CTEV [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Tumbuh kembang bayi yang baru lahir dengan keadaan yang sehat serta memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sempurna merupakan harapan bagi seluruh keluarga. Namun terkadang pada beberapa keadaan tertentu didapati bayi yang lahir kurang sempurna, karena mengalami kelainan bentuk anggota tubuh. Salah satu bentuk kelainan pada anggota tubuh yaitu kaki bengkok atau Congenintal Talipes Equino Varus (CTEV).Penyebab utama yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi yang abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim, sehingga terjadi ketidak normalan pada bentuk kaki janin.Perkembangan pembentukan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase fibula (minggu ke 6-7 masa kehamilan) dan fase tibia (minggu ke 8-9 masa kehamilan). Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan kelainan bentuk tulang pada bentuk kaki. Aktifitas gerak fungsional yang terganggu pada anak CTEV salah satunya adalahkemampuan berjalan. Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club foot’ adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas infe-rior yang sering ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminolo-gi “sindromik” bila kasus ini ditemukan bersa-maan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dap-at timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifida maupun atrofi muskular



1|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



spinal. Bentuk yang paling sering ditemui ada-lah CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremi-tas superior dalam keadaan normal. Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahi-ran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus. Prevalensi CTEV beragam pada beberapa Negara, di Amerika Serikat 2,29:1000 kelahiran; pada ras Kaukasia 1,6:1000 kelahiran; pada ras Oriental 0,57:1000 kelahiran; pada orang Maori 6,5-7,5:1000 kelahiran; pada orang China 0,35:1000 kelahiran; pada ras Polinesia 6,81:1000 kelahiran; pada orang Malaysia 1,3:1000 kelahiran; dan 49:1000 kelahiran pada orang Hawaii, (Hosseinzaideh, 2014). Prevalensi Clubfoot di Indonesia antara 0,76 - 3,49 dari 1000 kelahiran hidup 4,8 juta bayi per tahun 3.648 to 16.752 kasus baru Clubfoot di Indonesia per tahun, (Marzuki, 2017), sedangkan di YPAC Makassar pada saat Praktek Klinik di bulan februari ada 3 anak yang mengalami CTEV. Untuk menggambarkan deformitas pada umumnya bentuk kaki melengkung atau bengkok dari posisi normal yang menyebabkan abnormalitas pada kaki dimana kaki padaanak dengan CTEV memiliki bentuk kaki sangat khas yaitu Plantar fleksi talocranialis karena lemahnya M. Tibialis Posterior, inversi ankle karena M. Peroneus Longus, M Peroneus Brevis dan M. Peroneus Tertius yang lemah dan 2 adduksi dari kaki depan bagian subtalar dan midtarsal dan rotasi medial dari tibilis anterior, akibat terjadi kekakuan otot pada daerah kaki meyebabkan ketidak seimbangan otot-otot tungkai bawah seperti gastrocnemius, soleus, dan tendon Achilles lemah, karena



2|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



hilangnya fungsi dari tibialis posterior sebagai fiksasi dan stabilisator pada daerah kaki, sehingga



terjadi



keterbatsan



lingkup



gerak



sendi pada



daerah kaki



yang



mempengaruhikemampuan berjalan. Adapun Intervensi yang di berikan pada kasus Clubfoot menggunakan tehnik ponseti dengan penggunaan Gips,pemakaian sepatu AFO,dennis brown dikombinasikan dengan manual terapi dan streching Selain itu diberikan terapi latihan berdiri dan berjalan untuk memperbaiki postur tubuh dan pola jalan yang baik. Fisioterapi (Physical Therapy) merupakan salah satu profesi kesehatan yang menyediakan perawatan (treatment) untuk kondisi congenital talipes equino varus (CTEV). Penatalaksanaan fisioterapi pada CTEV bertujuan untuk mengembalikan dan memelihara bentuk kaki secara normal, meningkatkan kekuatan otot tungkai bawah dan meningkatkan aktivitas fungsional pada tungkai bawah. Intervensi yang digunakan untuk mengatasi problematika yang timbul pada kondisi congenital talipes equino varus (CTEV) adalah stretching, patterning jongkok-berdiri, pemasangan strapping, dan standing. Tujuan pemberian stretching, bertujuan untuk latihan peregangan dengan memanjangkan jaringan lunak dan kulit yang mengalami kontraktur. Patterning jongkok-berdiri bertujuan untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik dari posisi jongkok ke berdiri yang sempurna pada tonus otot.



3|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



BAB II TINJAUAN KASUS A. TINJAUAN TENTANG ANATOMI BIOMEKANIK CTEV 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal Menurut Suratun, dkk (2008), sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, dan struktur pendukung lainnya (tendon, ligamen, fasia, dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja. 2.1.1 Struktur Tulang Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. (Suratun, dkk, 2008) Pembagian skeletal yaitu : 1. Axial skeleton, terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna vertebrae, tulang iga, tulang hioid sternum 2. Apendikular skeleton, terdiri dari a. Kerangka tulang lengan dan kaki b. Ekstremitas atas (skapula, klavikula, humerus, ulna, radial) dan tangan (karpal, metakarpal, falang) c. Ekstremitas bawah (tulang pelvik, femur, patela, tibia, fibula) dan kaki (tarsal, metatarsal, falang) 2.1.2 Anatomi Kaki Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah tulang yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat 4|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



berpijak. Ke-26 tulang itu terdiri dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3 segmen fungsional a. Hindfoot (segmen posterior) : Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai penyangganya. Terdiri dari:  Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi pergelangan kaki  Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan tanah b. Midfoot (segmen tengah) Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu: 1. 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral 2. Cuboid 3. Navikulare ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar medial dan apeks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta naviculare dan bagian belakangtulang cuboid membentuk suatu garis. 4. 5 metatarsal: I, II, III, IV, V 5. 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan setiap jari lainnya 3 falang



5|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



Gambar 2.1. Anatomi kaki



Gambar 2.2 Lateral kaki kanan 2.1.3 Biomekanik Ankle 1. Osteokinematika Gerakan yang terjadi pada ankle joint adalah plantar fleksi, dorsal fleksi, eversi dan inversi



Gambar 2.3 ROM plantar fleksi dan dorso fleksi, eversi dan inversi ankle (Sumber : Russe, 1975:17)



6|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



2. Arthrokinematika Sendi ankle terdiri atas sendi talocrularis dan sendi talotarsalis. Sendi talocrularis merupakan sendi engsel (Tim Anatomi UNY, 2011: 55-56). Secara gerakan sendi ini dapat melakukan gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi dan eversi. Range of Motion (luas gerak sendi) dalam keadaan normal untuk dorsofleksi adalah 200 , plantarfleksi adalah 500 , gerakan eversi adalah 200 , dan gerakan inversi adalah 400 (Russe, 1975:17). Penulisan yang disesuaikan dengan standar ISOM (Internaional Standard Orthopaedic Meassurement) untuk gerak dorsofleksi dan plantarfleksi akan tertulis (S) 20-0-50 dan gerak inversi dan eversi tertulis (S) 20-0-40 (Russe, 1975: 18). Berdasarkan dari bentuk



persendiannya,



Pieter



dan



Gino



(2014:



2)



mengklasifikasikan sendi ankle sebagai sendi ginglimus dengan gerakan yang mungkin terjadi adalah dorsofleksi (fleksi) dan plantarfleksi (ekstensi) dengan jangkauan gerakan yang bervariasi untuk dorsofleksi antara 13-330 dan plantar fleksi 23-560 . Sementara Christy Cael (2009: 391) menggambarkan jangakauan gerak sendi ankle adalah dorso fleksi 20O dan fleksi 50O .



Gambar 2.4 ROM plantar fleksi dan dorso fleksi ankle



7|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



Dilihat dari aspek arthrokinematika selama dorsi fleksi ankle, talus akan sliding kearah posterior dan fibula bergerak ke arah proksimal dan lateral, selama plantar fleksi ankle talus sliding kearah anterior dan fibula bergerak ke arah distal dan sedikit ke anterior. Saat inversi calcaneus sliding kearah lateral dan pada saat eversi calcaneus sliding ke medial (Norkin, 1995).



Gambar 2.5 Sistem Saraf



Otot pengerak pergelangan kaki gerak utama dorsi fleksi, adalah tibialis anterior disarafi oleh n. peroneus profundus otot pengerak plantar fleksi adalah otot gastroknemius yang disarafi oleh n. tibialis dan otot soleus disarafi juga oleh n. tibialis. Sedang penggerak eversi adalah otot peroneus longus dan peroneus brevis yang keduanya disarafi n. peroneus superficialis (Chusid, 1993).



8|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



B. TINJAUAN TENTANG CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) 1. Denifisi CTEV Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau club foot berasal dari bahasa latin “talipes” yaitu tulang talus, dan “pes” yaitu kaki, serta equinovarus yang berarti fleksi dan inversi. Kelainan ini dapat terjadi pada satu atau kedua kaki, ditandai dengan fleksi plantar/equinus pada angkle (pergelangan kaki), inversi/ varus pada sendi subtalar (tungkai) dan adduksi pada kaki depan (Koswal & Natarajam, 2005). Sedangkan menurut Cahyono (2008), CTEV adalah kelainan kongenital tulang sehingga terjadi fiksasi kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar. Dari pengertian-pengertin di atas dapat kita simpukan bahwa CTEV adalah kelainan kongenital tulang yang ditandai dengan fleksi pada tulang talus, sehingga tumit menjadi lebih tinggi dan terjadi deviasi ke arah medial. Kelainan ini mengakibatkan pasien tidak dapat berdiri dengan telapak kaki yang rata menapak tanah, tumit terbalik, dan kaki depan bengkok.



9|F i siotera pi C ONG EN TINA L TALI PES EQUI NO VARU S



Gambar 2.6 Clubfoot Sumber:http://s63.photobucket.com/ Gambar 2.7 Tulang pedis normal dan clubfoot Sumber: http://clubfoot_help.tripod.com/



Gambar 2.8. Perbandingan kaki normal dan clubfoot Sumber: Abnormal Skeletal Phenotypes: From Simple Signs to Complex Diagnoses 2. Klasifikasi CTEV CTEV dibagi menjadi dua, yaitu: 2.1. CTEV postural atau posisional : Bukan CTEV sebenarnya sebab bisa terkoreksi sendiri seiring masa tumbuh kembang bayi. 2.2. CTEV rigid atau fixed, dibagi menjadi: a. CTEV rigid fleksibel. Jenis ini mudah atau dapat dikoreksi secara non- operasional



10 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



b. CTEV rigid resisten. Jenis ini seringkali memerlukan tindakan operasi. Dilihat dari tempat bengkoknya tulang, talipes terbagi menjadi beberapa jenis seperti talipes equinus, kalkaneus, valgus, varus, dan kavus. Deformitas clubfoot disebabkan karena disrotasi posisi kaki. Dua tipe yang paling umum adalah equinus dan kalkaneus. Equinus berarti seperti kuda dengan ujung kaki ke bawah dan telapak kakinya fleksi. Kalkaneus berarti tumit menonjol dengan ujung kaki ke atas dan kaki dalam posisi plantar. Setiap tipe mungkin varus (bengkok ke dalam) atau valgus (bengkok ke luar). Jumlah tapiles equinavarus sekitar 95% dari semua kelainan clubfoot. Talipes kalkaneus adalah tipe yang lebih umum. (Persis Mary Hamilton, 1995) 3. Etiologi CTEV Deformitas talipes (clubfoot) adalah deformitas kongenital ortopedik paling sering dari ekstremitas bawah, terjadi dengan frekuensi paling besar pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1 dengan anak perempuan. Talipes dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Umumnya, titik talus turun dan telapak kaki teraduksi. (Jan Tambayong, 2000) Menurut Persis Mary Hamilton (1995), Penyebab yang pasti dari clubfoot tidak diketahui. Sebagian orang berkeyakinan bahwa hal tersebut diakibatkan karena gangguan perkembangan atau posisi abnormal dalam uterus. Karena beberapa keluarga memiliki kecenderungan lebih tinggi dari keluarga yang lain, hereditas merupakan salah satu faktornya. Faktor resiko terjadinya CTEV adalah faktor mekanis dalam uterus (misalnya adanya tekanan dari luar akibat trauma atau akibat tekanan dari



11 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



dalam seperti pada kehamilan kembar, oligohidramnion), gangguan neuromuskular, kelainan genetik, pengaruh di sekitar rahim, faktor herediter, kombinasi antara faktor herediter dan lingkungan 4. Fatofisiologi CTEV Deformitas mayor clubfoot termasuk hindfoot varus dan equinus dan forefoot adductus dan cavus. Kelainan ini merupakan hasil abnormalitas intraosseus (abnormal morfologi) dan abnormalitas interosseus (hubungan abnormal antar tulang) (Hoosseinzaideh, 2014).Deformitas intraosseus paling sering muncul di talus, dengan necktalar yang pendek dan medial dan plantar deviasi dari bagian anterior. Pada permukaan inferior talus, facet medial dan anterior belum berkembang. Kelainan pada calcaneus, cuboid, dan navicular tidaklah terlalu parah dibandingkan talus. Pada calcaneus ditemukan lebih kecil dari kaki normal, dansustentaculum yang belum berkembang (Herring, 2014).Deformitas interosseus terlihat seperti medial displacement dari navicular pada talar head dan cuboid padacalcaneus, secara berurutan. Herzenberg dkk menunjukkanbahwa talus dan calcaneus lebih internal rotasi sekitar 20 derajat terhadap aksis tibiofibular pada clubfoot dibandingkan dengan kaki normal. Pada studinya, body of the talus dilaporkan eksternal rotasi di dalam ankle mortise. Adanya internal tibial torsion padaclubfoot masih kontroversial (Hoosseinzaideh, 2014).Kontraktur dan fibrosis ligament sisi medial kaki, termasuk spring ligament, master knot of Henry, ligament tibionavicular, dan fascia plantaris, juga berkontribusi dalam abnormalitas clubfoot (Hoosseinzaideh, 2014).Abnormalitas otot telah diamati selama operasi release deformitas clubfoot. Dobbs dkk melaporkan bahwa flexor



12 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



digitorum accesorius longus muscle terlihat pada anak-anak yang menjalani operative release sekitar 6,6% dan lebih banyak lagi padaanak-anak dengan adanya riwayat keluarga (prevalensi 23%). Flexor digitorum accesorius longus dilaporkan ada sekitar 1% sampai 8% pada cadaver dewasa normal. Anomalous berhubungan



soleus



muscle



dengan



juga



tingginya



telah



dijelaskan



dan



dilaporkan



angka



rekurensi



(Hoosseinzaideh,



2014).Studi pada suplai darah telah menunjukkan abnormalitas atau tidak adanya arteri tibialis anterior sekitar 90% dari clubfoot. Tidak adanya arteri tibialis anterior juga dilaporkan namun jarang. Arteri anomaly ini meningkatkan risiko komplikasi vaskuler jika salah satu arteri dominan terkena saat comprehensive soft-tissuerelease atau Achilles tenotomi (Hoosseinzaideh, 2014).Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain: a. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus c. Faktor neurogenic telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot peroneus pada pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan inervasi intrauterine karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung dengan adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida. d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen.Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur tendon (kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon



13 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk, menemukan adanya mioblast pada fasia medialis menggunakan mikroskop elektron. Mereka menegemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang menyebaban kontraktur medial. e. Anomali pada insersi tendon Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali pada insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini dikarenakan adanya distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan pada insersi tendon. f. Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden epidemiologi kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi yang serupa pada insiden kasus poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan merupakan keadaan sequele dari prenatal poliolike condition. Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut. 5. Gambaran Klinis CTEV Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga. Lakukan pemeriksaan keseluruhan agar dapat mengidentifikasi ada tidaknya kelainan lain. Periksa kaki dengan anak dalam keadaan tengkurap, sehingga dapat terlihat bagian plantar. Periksa juga dengan posisi anak supine untuk mengevaluasi adanya rotasi internal dan varus. Deformitas yang serupa dapat ditemui pada myelomeningocele dan arthrogryposis. Pergelangan kaki berada dalam posisi equinus dan kaki berada dalam posisi supinasi (varus) serta adduksi.



14 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



Tulang navicular dan kuboid bergeser ke arah lebih medial. Terjadi kontraktur pada jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang kalkaneus tidak hanya berada dalam posisi equinus, tetapi bagian anteriornya mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral pada bagian posteriornya. Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut (seperti pipi). Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi kembali dan pada perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu). Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah teraba pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular dan badan talus. Maleolus medial menjadi susah diraba dan pada umumnya menempel pada navikular. Jarak yang normal terdapat antara navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami rotasi internal. 6. Pemeriksaan Diagnostik CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)  Foto polos Metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah foto polos. Pemeriksaan harus mencakup gambaran tumpuan berat karena stress yang terlibat dapat terjadi berulang-ulang. Pada infant, tumpuan berat dapat disimulasikan dengan pemberian stress dorsal flexy. Gambaran standar yang digunakan adalah gambaran dorsoplantar (DP) dan lateral. Untuk gambaran dorsoplantar, sinar diarahkan dengan sudut 15o terhadap tumit untuk mencegah overlap dengan struktur tungkai bawah. Gambaran lateral harus mencakup pergelangan kaki, dan bukan kaki, untuk penggambaran yang lebih tepat dari talus.



15 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



Posisi oblique tumit pada gambaran dorsoplantar (DP) dapat menstimulasikan varus kaki belakang. Bila gambaran lateral hanya meliputi salah satu kaki dan tidak termasuk pergelangan kaki, maka akan terlihat gambaran palsu dari lengkungan talus yang mendatar. Equinus kaki belakang adalah plantar fleksi dari calcaneus anterior (mirip kuku kuda) dimana sudut antara axis panjang tibia dan axis panjang calcaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih besar dari 90 o. Pada varus kaki belakang, talus diperkirakan terfiksasi secara relatif terhadap tibia. Calcaneus berputar mengitari talus menuju posisi varus (ke arah garis tengah). Pada gambaran lateral, sudut antara axis panjang talus dan axis panjang calcaneus (sudut talocalcaneal) kurang dari 25o, dan kedua tulang tersebut lebih paralel dibandingkan kondisi normal. Pada gambaran DP, sudut talocalcaneus kurang dari 15 derajat, dan dua tulang terlihat lebih tumpang tindih daripada pada kaki normal. Selain itu, aksis longitudinal yang melalui pertengahan talus (garis midtalar) melintas secara lateral ke arah dasar metatarsal pertama, karena garis depan terdeviasi secara medial. Varus kaki depan dan supinasi meningkatkan konvergensi dari basis metatarsal pada gambaran DP, jika dibandingkan dengan sedikit konvergensi pada kaki normal



16 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



 CT-Scan Pada penelitian pendahuluan mengenai CT dengan rekonstruksi 3 dimensi, johnston et al menunjukkan bahwa kerangka kawat luar yang dapat memantau tulang pada CTEV bisa diterapkan dan aksis inersia dapat ditentukan di sekitar pusat massa dengan 3 bidang perpendikuler untuk setiap tulang yng terlibat. Kawat ini dapat dirotasi secara manual untuk mengurai deformitas dan kelainan susunan tulang yang tidak jelas karena overlapping pada foto polos. Hubungan antara tulang kaki belakang dan pergelangan kaki dapat dinilai dengan cara ini. Begitu pula dengan aksis vertical dari talus dan lubang kalkaneus dapat dibandingkan dengan acuan perpendicular terhadap dasar pada rekostruksi koronal dari tumit. Analisis tersebut menunjukkan bahwa pada kaki normal, baik talus maupun kalkaneus relatif terotasi secara medial terhadap garis perpendicular pada lubang di bidang transversal, namun rotasi di kalkaneus sangat kecil. Perbedaan ini merupakan divergensi normal dari aksis panjang 2 tulang. Pada CTEV, talus terotasi secara lateral dan kalkaneus terotasi lebih medial daripada kaki normal. Pemakaian CT Scan juga memiliki bebrapa kerugian, yaitu risiko ionisasi, kurangnya osifikasi pada tulang tarsal, suseptibilitas dari artifak gambar dan gerakan, dan membutuhkan peralatan mahal dan aplikasi software untuk rekonstruksi multiplanar.



17 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



 MRI Saat ini MRI tidak banyak dilakukan untuk pemeriksaan radiologi CTEV karena berbagai kerugiannya, diantaranya dibutuhkan alat khusus dan sedasi pasien, besarnya pengeluaran untuk software yang digunakan, hilangnya sinyal yang disebabkan oleh efek feromagnetik dari alat fiksasi, dan waktu tambahan yang dibutuhkan untuk transfer data dan postprocessing. Namun, di sisi lain, keuntungan penggunaan MRI jika dibandingkan dengan foto polos dan CT scan adalah kapabilitas imaging multiplanar dan penggambaran yang sangat baik untuk nucleus osifikasi, kartilago anlage (primordium) serta struktur jaringan lunak disekitarnya.  Ultrasonografi (USG) Penelitian menunjukkan bahwa gambarn reproducible dan penilaian objektif dari beberapa hubungan antartulang (interosseous) pada kaki normal dan pada CTEV dapat dilakukan dengan USG. Untuk selanjutnya, USG mungkin dapat digunakan dalam operasi tertuntun dan terapi konservatif untuk CETV dalam menilai hasilnya. Gambaran dinamis/dynamic imaging yang bisa dilakukan dengan USG dapat melengkapi pemeriksaan fisik untuk menilai rigiditas dari kaki. Sehingga, USG ini dapat membantu memilah pasien yang harus dilakukan operasi dan tidak bisa dengan terapi konservatif saja.



18 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



 Angiografi Angiogram dapat



menunjukkan abnormalitas ukuran dan



distribusi pembuluh darah kecil pada CTEV, namun temuan ini masih terbatas dalam kegunaan secara klinis. 7. Diagnosis Berupa deformitas pada : 



Adduksi dan supinasi kaki depan pada sendi mid dorsal







Subluksasi sendi talonavikulare







Equinus kaki belakang pada sendi ankle







Varus kaki belakang pada sendi subtalar







Deviasi medial seluruh kaki terhadap lutut







Inversi tumit



Gambar 2.9 Telapak Kaki



19 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



C. TINJAUAN TENTANG PENGUKURAN FISIOTERAPI CTEV 1. Pengukuran lingkup gerak sendi (LGS) Pemeriksaan Lingkup gerak sendi adalah luas lingkup gerak sendi yang mampu dicapai atau dilakukan oleh sendi. Pengukuran LGS yang sering digunakan adalah goniometri, tapi untuk sendi tertentu menggunakan pita ukur (misalnya pada vertebra) (Trisnowiyanto, 2012). Cara pengukuran Lingkup Gerak Sendi dengan Goniometer, menurut (Trisnowiyanto, 2012) : 1) Posisikan pasien pada posisi tubuh yang benar, yaitu posisi anatomis. Pengecualian untuk pengukuran rotasi sendi bahu, panggul, dan lengan bawah. Bagian yang diukur harus terbuka. 2) Jelaskan dan peregakan gerakan yang akan dilakukan kepada pasien. 3) Lakukan gerakan pasif 2 atau 3 kali untuk meng-hilangkan gerakan substitusi dan ketegangan-ketegangan karena kurang bergerak. 4) Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal. 5) Tentukan aksis gerakan baik secara aktif maupun pasif dengan jalan melakukan palpasi bagian tulangdi sebelah lateral sendi. 6) Letakkan tangkai goniometer yang statik pararel terhadap aksis longitudinal pada garis tengah segmen (tubuh) yang statik. 7) Letakkan tangkai goniometer yang statik pararel terhadap aksis longitudinal segmen (tubuh) yang bergerak. 8) Pastikan bahwa aksis goniometer tepat pada aksis gerakan sendi. Pegang goniometer antara jari-jari dan ibu jari. Letak goniometer jangan



20 | F i s i o t e r a p i C O N G E N T I N A L T A L I P E S E Q U I N O V A R U S



sampai menekan kuat pada kulit (jaringan lunak) karena bisa menggangu gerakan ataupun menyebabkan salah dalam membaca hasil. 9) Bacalah pada awal dan akhir tiap gerakan. Lepaskan goniometer saat digerakkan dan pasang lagi saat akhir gerakan. Catat hasil pengukuran LGS nya. 2. Pemeriksaan tingkat keparahan club foot / CTEV a. Skor dimeglio Score dimeglio Digunakan untuk menilai derajat clubfoot dengan mengukur redusibilitas (kemudahan dalam mereduksi) dengan koreksi yang gentle pada kaki, Score dimeglio ini merupakan score yang paling reliable dan mudah dilakukan bila dibandingkan dengan system yan lain, score ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan clubfoot dari mulai lahir sampai sampai akhir terapi. Pemeriksaan digambarkan dengan jelas dan objektif Tabel 2.1 Pengukuran Skor dimeglio Skor



Klasifikasi



Tife



Reducibility



I



Benign



90% soft-soft.resolving



II



Moderate



5 - 50% soft-stiff reducible, partly resistant



III



Severe



10 -