainpencak silat Galombang Duo Baleh dan satu pemegang payung, serta delapan penari berpasangan. Namun penulis hanya fokus untuk meneliti pemain musik Sikambang dan pemain pencak silat Galombang Duo Baleh saja. Setiap tahunnya untuk acara penyambutan hari jadi Kota Sibolga selalu dibawakan lagu Kapri untuk mengiringipencak silatGalombang Duo Baleh. Walaupun setiap tahunnya komunitas yang membawakannya berbeda tetapi tahapan-tahapan yang dilakukan sampai kepada akhir acara tetap sama.Perbedaannya hanyalah tempat dan tamu undangannya saja serta tata cara dalam melakukan pawai.Dua tahun sebelumnya pada tahun 2016 pawai dilakukan dengan menggunakan alat transportasi mobil sementara dua tahun terakhir ini pawai dilakukan dengan berjalan kaki.Alasannya supaya peserta pawai baik dari kalangan atas, menengah danbawah merasakan kebersamaan tanpa ada materi dan alat transportasi yang membedakan mereka (hasil wawancara dengan Bapak Syhariman pada tanggal 27 Juni 2018). Setelah melihat pertunjukan pencak silat Galombang Duo Baleh dengan iringan musik Kapri yang dibawakan oleh anak-anak muda komunitas Sikambang Pesisir, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut kesenian ini dengan judul “Penyajian Musik Kapri dalam Mengiringi Pencak Silat Galombang Duo Baleh Pada Hari Jadi Kot 1.2 Sibolga ke 318 Tahun 2018 oleh Komunitas Sikambang Pesisir Sibolga di Kota Sibolga”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas ada 2 (dua) hal yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimanakah penyajian musik Kapri dalam mengiringi pencak silat Galombang Duo Baleh pada Hari Jadi Kota Sibolga ke 318 Tahun 2018 oleh komunitas Sikambang Pesisir Sibolga di kota Sibolga? 2. Bagaimanakah peranan komunitas Sikambang Pesisir Sibolga dalam melestarikan kesenian Sikambang. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penyajian musik Kapridalam mengiringi pencak silat Galombang Duo Baleh pada hari jadi Kota Sibolga ke 318 Tahun 2018 oleh Komunitas Sikambang Pesisir Sibolga di Kota Sibolga. 2. Untuk mengetahui peranan komunitas Sikambang Pesisir Sibolga dalam melestarikan kesenian Sikambang. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam berbagai hal, antara lain: 1. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang Musik Kapri dan Kesenian Sikambang Suku Pesisir di Kota Sibolga. 2. Untuk menambah wawasan tentang pencak silat Galombang Duo Baleh di Kota Sibolga. 3. Sebagai informasi yang lebih mendalam mengenai struktur melodi pada Musik Kapri. 4. Untuk mengangkat kembali semangat kalangan anak muda dalam



mengembangkan kesenian Sikambang 5. Untuk memperkenalkan komunitas Sikambang Pesisir Sibolga kepada masyarakat Sibolga khususnya kalangan anak muda agar komunitas ini dapat berkembang dengan baik dan dapat melahirkan tokoh-tokoh seni dan budaya selanjutnya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Pengertian Penyajian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:603), Penyajian berasal dari kata “saji” yaitu mempersembahkan. Penyajian mengandung pengertian proses, cara, dan perbuatan dalam menyajikan segala sesuatu yang telah tersedia untuk dinikmati.Menurut Djelantik (dalam Simbolon, 2016:14) Penyajian yaitu bagaimana kesenian itu disuguhkan kepada yang menyaksikan, penonton, para pengamat, pembaca, pendengar, khalayak pada umumnya.Sedangkan unsur yang berperan dalam penampilan atau penyajian adalah bakat, keterampilan, serta sarana atau media. Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyajian adalah suatu cara atau proses dalam menyajikan suatu acara atau pertunjukan, yang menampilkan suatu bakat atau keterampilan dan kesenian daerah.Untuk dapat dinikmati oleh penonton dari dalam dan dari luar daerah atau kota, para pengamat, pembaca, dan pendengar untuk kebutuhan dirinya sendiri. 2.2 Kesenian Sikambang Menurut Maqassary (dalam Lestari, 2018:7) kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari jiwa manusia.Menurut Nainggolan (2012: 30), Kesenian Pesisir adalah ungkapan gejolak perasaan jiwa Suku Pesisir yang disalurkan melalui kegiatan karya seni yang berwujud keindahan, kesenangan, dan kepuasan pada dirinya dan orang yang menyaksikannya. Sikambang berasal dari dua kata yaitu Si dan Kambang. Kata Si merupakan kata sandang yang diletakkan di depan nama orang yaitu Kambang. Di sisi lain menurut masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, istilah Sikambang mempunyai beberapa pengertian yaitu nama salah satu jenis alat musik pada masyarakat Pesisiryaitu Gendang Sikambang, nama repertoar yaitu Sikambang dan Sikambang Botan, nama salah satu jenis pertunjukkan pada masyarakat Pesisir yaitu Basikambang, sebutan untuk nyanyian atau lagu yang akrab yaitu lagu Sikambang (Nainggolan, 2012: 53). Kesenian Sikambang meliputi musik instrumen, tari, vokal, dan seni bela diri pencak silat (Nainggolan, 2012: 38). Menurut Merriam (1964: 209227) menyatakan ada 10 fungsi dari musik yaitu fungsi musik sebagai pengungkapan emosional, fungsi musik sebagai penghayatan estetis, fungsi musik sebagai hiburan, fungsi musik sebagai komunikasi, fungsi musik sebagai perlambangan, fungsi musik sebagai reaksi jasmani, fungsi musik sebagai yang berkaitan dengan norma sosial, fungsi musik sebagai pengesahan lembaga sosial, fungsi musik sebagai kesinambungan budaya, dan fungsi musik sebagai pengintegrasian masyarakat. Dalam Kesenian Sikambang fungsi musik memiliki 8 fungsi yaitu fungsi pengungkapan emosional, fungsi hiburan, fungsi perlambangan, fungsi reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, fungsi kesinambungan budaya, dan fungsi pengintegrasian masyarakat. 2.3 Musik Kapri Musik Kapri merupakan musik atau lagu pembukaan dalam setiap upacara atau perayaan, yaitu acara pernikahan, penyambuatan tamu, dan khitanan atau sunatan, pembukaan Hari Jadi Kota Sibolga (Nainggolan, 2012: 69).Menurut Bapak Syhariman Hutajulu bahwa musik Kapri terbagi dalam dua jenis yaitu musik Kapri gabungan, dan musik Kapri instrumen. Musik Kapri Gabungan artinya musik atau lagu Kapri diiringi dengan alat musik yang biasanya terdiri dari tujuh buah gendang, satu buah biola, satu buah akordion, satu buah singkadu, dan vokal (beberapa penyanyi yang sudah handal).Musik atau lagu jenis ini adalah musik iringan untuk tari Saputangan.Tari Saputangan adalah tari muda mudi dimana tarian ini merupakan tarian pembuka untuk memulai setiap tarian yang dimulai pada setiap acara perkawinan di Pesisir Sibolga.Gerakan-gerakan yang paling dominan adalah



gerakan mengayun saputangan.Gerakan inilah yang menjadi gerak dasar bagi tari Saputangan. Musik Kapri instrumen artinya musik yang hanya diiringi alat musik tanpa adanya vokal, Alat musik biasanya terdiri dari tujuh buah gendang, satu buah biola, dan satu buah akordion.Musik jenis inilah yang dipakai untuk mengiringi pencak silat Galombang Duo Baleh.Melodi yang dibawakan musik Kapri ini sebenarnya sama dengan melodi pada musik atau lagu Kapri gabungan yang membedakannya hanya pada ritme yang digunakan. Pada Lagu Kapri gabungan ritme yang dimainkan menggunakan ritme konstan oleh gendang Sikambang dan ritme peningkah (variasi) oleh gendang batapik sedang dan besar.Sedangkan untuk musik Kapri instrumen ketiga gendang menggunakan ritme konstan tanpa ada peningkah (variasi).Perbedaan juga terlihat dari penggunaan alat musik singkadu dan vokal dimana musik Kapri instrumen tidak menggunakan vokal dan tidak ada penggunaan alat musik singkadu sebagai melodi utama karena sudah digantikan oleh biola dan akordion.Musik Kapri instrumen memunyai pengulangan lebih dari satu kali. Pengulangan ini akan terus dimainkan sampai tamu undangan tiba di ruang acara yang sudah dipersiapkan(hasil wawancara dengan Bapak Syhariman Hutajulu pada tanggal 06 April 2018). 2.3.1 Deskripsi Alat Musik Kapri Alat musik yang paling awal digunakan untuk mengiringi nyanyian lagu Sikambangialah papan di pinggiran perahu. Dalam perkembangannya masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga kemudian menciptakan alat musik untuk mengiringi nyayian vokal yaitu gendang Sikambang dan Singkadu sedangkan alat musik yang lain seperti gendang batapik sedang danbesar dibuat oleh orang Melayu walau terkadang gendang tersebut dibuat sendiri oleh masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Ketiga instrumen pengiring tersebut mempunyai peranan masing-masing seperti Singkadu sebagai pembawa melodi, gendang Sikambang, kecil sebagai pembawa ritme konstan dan gendang batapik sedang danbesar sebagai pembawa ritme variasi.Selanjutnya, ensambel kesenian Sikambang mendapat pengaruh dari musik Portugis yaitu Kapri.Menurut Prof. DR Margareth J. Katomi (dalam Nainggolan, 2012: 58). Kapri merupakan suatu gaya pertunjukan musik dengan pemain biola dan dengan dua atau lebih pemain gendang melakukan kolaborasi. Akibat pengaruh ini, maka ensambel Sikambang mendapat penambahan alat musik sebagai pembawa melodi yaitu biola. Dalam kenyataan yang ditemukan sekarang, jumlah instrumen yang digunakan dalam kesenian Sikambang tidak tetap, dalam arti jumlah instrumen yang digunakan selalu berbeda pada setiap acara.Instrumen untuk memainkan lagu Kapri terdiri dari tiga kelompok yaitu pembawa ritme tetap, pembawa ritme variasi dan pembawa melodi . Instrumen pembawa melodi adalah singkadu, biola, dan akordion sedangkan instrumen pembawa ritme tetap adalah gendang Sikambang, kecil dengan diameter lebih kurang dua puluh dua (22) cm dan gendang batapik sedang dengan diameter lebih kurang dua puluh delapan (28) cm dan gendang batapik besar dengan diameter lebih kurang tiga puluh satu (31) cm sebagai pembawa ritme varisi (Nainggolan, 2012: 59). 2.4 Asal Usul Galombang Duo Baleh Galombang Duo Baleh adalah salah satu seni pencak silat tradisi pada masyarakat Pesisir di Tapanuli Tengah Sibolga.Secara harafiah Galombang Duo Baleh berarti “gelombang dua belas” yang mempunyai makna dua belas bulan dalam satu tahun.Keberadaan seni pertunjukan ini tidak terlepas dari sistem pemerintahan kerajaan jaman dahulu di daerah Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga yang dari waktu ke waktu dipimpin oleh raja. Sudah menjadi kebiasaan dalam menjaga kewibawaan seorang raja



selalu dibentengi oleh kelompok-kelompok orang yang mahir dalam ilmu bela diri, baik ilmu bela diri secara lahir maupun ilmu bela diri secara batin. Apabila raja berkunjung kemanapun selalu dikawal oleh sekelompok pesilat tangguh dari kerajaan itu sendiri. Berakhirnya sistem kerajaan sampai kepada sistem pemerintahan Republik, seni pertunjukan yang berakar dari seni pencak silat tradisi ini masih terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.Karena kecintaan para pelaku budaya terhadap warisan leluhur, sehingga para pelaku budaya memadukan karakter seni bela diri dengan seni tari dan akhirnya menghasilkan gerakan-gerakan indah yang diiringi oleh musik dan vokal yaitu musik Kapri dan Dampeng.Awalnya kesenian ini hanya dipakai pada pesta pernikahan dalam adat Sumando di daerah Pesisir Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, Namun seiring dengan berjalannya waktu kesenian ini dipakai juga pada penyambutan tamu penting, khitanan atau sunatan, dan pembukaan Hari Jadi Kota Sibolga setiap tahun (Ogek Uning Duta Wisata Sibolga, 2015:1). 2.5 Pengertian Komunitas Menurut Wenger (dalam Wulandari, 2015:120) pengertian komunitas mengacu pada sekumpulan orang yang saling berbagi perhatian, masalah, atau kegemaran terhadap suatu topik dan memperdalam pengetahuan serta keahlian mereka dengan saling berinteraksi secara terus menerus. Menurut Kertajaya (dalam Wulandari, 2015:120) mendefinisikan komunitas sebagai sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values