Ctev 99% [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dewi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)



Disusun oleh :



Kelompok 4



1. M. Taufik Hidayatullah



(14.401.17.056)



2. Mahmudah



(14.401.17.058)



3. Okie Purnomo Hadi



(14.401.17.069)



4. Reni Anggrayani



(14.401.17.072)



5. Tia Dwi Anggraini



(14.401.17.083)



6. Tyas Prissilia Elsita



(14.401.17.084)



PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA 2019



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau bisa disebut Clubfoot merupakan istilah umum yang di gunakan untuk menggambarkan deformitas umum di mana kaki berubah dadi posisi normal yang umum terjadi pada anakanak . CTEV adalah demorfitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki , inversi dan tungkai , adduksi dari kaki depan dan rotasi media dari tibia (Priciples of surgery ,Schwartz ). Talipes berasal dari kata talus (ankle ) dan pes (foot) ,menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle- nya. sedang equinovarus berasal dari kata equino (mengkuda) dan varus (bengkok ke arah dalam /medial) Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis tungkai dan kaki mengalami planter fleksi .keadaan ini di sertai dengan meningginya tepi dalam kaki (supinasi) dan pergeseran bagian anterior kaki sehingga terletak di medial aksis vertikal tungkai (adduksi).dengan posisi kaki seperti ini arkus lebih tinggi (cavus) dan kaki dalam kedalam keadaan equinus (planter plexi). (Suratum, 2008) Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equino Varus dimana kaki posisinya mlengkung ke bawah dan kedalam dengan berbagai tingkat keparahan . Tujuan 1.



Tujuan Umum Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien (anak) dengan gangguan CTEV (Congenital Talipes Equino Varus )



2.



Tujuan Khusus a) Dapat memahami pengertian CTEV b) Dapat memahami etiologi CTEV



2



c) Dapat memahami patofisiologi CTEV d) Dapat memahami manifestasi klinis dari CTEV e) Dapat memahami pemeriksaan medis dari CTEV f) Dapat memahami penatalaksanaan medis dari CTEV g) Dapat memahami komplikasi dari CTEV h) Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak dengan gangguan CTEV



3



BAB II KONSEP PENYAKIT I. Konsep Penyakit A. Definisi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus ) adalah suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir.Congenital Talipes Equino Varus adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis tungakai dan kaki mengalami plantar. CTEV, bisa disebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu kombinasi deformitas yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke medial terhadap lutut (1,6). Deviasi pedis ke medial ini akibat angulasi neck talus dan sebagian internal tibial torsion (Salter, 1999).Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes (foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus berarti inversidan adduksi (inverted and adducted) . Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi subtalar, adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint.Komponen yang diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot adduction, dan hindfoot varus. (Suratum, 2008, hal. 28) B. Etiologi Teori Tentang etiologi CTEV antara lain 1. Faktor mekanik intrauteri Teori tertua oleh hipokrates .di katakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisiequinovarus karena kompresi eksterna uterus . Parker dan Browne



mengatakan



bahwa



oligohidramnion



penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus .



4



mempermudah



2. Defek neuroMuskular beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek neuromuskular , tetapi banyak peneliti tidak menemukan adanya kelainan histologis dan elektromiografik. 3. Defek sel plasma primer setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal , itani dan sherma menemukan bahwa pada kasus CTEV , leher talus selalu lebih pendek di ikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar , diduga karena sel defel plasma primer 4. Perkembangan fetus terhambat 5. Herediter adanya faktor poligemik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksternal , seperti infeksi rubella dan pajanan talidomid 6. Vaskular abnormalitas vaskular berupa hambatan vascular setinggi sinus tersalis pada kasus CTEV. pada bayi dengan CTEV didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral , mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan . (ridha, 2014, hal. 37) C. Patofisiologi Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain : 1. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular 2. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus 3. Faktor neurogenik telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot peroneus pada pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan inervasi intrauterine karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung dengan adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida.



5



4. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen. Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur tendon (kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk, menemukan adanya mioblast pada fasia medialis menggunakan mikroskop elektron. Mereka menegemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang menyebaban kontraktur medial. 5. Anomali pada insersi tendon Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali pada insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini dikarenakan adanya distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan pada insersi tendon. 6. Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden epidemiologi kejadian CTEV.Hal ini sejalan dengan adanya variasi yang serupa pada insiden kasus poliomielitis di komunitas.CTEV dikatakan



merupakan



keadaan



sequele



dari



prenatal



poliolike



condition.Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut.(Ngastiyah, 2010, hal. 22)



6



faktor neurogenik



PATWAY



idiopatik genetik



Kondisi janin saat dalam kandungan pergerakan janin terbatas



posisi abnormal janin



kelainan perkemban gan



defoemitas tulang



fase fibular



CTEV



peningkatan jaringan fibrosa di otot ligamen



perubahan inervasi intrauterin abnormalit as histokimia pada otot peroneal



Congenital Talipes Equino



metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar



fleksi plantar talus(perg elangan kaki)



calcaneus,navic ular, dan cuboid ter rotasi ke arah mediah terhadap talus



tumit menjadi terbalik atau lebih tinggi



hambatan mobilitas fisik



invensi pada sendi subtalar(tungkai)



bentuk kaki abnormal



terapi konservatif pemasangan gips



adduksi pada kaki depan



risiko cedera



Ansietas



gips terlalu ketat kompartemen sindrome



adduksi serta inversi pada ligamen dan tendon peroneal



7



kerusakan integritas kulit



(Suratum, 2008, hal. 33) D. Manifestasi Klinis 1. Pergelangan kaki jinjit , telapak kaki dan bagian depan kaki menghadap kearah dalam . 2.Tumit kecil teraba kosong dan lunak. 3.colum tulang talus mudah diraba 4.mata kaki bagian dalam sulit diraba 5.Bagian pangkal kaki berpurat ke dalam , lengkung kaki tinggi (cavus) 6.tulang kering sering kali mengalami perputaran ke arah dalam . (Risnanto, 2014, hal. 12) E. Komplikasi 1.Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah menjadi terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati. Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu, dan jarang memerlukan cangkok kulit. 2.Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi. 3.Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi terbentuk oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia



8



4.Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada kaki (Ngastiyah, 2010, hal. 23) F. Klasifikasi Literature medis menguraikan tiga kategori utama clubfoot, yaitu : 1.Clubfoot ringan atau postural dapat membaik secara spontan atau memerluka latihan pasif atau pemasangan gips serial. Tidak ada deformitas tulang, tetapi mungkin ditemukan penencangan den pemendekan jaringan lunak secara medial dan posterior. 2.Clubfoot



tetralogic



terkait



dengan



anomaly



congenital



seperti



mielodisplasia atau artogriposis. Kondisi ini biasanya memerlukam koreksi bedah dan memiliki insidensi kekambuhan yang yang tinggi. 3.Clubfoot idiopatik congenital, atau “clubfoot sejati” hampir selalu memerlukan intervensi bedah karena terdapat abnormalitas tulang. (Suratum, 2008, hal. 43) G. Pemeriksaan Penunjang 1.foto polos metode evaluasi radiologis yang standar seringkali di gunakan adalah foto polos . pemeriksaan harus mencangkup gambaran tumpuan berat karena stres yang terlibat dapat terjadi berulang-ulang . pada infant, tumpuan berat dapat disimulasikan dengan pemberian stress dorsal flexy. Gambaran standar yang digunakan adalah gambaran dorsoplantar (DP) dan lateral.Untuk gambaran dorsoplantar, sinar diarahkan dengan sudut 15o terhadap tumit untuk mencegah overlap dengan struktur tungkai bawah. Gambaran lateral harus mencakup pergelangan kaki, dan bukan kaki, untuk penggambaran yang lebih tepat dari talus. Foto polos mempunyai kerugian yaitu tereksposnya pasien terhadap radiasi. Ditambah lagi, pengaturan posisi yang tepat juga akan sulit dilakukan. Pemosisian yang tidak tepat dapat menghasilkan gambaran seperti deformitas sehingga ada kemungkinan adanya kesalahan



9



diagnosa.Lebih jauh lagi, karena CTEV adalah kondisi kongenital, kurangnya osifikasi pada beberapa tulang yang terlibat merupakan salah satu keterbatasan lainnya.Pada neonates, hanya talus dan calcaneus yang terosifikasi.Navikular tidak terosifikasi sampai anak berusia 2-3 tahun. Posisi



oblique



tumit



pada



gambaran



dorsoplantar



(DP)



dapat



menstimulasikan varus kaki belakang. Bila gambaran lateral hanya meliputi salah satu kaki dan tidak termasuk pergelangan kaki, maka akan terlihat gambaran palsu dari lengkungan talus yang mendatar. Equinus kaki belakang adalah plantar fleksi dari calcaneus anterior (mirip kuku kuda) dimana sudut antara axis panjang tibia dan axis panjang calcaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih besar dari 90o. Pada varus kaki belakang, talus diperkirakan terfiksasi secara relatif terhadap tibia.Calcaneus berputar mengitari talus menuju posisi varus (ke arah garis tengah).Pada gambaran lateral, sudut antara axis panjang talus dan axis panjang calcaneus (sudut talocalcaneal) kurang dari 25o, dan kedua tulang tersebut lebih paralel dibandingkan kondisi normal. Pada gambaran DP, sudut talocalcaneus kurang dari 15 derajat, dan dua tulang terlihat lebih tumpang tindih daripada pada kaki normal. Selain itu, aksis longitudinal yang melalui pertengahan talus (garis midtalar) melintas secara lateral ke arah dasar metatarsal pertama, karena garis depan terdeviasi secara medial. Varus kaki depan dan supinasi meningkatkan konvergensi dari basis metatarsal pada gambaran DP, jika dibandingkan dengan sedikit konvergensi pada kaki normal 2.CT-Scan Pada



penelitian pendahuluan mengenai CT dengan rekonstruksi 3



dimensi, johnston et al menunjukkan bahwa kerangka kawat luar yang dapat memantau tulang pada CTEV bisa diterapkan dan aksis inersia dapat ditentukan di sekitar pusat massa dengan 3 bidang perpendikuler untuk setiap tulang yng terlibat. Kawat ini dapat dirotasi secara manual



10



untuk mengurai deformitas dan kelainan susunan tulang yang tidak jelas karena overlapping pada foto polos. Hubungan antara tulang kaki belakang dan pergelangan kaki dapat dinilai dengan cara ini. Begitu pula dengan aksis vertical dari talus dan lubang kalkaneus dapat dibandingkan dengan acuan perpendicular terhadap dasar pada rekostruksi koronal dari tumit.Analisis tersebut menunjukkan bahwa pada kaki normal, baik talus maupun kalkaneus relatif terotasi secara medial terhadap garis perpendicular pada lubang di bidang transversal, namun rotasi di kalkaneus sangat kecil.Perbedaan ini merupakan divergensi normal dari aksis panjang 2 tulang. Pada CTEV, talus terotasi secara lateral dan kalkaneus terotasi lebih medial daripada kaki normal. Pemakaian CT Scan juga memiliki bebrapa kerugian, yaitu risiko ionisasi, kurangnya osifikasi pada tulang tarsal, suseptibilitas dari artifak gambar dan gerakan, dan membutuhkan peralatan mahal dan aplikasi software untuk rekonstruksi multiplanar. 3.MRI Saat ini MRI tidak banyak dilakukan untuk pemeriksaan radiologi CTEV karena berbagai kerugiannya, diantaranya dibutuhkan alat khusus dan sedasi pasien, besarnya pengeluaran untuk software yang digunakan, hilangnya sinyal yang disebabkan oleh efek feromagnetik dari alat fiksasi, dan waktu tambahan yang dibutuhkan untuk transfer data dan postprocessing. Namun, di sisi lain, keuntungan penggunaan MRI jika dibandingkan dengan foto polos dan CT scan adalah kapabilitas imaging multiplanar dan penggambaran yang sangat baik untuk nucleus osifikasi, kartilago anlage (primordium) serta struktur jaringan lunak disekitarnya. Dengan menggunakan resonansi magnetic rekonstruksi multiplanar menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk menjelaskan patoanatomi kompleks pada kelainan ini.Gambaran intermediate dan gambaran T2-weighted spin-echo dapat menggambarkan secara jelas anlage (primordium) kartilago dan permukaan articular secara berurutan.



11



Ketika akusisi gradient-echo 3 dimensi digunakan untuk membentuk rekonstruksi multiplanar, pusat dari massa dan axis utama dari inersia tiap tulang atau struktur kartilago dapat ditentukan. Axis ini dapat dibandingkan satu sama lain atau dapat dirumuskan standar referensi mengenai pengukuran objektif dari deformitas ini yang dapat digunakan secara menyeluruh. 4.Ultrasonografi (USG) Penelitian menunjukkan bahwa gambarn reproducible dan penilaian objektif dari beberapa hubungan antartulang (interosseous) pada kaki normal dan pada CTEV dapat dilakukan dengan USG.Untuk selanjutnya, USG mungkin dapat digunakan dalam operasi tertuntun dan terapi konservatif untuk CETV dalam menilai hasilnya. Gambaran dinamis/dynamic imaging yang bisa dilakukan dengan USG dapat melengkapi pemeriksaan fisik untuk menilai rigiditas dari kaki.Sehingga, USG ini dapat membantu memilah pasien yang harus dilakukan operasi dan tidak bisa dengan terapi konservatif saja. Kekurangan dari USG adalah ketidakmampuan gelombang suara untuk menembus seluruh tulang, terutama jika terdapat bekas luka post operasi.Keuntungan ultrasonografi termasuk tidak ada/kurangnya radiasi pengion, tidak membutuhkan obat sedative, kemampuannya untuk menggambarkan bagian tulang yang tidak terosifikasi, dan kapasitasnya dalam hal imaging dynamics. 5.Angiografi Angiogram dapat menunjukkan abnormalitas ukuran dan distribusi pembuluh darah kecil pada CTEV, namun temuan ini masih terbatas dalam kegunaan secara klinis. (Suratum, 2008, hal. 43) H. Penat;alaksanaan Medis 1. Konservatif dilakukan manipulasi pada bagian kaki yang adduksi ,equinus,varus dan mempertahan kannya menggunakan gips. dilakukan peregangan pada



12



bagian yang mengerut secara bertahap tanpa kekerasan , di pertahankan 10 hitungan , dilakukan berulang selama 10-15 menit . hasil akhirnya dipertahankan menggunakan gips , pada saat pemasangan gips



diperhatikan



sirkulasi



darah



.koreksi



dapat



diulang



1



minggukemudian . bila konservatif berhasil , pengobatan dapat dilakukan dengan denis brown splint dan di kontrol sampai anak dewasa , bila 3 bulan konservatif gagal maka dapat dilakukan operatif . 2. operatif Indikasi a) gagal terapi konservatif b) kambuh setelah konservatif berhasil c) anak sudah besar dan belum mendapatkan pengobatan operatif dapat dilakukan pada a) Jaringan lunak (hanya untuk usia < 5 tahun) b) Terhadap tulang (Suratum, 2008, hal. 39)



13



BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan CTEV A. Pengkajian 1. Biodata Mengkaji identitas klien dan penanggung jawab yang meliputi ; nama , umur , agama ,suku bangsa, pendidikan ,pekerjaan ,status perkawinan , dan alamat . 2. Keluhan Utama keluhan yang membuat klien di bawa kerumah sakit karena adanya keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai kekakuan kaki , atrofi betis kanan , hipoplasia tibia , dan tulang-tulang kaki ringan . 3. Riwayat Kesehatan a) Riwayat Penyakit Sekarang keluhan sampai saat klien pergi kerumah sakit atau pada saat pengkajian seperti klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain adanya keadaan yang abnormal pada kakinya. b) Riwayat Penyakit Keluarga dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat di identifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluaarga c) Riwayat Antenatal , Natal dan Postnatal 1. Antenatal kesehatan ibu selama hamil , penyakit yang pernah di derita serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan antenatal , kemana dan serta kebiasaan minum jamujamuan dan obat yang pernah di minum serta kebiasaan selama hamil .



14



2. Natal tanggal , jam tempat pertolongan persalinan ,siapa yang menolong , cara persalinan , (spontan ,SC) ,presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan kongenital . 3. Postnatal lama di rawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem , masalah nutrisi ,perubahan berat badan, warna kulit , pola eliminasi dan respon lainnya. selama neonatal perlu dikaji adanya trauma dan infeksi. d) Riwayat Imunisasi Riwayat imunisasi anak sangat penting ,dengan kelengkapan imunisasi pada anak mencegah penyakit yang mungkin akan timbul .meliputi



imunisasi



BCG,



DPT,



Polio,



Campak



dan



Hepatitis.(Risnanto, 2014) 4.Pemeriksaan fisik a. Sistem pernafasan Dalam sistem pernafasan tidak mengalami gangguan, tidak terdapat suara nafas tambahan dan tidak terlihat menggunakan otot bantu pernafasan b. Sistem kardiovaskular Tidak terdapat gangguan pada sistem kardiovaskular c. Sistem neurologis Tidak terlihat adanya gangguan pada sistem neurologis d. Sistem gastrointestinal Tidak terdapat gangguan pada sitem gastrointestinal e. Sistem uronenital Tidak terdapat gangguan pada sistem uronetial f. Sistem muskuloskeletal Adanya keterbatasan aktivitas karena bentuk kaki yang abnormal , dan adanya kesulitan berjalan(Risnanto, 2014)



15



B. Diagnosa keperawatan Menurut (PPNI, 2016) diagnosa keperawatan CTEV pada anak yang muncul antaralain : a. Gangguan



Mobilitas



Fisik



berhubungan



dengan



kerusakan



muskuloskeletal Definisi :Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri . Penyebab : a) kerusakan intregitas struktur tulang b) perubahan metabolisme c) ketidakbugaran fisik d) penurunan kendali otot e) penurunan massa otot f) penurunan kekuatan otot g) kekakuan sendi h) konstraktur i) malnutrisi j) gangguan muskuloskeletal k) gangguan neuromuskular l) indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia m) efek agen farmakologis n) program pembatasan gerak o) nyeri p) kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik q) kecemasan r) gangguan kognitif s) keengganan melakukan pergerakan t) gangguan sensoripersepsi Gejala dan tanda mayor



16



Subjektif : a) mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas Objektif a) kekuatan otot menurun b) rentang gerak ROM menurun Gejala dan tanda minor Subjektif : a) nyeri saat bergerak b) enggan melakukan pergerakan c) merasa cemas saat bergerak Objektif : a) sendi kaku b) gerakan tidak terkoordinasi c) Gerakan terbatas d) fisik lemah Kondisi klinis terkait : a) Trauma b) fraktur c) ostemalasia d) keganasan (PPNI, 2016, hal. 124) b. kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan pemasangan gips Definisi : kerusakan kulit (dermis dan /atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang ,kartilago, kapsul sendi dan /atau ligamen) Penyebab a) Perubahan sirkulasi



17



b) perubahan status nutrisi c) penurunan mobilitas d) kekurangan/kelebihan volume cairan e) bahan kimia iritatif f) suhu lingkungan yang ekstrem g) faktor mekanis h) efek samping terapi radiasi i) kelembapan j) proses penuaan k) neuropati perifer l) perubahan pigmentasi m) perubahan hormonal n) kurang terpapar informasi tentang mempertahankan integritas jaringan Gejala dan tanda mayor Subjektif :Objektif a) kerusakan jaringan dan /atau lapisan kulit Gejala dan tanda minor Subjektif :Objektif : a) nyeri b) perdarahan c) kemerahan d) hematoma Kondisi klinis terkait a) Imobilisasi b) Imuno defisiensi(PPNI, 2016, hal. 282)



18



c. Resiko



tinggi



Cedera



berhubungan



dengan



pembengkakan,kerusakan syaraf Definisi : berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik. Faktor Resiko Eksterna a) terpapar patogen b) terpapar zat kimia toksik c) terpapar agen nosokomial d) ketidaamanan transportasi Internal a) ketidaknormalan profil disfungsi biokimia b) hipoksia jaringan c) perubahan orientasi afektif d) disfungsi autoimun e) kegagalan mekanisme pertahanan tubuh f) malnutrisi g) perubahan fungsi psikomotor h) perubahan fungsi kognitif Kondisi Klinis Terkait a) gangguan penglihatan b) gangguan pendengaran c) penyakit parkinson d) hipotensi e) kelainan nervus vestibularis f) retardasi mental(PPNI, 2016, hal. 294)



19



d. Ansietas Definisi Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. Penyebab 1) Krisis situasional 2) Kebutuhan tidak terpenuhi 3) Krisis maturasional 4) Ancaman terhadap konsep diri 5) Ancaman terhadap kematian 6) Kekhawatiran mengalami kegagalan 7) Disfungsi sistem keluarga 8) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan 9) Faktor keturunan (temparemen mudah teragitasi sejak lahir) 10) Penyalahgunaan zat 11) Terpapar bahaya lingkungan (mis,toksin,polutan,dan lain-lain) 12) Kurang terpapar informasi Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 1) Merasa bingung 2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 3) Sulit berkonsentrasi Objektif 1) Tampak gelisah 2) Tampak tegang 3) Sulit tidur



20



Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1) Mengeluh pusing 2) Anoreksia 3) Palpitasi 4) Merasa tidak berdaya Objektif 1) Frekuensi napas meningkat 2) Frekuensi nadi meningkat 3) Tekanan darah meningkat 4) Diaforesis 5) Tremor 6) Muka tampak pucat 7) Suara bergetar 8) Kontak mata buruk 9) Sering berkemih Kondisi Klinis Terkait 1) Penyakit kronis progresif (mis, kanker, penyakit autoimun) 2) Hospitalisasi 3) Rencana operasi 4) Tahap tubuh kembang (PPNI, 2016, hal. 180-181) 3. Intervensi a. Gangguan Mobilitas fisik Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam jam di harapkan dengan Kriteria hasil 1. Memperlihatkan mobilitas, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5:gangguan ekstrem, berat, sedang, riangan, atau tidak mengalami gangguan): Keseimbangan



21



Koordinasi Performa posisi tubuh Pergerakan sendi dan otot Berjalan Bergerak dengan mudah Aktifitas Keperawatan Pengkajian merupakan proses yang kontinu untuk menentukan tingkat performa hambatan mobilitas pasien. 1. Aktivitas keperawatan tingkat 1 a. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan di rumah dan kebutuhan peralatan pengobatan yang tahan lama b. Ajarkan pasien tentang atau penggunaan alat bantu mobilitas 2. Aktivitas keperawatan tingkat 2 a. Kaji kebutuhan belajar pasien b. Instruksikan pasien untuk menyangga berat badannya c. Instruksikan pasien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar d. Berikan penguatan positif selama aktivitas 3. Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4 a. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mengembalikan mobilitas sendi dan otot b. Dukung pasien dan keluarga untuk memandang keterbatasan dengan realistis c. Berikan penguatan positif selama aktivitas Intervensi NIC Promosi Mekanika Tubuh: Memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan dalam aktivitas sehari hari untuk mecegah keletihan dan ketegangan atau cedera muskuluskeletal



22



Promosi



latihan



fisik



:



memfasilitasi



aktivitas



fisik



teratur



untukmempertahankan atau meningkatkan kemampuan dan kesehatan yang lebih tinggi Promosi latihan fisik : latihan kekuatan : memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot Terapi latihan fisik : Ambulasi : meningkatkan dan atau membantu dalam berjalan untuk mempertahankan atau mengembalikan fungsi tubuh autonom dan volunter selama pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau cedera Terapi latihan fisik : keseinbangan : menggunakan aktivitas ,postur dan gerakan tertentu untuk mempertahankan ,meningkatkan atau memulihkan keseimbangan Terapi latihan fisik :Mobilitas sendi : menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan fleksibilitas sendi Terapi latihan fisik : pengendalian otot : menggunakan aktivitas tertentu atau protokol latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali. (Judith M. Wilkinson, 2016, hal. 267-268) b. Kerusakan intergritas kulit Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam diharapkan dengan. Kriteria hasil a. Menunjukkan integritas jaringan : kulit dan membran mukosa , yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem , berat ,sedang,ringan atau tidak ada gangguan) : Suhu, elastisitis, hudrasi , dan sensasi Perfusi jaringan Keutuhan kulit



23



c. Menunjukkan penyembuhan luka : primer, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 :tidak ada ,sedikit, sedang atau banyak, atau sangat banyak ) Penyatuan kulit Penyatuan ujung luka Pembentukan jaringan parut d. Menunjukkan penyembuhan luka : primer, yang dibuktikan dengan indikator berikut (sebutkan 1-5 :gamgguan ekstrem, sedang , ringan atau tidak ada gangguan ) : Eritema kulit sekitar e. Menunjukkan penyembuhan luka : sekunder, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 : tidak ada, sedikit, sedang, banyak atau sangat banyak) : Granulasi Pembentukan jaringan parut Penyusutan luka Aktivitas Keperawatan Lihat juga aktivitas keperawatan pada kerusakan integritas kulit, resiko Intervensi NIC Pengkajian a. kaji fungsi alat-alat , seperti alat penurun tekanan, meliputi kasur udara statis, terapi low-air loss, terapi udara yang dicairkan , dan kasur air b. perawatan Area Insisi (NIC) : inspeksi adanya kemerahan , pembengkakan , atau tanda-tanda dehisensi atau eviserasi pada area insisi. Penyuluhan untuk Pasien dan Keluarga Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan , termasuk tanda dan gejala infeksi , cara mempertahankan luka insisi tetap kering saat mandi , dan mengurangi penekanan pada insisi tersebut. Aktivitas Kolaboratif



24



1. konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein , mineral, kalori, dan vitamin 2. konsultasikan kepada dokter tentang implementasi pemberian makanan dan nutrisi enteral atau parenteral untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka Aktivitas Lain 1. evaluasi tindakan pengobatan atau pembalutan topikal yang dapat meliputi



hidrokoloid,balutan



hidrofilik,



balutan



absorben,



dan



sebagainya 2. lakkukan perawatan luka atau perawatan kulit secara rutin yang dapat meliputi tindakan sebagai berikut : ubah dan atur posisi pasien secara sering pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan keleembapan yang berlebihan lindungi pasien dari ekskresi luka dan ekskresi silang drain pada luka (Judith M. Wilkinson, 2016, hal. 397-398) c. Resiko tinggi cedera Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam di harapkan dengan Kriteria hasil a. Resiko cedera akan menurun , yang dibuktikan dengan perilaku keamanan personal , pengendalian risiko dan lingkungan rumah yang aman . b.



Pengendalian risiko akan diperlihatkan , yang dibuktikan oleh



indikator sebagai berikut ( sebutkan 1-5 :tidak pernah , jarang ,kadangkadang, sering, atau selalu) : 1) Memantau faktor risiko perilaku individu dan lingkungan 2) Mengembangkan strategi pengendalian risiko yang efektif 3) Menerapkan strategi pengendalian risiko pilihan



25



4) Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko Aktivitas Keperawatan Diagnosis ini terlalu luas, sehingga aktifitas keperawatan sangat bervariasi , bergantung pada etiologi masalah. Tidak mungkin untuk mengantisipasi setiap kemungkinan tindakan keperawatan yang dapat digunakan dalam diagnosis ini Intervensi NIC Pengkajian 1. Identifikasi faktor yang memengaruhi kebutuhan keamanan , misalnya perubahan status mental ,derajat keracunan ,keletihan, usia kematangan, pengobatan, dan defisit motorik atau sensorik (mis., berjalan dan keseimbangan 2. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko terjatuh (mis., lantai licin, karpet yang sobek ,anak tangga tanpa pagar pengaman , jendela , dan kolam renang) 3. Periksa apakah pasien memakai pakaian yang terlalu ketat, mengalami luka bakar , atau memar 4. Tinjau riwayat obstetrik pasien untuk mendapatkan informasi terkait yang dapat memengaruhi induksi ,seperti usia kehamilan dan lama persalinan sebelumnys, dan kontraindikasi , seperti plasenta previa komplet , insisi uterus komplit, dan deformitas struktur panggul.



Penyuluhan untuk pasien 1. Ajarkan ppasien untuk berhati-hati dengan alat terapi 2. Berikan materi edukasi yang berhungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cedera. Aktivitas kolaboratif 1. Rujuk ke kelas pendidikan komunitas Aktivitas lain



26



1. orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila dibutuhkan 2. bantu ambulasi pasien jika perlu 3. sediakan alat bantu berjalan (mis., tongkat,walker) 4. bila diperlukan gunakan restrain fisik untuk membatasi resiko jatuh 5. ajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan gerakan, bila perlu 6. jangan lakukan perubahan yang tidak diperlukan di lingkungan fisik (mis., penataan furnitur) 7. pastikan pasien menggunakan sepatu yang sesuai (mis., hak yang tidak tinggi dan tali terikat dengan aman) (Judith M. Wilkinson, 2016, hal. 237240) d. Ansietas Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam jam di harapkan dengan. Kriteria hasil 1. Ansietas berkurang , dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan atau sedang, dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas,konsentrasi, koping dan tingkat hiperaktivitas. 2. Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas , yang di tunjukkan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang ,kadang-kadang , sering , atau selalu: Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan Mempertahankan performa peran Memantau distorsi persepsi sensori Memantau manifestasi perilaku ansietas Menggunakan ternik relaksasi untuk meredakan ansietas



Intervensi NIC Bimbingan



Antisipasi



:



mempersiapkan



pasien



kemungkinan krisis perkembangan dan atau situasional



27



menghadapi



Penurunan Ansietas : meminimalkan kekhawatiran , ketakutan, prasangka , atau perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diantisipasi dan tidak jelas. Teknik Menenangkan Diri : meredakan kecemasan pada pasien yang mengalami distres akut Peningkatan Koping : membantu pasien untuk beradaptasi dengan presepsi stresor , perubahan , atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup Dukungan Emosi: Memberikan penenangan , penerimaan , dan bantuan/ dukungan selama masa stres Terapi Relaksasi : menerapkan teknik untuk meningkatkan dan memperoleh relaksasi untuk menurunkan tanda dan gejala yang tidak diinginkan , seperti nyeri , ketegangan otot, atau ansietas



Aktivitas Keperawatan Pengkajian 1. Kaji dan dokumentasikan tingkat ansietas pasien , termasuk reaksi fisik 2. Kaji untuk faktor budaya (mis., konflik nilai )yang menjadi pennyebab ansietas 3. Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan ansietas di masa lalu 4. Reduksi Ansietas (NIC) : Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien Penyuluhan untuk pasien/keluarga 1. Buat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis , termasuk kebutuhan untuk pengulangan , dukungan , dan pujian untuk tugastugas yang telah di pelajari



28



2. Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia , seperti teman ,tetangga, kelompok swabantu, tempat ibadah , lembaga sukarelawan dan pusat rekreasi 3. Informasikan tentang gejala ansietas 4. Ajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan antara serangan panik dab gejala penyakit fisik 5. Penurunan Ansietas (NIC) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis , terapi,dan prognosis Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi Jelaskan semua prosedur ,termasuk sensasi yang biasanya di alami nselama prosedur Aktivitas Kolaboratif 1. Pada saat ansietas berat , dampingi pasien, biocara dengan tenang, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman 2. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas 3. Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas 4. Sediakan pengalihan melalui televisi , radio, permainan, serta terapi okupasi untuk menurunkan ansietas dan memperluas fokus 5. Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan , dan sikap empatik serta verbal dan non verbal secara bergantian 6. Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi, serta izinkan pasien untuk menangis



29



Penurunan Ansietas (NIC) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku pasien Bantu pasien untuk mengfidentifikasi situasi yang mencetus ansietas (Wilkinson J. M., 2016, hal. 29-32)



30



DAFTAR PUSTAKA



Judith M. Wilkinson, P. A. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Ngastiyah. (2010). perawatan anak sakit. jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. PPNI. (2016). standart diagnosis keperawatan indonesi. jakarta: DPP PPNI. ridha, n. (2014). Buklu Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Risnanto, S. M. (2014). Asuhan Keperawatan (sistem muskuluskeletal). Yogyakarta: CV BUDI UTAMA. Suratum, S. S. (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC. Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.



31