11 0 649 KB
LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO
A. PENGERTIAN Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002). Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam (Syamsuhidayat, 2007). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003). Frosbite adalah injuri dingin yang bersifat lokal disebabkan oleh terpapar temperatur yang dingin (Thompson, J.M., 1986, p 630). B. ETIOLOGI Penyebab luka bakar yang paling sering secara umum adalah : a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn) -
Benda panas: padat, cair, udara/uap
-
Api
-
Sengatan matahari/ sinar panas
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn), misalnya asam kuat dan basa kuat. c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn), misalnya aliran listrik tegangan tinggi. d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)
e. Paparan kondisi cuaca dingin di bawah -15 derajat C, karena kontak langsung dengan es, logam dingin, atau cairan yang sangat dingin C. KLASIFIKASI LUKA BAKAR 1. Berat /Kritis
Derajat II dengan luas lebih dari 25%.
Derajat III dengan luas lebih dari 10% dan terdapat dimuka, kaki dan tangan .
Luka bakar disertai trauma jalan nafas atau jaringan lunak atau fraktur
Luka bakar akibat listrik
2. Sedang
Derajat II dengan luas 15-25%
Derajat III dengan luas kurang dari 10% kecuali muka, kaki dan tangan
3. Ringan
Derajat II dengan luas kurang dari 25%
Derajat III dengan luas kurang dari 2%
D. KEDALAMAN / DERAJAT LUKA BAKAR Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut: a. Luka bakar derajat I: Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik berupa eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.
Gambar 3. Derajat I luka bakar b.
Luka bakar derajat II Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian: -
Derajat II dangkal/superficial (IIA) Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
-
Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Gambar 4. Derajat II luka bakar c. Luka bakar derajat III Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
E. Luas Luka Bakar 1.
Rules Of Nine Wallace membagi tubuh atas 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of Wallace: a. Kepala dan leher b. Lengan masing-masing 9%
: 9% : 18%
c. Badan depan 18%
: 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36% e. Genetalia perineum Total
: 1% : 100 %
Gambar 1. Luas luka bakar berdasarkan Wallace Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund and Browder untuk anak.
2. Pada Anak
Bagian depan dan belakang kepala dan leher setara dengan 21% dari luas permukaan tubuh.
Bagian depan dan belakang masing-masing lengan dan tangan setara dengan 10% dari luas permukaan tubuh.
Dada dan perut setara dengan 13% dari luas permukaan tubuh.
Punggung adalah setara dengan 13% dari luas permukaan tubuh.
Pantat setara dengan 5% dari luas permukaan tubuh.
Bagian depan dan belakang masing-masing tungkai kaki dan kaki setara dengan 13,5% dari luas permukaan tubuh.
Daerah selangkangan adalah 1% dari luas permukaan tubuh.
3. Palmar surface Luas permukaan pada telapak tangan pasien (termasuk jari-jari)secara kasar adalah 0,8% dari seluruh luas permukaan tubuh. Permukaan telapak tangan dapat digunakan untuk mengukur luka bakar yang kecil (85% luas permukaan tubuh). Untuk luka bakar dengan ukuran sedang, pengukuran dengan cara ini tidak berlaku
F. MANIFESTASI KLINIS Kedalaman & derajat luka
Bagian kulit yang terkena
Gejala
Penampilan luka
bakar
Perjalanan
kesembuhan
Derajat satu (superficial)
Epidermis, tidak sampai pada Kesemutan
Memerah, menjadi putih bila Kesembuhan lengkap dalam 1
Tersengat matahari
daerah dermis. Sering disebut Hiperestesia (supersensitive)
ditekan
Terkena api dengan intensitas epidermal burn
Rasa
rendah
didinginkan
Derajat
dua
(Partial Epidermis dan bagian dermis
nyeri
mereda
bila Minimal atau tanpa edema
minggu Pengelupasan kulit
Nyeri
Melepuh dasar luka berbintik- Kesembuhan dalam 2-3
Thickness)
Hiperestesia
bintik merah, epidermis retak, minggu
Tersiram air mendidih
Sensitif terhadap udara yang permukaan luika basah
Pembentukan
Terbakar oleh nyala api
dingin
parut&depigmentasi
Edema
Infeksi dpt mengubahnya mjd
derajat tiga
Meluas keseluruh dermis - Folikel utuh
rambut
-
mungkin
Nyeri timbul pd luka yg -
Warna merah muda
lebih superfisial -
-
1. Penyembuhan
kurang
lebih 1 bulan.
Tusukan jarum
2. Membutuhkan
=> hipoestesia(rasa nyeri
debridement
untuk
sedikit)
mengangkat
jaringan
Blister/bula
=>
tidak
mati.
karakteristik
Derajat tiga (Full Thickness)
Epidermis, keseluruhan dermis Tidak terasa nyeri
Kering, luka baker berwarna Pembentukan esker
Terbakar nyala api
dan
putih seperti bahan kulit atau Diperlukan pencangkokan
Terkena
cairan
kadang-kadang jaringan Syok
mendidih subkutan
Hematuria&kemungkinan
gosong
Pembentukan
dalam waktu yang lama
hemolisis
Kulit
Tersengat arus listrik
Kemungkinan terdapat luka lemak yang nampak
fungsi kulit
masuk dan keluar (pada luka Edema
Hilangnya jari tangan atau
retak
dengan
bagian parut&hilangnya kontur serta
baker listrik)
ekstremitas dapat terjadi
G.
H. KONSEP CAIRAN 1. Cairan
Intraselular
(CIS)
=
40%
dari
BB
total
Adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa kira-kira 2/3 dari cairan tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa (70 kg). Sebaliknya, hanya ½ dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular. 2. Cairan
Ekstraselular
(CES)
=
20%
dari
BB
total
Adalah cairan diluar sel. Ukuran relatif dari (CES)menurun dengan peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kir ½ cairan tubuh terkandung didalam (CES). Setelah 1 tahun, volume relatif dari (CES) menurun sampai kira-kira 1/3 dari volume total. Ini hampir sebanding dengan 15 L dalam rata-rata pria dewasa (70 kg). Lebih jauh (CES) dibagi menjadi : a)
Cairan interstisial (CIT) : Cairan disekitar sel, sama dengan kira-kira 8 L pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstisial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume (CIT) kira-kira sebesar 2 kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding orang dewasa.
b)
Cairan intravaskular (CIV) : Cairan yang terkandung di dalam pembuluh darah. Volume relatif dari (CIV) sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang dewasa kira-kira 5-6 L (8% dari BB), 3 L (60%) dari jumlah tersebut adalah PLASMA. Sisanya 2-3 L (40%) terdiri dari sel darah merah (SDM, atau eritrosit) yang mentranspor oksigen dan bekerja sebagai bufer tubuh yang penting; sel darah putih (SDP, atau leukosit); dan trombosit. Tapi nilai tersebut diatas dapat bervariasi pada orang yang berbeda-beda, bergantung pada
jenis kelamin, berat badan dan faktor-faktor lain. METODE BAXTER Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling fifiologis dan aman Hari pertama Dewasa Anak
: Ringer laktat 4cc x berat badan x %luas luka bakar per 24jam
: Ringer laktat : Dextran = 17:3 2cc x berat badan x % luas luka bakar ditamah kebutuhkan faal
Kebutuhan faal : 45 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat disimpulkan
bahwa
ketidakseimbangan
asam
basa
mengarah
pada
keadaan asidosis respiratorik.
Jika pH > 7,45, PaCO2 < 35 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat disimpulkan
bahwa
ketidakseimbangan
asam
basa
mengarah
pada
keadaan alkalosis respiratorik.
Jika pH < 7,35, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing < 24 mEq/l dan 7,45, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing > 28 mEq/l dan >+2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaaan alkalosis metabolik
d. Sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap. e. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal. f. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. g. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap. h. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif. i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap. j. Complete blood cell count (CBC) k. Blood urea nitrogen (BUN), l. Serum glucose m. Elektrolit n. Serum protein o. Albumin p. Urine cultures q. Urinalysis r. Pembekuan darah s. Pemeriksaan servikal t. Kultur luka u. EKG
L. PENATALAKSANAAN 1.) Penatalaksanaan Medis a) Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahkan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan sampai fase cleaning. b) Cooling : dinginkan daerah yang terkena luka bakardengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu dibawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit, baru disiram dengan air mengalir. c) Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang. d) Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberika pada luka yang lebih dalam dari superficial partial-thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superficial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2 bulan. e) Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superficial tidak perlu ditutup dengan kassa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli, atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi. f) Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.
2.) Penatalaksanaan Keperawatan
Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua: a. Terapi fase akut 1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar. 2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi, tekanan darah dan kesadaran (ABC)
-
Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
-
Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan luas luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).
-
Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan.
3. Perawatan luka -
Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic
-
Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial. Luka sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata topical. Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal dapat diterapi dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat penetrasi ke dalam eschar dan mencegah infeksi purulen kartilago.
-
Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti: silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
-
Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
-
Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada luka yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang berikatan dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami rekonstruksi sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi bullae. Bulla ini paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum yang bersih, memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka, dan menutup dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam.
-
Pasien dipindahkan ke tempat steril
-
Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
-
Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk menghindari gangguan pada gaster.
-
Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
-
Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
-
Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.
b. Terapi fase pasca akut -
Perawatan luka -
Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose, kuman yang mati, serum, darah kering)
-
Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome) escharotomi atau fasciotomi
-
-
Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan sesuai hasilnya
-
Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
-
Kalau perlu pemberian Human Albumin
Keadaan umum penderita Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini menandakan adanya sepsis.
-
Diet dan cairan
c. Fase Lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
M. PENGKAJIAN KEPERAWATAN Menurut Arif Mutaqqin (2011) Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan luka bakar adalah sebagai berikut: a. Fase darurat luka bakar 1) Perawatan menginventaris data-data melalui petugas luar rumah sakit (petugas penyelamat atau petugas gawat darurat) 2) Bila pasien mampu berbicara lakukan pertanyaan tentang proses dan mekanisme cedera secara ringkas dan cepat. b. Tanda-Tanda Vital (TTV) 1) Melakukan pemeriksaan secara sering. 2) Status respirasi, suhu dipantau ketat. 3) Denyut nadi apikal, karotid, dan femoral dievaluasi. 4) Pemantauan jantung dilakukan bila memiliki riwayat penyakit jantung. c. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat luka bakar. 2) Riwayat alergi. 3) Riwayat imunisasi tetanus. 4) Riwayat medis serta bedah masa lalu. d. Intake dan Output 1) Dipantau dengan cermat dan diukur tiap satu jam. 2) Mencatat jumlah urine yang pertama kali keluar ketuka dipasang kateter untuk menentukan fungsi ginjal dan status cairan sebelum pasien mengalami luka bakar. Urine kemerahan menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobulin karena kerusakan otot. e. Pengkajian Fisik
1) Head to toe. 2) Berfokus pada tanda dan gejala, cedera atau komplikasi yang timbul. f. Pengkajian Luas Bakar 1) Mengidentifikasi daerah-daerah luka bakar terutama derajat II dan III. 2) Ukuran , warna, bau, eskar, eksudat, pembentukkan abses, perdarahan, pertumbuhan epitel, penampakkan jaringan granulasi pada luka bakar. g. Pengkajian Neurologik 1) Berfokus pada tingkat kesadaran 2) status fisiologik 3) tingkat nyeri 4) kecemasan 5) perilaku 6) pemahaman pasien dan keluarga terhadap cedera serta penanganannya N. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b.d. keracunan karbon monoksida atau cedera inhalasi DEFINISI Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas BATASAN KARAKTERISTIK -
Batuk yang tidak efektif
-
Dispnea
-
Gelisah
-
Kesulitan verbalisasi
-
Mata terbuka lebar
-
Ortopnea
-
Penurunan bunyi nafas
-
Perubahan frekuensi nafas
-
Perubahan pola nafas
-
Sianosis
-
Sputum dalam jumlah yang berlebihan
-
Suara nafaas tambahan
-
Tidak ada batuk
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Lingkungan -
Perokok
-
Perokok pasif
-
Terpajan asap
Obstruksi Jalan Nafas -
Adanya jalan nafas buatan
-
Bendaasing dalam jalan nafas
-
Eksudat dalam alveoli
-
Hiperplasia pada dinding brokus
-
Mukus berlebihan
-
Penyakit paru obstruksi kronis
-
Sekresi yang tertahan
-
Spasme jalan nafas
Fisiologis -
Asma
-
Disfungsi neuromuskular
-
Infeksi
-
Jalan nafas alergik
2. Nyeri akut b.d. luka bakar DEFINISI: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international association for the study of pain) awitan yang tiba – tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi. BATASAN KARAKTERISTIK a. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (mis,. Neonatal Infant Pain Scale, Pain Assessment Checklist for Senior with Limited Ability Communicate) b. Diaforesis c. Dilatasi pupil d. Ekspresi wajah (mis,. Mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar dan tetap pada satu focus, meringis) e. Focus menyempit (mis., persepsi waktu, proses berpikir, interaksi dengan orang dan lingkungan) f. Focus pada diri sendiri g. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis., skala wongbaker FACES, skala analog visual, skala penilaian numeric) h. Keluhan tentangkarakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument nyeri i. Laporan tentang perilaku nyeri / perubahan aktivitas j. Mengekspresikan perilaku
k. Perilaku distraksi l. Perubahan pada parameter fisiologis m. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri n. Perubahan selera makan o. Putus asa p. Sikap melindungi area nyeri q. Sikap tubuh melindungi FAKTOR YANG BERHUBUNGAN a. Agens cidera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma) b. Agens cidera fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan c. Agens cidera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agens mustard 3.
Kekurangan volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas pembuluh darah. DEFINISI Penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan/ atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saj tanpa perubahan kadar natrium BATASAN KARAKTERISTIK -
Haus
-
Kelemahan
-
Kulit kering
-
Membran mukosa kering
-
Peningkatan frekuensi nadi
-
Peningkatan hematokrit
-
Peningkatan konsentrasi urine
-
Peningkatan suhu tubuh
-
Penurunan berat badan tiba – tiba
-
Penurunan haluaran urine
-
Penurunan pengisian vena
-
Penurunan tekanan darah
-
Penurunan tekanan nadi
-
Penurunan turgor kulit
-
Penurunan turgor lidah
-
Penurunan volume nadi
-
Perubahan status mental
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN -
Kegagalan mekanisme sirkulasi
-
Kehilangan cairan aktif
4.
Resiko infeksi b.d. cedera luka bakar. DEFINISI Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan. FAKTOR RISIKO -
Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen
-
Malnutrisi
-
Obesitas
-
Penyakit kronis (mis., diabetes melitus)
-
Prosedur invasif
Pertahanan Tubuh primer Tidak Adekuat -
Gangguan integritas kulit
-
Gangguan peristalsis
-
Merokok
-
Pecah ketuban dini
-
Pecah ketubah lambat
-
Penurunan kerja siliaris
-
Perubahan PH sekresi
-
Stasis cairan tubuh
O. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Nyeri akut Tujuan
:
Setelah diberikan asuhan keperawatan asuhan keperawatan selama …x 2 jam, nyeri yang dirasakan klien berkurang dengan criteria hasil : Kriteria Hasil : NOC label : Pain Control
Klien melaporkan nyeri berkurang
Klien dapat mengenal lamanya (onset) nyeri
Klien dapat menggambarkan faktor penyebab
Klien dapat menggunakan teknik non farmakologis
Klien menggunakan analgesic sesuai instruksi
Pain Level
Klien melaporkan nyeri berkurang
Klien tidak tampak mengeluh dan menangis
Ekspresi wajah klien tidak menunjukkan nyeri
Klien tidak gelisah
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji secara komprehensip NIC Label : Pain Management terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
2. Observasi
reaksi
ketidaknyaman
secara
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
untuk
mengungkapkan
pengalaman
nyeri dan penerimaan klien
nyeri
pasien mengetahui
ketidaknyamanan
tingkat
dirasakan
oleh
pasien
4. Tentukan
pengaruh
pengalaman
nyeri
terhadap
kualitas hidup( napsu makan, tidur,
aktivitas,mood,
4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan klien berpengaruh terhadap yang lainnya
memperburuk nyeri yang dirasakan klien 6. untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri yang dirasakan klien bertambah.
hubungan sosial) 5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk
dari rasa nyeri
5. Untuk mengurangi factor yang dapat
terhadap respon nyeri
nyeriLakukan
evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah
7. Pemberian “health education” dapat mengurangi tingkat kecemasan dan membantu klien dalam membentuk mekanisme koping terhadap rasa nyer 8. Untuk
dilakukan informasi
tentang
nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi
terhadap
ketidaknyamanan dari prosedur 7. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon
ketidaknyamanan klien( suhu ruangan, cahaya dan suara) 8. Hilangkan faktor presipitasi dapat
pengalaman ketakutan,
tingkat
3. Untuk mengalihkan perhatian pasien
nonverbal
yang
mengetahui
2. Untuk
faktor presipitasi
6. Berikan
1. Untuk
meningkatkan nyeri
klien( kurang
mengurangi
ketidaknyamanan
yang
tingkat dirasakan
klien. 9. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah. 10. Agar klien mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi
memanagement
nyeri
dalam yang
dirasakan. 11. Pemberian
analgetik
mengurangi rasa nyeri pasien
dapat
pengetahuan) 9. Ajarkan terapi
cara
penggunaan
non
farmakologi
(distraksi,
guide
imagery,relaksasi) 10. Kolaborasi
pemberian
analgesic
1. Resiko Infeksi Tujuan
:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat terhindar dari resiko infeksi Kriteria Hasil : NOC label : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membrans b. Integritas kulit klien normal c. Temperature kulit klien normal d. Tidak adanya lesi pada kulit NOC label : Wound Healing : primary and secondary jaringan : a. Tidak ada tanda – tanda infeksi b. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang c. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Rencana Intervensi: RENCANA INTERVENSI NIC Label : Perawatan Luka 1.
Monitor
karakteristk,
warna,
ukuran, cairan dan bau luka 2.
Bersihkan luka dengan normal
RASIONAL
1. Untuk mengetahui keadaan luka dan perkembangannya 2. Normal saline merupakan cairan
saline
isotonis yang sesuai dengan cairan di
3.
Rawat luka dengan konsep steril
tubuh
4.
Ajarkan
5.
klien
dan
keluarga
3. Agar
tidak
terjadi
infeksi
dan
untuk melakukan perawatn luka
terpajan oleh kuman atau bakteri
Berikan penjelasan kepada klien
4. Memandirikan passien dan kelaurga
dan keluarga mengenai tanda
5. Agar
dan gejala dari infeksi
keluarga
dan
pasien
mengetahui tanda dan gejala infeksi
6.
Kolaborasi pemberian antibiotik
6. Pemberian
antibiotik
mencegah timbulnya infeksi NIC Label : Infection Contol 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klie lain 2. Instruksikan
pengunjung dan
setelah berkunjung 3. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan 4. Cuci
tangan
sebelum
dan
sesudah tindakan keperawatan 5. Gunakan universal precautiion dan gunakan sarung tangan selama kontak dengan kulit yang tidak utuh 6. Berikan terapi antibiotik bila perlu 7. Observasi dan laporkan tanda dan
gejala
infeksi
seperti
kemerahan, panas nyeri, tumor 8. Kaji temperatur tiap 4 jam 9. Catat
dan
laporkan
hasil
laboratorium, WBC 10. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit dengan hati – hati 11. Ajarkan
keluarga
bagaimana
mencegah infeksi
P. REFERENSI https://id.scribd.com/doc/315462570/Lp-Combustio https://id.scribd.com/doc/240342874/Jurnal-Combustio-Ok https://ja.scribd.com/document/76649970/Combustio https://www.scribd.com/doc/166663490/REFERAT-COMBUSTIO
untuk